4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Kulit
Penyakit kulit dikenal bermacam-macam, seperti kudis, eksema, kutu air, biang keringat, koreng dan sebagainya. Untuk mengobati penyakit-penyakit kulit
tersebut digunakan bahan-bahan yang sifatnya mampu melindungi kulit yang luka, mampu menghaluskan dan melemaskan kulit, mengurangi rasa gatal dan
mempunyai kerja khusus serta bersifat antiseptika Widjajanti, 1988. Sediaan farmasi yang digunakan pada kulit adalah untuk memberikan aksi
lokal, berlangsung lama pada tempat yang sakit dan sedikit mungkin diabsorpsi. Oleh karena itu sediaan pada kulit biasanya digunakan sebagai antiseptik,
antifungi, antiinflamasi, anestetik lokal, emolien, pelindung terhadap sinar matahari, udara dan iritasi zat kimia. Biasanya bentuk sediaannya berupa salep,
krim dan pasta, sedangkan sediaan lain yang juga digunakan adalah berupa serbuk tabur, aerosol, larutan dan losio Anief, 2007.
Contoh obat-obatan yang sering digunakan pada pengobatan penyakit kulit:
1. Obat antibakteri dan germisida, seperti fenol, kresol, timol alkohol dan lain-
lain. 2.
Antibiotik topikal, terdiri dari Penisilin, Neomisin, Framisetin, Gramisidin, Gentamisin, Polimixin B, Tetrasiklin HCl, Eritromisin dan lainnya.
3. Antifungi topikal, seperti natrium propionat, asam undesilenat, salisilamid,
asam benzoat, asam salisilat dan lain sebagainya Anief, 1997.
5
2.2 Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai Depkes RI,
1995. Sediaan ini memiliki konsistensi relatif cair yang diformulasikan sebagai air dalam minyak AM atau minyak dalam air MA.Krim dapat disimpan
dalam wadah tertutup dan diletakkan ditempat sejuk Jas, 2004. Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke
bagian kulit badan. Yang dimaksud dengan “obat luar” adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan dan ke arah lambung. Menurut
definisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit salep, krim, jelly, serbuk tabur, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga dan sebagainya
Widjajanti, 1988. Secara umum obat-obat luar memiliki keamanan yang lebih baik karena hanya digunakan secara lokal pada lokasi tertentu diluar tubuh. Efek
samping yang mungkin terjadi adalah iritasi kulit, atau kadang-kadang rasa terbakar Widodo, 2004.
Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut: a.
Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu krim harus stabil pada suhu kamar.
b. Lunak. Semua zat dalam keadaan halus, lunak serta homogen.
c. Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit. d.
Terdispersi secara merata. Obat harus terdispersi merata di dalam dasar krim padat atau cair Widodo, 2013.
6
Basis krim
Seperti salep, krim juga mengandung basis atau bahan dasar tertentu. Ada beberapa bahan dasar yang sering digunakan dalam pembuatan krim, diantaranya
sebagai berikut: a.
Fase minyak
b. , yaitu bahan obat yang larut dalam minyak dan bersifat asam.
Contohnya asam stearat, adeps lanae, paraffin liquidum, stearil alkohol dan sebagainya.
Fase air
c. , yaitu bahan obat yang larut dalam air dan bersifat basa.
Contohnya, Na tetraborat, TrietanolaminTEA, NaOH, KOH, Gliserin, PolietilenglikolPEG, propilen glikol, surfaktan dan sebagainya.
Pengemulsi
d. , bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim
disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat. Misalnya: emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setearil alkohol dan lainnya.
Pengawet
e. , yaitu bahan yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas
sediaan. Bahan pengawet yang sering digunakan adalah metil paraben nipagin 0,12-0,18, propil paraben nipasol 0,02-0,05 dan lainnya.
Pendapar
f. , yaitu bahan yang digunakan untuk mempertahankan pH
sediaan. Antioksidan
Sama halnya seperti sediaan bentuk lain, krim juga memiliki keuntungan dan kerugian dalam penggunaannya. Beberapa keuntungan dari penggunaan krim
antara lain, mudah menyebar rata, praktis, mudah dibersihkan atau dicuci, cara , yaitu bahan yang digunakan untuk mencegah ketengikan
akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh Widodo, 2013.
7 kerja berlangsung pada jaringan setempat, tidak lengket, memberikan rasa dingin
dan lain-lain. Adapun kerugian dari penggunaan sediaan krim antara lain, susah dalam pembuatannya karena harus dalam keadaan panas, gampang pecah, mudah
kering dan rusak khususnya tipe am karena terganggunya sistem campuran yang disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi Widodo, 2013.
