Teori Pendukung LANDASAN TEORI
added statement
, khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang
menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut diluar
lingkup Standar Akuntansi Keuangan IAI, 2009.
Pernyataan PSAK di atas menunjukkan suatu aturan yang mendasari perusahaan untuk tidak peduli terhadap masalah-masalah sosial yang
dapat diungkapkan melalui pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan.
3. Praktik CSR: Konteks Indonesia
Perkembangan
Corporate Social Responsibility
CSR untuk konteks Indonesia terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan CSR untuk
kategori
discretionary responsibilities
dapat dilihat dari dua perspektif yang berbeda. Pertama, pelaksanaan CSR merupakan praktik bisnis secara
sukarela
discretionary business practice
artinya pelaksanaan CSR lebih banyak berasal dari inisiatif perusahaan dan bukan merupakan aktivitas
yang dituntut untuk dilakukan perusahaan oleh peraturan perudang- undangan yang berlaku di Republik Indonesia. Kedua, pelaksanaan CSR
bukan lagi merupakan
dicretionary business practice
, melainkan pelaksanaannya sudah diatur oleh undang-undang.
Kategori praktik CSR oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia terdiri dari:
a. Pelaksanaan CSR secara sukarela
voluntary
oleh perusahaan besar Aktivitas CSR sebagai
discretionary business practice
di Indonesia masih dapat dibagi di dalam dua kategori, yaitu pelaksanaan CSR oleh
perusahaan multinasional dan pelaksanaan CSR oleh perusahaan domestik.
b. Pelaksanaan CSR secara
mandatory
oleh perusahaan besar Aktivitas CSR sebagai
mandatory
di Indonesia masih dapat dibagi di dalam dua kategori, yaitu pelaksanaan CSR oleh BUMN dan
pelaksanaan CSR oleh perusahaan yang mengolah atau terkait dengan sumber daya alam.
c. Pelaksanaan CSR secara
voluntary
perusahaan kecil dan menengah Sebagai warga negara, para pelaku usaha yang tergolong pengusaha
kecil dan menengah harus tunduk kepada peraturan perundang- undangan yang diberlakukan di Indonesia.
d. Pelaksanaan CSR secara
mandatory
perusahaan kecil dan menengah Perusahaan kecil dan menengah yang melakukan kegiatan usaha di
bidang sumber daya alam danatau berkaitan dengan sumber daya alam, seperti perusahaan yang melakukan penggalian pasir atau penambangan
batu kapur, berkewajiban untuk melaksanakan program CSR. 4.
Produk Hukum yang Mengatur CSR Di Indonesia, CSR diatur dalam ketentuan Undang-Undang No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas, khususnya dalam pasal 1 ayat 3 UUPT, yaitu
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat pada umumnya.
Peraturan perundang-undangan ini menjelaskan secara mendalam mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan yang harus dilakukan oleh
perusahaan sebagai akibat praktik bisnis yang telah dilakukan. Peraturan mengikat Perseroan Terbatas PT yang operasionalnya
terkait Sumber Daya Alam SDA, yaitu Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, dalam pasal 74 disebutkan:
1 Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang danatau berkaitan dengan sumber daya alam, wajib melaksanakan
tanggungjawab sosial dan lingkungan, 2 tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud ayat 1 merupakan kewajiban
perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran. Peraturan pemerintah PP Nomor 47 Tahun 2012 Tentang Tanggungjawab
Sosial dan Lingkungan, melaksanakan ketentuan pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007.
Menurut Untung 2014, latar belakang dimaksudkan dalam ketentuan ini adalah sebagai bentuk pertanggungjawaban sosial perseroan
terhadap lingkungan. Ketentuan ini tidak bersifat menyeluruh, tetapi memiliki batasan dan keadaan-keadaan tertentu yang menjadi peraturan
pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 5.
