Rapat koordinasi pusat dan daerah

3.2. Rapat koordinasi pusat dan daerah

Dalam rangka penyusunan model analisis pemetaan urusan/kewenangan bersama pemerintah dan pemerintah daerah untuk mendorong terwujudnya sinergi pusat dan daerah, Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri telah melaksanakan rapat koordinasi pusat dan daerah bertempat di Hotel Grand Asia, Jalan Bandengan Selatan Nomor 88, Jakarta Utara , yang dihadiri oleh perwakilan Bappeda provinsi, kabupaten/kota terpilih, pejabat Biro Perencanaan kementerian/lembaga dan badan, serta komponen di lingkungan Kementerian Dalam

Negeri , dengan rumusan sebagai berikut:

3.2.1. Dasar hukum penyelenggaraan:

1. Radiogram Direktur

Daerah Nomor 005/8524/II/Bangda tanggal 28 Oktober 2013;

2. Surat Undangan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Nomor 005/8516/II/Bangda tanggal 28 Oktober 2013 hal Undangan Rapat Penyusunan Model Analisis Pemetaan Urusan/Kewenangan Bersama Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk mewujudkan Sinergi Pusat dan Daerah.

3.2.2. Tujuan Rapat

1. Menyamakan persepsi dan pemahaman terhadap konsep pemetaan urusan pemerintahan dalam rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

2. Pemaparan hasil uji petik yang telah dilaksanakan di 3 Daerah Provinsi terpilih (Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah) sebagai masukan penyusunan model analisis pemetaan urusan/kewenangan bersama pemerintah dan pemerintah daerah.

3. Mendiskusikan dan menyempurnakan rancangan model analisis pemetaan urusan/kewenangan bersama pemerintah dan pemerintah daerah dalam rangka mewujudkan sinergi pusat dan daerah.

3.2.3. Konsep Pemetaan Urusan Pemerintahan Yang Menjadi Kewenangan Bersama Pemerintah Dan Pemerintah Daerah Dalam Rancangan Revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

1. Urusan pemerintahan yang bersifat concurrent atau urusan bersama, yaitu urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah.

2. Penerapan penyelenggaraan urusan concurrent atau urusan bersama dalam rancangan revisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bertujuan untuk dapat lebih mendorong terwujudnya sinergi pusat dan daerah dalam rangka percepatan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan nasional dan daerah.

3. Untuk menjamin keberhasilan prinsip money follows function, diperlukan aparatur yang kompeten.

4. Program yang ditugaskan kepada daerah dalam skema dekonsentrasi dan tugas pembantuan, perlu memperhatikan

- Jadwal - Kebutuhan daerah - Beban daerah - Kemampuan daerah

3.2.4. Hasil Uji Petik Penyusunan Model Analisis Pemetaan Urusan Kewenangan Bersama Pemerintah Dan Pemerintah Daerah

1. Pembebanan ke daerah dalam pola dekonsentrasi dan tugas pembantuan seringkali kurang memperhitungkan waktu pelaksanaan, yang dinilai terlalu singkat dan kadang-kadang mendadak, sehingga aparat pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk mengatur waktu dalam menyelesaikannya sesuai target yang ditentukan.

2. Dalam pelaksanaan program/kegiatan yang didanai melalui dekonsentrasi dan tugas pembantuan, daerah mengalami kesulitan untuk melaksanakannya karena tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah serta keterlambatan disampaikannya pedoman teknis dan pedoman pelaksanaan.

3. Pelimpahan wewenang dalam pola dekonsentrasi dan tugas pembantuan ke pemerintah daerah dirasakan memberatkan daerah karena tidak memperhitungkan kemampuan daerah, serta pada saat bersamaan daerah juga harus melaksanakan program dan kegiatan yang didanai melalui desentralisasi.

4. Beberapa SKPD menilai bahwa dana dekonsentrasi yang diberikan tidak memadai untuk menyelesaikan permasalahan daerah.

5. Keterkaitan antar sektor seringkali tidak diperhitungkan atau dipertimbangkan dalam pemberian program yang didanai dengan pola dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Ada sektor yang harus dibangun terlebih dahulu sebelum sektor lain yang didanai dengan pola dekonsentrasi dan tugas pembantuan, sehingga program tersebut tidak bisa dilaksanakan.

6. Penetapan lokasi program dekonsentrasi dan tugas pembantuan harus dengan kesepakatan bersama antara pemerintah dengan pemerintah daerah.

7. Secara umum pola kewenangan dekonsentrasi dan tugas pembantuan kurang diarahkan untuk memenuhi tuntutan RPJMD atau renstra daerah, tetapi mengikuti arahan atau keinginan K/L.

8. Dana diluar mekanisme dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang ada selama ini, dipertimbangkan untuk dialihkan ke Dana Alokasi Khusus (DAK).

3.2.5. Permasalahan Penyelenggaraan Urusan Kewenangan Bersama Pemerintah

Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

1. Masih rendahnya pemahaman aparat pemerintahan terhadap kewenangan, kebijakan, prosedur dan adanya kecenderungan egosektoral.

2. Munculnya beberapa skema transfer dana ke daerah diluar pola kewenangan yang sudah ada sehingga mengganggu mekanisme perencanaan dan penganggaran yang sudah ada, seperti dana penyesuaian, dana insentif daerah, dana percepatan pembangunan infrastruktur daerah dan dana aspirasi.

3. Adanya inkonsistensi perencanaan dan penganggaran mulai dari RPJMD ke RKPD, RKPD ke KUA-PPAS dan KUA-PPAS ke RAPBD.

4. Perbedaan periodesasi pemerintahan pusat, provinsi dan kabupaten/kota menghambat tercapainya sinergi pusat dan daerah.

5. Mutasi, rotasi dan promosi pegawai yang tidak tepat dapat menghambat implementasi

dan program kementerian/lembaga di daerah.

6. Dalam penentuan lokasi dan besaran anggaran pusat di daerah sering terjadi intervensi politik.