Salah satu krim yang beredar di pasaran adalah Betason-N krim yang di produksi oleh PT. Kimia Farma Persero Tbk. Plant Medan. Betason-N krim
merupakan salah satu krim yang sering digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Tiap gram krim mengandung Betametason valerat 0.1 dan Neomisin sulfat
0.5. 2.2.1
Betason-N krim
Gambar 2.1 Betason-N Krim
Tiap gram krim mengandung Betametason-17-valerat 1 mg dan Neomisin sulfat 5 mg. Betametason merupakan 9-fluorokortikosteroid, yaitu suatu senyawa
dari golongan kortikosteroid yang paling efektif untuk obat kulit. Neomisin dikenal sebagai suatu antibiotik yang aktif terhadap sejumlah besar bakteri yang
umumnya menyertai radang kulit. Betason-N krim sangat berguna untuk
8 mengobati penyakit kulit dengan radang akut maupun sub-akut seperti eksema,
dermatitis atopik, neurodermatitis, alergi terhadap bubuk sabun atau zat-zat kimia. Adanya Neomisin dalam Betason-N krim menjamin penyembuhan infeksi
sekunder yang umumnya disertai radang-radang kulit.
2.2.2 Betametason valerat
Gambar 2.2 Struktur kimia Betametason valerat
Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97.0 dan tidak lebih dari 103.0 C
27
H
37
FO
6
, dihitung terhadap zat yang dikeringkan. Pemeriannya serbuk, putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur pada suhu lebih kurang
190
o
C disertai peruraian. Kelarutan, praktis tidak larut dalam air, mudah larut dalam aseton dan kloroform, larut dalam etanol, sukar larut dalam benzen dan
dalam eter Depkes RI, 1995. Betametason sering digunakan pada salep sebagai valerat 0,1 atau dipropionat 0.05 yang dua kali lebih kuat Tan dan Raharja,
2007.
2.3 Antibiotik
Antibiotik adalah zat-zat yang dihasilkan dari fungi dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
9 toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara
semi-sintesis juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa sintetis
dengan khasiat antibakteri Tan dan Raharja, 2007.
Kata antibiotik diberikan pada produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang dalam jumlah amat kecil bersifat merusak atau
menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain antibiotik merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang mengahambat
mikroorganisme lain Pelczar, 1988. Pada awalnya istilah yang digunakan adalah antibiosis, yang berarti substansi yang dapat menghambat pertumbuhan organisme
hidup yang lain dan berasal dari mikroorganisme. Namun pada perkembangannya antibiosis ini disebut sebagai antibiotik Pratiwi, 2008.
Penghambatan mikroba yang disebabkan oleh suatu antibiotik mungkin bersifat tetap atau sementara. Apabila penghambatan itu hanya bersifat sementara
maka keaktifan antibiotik itu disebut sebagai bakteriostatik. Walaupun antibiotik ini menghambat pertumbuhan sel bakteri, mikroba terus berkembang jika
pemberian antibiotik dihentikan. Sedangkan agen bakterisid mekanisme tindakannya adalah memusnahkan mikroba Hadisahputra dan Harahap, 1994.
Antibiotik yang pertama dikenal adalah penisilin, suatu zat yang dihasilkan oleh jamur Penicillium. Penisilin ditemukan oleh Alexander Fleming
pada tahun 1929, namun saat tahun 1943 antibiotik ini banyak digunakan sebagai pembunuh bakteri. Selama Perang Dunia Kedua dan sesudahnya bermacam-
macam antibiotik ditemukan dan sekarang jumlahnya ratusan Waluyo, 2010.
10 Antibiotik dapat digolongkan menjadi beberapa golongan antara lain
sebagai berikut:
2.3.1 Penggolongan antibiotik berdasarkan struktur kimianya
a. Golongan Beta laktam
b. , antara lain golongan sefalosporin sefaleksin,
sefazolin, sefuroksin, sefadroksil, seftazidim golongan monosiklik dan golongan penisilin penisilin, amoksisilin. Penisilin adalah suatu agen
antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis Penicillium chrysogenum.
Antibiotik golongan Aminoglikosida
c. , aminoglikosida dihasilkan oleh
jenis-jenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan turunan semi sintetisnya mengandung dua atau tiga gula amino di dalam
molekulnya yang saling terikat secara glikosidis. Spektrum kerjanya luas, aktifitasnya adalah bakterisid. Contohnya neomisin, streptomisin,
amikasin, gentamisin dan paranomisin. Antibiotik golongan Tetrasiklin
d. , khasiatnya bersifat bakteriostatis.
Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci Gram positif dan
Gram negatif. Contohnya tetrasiklin, doksisiklin dan monosiklin. Antibiotik golongan Makrolida, bekerja bakteriostatis terutama terhadap
bakteri Gram positif. Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila
digunakan terlalu lama bisa menyebabkan resistensi.
11 e.
