––Hery Wawan 4

IPM Sebagai Gerakan Ilmu

Sebenarnya istilah ini bukan terma baru di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), dalam istilah Paradigma Gerakan IPM ––Hasil Muktamar 2000––ditegaskan bahwa IPM (saat itu masih IRM) adalah gerakan yang memiliki

“visi keilmuan”. Visi tersebut dijelaskan sebagai berikut: 6 “Visi keilmuan IRM didasari pada pandangan

mendasar Ikatan Remaja Muhammadiyah terhadap Ilmu Pengetahuan. Pandangan tersebut berakar pada keyakinan bahwa pada hakikatnya sumber ilmu di dunia ini adalah Allah Swt. Konsekuensinya

Pimpinan Pusat IRM, Tanfidz Muktamar IRM Tahun 2000, (Jakarta: PP IRM, 2000).

adalah perkembangan ilmu pengetahuan harus berawal dan mendapat kontrol dari sikap pasrah dan tunduk kepada Allah Swt.”

Visi di atas lalu diterjemahkan kedalam Misi “Membangun Tradisi Keilmuan”. Dalam Dasar-dasar Gerakan IPM tersebut dijelaskan bahwa IPM membawa

misi keilmuannya kepada tatanan kehidupan yang manusiawi dan beradab serta jauh dari tatanan kehidupan yang sekularistik, hedonistik dan mekanistik (merupakan implikasi serius dari perkembangan IPTEK sekarang ini). Remaja muslim sebagai objek dan subjek dalam gerakan IPM dalam mengembangkan potensi keilmuannya harus selalu berorientasi kepada kemaslahatan masyarakat, bangsa dan negara. Dan potensi keilmuan remaja dapat dikembangkan dalam komunitas yang memiliki tradisi keilmuan.

Dalam membangun tradisi keilmuan tersebut, IPM berangkat dari asumsi dan prinsip antara lain:

1. Ilmu pengetahuan harus dikuasai untuk mendapatkan kedudukan sebagai manusia terhormat dan berkualitas dihadapan Allah Swt.

2. Semangat menggali khazanah keilmuan harus dibarengi dengan eksplorasi spritualitas, sehingga tidak melahirkan karakter manusia berilmu yang sekular.

3. Dengan ilmu pengetahuan perspektif remaja tentang realitas sosial menyatu dengan perspektifnya tentang Tuhan/agama.

Gambaran visi dan misi keilmuan IPM di atas senada dengan ulasan Buya Sya fii Ma’arif tentang The Unity of Knowledge. 7 Dalam konsep ini, apa yang dikenal dengan konsep pendidikan sekuler dan konsep pendi- dikan agama, telah kehilangan relevansinya. Seluruh cabang ilmu pengetahuan dalam konsep ini bertujuan membawa manusia mendekati Allah, sebagai sumber tertinggi dari segala-galanya.

Jika seluruh kegiatan ilmu pengetahuan adalah untuk mencari dan mendekati Allah dengan membaca tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan- Nya, lanjut Syafi’i Maarif, maka atribut-atribut serba-Islam yang ditempelkan kepada berbagai ilmu pengetahuan tidak diperlukan lagi, seperti kedokteran Islam, psikologi Islam, dan sebagainya. Jika kita masih juga mau berbicara tentang Islamisasi, maka yang perlu diislamisasi adalah pusat kesadaran manusia yang terdapat di otak dan hati. Seyogyanya demikian pulalah IPM memandang tradisi keilmuan, tidak terjebak pada sekat ilmu agama atau ilmu sekuler. Ilmu Islam atau Ilmu Barat.

Ahmad Syafi’i Ma’arif, Islam dalam Bingkai Kemanusiaan dan Keindonesiaan, (Bandung: Mizan 2009), hlm. 220.

Kita tidak boleh sekadar menyerukan pentingnya

Road Map Gerakan Keilmuan IPM

membaca, namun tidak menyediakan wahana

Menurut saya, setidaknya ada seperti buku atau akses beberapa langkah untuk memperkuat

internet. Minimal setiap gerakan ilmu di IPM. Pertama,

jenjang Pimpinan “revitalisasi perkaderan”. Artinya, menyediakan wadah berupa taman baca.

fasilitator yang akan mengelola Disamping itu, IPM juga perkaderan IPM harus memiliki

harus proaktif mendesak kompetensi dan kualifikasi keilmuan.

pemerintah atau Bahkan, jika diperlukan, diadakan

pimpinan persyarikatan “refreshing fasilitator secara massif”.

