186
Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK
DKI Jakarta :
Lenong, Topeng Betawi, Samra dst Banten
: Debus, Ubrug, dst.
JawaTengah  : Srandul  Ketoprak, Wayang, Purwa,  Wayang
Orang  dan  jenis Wayang  lain. Jawa  Timur
: Teater  Ludruk, Topeng  Malangan, Ketoprak,
Kentrungan, Reog Ponorogo, Wayang Kulit, Topeng, Wayang Gambuh, Gambuh, Calanarang,
Teater Arja dst.
b.  Teater  Klasik Teater  Klasik  adalah  suatu perkembangan  seni  yang telah  mencapai
tingkat tinggi baik  teknis  maupun coraknya. Kemapanan dari  jenis  Teater Klasik ini sebagai  akibat dari  adanya pembinaan  yang terus  menerus dari
kalangan atas, seperti; Raja, bangsawan atau tingkat  sosial  lainnya. Oleh karena  itu  jenis  kesenian  klasik  kebanyakan  lahir  dilingkungan  istana
pusat kerajaan. Untuk jenis  teater  yang termasuk  klasik,  misalnya : Wayang  Golek Jawa  Barat; Wayang  Kulit  dan  Wayang Orang  Jawa
Tengah  dan  Jawa  Timur. Cara  pementasan  Teater Klasik sudah tidak sebebas  Teater  Rakyat. Teater Klasik  harus  menuruti aturan-aturan  etis
tata kesopanan dan  estetis nilai keindahan yang telah digariskan.
c.  Teater  Transisi Pada  dasarnya  jenis  Teater  Transisi  juga  bersumber  pada  Teater
Tradisional,  tetapi  gaya  pementasannya sudah  dipengaruhi oleh  Teater Barat.  Pengaruh  Teater  Barat  nampak  pada  tata cara penyajiannya.
Walaupun  pada Teater Transisi  masih  belum  setia   terhadap  naskah Teater, namun karena  tumbuhnya  dari  masyarakat  kota dan  banyak
dimainkan  oleh para pendatang, tidak  mencerminkan aspirasi rakyat secara utuh.
Jenis  Teater  Transisi pada  masa  awal, seperti  : Komedi  Stambul dan Sandiwara Dardanella. Teater  semacam  ini  lebih  disebut  “ Sandiwara “.
Sedangkan  Teater  Transisi  masa  sekarang  adalah  : Sandiwara  Srimulat Jawa Timur; Sandiwara  Sunda  Jawa Barat; Sandiwara  Bangsawan
Sumatra  Selatan  dan  Utara.
2.  Teater  Non Tradisional
Teater  Non Tradisional atau sering disebut dengan Teater Modern  merupakan jenis  teater  yang  tumbuh  dan  berkembang  di tengah-tengah  masyarakat
kota besar dan sangat dipengaruhi oleh teori-teori barat, terutama pada kaum terpelajar.  Teater  Modern di  Indonesia sudah dikenal sejak abad ke
- 19. Bentuk-bentuk pertunjukannya yang diakomodir, antara lain: Baca Puisi, Deklamasi, Dramatik Reading, Visualisasi Puisi, Musikalisasi Puisi, Monolog,
187
Seni Budaya
Teater Konvensional, Teater Eksperimen, Teater Alternatif, Pertunjukan Posmodernisme, Teater Jalanan, Jeprut, Happening Art. Drama Televisi,
Sinetron, Dunia Sineas dan Perilman, dst.. Teater  sebagai seni pertunjukan berdasarkan ciri-ciri pokok seninya, dapat
dibedakan ke dalam dua jenis: teater tradisional dan teater non tradisional. Perbedaan ciri-ciri pokonya dapat dikemukakan dalam bentuk tabel berikut
ini.
Tabel  Perbedaan Teater Tradisional dan Teater Non Tradisional
Teater Tradisional Teater Non Tradisional
1. Karya Teater lebih bersifat
“anonim”, artinya tidak diketahui penciptanya.
1. Karya Teater lebih bersifat
“nonim”, artinya diketahui penciptanya.
2. Pewarisan seni bersifat turun
temurun dan abadi 2.
Karya seni bersifat temporal. 3.
Tidak ada naskah baku atau naskah tertulis.
3. Ada naskah baku atau naskah
tertulis. 4.
Pertunjukan bersifat spontan tanpa latihan.
4. Pertunjukan direncanakan
dengan matang dan dilakukan melalui proses latihan.
5. Pertunjukan lebih
mengutamakan isi seni dari pada bentuk seni.
5. Bentuk Pertunjukan lebih
beragaman tergantung stile senimannya; apakah
mengutamakan isi seni, atau mengutamakan bentuk seni atau
menghadirkan keduanya.
6. Tempat pertunjukan bersifat
bebas di arena terbuka. 6.
Tempat pertunjukan bersifat khusus yakni di panggung
dengan keragaman bentuk stage.
7. Peralatan pentasnya lebih
sederhana. 7.
Peralatan pentasnya lebih modern dan lengkap dengan
beberapa unsur artistik penunjangnya.
8. Waktu pertunjukan dilakukan
semalam suntuk. 8.
Waktu pertunjukan lebih pendek dan terbatas 2 sampai 3 jam.
9. Peristiwa pertunjukan dibangun
penuh keakraban dan tanpa jarak dengan penontonnya.
9. Peristiwa pertunjukan
dapat dilakukan dengan kecenderungan adanya jarak
estetis dan atau lebur menjadi satutanpa jarak  dengan
penontonnya.