Antibiotik golongan Linkomisin
f. , dihasilkan oleh Streptomyces
lincolnensis. Khasiatnya bakteriostatis, spektrum kerjanya lebih sempit dari pada makrolida terutama terhadap kuman Gram positif dan anaerob.
Contohnya linkomisin. Antibiotik golongan Kuinolon
g. , senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat
bakterisid pada fase pertumbuhan kuman. Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih ISK tanpa komplikasi.
Antibiotik golongan Kloramfenikol
2.3.2 Penggolongan antibiotik berdasarkan spektrum atau kisaran kerja
, kloramfenikol mempunyai spektrum luas. Bersifat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman Gram positif
dan sejumlah kuman Gram negatif. Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya kloramfenikol Tan
dan Rahardja, 2007.
Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
a. Berspektrum sempit narrow spectrum
b. , hanya mampu menghambat
segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja.
Berspektrum luas broad spectrum
2.3.3 Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya
, dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif Pratiwi, 2008.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu :
12 a.
Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin,
basitrasin dan vankomisin. b.
Antibiotik yang merusak membran plasma Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah polimiksin, nistatin dan
amfoterisin B. c.
Antibiotik yang menghambat sintesis protein Antibiotik yang termasuk kelompok ini adalah golongan aminoglikosida,
makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin. d.
Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat DNARNA Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan
kuinolon. e.
Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamid, kotrimoksazol
dan asam p-amino salisilat PAS Pratiwi, 2008.
2.3.4 Bahaya pemakaian antibiotik
Beberapa bahaya yang dapat diakibatkan pada pemakaian antibiotik antara lain:
a. Gejala resistensi, pada pengobatan yang tidak cukup yaitu terlalu singkat
waktunya atau terlalu lama dengan dosis terlalu rendah atau digunakan pada pengobatan yang tidak perlu misalnya pada luka kecil dan sebagainya
dapat mengakibatkan resistensi, artinya bakteri akan memberikan perlawanan terhadap kerja antibiotik, sehingga khasiat antibiotik akan
13 menjadi berkurang atau tidak berkhasiat sama sekali. Bila sudah terjadi
resistensi antibiotik ini sudah tidak efektif lagi melawan kuman dan pada pengobatan selanjutnya harus diganti dengan antibiotik lain yang
mempunyai khasiat yang sama. b.
Gejala kepekaan yang disebut alergi
c. , misalnya gatal-gatal. Sebagai contoh,
penisilin bila diberikan kepada seseorang yang tidak tahan peka dapat menimbulkan bintik-bintik merah, gatal-gatal bahkan pingsan.
Supra infeksi
2.3.5 Resistensi
, yaitu seseorang yang telah ketularan suatu kuman, ketularan kuman sekali lagi dengan kuman yang sama. Ini terutama terjadi pada
pemakaian antibiotik broad spectrum, karena kegiatannya demikian luasnya sehingga flora bakteri usus juga dimatikan dan keseimbangan
bakteri normal juga terganggu Widjajanti, 1988.
Resistensi terhadap obat antibiotik, ialah obatnya tidak mampu membunuh kuman atau kumannya menjadi kebal terhadap obat. Beberapa jenis resistensi
yaitu: • Resistensi bawaan primer
• , terjadi secara alamiah. Pada kuman sudah
terdapat resistensi secara alamiah, misalkan adanya enzim penisilinase yang merusak penisilin dan sefaloridin.
Resistensi yang diperoleh sekunder
• , disebabkan kontak kuman dengan
antibiotik.
Resistensi episomal, tipe resistensi ini pembawa faktor genetika berada
diluar kromosom yang ditulari bakteri lain.
14 • Resistensi silang
Salah satu contoh antibiotik yang beredar dipasaran adalah Neomisin sulfat yang terdapat dalam krim Betason-N produksi PT. Kimia Farma Persero
Tbk. Plant Medan. Neomisin dikenal sebagai suatu antibiotik yang aktif terhadap
sejumlah besar bakteri yang umumnya menyertai radang kulit.
, ialah kejadian dimana bakteri resisten terhadap suatu antibiotika dan semua derivatnya. Contohnya Penisilin dengan Ampisilin
dan sebagainya Anief, 1996.
