H3 : Employee engagement memiliki hubungan yang positif signifikan dengan Psychological Employee Well-being Jalur b.
Tabel 4.10 Uji Hipotesis 3 Regresi Antara Engagement Dengan PWB
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients T
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant 38.749
3.083 12.568
.000 SkorTotalEng
.435 .144
.234 3.021
.003 a. Dependent Variabel: SkorTotalPWB
Berdasarkan tabel di atas, didapati persamaan regresi Y = 38.749 + 0.435 X, dimana Y adalah PWB dan X adalah engagement. Hasil regresi
antara employee engagement dengan PWB memiliki nilai standardized coefficients
β sebesar 0.234 dan memiliki nilai signifikansi sebesar 0.003 0.05 yang artinya engagement memiliki korelasi yang positif
namun sangat lemah dan signfikan, sehingga dapat memprediksi munculnya PWB.
H4 : Hubungan antara POS dengan Psychological Employee Well-being dimediasi oleh Employee Engagement
Jalur c’.
Tabel 4.11 Uji Hipotesis 4 Regresi Berganda POS, Engagement dan PWB
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant 35.752
3.484 10.262
.000 SkorTotalPOS
.193 .107
.144 1.802
.073 SkorTotalEng
.361 .149
.195 2.429
.016 a. Dependent Variabel: SkorTotalPWB
Tabel diatas menunjukkan persamaan regresi berganda yaitu Y = 35.752 + 0.193 X1 + 0.361 X2, dimana Y adalah PWB, X1 adalah POS
dan X2 adalah engagement. Hasil analisis regresi pertama pada tabel 4.8 di temukan bahwa POS memiliki pengaruh yang signifikan p = 0.012
terhadap PWB jalur c dengan koefisien regresi sebesar 0.264. Demikian pula hasil regresi kedua pada tabel 4.9 yang menemukan bahwa POS
memiliki pengaruh yang signifikan p = 0.000 terhadap engagement jalur a dengan koefisien regresi sebesar 0.198. Hasil regresi ketiga pada
tabel 4.10 juga menunjukkan bahwa engagement memiliki pengaruh yang signifikan p = 0.003 terhadap dimensi PWB jalur b dengan
koefisien regresi sebesar 0.435. Setelah melakukan uji multiple regression analysis pada tabel 4.11
jalur c’ dengan mengontrol variabel engagement, ditemukan bahwa direct effect
jalur c koefisien regresinya turun dari 0.264 menjadi 0.193,
yang menunjukkan bahwa hubungan POS dapat dimediasi oleh engagement.
Selain itu, POS dan PWB tetap memiliki hubungan yang positif. Hal ini dapat dilihat dari nilai standardized coefficients
β dari regresi tersebut adalah sebesar 0.144. Akan tetapi, hubungan langsung
tersebut menunjukkan nilai p yang lebih besar dari 0.05 yakni sebesar 0.073, sehingga menurut Baron dan Kenny 1998 terjadi full mediation
dalam penelitian ini. Artinya ketika variabel independent tidak lagi menjadi signifikan ketika variabel mediator dikontrol, maka terjadilah
keadaan yang disebut full mediation. Selain itu Baron dan Kenny juga menambahkan penjelasan bahwa full mediation terjadi bila variabel
independen tidak lagi mempengaruhi variabel dependen ketika mediator dikontrol. Hal inilah yang terjadi pada variabel POS yang tidak mampu
mempengaruhi secara signifikan variabel PWB tanpa melalui variabel engagement
sebagai variabel mediator.
D. Pembahasan
Penelitian ini memiliki tujuan utama untuk melihat bagaimana pengaruh Perceived Organizational Support terhadap Psychological
Employee Well-being dan apakah Employee Engagement dapat menjadi
variabel mediator dari pengaruh tersebut. Berikut adalah pembahasan dari hasil uji hipotesis yang telah dilakukan untuk menjawab pertanyaan dalam
penelitian ini.
Setelah melakukan tahapan causal steps menurut Baron dan Kenny 1986, peneliti ingin membahas uji hipotesis mayor sebagai pembahasan
yang pertama. Pada uji hipotesis mayor, peneliti ingin mengetahui peran engagement
sebagai mediator antara variabel POS dan Psychological Employee Well-being
. Berdasarkan analisis hasil uji step ways yang dikembangkan oleh Baron dan Kenny 1986 diketahui bahwa POS
memiliki pengaruh yang signifikan p = 0.012 terhadap Psychological Employee Well-being
jalur c dengan koefisien regresi sebesar 0.264, POS juga memiliki pengaruh yang signifikan p = 0.000 terhadap engagement
jalur a dengan koefisien regresi sebesar 0.198 dan engagement memiliki pengaruh yang signifikan p = 0.003 terhadap Psychological Employee
Well-being jalur b dengan koefisien regresi sebesar 0.435. Setelah
melakukan uji regresi berganda ditemukan bahwa direct effect jalur c’
memiliki koefisien korelasi sebesar 0.144 dengan koefisien regresinya turun menjadi 0.193 dari 0.264 namun, hubungan tersebut menunjukkan nilai p
yang lebih besar dari 0.05 yakni sebesar 0.073. Hal tersebut menunjukkan bahwa POS dan Psychological Employee Well-being dapat dimediasi oleh
engagement dengan full mediation. Selain itu penelitian ini juga
menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif yang sangat lemah karena berada diantara 0-0.25 Sarwono, 2006 namun dapat dimediasi secara full
mediation dengan variabel employee engagement. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi keyakinan karyawan terhadap dukungan organisasi maka karyawan semakin engaged, sehingga akan mendorong
karyawan menjadi semakin sejahtera secara psikologis. Sebaliknya semakin negatif keyakinan karyawan terhadap dukungan organisasi maka karyawan
akan semakin disengaged sehingga karyawan makin menjadi kurang sjahtera secara psikologis.