Pelaporan Program CSR Aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan akan memiliki berbagai dampak
terhadap lingkungan internal maupun lingkungan eksternal perusahaan. Perusahaan dituntut untuk mengelola dampak kegiatan perusahaan agar
memungkinkan terciptanya pembangunan berkelanjutan
sustainability
development
. Pembangunan berkelanjutan tersebut akan dapat diraih apabila perusahaan melakukan pengelolaan dampak operasi pada tiga
tataran dampak, yaitu ekonomifinansial, lingkungan dan sosial. Dampak ekonomifinansial dari operasi perusahaan dapat dikaji
menggunakan tiga aspek penilaian, yaitu kinerja ekonomi,
market presence,
dan
indirect economic impact.
Dampak lingkungan dari operasi perusahaan dapat dikaji dengan menggunakan sembilan aspek penilaian menurut GRI,
yaitu aspek bahan baku, aspek energi, aspek air, aspek keanekaragaman hayati, aspek emisi
effluents
limbah, aspek produkjasa, aspek kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku di bidang lingkungan hidup, aspek
transpor, dan aspek lingkungan menyeluruh. Aspek penilaian yang ditetapkan oleh GRI pada dampak sosial akibat operasi perusahaan, antara
lain: hak asasi manusia, tenaga kerja, masyarakat, dan
product responsibilities.
6. Indikator Kinerja
Performance Indicator
Anggraini 2006 mengatakan bahwa
Corporate Social Responsibility
terbagi menjadi 3 kategori, yaitu kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan kinerja sosial. Daftar pengungkapan sosial yang berdasarkan standar
Global Reporting Initiative
GRI pernah digunakan oleh Dahli dan Siregar 2008, penelitian tersebut menggunakan 6 indikator dalam melakukan
pengungkapan keberhasilan program CSR, yaitu: a.
Indikator kinerja ekonomi
economic performance indicator
b. Indikator kinerja lingkungan
environment performance indicator
c. Indikator kinerja tenaga kerja
labor practices performance indicator
d. Indikator kinerja hak asasi manusia
human rights performance indicator
e. Indikator kinerja sosial
social performance indicator
f. Indikator kinerja produk
product responsibility performance indicator
7. Kinerja Lingkungan
Environmental Performance
Suratno
et al.
2006 berpendapat bahwa kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik
green
. Untuk mengukur kinerja lingkungan suatu perusahaan, pemerintah melalui
Kementerian Lingkungan Hidup membentuk suatu
platform
yang dipakai untuk menilai kepatutan praktik industri terhadap lingkungan hidup dan
masyarakat melalui program pemeringkatan yang bernama Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan PROPER Reliantoro, 2012.
Pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan yang termasuk dalam kategori kinerja lingkungan, meliputi aspek lingkungan dari proses
produksi, termasuk pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis, pencegahan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat pemrosesan
sumber daya alam, serta pengungkapan aktivitas lingkungan hidup lainnya Sembiring, 2005.
Dasar hukum pelaksanaan PROPER adalah keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 127 Tahun 2002 tentang Program
Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan PROPER. PROPER diumumkan secara rutin kepada masyarakat,
sehingga perusahaan yang dinilai akan memperoleh insentif maupun disinsentif reputasi, tergantung kepada tingkat ketaatannya Rakhiemah dan
Agustia, 2009 Penggunaan warna di dalam penilaian PROPER merupakan bentuk
komunikatif penyampaian kinerja kepada masyarakat, mulai dari terbaik, emas, hijau, biru, merah, sampai yang terburuk, hitam. Berikut adalah tabel
mengenai Kriteria Peringkat PROPER.
Tabel 1. Kriteria Peringkat PROPER
Peringkat Keterangan
Emas Diberikan kepada usaha danatau kegiatan yang telah
secara konsisten
menunjukkan keunggulan
lingkungan dalam proses produksi atau jasa, serta melaksanakan
bisnis yang
beretika dan
bertanggungjawab terhadap masyarakat. Hijau
Untuk usaha danatau kegiatan yang telah melakukan pengelolaan
lingkungan lebih
dari yang
dipersyaratkan dalam peraturan
beyond compliance
melalui pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan dan mereka telah memanfaatkan sumber daya secara
efisien serta melaksanakan tanggungjawab sosial dengan baik.