2.3.6 Neomisin sulfat
Gambar 2.3 Struktur kimia Neomisin sulfat
Neomisin sulfat adalah garam sulfat dari neomisin, zat antibakteri yang dihasilkan oleh pertumbuhan Streptomyces fradiae 1949 Waksman Familia
Streptomycetaceae atau campuran dari dua atau lebih bentuk garam. Mempunyai potensi setara tidak kurang dari 600 mcg neomisin per mg, dihitung terhadap zat
yang telah dikeringkan Depkes RI, 1995. Neomisin merupakan antibiotik berspektrum luas. Mikroorganisme yang
rentan biasanya dihambat oleh konsentrasi 5 hingga 10 mcgml atau kurang. Neomisin tersedia untuk penggunaan topikal dan oral. Neomisin digunakan secara
15 luas untuk penggunaan topikal dan berbagai infeksi kulit dan membran mukus
yang disebabkan oleh mikroorganisme yang rentan terhadap obat ini. Pemberian oral neomisin biasanya dalam kombinasi dengan eritromisin basa. Neomisin
diabsorpsi dengan buruk dari saluran gastrointestinal dan diekskresikan oleh ginjal sebagaimana aminoglikosida lainnya Goodman dan Gilman, 2012.
Neomisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Aminoglikosida adalah golongan antibiotik bakterisidal yang terkenal toksik terhadap saraf otak
ototoksik dan terhadap ginjal nefrotoksik. Antibiotik ini merupakan produk berbagai spesies streptomyces atau fungus lainnya Istiantoro dan Gan, 2011.
Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotik yang gula aminonya tergabung dalam ikatan glikosida. Antibiotik ini memiliki spektrum luas dan bersifat
bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis protein. Antibiotik ini berikatan pada subunit 30S ribosom bakteri beberapa terikat juga pada subunit
50S ribosom dan menghambat translokasi peptidil-tRNA dari situs A ke situs P dan menyebabkan kesalahan pembacaan mRNA dan mengakibatkan bakteri tidak
mampu menyintesis protein vital untuk pertumbuhannya Pratiwi, 2008. Secara in vitro neomisin aktif terhadap organisme Gram negatif termasuk
Eschericia coli, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumonia, Proteus vulgaris dan Haemophilus influenza. Neomisin aktif terhadap Gram positif yaitu
Staphylococcus aureus ataupun Staphylococcus epidermidis. Organisme yang resisten terhadap neomisin termasuk mikroorganisme Gram negatif Pseudomonas
aeruginosa, mikroorganisme Gram positif, bakteri anaerob, fungi dan virus Wattimena, 1991.
16 Efek merugikan dari penggunaan neomisin sulfat adalah reaksi
hipersensitivitas, terutama ruam kulit, terjadi pada 6 hingga 8 pasien jika diberikan secara topikal. Efek toksis neomisin yang paling penting adalah
kerusakan ginjal dan ketulian akibat kerusakan saraf pendengaran. Pada pemakaian oral efek merugikannya adalah malabsorpsi dan superinfeksi usus
Goodman dan Gilman, 2012.
Resistensi terhadap aminoglikosida
Resistensi terhadap antibiotik golongan aminoglikosida muncul karena sel bakteri memproduksi enzim-enzim yang dapat menambahkan fosfat, asetat, atau
gugus adenil pada berbagai macam tempat pada antibiotik aminoglikosida. Antibiotik aminoglikosida yang telah dimodifikasi tersebut nantinya tidak akan
mampu terikat pada subunit 30S ribosom sehingga tidak lagi dapat menghambat sintesis protein Pratiwi, 2008.
2.4 Metode Pengujian
Aktivitas potensi antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba. Suatu penurunan aktivitas
antimikroba juga akan dapat menunjukkan perubahan kecil yang tidak dapat ditunjukkan oleh metode kimia, sehingga pengujian secara mikrobiologi atau
biologi biasanya merupakan standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya aktivitas Depkes RI, 1995. Mikrobiologi merupakan
suatu istilah luas yang berarti studi tentang organisme hidup yang terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang Volk dan Wheeler, 1988.
17 Keampuhan biologis dinyatakan dalam mikrogram atau satuan lain
sebagaimana ditetapkan dengan cara membandingkan jumlah sel yang mati atau keadaan bakteriostatis organisme uji yang disebabkan oleh substansi uji, dengan
yang disebabkan oleh siapan baku. Meskipun satuan pengukuran bagi beberapa antibiotik itu sembarang, bagi antibiotik-antibiotik lain hal tersebut ditetapkan
menurut perjanjian internasional atau peraturan FDA Food and Drug Administration. Misalnya unit internasional “International Unit” atau IU
Pelczar, 1988. Untuk menentukan aktivitas antibiotik ada dua metode umum yang dapat
digunakan, yaitu penetapan dengan lempeng silinder atau “lempeng” dan penetapan dengan cara “tabung” atau turbidimetri Depkes RI, 1995.
a. Metode Lempeng Silinder
Metode ini berdasarkan difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng, sehingga
mikroba yang ditambahkan dihambat pertumbuhannya pada daerah berupa lingkaran atau “zona” di sekeliling silinder yang berisi larutan antibiotik.
b. Metode Turbidimetri
Metode ini berdasarkan atas hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serba sama antibiotik, dalam media cair yang dapat
menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik.
2.5 Medium Biakan Mikroba