10. Penonton bersifat bebas tanpa
harus membayar. 10.
Penonton bersifat khusus dan membayar.
188
Buku Guru Kelas X SMAMASMKMAK
11. Menggunakan bahasa daerah
setempat. 11.
Menggunakan unsur bahasa lebih bebas; bahasa daerah,
bahasa Indonesia, bahasa asing dan campuran.
12. Fungsi pertunjukannya terkait
upacara pada kegiatan masyarakat secara adat.
12. Fungsi pertunjukannya
mengarah pada seni tontonan hiburan.
Berdasarkan perbedaan ciri-ciri pokok seni dan hubungan seni yang mendasari pertunjukannya dapat disimpulkan bahwa teater tradisional keberadaan seninya
tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat pendukungnya, baik masyarakat suku pedalaman, masyarakat pedesaan,  perkampungan pertanian
huma dan pesawahan dan masyarakat istana atau pendopo atau keraton.
Dalam perkembangannya Teater sebagai salah satu bentuk karya seni pertunjukan ditinjauan dari media yang digunakannya, Sumardjo 2000, mengatakan dapat
dibedakan ke dalam;  teater boneka dan teater manusia.
Teater boneka adalah bentuk pertunjukan teater dengan media ekspresi seninya menggunakan alat boneka atau disebut teater muffet. Contohnya, wayang
golek, wayang kulit, dst. Teater dengan media manusia, yakni dapat dibedakan menjadi teater orang dan teater  tutur. Teater dengan medium utama manusia
atau orang,  banyak ditemukan pada jenis dan bentuk teater tradisional dan non tradisonal dengan ciri utama manusia ditempatkan sebagai pemeran,
aktor, aktris di atas  pentas. Teater Tutur memiliki kekhasan penyajian pada penyampaian teks dialog berupa kata-kata yang dibawakan melalui tokoh
pemeran diungkap dengan cara bernyanyi, dilagukan, seperti juru dongeng atau bercerita. Contohnya; Kentrung Jawa Timur, Seni Pantun, Beluk Jawa
Barat, dan MPToh Aceh
Teater berdasarkan bentuk dikenali dua bentuk, yakni Teater verbal dan non verbal. Teater  verbal,  menekankan tokoh cerita pemeran melakukan dialog
percakapan antar tokoh atau sendiri dengan alasan bahwa pesan cerita yang ingin disampaikan kepada penonton digambarkan atau disampaikan dengan
bahasa kata-kata. Contohnya. Teater Tutur, Sandiwara Radio, Mendongeng, Standing Up Comedy. Story Toling, dst. Teater  non verbal, artinya pesan cerita
yang akan disampaikan kepada penonton dapat digambarkan laku dramatiknya melalui kekuatan ekspresi gerak tubuh pemeran. Contohnya. Teater Gerak,
Teater Tubuh, Kelompok Payung Hitam, Rachman Sabur – Bandung; Teater Kubur, Dindon-Jakarta, Teater Mini Kata Teater  Rendra, Jakarta Seni Pantomin,
dst.
C.  Aspek-aspek Teater
Teater merupakan salah satu jenis seni pertunjukan dengan medium utamanya manusia dibangun  oleh  beberapa unsur  pembentuknya, antara
lain; naskah, pelaku seni dan pentas
189
Seni Budaya
1.  Naskah atau lakon
Naskah atau lakon Teater, khususnya teater non tradisional ditangan sang kreator, yakni Sutradara peramu Drama, atau Teater merupakan bahan
baku yang perlu diolah secara seksama. Yakni dari teks tulisan menjadi wujud pertunjukan.
Dalam pertunjukan teater, kedudukan naskah menjadi unsur penting. Naskah yang telah ditentukan sebagai bahan pertunjukan Teater, terlebih
dahulu dianalisis bagian-bagiannya, antara lain ; Alur Plotting, Tema Thought, Tokoh Dramatic Person, Karakter Character, Tempat kejadian
peristiwa Setting, dan Sudut  pandang pengarang Point of view. Unsur tokoh dan karakter atau perwatakan sebagai unsur pemeranan, telah dibahas
pada pertemuan bab sebelumnya. Selanjutnya, untuk mempelajari unsur- unsur seni teater, kita awali dengan memahami lakon atau naskah melalui
beberapa unsur didalamnya, antara lain sebagai berikut.
a.  Alur atau Jalan cerita Alur dalam bahasa Inggris disebut Plot. Alur dapat diartikan  sebagai jalan
cerita, susunan cerita, garis cerita atau rangkaian cerita yang dihubungkan dengan sebab akibat hukum kausalitas. Artinya, tidak akan terjadi akibat
atau dampak, kalau tidak ada sebab atau kejadian sebelumnya.
Berbicara alur dapat dikemukakan pula tentang alur maju dan alur mundur. Alur maju, artinya rangkaian cerita mengalir dari A sampai Z. Adapun alur
mundur, cerita berjalan, yaitu; penggambaran cerita mengakhirkan bagian awal, dapat juga cerita di dalam cerita atau disebut dengan lashback. Alur di
dalam cerita dibangun oleh sebuah struktur. Struktur cerita menurut Aristoles adalah sebagaima gambar di bawah ini.
Diagram Struktur Lakon Menurut Aristoteles
1. Introduksi 2. Reasing Acion
3.Konlik 4 .Klimaks
5 .Resolusi
6.Kongklusi
1. Introduksi =
Pengenalan tokoh 2. Reasing Action
= Tokoh utama memiliki  itikad