Biru Untuk usaha danatau kegiatan yang telah melakukan
upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Merah Bagi
mereka yang
telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan tetapi belum sesuai dengan
persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Hitam Diberikan kepada mereka yang dalam melakukan
usaha danatau kegiatannya, telah dengan sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian,
sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, serta melanggar peraturan
perundang-undangan yang berlaku danatau tidak melaksanakan sanksi administrasi.
Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup, 2015
Kriteria penilaian PROPER terdiri dari dua kategori, yaitu kriteria penilaian ketaatan dan kriteria penilaian lebih dari yang dipersyaratkan dalam
peraturan
beyond compliance
. Kriteria penilaian ketaatan menjawab pertanyaan sederhana saja:
apakah perusahaan sudah taat terhadap peraturan pengelolaan lingkungan hidup. Peraturan lingkungan hidup yang digunakan sebagai dasar penilaian
saat ini adalah peraturan yang berkaitan dengan: persyaratan dokumen lingkungan dan pelaporannya; pengendalian pencemaran air; pengendalian
pencemaran udara; pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun B3; pengendalian pencemaran air laut; dan potensi kerusakan lahan.
Kriteria
beyond compliance
lebih bersifat dinamis, karena disesuaikan dengan perkembangan teknologi, penerapan praktik-praktik
pengelolaan lingkungan terbaik dan isu-isu lingkungan yang bersifat global. 8.
Stakeholder Theory
Teori
stakeholder
pertama kali dipopulerkan oleh R. Edward Freeman pada tahun 1984 Rudito dan Melia, 2013. Freeman dan Reed 1983: 91 dalam
Tilt 2009 mendefinisikan
stakeholder
sebagai Kelompok atau individu yang dapat mempengaruhi pencapaian
tujuan organisasi, atau yang terpengaruh oleh pencapaian tujuan organisasi.
Menyadari adanya realitas hubungan antara perusahaan korporasi dengan
pemangku kepentingan, Freeman dan Reed 1983: 91 mengajukan dua rumusan pemangku kepentingan.
Pemangku kepentingan dalam pengertian luas
the wide sense of stakeholder
dan pemangku kepentingan dalam pengertian sempit
the narrow sense of stakeholder
. Pemangku kepentingan dalam arti luas ialah kelompok maupun
individu-individu yang dapat mempengaruhi pencapaian tujuan yang diinginkan oleh perusahaan. Yang termasuk dalam pemangku kepentingan
dalam pengertian ini mencakup: kelompok kepentingan publik, kelompok yang melakukan aksi protes
protest group
, pegawai pemerintah, asosiasi pedagang, pesaing, serikat pekerja, serta pemegang saham. Perusahaan juga
memiliki ketergantungan untuk mempertahankan kelangsungan hidup pada pemangku kepentingan dalam arti sempit, yang terdiri atas kelompok-
kelompok maupun beberapa individu tertentu. Menurut
stakeholder theory,
kesuksesan atau hidup-matinya suatu korporasi sangat tergantung pada kemampuan untuk menyeimbangkan
beragam kepentingan pada
stakeholder
nya. Praktik CSR akan meningkatkan reputasi baik
goodwill
perusahaan di mata calon investor, kreditur, pelanggan, konsumen, atau pelaku pasar potensial.
Stakeholder theory
sangat mendasari praktik
Corporate Social Responsibility
dan kinerja lingkungan, karena terdapat hubungan antara perusahaan dengan
stakeholder,
dimana
stakeholder
memiliki peran yang sangat penting bagi keberlangsungan perusahaan.
9. Hubungan Antara Keberhasilan Penerapan Program CSR dengan Kinerja
Lingkungan Penelitian dari Al-Tuwaijri,
et al.
2004 menemukan adanya hubungan positif yang signifikan antara
environmental disclosure
dengan
environmental performance
menunjukkan hasil yang konsisten dengan teori tersebut, sehingga keberhasilan penerapan program CSR memiliki
hubungan positif dengan kinerja lingkungan.