Sejarah dan Perkembangan Konsumen

A. Sejarah dan Perkembangan Konsumen

Konsumen merupakan istilah yang tidak bisa lepas dari manusia. Semua manusia termasuk dalam kategori konsumen, sebagaimana dikemukakan oleh Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy 21 dalam menyampaikan pesan di depan kongres tentang pentingnya kedudukan konsumen di dalam masyarakat. John mengatakan, “consumers by definition include us all”. 22 Gerakan konsumen secara organisatoris mulai sekitar tahun 1930-an di Amerika Serikat dan pengaturan konsumen dipelopori oleh Inggris sejak lahirnya Sales Act yaitu undang-undang terkait perlindungan konsumen pada tahun 1872 dan tahun 1893. Amerika Serikat sebagai negara yang paling banyak punya andil terhadap perlindungan konsumen melalui gerakan-gerakan perlindungan konsumen berhasil membentuk Liga Konsumen pada tahun 1891 dan Liga Konsumen Nasional the National Consumer’s League pada tahun 1898. Bahkan pada tingkat suprastruktur politik, Presiden John F. Kennedy, pada tanggal 5 Maret 1962 mengucapkan pidato kenegaraan di hadapan Kongres Amerika Manusia sebagai pemegang predikat konsumen memiliki peran penting dalam perkembangan konsumen. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan, peraturan- peraturan, dan lembaga-lembaga untuk kepentingan konsumen sejak tahun 1872 hingga saat ini, baik dalam lingkup internasional maupun nasional. Gerakan, peraturan, dan lembaga konsumen untuk memperkuat keberadaan konsumen tersebut pada awalnya muncul di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Inggris. 21 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, Bandung: Alumni 1981, hlm. 47. 22 Ibid. Universitas Sumatera Utara Serikat terkait perlindungan konsumen berjudul ”A Special Message of Protection the Consumer Interest”. 23 Peristiwa serupa juga terjadi ketika pengganti Kennedy, Presiden L. B. Johnson pada 5 Februari 1964 mengingatkan kembali konsumen dan memperkenalkan konsep hukum yang baru berkenaan dengan perlindungan konsumen, yang sekarang lazim disebut dengan product warranty dan product liability. 24 Peristiwa inilah pemicu adanya pengakuan Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB, melalui resolusi No. 2111 Tahun 1978. Resolusinya Nomor ARES39248, 16 April 1985 terhadap hak-hak konsumen sehingga lahirlah pedoman PBB tentang Perlindungan Konsumen Guidelines for Consumer Protection of 1985, yang isinya : “Konsumen dimanapun mereka berada, dari segala bangsa, mempunyai hak-hak dasar sosialnya”. 25 Hal ini juga semakin menambah pentingnya keberadaan konsumen ketika IOCU International Organization of Consumer Union yang merupakan organisasi internasional untuk konsumen, pada tahun 1995 menetapkan bahwa setiap tanggal 15 Maret diperingati sebagai hari Hak Konsumen Sedunia. 26 Peristiwa di dunia internasional seperti itu memberikan pengaruh yang besar terhadap negara-negara lain untuk mengadakan gerakan-gerakan yang serupa. Indonesia melalui gerakan, lembaga, dan pengaturan juga ikut memperjuangkan hak-hak konsumen. Meskipun sebenarnya pengaturannya sudah ada sejak masa 23 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: Grasindo, 2006, hlm. 45. 24 Ibid. 25 Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Banjarmasin: FH Unlam Press, 2008, hlm. 17. 26 Imelda Martinelli, Tiga Isu Penting Dalam Transaksi Konsumen dalam Era Hukum No. 11Th 31997, hlm. 66. Universitas Sumatera Utara pendudukan Belanda, namun pergerakan, lembaga, dan pengaturan yang sah di Indonesia baru ada sejak Indonesia merdeka. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia YLKI sebagai lembaga yang memperjuangkan hak-hak konsumen setelah kemerdekaan di Indonesia, memulai aksinya melalui advokasi konsumen. Lembaga ini secara popular sering dipandang sebagai perintis advokasi konsumen di Indonesia sejak tahun 1973 karena keberadaan YLKI membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Bahkan lembaga ini tidak sekadar melakukan penelitian atau pengujian, penerbitan, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan. 27 Pergerakan YLKI ini juga memunculkan beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan Konsumen LP2K di Semarang yang berdiri sejak Februari 1988 dan pada tahun 1990 bergabung sebagai anggota Consumer International CI. Selain itu juga ada Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia YLBKI di Bandung dan perwakilan YLKI di berbagai pelosok di Tanah Air. 28 Semangat dan kerja keras YLKI inilah akhirnya yang menjadi pemicu lahirnya UU Perlindungan Konsumen. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh lainnya datang dari keterikatan Indonesia terhadap PBB, dorongan World Trade Organization WTO, program International Monetary Fund IMF, 27 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013, hlm. 37 28 Shidarta, Op.Cit., hlm. 49.. Universitas Sumatera Utara dan program Bank Dunia juga menjadi alasan lahirnya UU Perlindungan Konsumen. 29 Ketentuan dalam UU Perlindungan Konsumen merupakan payung hukum dalam perlindungan konsumen terhadap peraturan lainnya sejak diundangkannya undang-undang ini. Pembentukan UU Perlindungan Konsumen juga tidak terlepas dari dinamika politik demokrasi di Indonesia yang ditandai dengan gerakan reformasi yang dikomandoi oleh mahasiswa dan ditandai dengan pergantian Presiden Republik Indonesia dari Soeharto kepada B. J. Habibie, dimana kehidupan yang lebih demokratis mulai diperjuangkan. 30 Namun jika dibandingkan dengan ketentuan PBB, gerakan di Indonesia melalui YLKI termasuk cukup responsif terhadap keadaan karena mampu mendahului Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial PBB Ecosoc No. 2111 Tahun 1978 tentang Perlindungan Konsumen. 31 Lahirnya UU Perlindungan Konsumen menunjukkan betapa pentingnya pengaturan perlindungan konsumen di Indonesia. Hingga pada tahun 2011, konsumen sektor jasa keuangan membutuhkan pengaturan yang kuat terkait perlindungan konsumen, UU OJK hadir untuk memperkuat posisi konsumen sektor jasa keuangan. Nasabah pada perbankan, pemegang polis pada perasuransian, pemodal di pasar modal, dan peserta pada dana pensiun dengan berlakunya undang-undang ini semakin dilindungi dalam hukum positif Indonesia. Bahkan keberadaan konsumen dalam UU OJK semakin terlihat 29 Zulham, Op.Cit., hlm. 37. 30 Ibid., hlm. 36 31 Adrian Sutedi, Tanggungjawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008, hlm. 36. Universitas Sumatera Utara berkembang dalam pengaturannya. Konsumen yang awalnya dikenal hanya sebagai pengguna, pemakai atau pengguna akhir konsumen akhir, tetapi melalui UU OJK, konsumen juga diakui sebagai pihak yang mengkomersialkan barang danatau jasa konsumen antara.

B. Pengertian Konsumen

Dokumen yang terkait

Prosedur Mutasi Jabatan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 Ditinjau Dari Persektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pekerjaan Umum)

10 119 83

Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1 86 105

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

Peranan Badan Amil Zakat Berdasarkan Undang - Undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Sosial Masyarakat Sumatera Utara (Studi Pada Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara)

0 37 186

Pengoplosan Beras Dalam Perspektif Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

11 144 123

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENGGUNA JASA PENITIPAN HEWAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

1 9 50

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP IKLAN BARANG DAN JASA YANG TIDAK SESUAI DENGAN YANG DIJANJIKAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

0 1 1

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENUMPANG JASA ANGKUTAN UMUM KERETA API DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN.

4 32 119

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN KONSUMEN MUSLIM ATAS PANGAN (DITINJAU DARI UNDANG – UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN).

0 0 11