Fungsi dan Komposisi Saliva Pengecapan

faring, bakteri mulut yang tidak melekat, sisa makanan, epitel dan sel darah yang meluruh, serta sedikit obat atau produk kimia. 23

2.4.1 Fungsi dan Komposisi Saliva Pengecapan

Saliva pada awal dibentuk di dalam asini bersifat isotonik, akan tetapi seiring berjalannya proses melalui saluran saliva, sifatnya berubah menjadi hipotonik. Hipotonisitas saliva kadar glukosa, sodium, klorida, dan urea yang rendah dan kemampuannya untuk melarutkan zat membuat bud bisa merasakan rasa yang berbeda. Proteksi dan Lubrikasi 23 Saliva membentuk penutup seromukosal yang melumaskan dan melindungi jaringan rongga mulut dari agen pengiritasi. Ini terjadi karena musin protein dengan karbohidrat tinggi berperan sebagai pelumas, pelindung mencegah dehidrasi, dan mempertahankan viskoelastisitas saliva. Selain itu secara selektif memodulasi perlekatan mikroorganisme pada permukaan jaringan rongga mulut, yang berperan dalam mengontrol kolonisasi bakteri dan jamur. Pengunyahan, pengucapan, dan penelanan dibantu oleh efek lubrikasi dari protein. Pengenceran dan Pembersihan 23 Gula dalam bentuk bebasnya terdapat pada saliva yang distimulasi dan tidak distimulasi dengan konsentrasi rata-rata 0,5-1 mg100 ml. Konsentrasi gula yang tinggi pada saliva terjadi setelah makan dan minum. Sudah diketahui bahwa ada korelasi antara konsentrasi glukosa dalam darah dan cairan saliva, terutama pada penderita diabetes, tapi karena tidak selalu signifikan, saliva tidak digunakan untuk memantau kadar gula darah. Saliva berperan sebagai pembersih mekanis terhadap sisa-sisa di dalam mulut seperti bakteri yang tidak melekat dan debris makanan. Laju aliran saliva mengeliminasi kelebihan karbohidrat yang akan mengurangi ketersediaan gula bagi mikroorganisme. Semakin besar laju aliran saliva, semakin besar kapasitas pelarut 23 Universitas Sumatera Utara dan pembersihnya; namun jika terjadi gangguan kesehatan yang mengurangi laju aliran saliva, akan terjadi penurunan kebersihan rongga mulut. 23 Kapasitas Buffer Saliva berperan sebagai sistem buffer untuk melindungi mulut antara lain untuk mencegah kolonisasi mikroorganisme patologis dan menetralisir asam yang diproduksi mikroorganisme asidogenik sehingga mencegah demineralisasi enamel. Sialin, peptida saliva, memiliki peranan penting dalam meningkatkan pH biofilm setelah terpapar karbohidrat yang bisa terfermentasi. Urea adalah penyangga lain yang terkandung dalam saliva, merupakan produk katabolisme asam amino dan protein menyebabkan peningkatan pH yang cepat pada biofilm dengan menghasilkan amonia dan karbondioksida ketika dihidrolisis oleh bakteri. Asam karbonat bikarbonat adalah buffer yang paling penting pada saliva yang distimulasi, sedangkan pada saliva yang tidak distimulasi berupa sistem buffer fosfat. Keutuhan Enamel Gigi 23 Saliva memainkan peran penting dalam mempertahankan keutuhan fisik dan kimiawi enamel gigi dengan memodulasi demineralisasi dan remineralisasi. Faktor penting yang mengontrol stabilitas hidroksiapatit enamel adalah konsentrasi kalsium, fosfat, dan fluoride pada pH saliva. Fosfat inorganik memiliki fungsi biologis mempertahankan struktur gigi. Fungsi lainnya adalah kapasitas buffer yang ditemui pada saliva yang tidak distimulasi. Kandungan fluor dalam saliva, walaupun dalam jumlah yang sedikit, menentukan dalam stabilisasi mineral gigi. Kehadiran ion fluride dalam fase cair mengurangi kehilangan mineral selama pH biofilm menurun, ion ini juga mengurangi larutnya hidroksiapatit gigi, sehingga membuat makin resisten terhadap demineralisasi. Fluoride juga bisa mengurangi produksi asam pada biofilm. pH saliva normal 6-7 dan bervariasi tergantung laju alirannya, dari 5,3 aliran sedikit sampai 7,8 aliran tertinggi. Semakin tinggi aliran sekresi saliva yang Universitas Sumatera Utara distimulasi, semakin tinggi konsentrasi ion bikarbonat, semakin tinggi juga pH akan meningkat, sehingga kekuatan buffer saliva akan meningkat pesat. Pencernaan 23 Saliva berperan dalam awal pencernaan pati, membantu dalam pembentukan bolus makanan. Aksi ini terjadi karena adanya enzim pencernaan α-amylase ptialin dalam komposisi saliva. Fungsi biologisnya adalah untuk mengubah pati menjadi maltose, maltotriosa, dan dekstrin. Enzim ini dianggap sebagai indikator yang baik dari fungsi kelenjar saliva, berperan 40 sampai 50 dari total protein dalam saliva yang diproduksi kelenjar. Bagian terbesar dari enzim ini 80 disintesis di kelenjar parotid dan sisanya di kelenjar submandibular. 23

2.4.2 Volume dan Laju Aliran Saliva

Dokumen yang terkait

Hubungan perilaku diet anak dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan barat

2 44 111

Hubungan perilaku diet anak dengan Early Childhood Caries (ECC) pada anak usia 37-71 bulan di Kecamatan Medan Petisah

10 111 74

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

2 56 76

Perbedaan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva Pada Anak Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dengan Non S-ECC Usia 36-71 Bulan di Kecamatan Medan Baru

3 57 67

Perbedaan Jumlah Koloni Streptococcus Mutans Dalam Saliva Pada Anak Severe – Early Childhood Caries (S-ECC) Dengan Non S-ECC Usia 37-71 Bulan di Kecamatan Medan Selayang

23 130 61

Hubungan Perilaku Diet Anak Dengan Early Childhood Caries (ECC) Pada Anak Usia 12-36 Bulan Di Kecamatan Medan Barat

0 62 109

Hubungan Early Childhood Caries dengan Kebersihan Rongga Mulut Anak Usia 36-71 Bulan dan Ibu di Desa Ujung Rambung Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

2 42 110

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Dan NON S-ECC Di Kecamatan Medan Baru

0 0 23

Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

0 0 11

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Karakteristik Saliva Pada Anak Usia 37-71 Bulan Dengan Severe Early Childhood Caries (S-ECC) dan Non S-ECC di Kecamatan Medan Selayang

0 2 6