Sehingga infrastruktur merupakan tolak ukur utama dalam menilai produktivitas masyarakat desa.
Berdasarkan modul Depnaker Langkat 2000, teknologi merupakan salah satu faktor yang dari 10 faktor- faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas
individu tenaga kerja. Kuznets dalam Jhingan 2008 mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu
negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya, yang tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian
kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga komponen, yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari
meningkatnya secara terusmenerus persediaan barang; kedua, teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat
pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada penduduknya; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan
adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat. Sangat jelas bahwa teknologi
merupakan hal konstan untuk melihat produktivitas suatu individu dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
2.10. Penelitian Terdahulu
Ketersediaan infrastruktur yang memadai sangat penting dalam perekonomian karena mampu mengefisienkan proses produksi dalam perekonomian. Semakin tinggi
tingkat output perkapita, semakin tinggi pula produktivitas ekonominya. Dengan demikian, penyediaaan infrastruktur berperan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dan distribusi pendapatan antar wilayah.
Universitas Sumatera Utara
Sibarani 2002 dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menganalisis bahwa kebijakan
pembangunan infrastruktur yang terpusat di Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat menimbulkan disparitas pendapatan per kapita di masing-masing daerah Indonesia,
terutama antara Pulau Jawa dengan luar Jawa dan Indonesia Bagian Barat dengan Indonesia Bagian Timur, meskipun pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi
meningkat. Model yang digunakan merujuk pada model Barro 1990 dengan infrastruktur sebagai input dalam produksi agregat. Asumsi yang digunakan Barro
adalah total faktor produksi mempunyai bentuk log Ait = ai + bt. Pendekatan yang dipilih dalam analisis ini adalah fixed effects dari masing-masing provinsi dengan
indeks i dan pertumbuhan produktivitas Indonesia secara keseluruhan dengan indeks t. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa setiap jenis infrastruktur yang diteliti yaitu
jalan, listrik dan telepon, memberikan kontribusi positif dengan elastisitas yang berbeda.
Purba 2006 dalam penelitian “Pengaruh Program Pengembangan Prasarana Perdesaan P2D terhadap Pengembangan Wilayah Berbasis Pemberdayaan
Masyarakat di Kecamatan Raya - Kabupaten Simalungun, menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat melalui Program P2D di Kecamatan Raya Kabupaten
Simalungun, sudah menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik dan secara statistik terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata pendapatan rumah tangga sebelum dan
sesudah Program P2D
. Wahyuni 2009 dalam penelitian “Analisis Pengaruh Infrastruktur
Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia”, menyimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan dengan model fixed effects
menunjukkan hasil bahwa masing-masing infrastruktur memberikan pengaruh
Universitas Sumatera Utara
yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik
0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat
elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas
ekonomi sebesar 0,65 persen.
2.11. Kerangka Konseptual