Penelitian Terdahulu Nilai Tukar

BAB II URAIAN TEORTIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi 2007 pada perusahaan perbankan yang go public di Bursa Efek Indonesia BEI,yang berjudul pengaruh faktor- faktor internal perusahaan terhadap eksposur fluktuasi nilai tukar pada industri perbankan yang go public di Bursa Efek Jakarta BEJ, dengan menggunakan sampel penelitian pada 17 perusahaan perbankan pada kurun waktu 2002 sampai dengan 2005, ditemukan bahwa secara parsial uji-t faktor internal yang merupakan variabel independent dalam penelitian yaitu: Return on Equity ROE mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap eksposur fluktuasi nilai tukar. Sedangkan, variabel independent lainnya Quick Ratio, Loan to Deposit Ratio, Interest Margin on Loans, Non Performing Loans, dan Firm Size tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent eksposur nilai tukar. Tetapi, hasil uji secara simultan uji-F menunjukkan bahwa Quick Ratio, Loan to Deposit Ratio, Interest Margin on Loans, Non Performing Loans, Return on Equity, dan Firm size secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap eksposur nilai tukar. Penelitian yang dilakukan Anggraeni dalam Pertiwi, 2007 dengan judul “The Foreign Exchange Exposure pada Bank-Bank yang Go Public di BEI” menunjukkan adanya foreign exchange exposure yang dominan signifikan negatif -, artinya bahwa melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing Universitas Sumatera Utara memberikan pengaruh negatif terhadap return saham. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio, Loan to Deposit Ratio, Return on Equity, Non Performing Loans, dan Firm Size secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap foreign exchange exposure. Secara parsial Loan to Deposit Ratio, Return on Equity, dan Non Performing Loans memiliki pengaruh yang signifikan terhadap foreign exchange exposure.

B. Faktor-Faktor Internal Perusahaan

Besarnya eksposur fluktuasi nilai tukar yang terjadi pada perusahaan perbankan juga akan dipengaruhi oleh faktor internal perusahaan. Faktor-faktor internal perusahaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Total Assets ROA dan Loan to Deposit Ratio LDR. 1. Return on Total Assets ROA Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva yang diukur dari volume penjualan. Rasio antara laba bersih terhadap total aktiva mengukur tingkat pengembalian total aktiva setelah beban bunga dan pajak Brigham Houston, 2004 : 109. Rasio ini menunjukkan berapa besar dari total aktiva yang dapat menghasilkan laba sebelum pajak. Semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba. Atau dengan kata lain, semakin besar rasio ini berarti kinerja pihak bank semakin baik. Menurut Harahap 1998, rasio ini dapat dihitung dengan formula sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Return on Total Assets ROA = Laba Bersih X 100 Total Aktiva

2. Loan to Deposit Ratio LDR

Semakin besar penyaluran dana dalam bentuk kredit relatif dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya resiko yang ditanggung oleh bank bersangkutan. Rasio ini merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Menurut Pertiwi 2007, rasio ini dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut: Loan to Deposit Ratio LDR = Jumlah Kredit yang Diberikan X100 Dana yang Diterima Dana yang diterima oleh bank diperoleh dari: a. Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI. b. Giro, deposito, dan tabungan masyarakat. c. Pinjaman yang bukan dari bank berjangka waktu lebih dari 3 bulan dan tidak termasuk pinjaman subordinasi. d. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan. e. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank. f. Modal inti dan modal pinjaman. Universitas Sumatera Utara

C. Nilai Tukar

Menurut Yuliati dan Prasetio 1998 : 59, bahwa nilai tukar atau kurs dapat diartikan sebagai perbandingan nilai antar mata uang. Nilai tukar atau kurs menunjukkan suatu harga mata uang, jika dipertukarkan dengan mata uang lain. Kurs mata uang berfluktuasi setiap saat. Apabila harga suatu mata uang menjadi semakin mahal terhadap mata uang lain, mata uang itu dikatakan berapresiasi. Sebaliknya, jika harga suatu mata uang turun terhadap mata uang lain, mata uang itu disebut terdepresiasi. Faisal 2001 : 20 menyatakan bahwa “Kurs exchange rate adalah harga suatu mata yang diekspresikan terhadap mata uang lainnya. Kurs dapat diekspresikan sebagai jumlah mata uang lokal yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang asing direct quote atau sebaliknya sejumlah mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang lokal disebut indirect quote”. Menguatnya kurs rupiah terhadap mata uang asing akan menurunkan biaya impor bahan baku untuk produksi, dan akan menurunkan tingkat suku bunga yang berlaku. Tetapi, melemahnya nilai rupiah memungkinkan beban utang badan usaha semakin besar jika dinilai dengan rupiah, dan akhirnya akan berujung pada menurunnya profitabilitas badan usaha. Jika hal itu terjadi, kinerja badan usaha juga akan menurun. Menurunnya kinerja badan usaha akan direspon oleh investor di pasar modal yang akhirnya akan mempengaruhi harga pasar saham. Universitas Sumatera Utara Menurut Madura 1997 : 156, sistem nilai tukar dapat diklasifikasikan menurut seberapa jauh nilai tukar dikendalikan oleh pemerintah. Sistem nilai tukar biasanya masuk ke dalam salah satu kategori berikut: 1. Sistem nilai tukar tetap fixed exchange rate system, nilai tukar dibuat konstan atau hanya dibiarkan berfluktuasi dalam batas-batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar mulai bergerak terlalu tajam, pemerintah dapat melakukan intervensi untuk mempertahankannya dalam batas-batas yang dimaksud. 2. Sistem nilai tukar mengambang bebas freely floating exchange rate system, nilai tukar valuta akan ditentukan oleh kekuatan pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Dalam sistem ini, perusahaan-perusahaan multinasional perlu mencurahkan sumber daya yang substansial untuk mengukur dan mengelola resiko valuta asing. 3. Sistem nilai tukar mengambang terkendali managed float exchange rate system, sistem ini menyerupai sistem mengambang bebas karena nilai tukar dibiarkan berfluktuasi setiap hari dan tidak ada batasan resmi. Tetapi, menyerupai sistem nilai tukar tetap dalam hal pemerintah dapat dan kadang-kadang melakukan intervensi untuk mencegah valuta mereka berfluktuasi terlalu tajam ke satu arah. 4. Sistem nilai tukar terpatok pegged exchange rate system, dimana valuta mereka dipatokkan atau dikaitkan ke satu valuta lain, atau ke satu unit perhitungan. Walaupun nilai valuta lokal tetap dalam hubungannya dengan Universitas Sumatera Utara valuta asing atau unit perdagangan yang menjadi patokan, valuta tersebut bergerak mengikuti valuta relatif terhadap valuta-valuta lain.

D. Eksposur