agar mau menyediakan Konten refreshingnya diarahkan pada

fasilitas perpustakaan penguatan kapasitas intelektual para

atau taman baca ini. Potensi internal

fasilitator ini. Tak kalah pentingnya, persyarikatan

tentu saja adalah meninjau kembali sebenarnya luar biasa Sistem Perkaderan IPM (SPI).

jika dapat dimobilisasi Apakah SPI ini telah menghantarkan

mendukung gerakan ini. kader-kader IPM memiliki etos keilmuan? Atau menumbuhkan kader-kader yang hanya berorientasi

kepemimpinan dan keorganisa-sian semata? Revitalisasi etos kelimuan pada ranah kaderisasi ini menjadi penting, sebab saat ini, inilah ruang tarbiyah yang paling massif di seluruh jenjang pimpinan IPM se-nusantara.

Kedua, mengembangkan tradisi mem-baca. Kita tidak boleh sekadar menyerukan pentingnya membaca, namun tidak menyediakan wahana seperti buku atau akses Kedua, mengembangkan tradisi mem-baca. Kita tidak boleh sekadar menyerukan pentingnya membaca, namun tidak menyediakan wahana seperti buku atau akses

mendesak pemerintah atau pimpinan persyarikatan agar mau menyediakan fasilitas perpus- takaan atau taman baca ini. Potensi internal persyarikatan sebenarnya luar biasa jika dapat dimobilisasi mendukung gerakan ini. Bisa kita bayangkan, kalau di setiap amal usaha Muhammadiyah te rsedia “Taman Bacaan Masyarakat”. Berapa banyak sekolah dan masjid yang kita miliki? Muhammadiyah akan menjadi lokomotif gerakan ilmu bagi bangsa ini.

Ketiga, membangun tradisi menulis. Demikian pula halnya dengan tradisi menulis. Kita tak boleh berhenti sekadar pada t ataran slogan, “Mari Menulis!” Tapi, IPM harus menyediakan wadah bagi para pelajar untuk menempa kemampuan menulisnya, ruang seperti Kelompok Ilmiah Pelajar (KIP), komunitas sastra, dan semacamnya perlu digencarkan kembali. Tak lupa, ruang untuk menulis pun perlu dipikirkan, misalnya menerbit- kan majalah, jurnal, atau buletin. Demikian pula menyediakan ruang-ruang virtual, seperti web atau blog di setiap jenjang pimpinan.

Keempat, mengembangkan tradisi diskusi ilmiah. Wahana seperti seminar, simposium, bedah buku, ataupun diskusi terbuka perlu diintensifkan. Melalui ruang inilah kita mempercakapkan hasil bacaan, melalui wadah inilah kita mempertanggungjawabkan tulisan.

Bahkan kalau perlu, dibuatkan regulasi agar dalam setiap ceremonial organisasi, aktivitas semacam ini selalu menyertainya. Tradisi ini harus ditopang oleh dua tradisi sebelumnya, yaitu tradisi membaca dan menulis, jika tidak maka tradisi ini akan menjadi ring debat kusir, tidak bernuansa ilmiah. “Tong kosong nyaring bunyinya”, kata pepatah.

Kelima, penguasaan teknologi informasi. Teknologi informasi, khususnya internet, dengan jumlah pengguna yang semakin besar di Indonesia bisa menjadi satu alternatif teknologi pendukung pergerakan IPM. Gerakan kita di era dunia datar harus lebih cerdas, lebih efektif, sehingga energi dan biaya yang kita miliki tidak mubadzir dan bisa dialokasikan untuk berbagai kegiatan lain yang lebih bermanfaat. Kemampuan teknologi informasi adalah kemampuan tak terelakkan bagi kader-kader IPM.

Keenam , strategi yang tak kalah pentingnya adalah penguasaan bahasa asing. Idealnya, minimal kemampuan

Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, dimiliki oleh kader IPM. Pimpinan di setiap jenjang seyogyanya memfasilitasi kursus untuk meningkatkan kapasitas penguasaan bahasa asing ini. Kemampuan ini diperlukan agar kader-kader IPM memiliki akses untuk menyelami khazanah kelilmuan klasik maupun kontemporer.

Tulisan ini tidak menawarkan gagasan baru. Tulisan ini hanya mengumpulkan mozaik-mozaik yang terserak dalam dokumen-dokumen organisasi yang telah sering kita Tulisan ini tidak menawarkan gagasan baru. Tulisan ini hanya mengumpulkan mozaik-mozaik yang terserak dalam dokumen-dokumen organisasi yang telah sering kita

Pelajar Berilmu, Manifestasi