8 2.
Keluarga Sejahtera I, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar minimum, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial
psikologisnya seperti: pendidikan, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.
3. Keluarga Sejahtera II, yaitu keluarga yang disamping telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar minimal, juga kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan
berkembang perkembangannya
seperti menabung, memperoleh informasi, transportasi, dan sebagainya.
4. Keluarga Sejahtera III, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi seluruh
kebutuhan dasar minimal, kebutuhan sosial psikologis, dan kebutuhan perkembangan, namun belum dapat berpartisipasi maksimal terhadap
masyarakat baik dalam bentuk sumbangan material, keuangan, ikut serta secara aktif dalam kegiatan sosial-kemasyarakatan, dan sebagainya.
5. Keluarga Sejahtera III-Plus, yaitu keluarga yang telah dapat memenuhi
seluruh kebutuhannya baik kebutuhan dasar minimal, kebutuhan sosial psikologis, maupun yang bersifat perkembangan serta telah dapat memberikan
sumbangan nyata dan berkelanjutan, bagi masyarakat atau pembangunan.
2.1.1 Pengukuran Tingkat Kesejahteraan
Menurut Kolle 1974 dalam Bintarto 1989, kesejahteraan dapat diukur dari beberapa aspek kehidupan:
1.
Segi materi, seperti kualitas rumah, bahan pangan dan sebagianya;
2.
Segi fisik, seperti kesehatan tubuh, lingkungan alam, dan sebagainya;
3.
Segi mental, seperti fasilitas pendidikan, lingkungan budaya, dan sebagainya;
Universitas Sumatera Utara
9 4.
Segi spiritual, seperti moral, etika, keserasian penyesuaian, dan sebagainya.
Namun, biasanya untuk mengetahui tingkat kesejahteraan digunakan tiga
kriteria seperti berikut :
1. Upah Minimum Regional UMR
Setiap daerah mempunyai UMR sendiri yang ditetapkan oleh Gubernur pada tingkat provinsi dan BupatiWalikota pada tingkat KabupatenKota.
2. Bappenas
Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran rumah tangga. Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera apabila proporsi
pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah tangga dengan
proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat dikategorikan
sebagai rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih rendah. 3.
BPS Biro Pusat Statistik Biro Pusat Statistik Indonesia menerangkan bahwa guna melihat tingkat
kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa indikator yang dapat dijadikan ukuruan, antara lain adalah:
a. Tingkat pendapatan keluarga
b. Komposisi pengeluaran rumah tangga dengan membandingkan
pengeluaran untuk pangan dengan non-pangan seperti jenis bahan bakar untuk memasak, frekuensi mengkonsumsi daging, susu dan ayam,
Universitas Sumatera Utara
10 frekuensi membeli pakaian dalam setahun, dan frekuensi makan setiap
hari. c.
Tingkat pendidikan keluarga seperti pendidikan kepala keluarga. d.
Tingkat kesehatan keluarga seperti kemampuan untuk berobat. e.
Kondisi perumahan serta fasilitas yang dimiliki dalam rumah tangga seperti luas bangunan, jenis lantai, dinding, fasilitas MCK, sumber
penerangan, dan sumber air minum
2.2 Ketimpangan Pembangunan