Shimazu et. al 2015 mengatakan bahwa organisasi yang memberikan dukungan penuh dari atasan ke bawahan baik dalam bentuk support,
keadilan, serta penghargaan maka karyawan akan dipercaya memberikan timbal balik rasa saling memiliki terhadap organisasi tersebut sehingga
karyawan di percaya semakin memiliki rasa engage terhadap organisasi. Sejalan dengan hal tersebut Wayne, Shore, dan Liden 1997 menambahkan
bahwa karyawan yang merasa bahwa mereka didukung dan diperhatikan pihak organisasi akan cenderung membalas dengan melakukan segala tugas
lebih baik lagi dan lebih mudah terlibat walaupun hal tersebut bukanlah tugas atau kewajiban dari karyawan yang bersangkutan. Shimazu et. al
2015 melanjutkan bahwa keterlibatan kerja menyebabkan kepuasan hidup dari karyawan dalam sebuah organisasi, memunculkan prestasi kerja,
rendahnya gangguan kesehatan yang dialami oleh karyawan, sehingga karyawan merasa bukan hanya menjadi bagian dari perusahaan melainkan
juga sejahtera dari segi individual. Selain itu menurut penelitian DeNeve 1999 dikatakan bahwa individu yang bahagia akan cenderung
mengungkapkan pengalaman hidupnya secara optimis dan positif. Sebaliknya orang yang tidak bahagia akan cenderung mengalami gangguan
neurotik yang lebih besar karena terbiasa menyangkal emosi-emosi negatif
yang dimiliki sehingga menjadikan individu tersebut kurang sejahtera di tempat kerja.
Setelah membahas uji hipotesis mayor, selanjutnya peneliti akan membahas uji hipotesis minor variabel POS dan PWB. Berdasarkan uji
hipoteis, diketahui bahwa terdapat nilai signifikansi sebesar 0.012 p 0.05 dengan standardized coefficients
β sebesar 0.198 antara variabel POS dengan PWB. Hal ini menunjukkan adanya kategori korelasi positif yang
sangat lemah dan signifikan antara kedua variabel tersebut. Koefisien regresi sebesar 0.264 menyatakan bahwa setiap penambahan satu nilai POS
maka akan meningkatkan PWB sebesar 0.264 26.4 dan sebaliknya, jika nilai POS turun sebesar satu, maka PWB akan diprediksi turun sebesar
0.264 26.4 . Dari hasil tersebut dapat diasumsikan bahwa semakin tinggi POS yang dimiliki karyawan maka akan semakin tinggi pula PWB
karyawan. Hasil diatas membuktikan bahwa hipotesis pertama mengenai hubungan positif signifikan antara Perceived Organizational Support dan
Psychological Employee Well-being diterima walaupun korelasi positif yang
terbangun dari kedua variabel tersebut masuk dalam kriteria sangat lemah menurut Sarwono 2006.
Selain itu hasil uji hipotesis pada penelitian ini didukung pula dengan hasil uji t yang menunjukkan bahwa mean empiris keyakinan karyawan
terhadap dukungan organisasi dan kesejahteraan psikologis secara signifikan berbeda dan lebih besar dari mean teoretis, dimana keduanya memiliki p =
0.00 p 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa subjek penelitian ini memiliki
keyakinan positif terhadap dukungan organisasi dan subjek merupakan karyawan yang sejahtera secara psikologis.
Hasil ini sesuai dengan penelitian DeNeve 1999 dimana orang yang memiliki pemikiran positif serta optimis dapat mendukung kestabilan well
being dalam dirinya. Bukan hanya sikap optimis serta pemikiran positif saja
yang menjadi faktor pendukung well-being, namun juga hubungan dengan orang lain di sekitar individu itu sendiri. Kepribadian juga merupakan hal
penting dari pembentukan well being seseorang, tetapi well being tidak akan stabil dan bertahan lama jika hanya bergantung pada kepribadian saja tanpa
didukung hal-hal lain seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penelitian Farell,
Aubry, dan Coulombe 2004 menjelaskan bahwa bukan hanya
kepribadian saja yang dapat membentuk well being individu. Penelitian Farell et. al 2004 memaparkan bahwa lingkungan tempat tinggal,
hubungan dengan orang lain di sekitarnya dan rasa memiliki komunitas juga membentuk
well being
seseorang. Walaupun
dikatakan dapat
mempengaruhi pembentukan well being, lingkungan sekitar tidak secara langsung dapat memprediksi well being penduduk secara terukur. Meskipun
demikian, karakteriktik lingkungan tetap memiliki dampak bagi pembentukan kesejahteraan individu.
Melanjutkan penjelasan Farell et al. 2004 yang menyatakan bahwa hubungan individu dengan orang lain serta lingkungan sekitar dapat
mempengaruhi well-being individu, hasil penelitian Brunetto et al. 2013 juga menyatakan bahwa Perceives Organizational Support POS dapat