2.4.1. Defisiensi Besi
Defisiensi nutrisi yang paling banyak dijumpai baik di negara maju maupun negara berkembang adalah defisiensi besi. Hal ini berkaitan dengan
asupan besi yang tidak adekuat, proses kehamilan, dan kebutuhan perkembangan janin yang cepat. Anemia yang paling umum saat kehamilan adalah anemia
defisiensi besi, sekitar 95 anemia pada kehamilan tergolong pada anemia defisiensi besi Morgan dan Hamilton, 2009. Secara klasik anemia defisiensi besi
disebut anemia hipokromik mikrositik Hollingworth, 2014. Menurut Ani 2013, anemia defisiensi besi memiliki dampak yang negatif
terhadap kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya, antara lain kelahiran prematur, hipoksia janin, fetal distress, dan peningkatan morbiditas dan
mortalitas fetomaternal. Besi memiliki peran mensintesis neurotransmitter di otak yang dapat berpengaruh terhadap tingkah laku manusia. Defisiensi zat besi juga
dapat menyebabkan turunnya platelet monoamine oxidase dan aktifitas fungsional reseptor dopamin D2. Meningkatnya konsentrasi noreprineprin yang dapat
menyebabkan hipoksia juga merupakan efek samping dari defisiensi zat besi. Anemia umumnya ditentukan oleh pengukuran konsentrasi Hb dan Ht,
sedangkan untuk mendiagnosa anemia defisiensi besi dipakai kriteria kadar besi serum 50µgdL, TIBC 350µgdL, dan saturasi transferin 15 atau kadar
feritin serum 20µgL. Pada pemeriksaan indeks eritrosit dan apusan darah tepi ditemukan adanya anemia hipokromik mikrositer.
Anemia defisiensi besi dimana telah terjadi defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai dengan penurunan cadangan feritin. Konsentrasi besi serum
dan saturasi feritin yang rendah serta konsentrasi Hb dan Ht yang menurun. Apabila seorang perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang
rendah, maka kebutuhan besi selama hamil lebih meningkat dan berakibat pada anemia defisiensi besi Saifuddin et al., 2010.
Peningkatan kebutuhan zat besi bejalan linier sesuai dengan usia kehamilan. Walapun pada 5-10 minggu terakhir kehamilan penambahan masa
eritrosit berhenti, akan tetapi pada trimester ketiga terjadi peningkatan eritropoesis janin dan akumulasi besi plasenta terjadi. Jumlah kebutuhan besi rata-rata pada
Universitas Sumatera Utara
setiap kehamilan sekitar 450 mg. Besi yang di transfer ke janin dan plasenta sebesar 350 mg, 250 mg hilang selama pengiriman di dalam darah, dan 250 mg
hilang melalui sel basal. Dibutuhkan tambahan sekitar 450 mg zat besi yang digunakan untuk ekspansi masa eritrosit maternal dan memenuhi cadangan besi
yang turun dari penyimpanan zat besi selama gestasi. Sekitar 5,6 mg besi di absorbsi perhari 3,3-8,8 mghari dibutuhkan pada trimster kedua dan ketiga atau
sekitar 4,2 mghari lebih banyak daripada kebutuhan perempuan yang tidak hamil Ani, 2013.
Untuk mencegah anemia defisiensi besi dapat dilakukan suplementasi besi dan asam folat. Pemberian 60 mg besi selama 6 bulan menurut anjuran WHO
untuk memenuhi kebutuhan fisiologi selama kehamilan. Namun, ada banyak literatur yang menganjurkan pemberian 100 mg besi selama 16 minggu lebih baik
pada kehamilan. Pada daerah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberi suplementasi sampai tiga bulan setelah melahirkan Saifuddin et
al., 2010.
2.4.2. Defisiensi Asam Folat