Penyebab Gangguan Jiwa PEMBAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Penyebab Gangguan Jiwa

Penyakit jiwa atau gangguan jiwa seperti halnya penyakit-penyakit umum lainnya dapat disebabkan oleh beberapa penyebab. Secara biologis, gangguan jiwa disebabkan karena gangguan fungsi komunikasi sel-sel saraf di otak, dapat berupa kekurangan maupun kelebihan neurotransmitter di otak atau substansi tertentu. Pada sebagian kasus gangguan jiwa terdapat kerusakan organik yang nyata pada struktur otak misalnya pada demensia. Pada kebanyakan kasus, faktor perkembangan psikologis dan sosial memegang peranan yang lebih krusial. Jadi, penyakit gangguan jiwa merupakan penyakit medis yang kompleks, meliputi segi fisik, pola hidup dan juga riwayat perkembangan psikologis atau kejiwaan seseorang Anonymous, 2009 ; 1 Pada dua objek penelitian maka faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa pada mereka adalah pengetahuan yang minim dan ketidaksiapan menjalin hubungan dengan lawan jenis. Kedua objek penelitian tidak memiliki sebuah pengetahuan yang cukup baik tentang pergaulan lawan jenis. Sehingga ketika apa yang menjadi harapan tetapi tidak sesuai dengan kenyataan menjadi timbulnya suatu masalah. Masalah yang tidak mendapat jalan keluar, menjadi bahan pemikiran sendiri pada akhirnya menimbulkan depresi dan menderita gangguan jiwa. Universitas Sumatera Utara Pada objek ketiga maka sebagai penyebabnya adalah tekanan, pertentangan dalam batin dan kemiskinan yang selalu mengikuti hari-harinya. Tindak kekerasan menimbulkan rasa takut dan kecemasan, cemas akan keselamatan dirinya, keluarganya terutama cemas akan keselamatan ayahnya yang bersuku Jawa. konflik senjata yang berkepanjangan di Aceh, ditambah dengan gempa bumi dan gelombang Tsunami yang melanda daratan Aceh, memang menimbulkan goncangan pada masyarakat Aceh, termasuk Iyan. Iyan mengalami kekhawatiran yang berlebihan. Hal ini hampir serupa dengan yang dialami beberapa penduduk Kutub Utara yang mengalami hysteria arctic. Merobek-robek baju mereka sendiri, sering bergumul dengan orang lain dengan memiliki tenaga yang melebihi tenaga manusia dikarenakan kondisi-kondisi lingkungan yang menyebabkan kekhawatiran yang berlebihan mengenai makanan selama bulan-bulan di musim dingin AndersonFoster, 2005:116-117. Namun demikian, semua keluarga ini mengakui bahwa penyakit gangguan jiwa yang dialami anaknya terjadi setelah mereka beranjak remaja. Ungkapan masing-masing keluarga yang menyatakan bahwa anaknya sejak kecil sehat dan seperti anak-anak lainnya merupakan sebuah ungkapan yang menyatakan bahwa pada dasarnya anak-anak mereka tidak memiliki gejala-gejala yang mengarah gangguan jiwa sebelumnya, seperti yang diungkapkan ibu Miah : “Anak saya pak sejak kecil sehat-sehat saja, bermain bersama kawan- kawannya, ya seperti anak-anak lain, buktinya bisanya Miah tamat SMA. Sejak dia kenal laki-laki saja semuanya jadi seperti ini. Miah sangat cinta sama Joko tapi kek mana ya keluarganya gak setuju jadi dia memutuskan hubungan dengan Miah. Kami sebenarnya curiga sama Agus, jangan-jangan Universitas Sumatera Utara dia kirim guna-guna untuk Miah karena sakit hati diputuskan. Kami juga gak tau kenapa mendadak keluarga Joko gak setuju, yah… mau gimana lagi pak Ibu Miah tampak sedikit bingung menjelaskan penyakit anaknya”. Demikian pula dengan keluarga Aini, ayah Aini yang tampak sangat dekat dengan anaknya ini dan sangat memperhatikan keadaan Aini juga mengungkapkan tentang penyebab Aini menderita gangguan jiwa : “Aini gak ada masalahnya pak sejak kecil, sehat, lincah dan periang. Cuman karena ekonomi keluarga yang pas-pasan ya gak bisa ku sekolahkan, Cuma bisa sampai tamat SD saja, saudara Aini kan banyak, sementara pekerjaan sebagai nelayan gak pasti penghasilannya. Dulupun sewaktu Aini jadi pembantu di Medan, majikannya bilang Aini anak yang baik, rajin dan periang, makanya majikannya sayang sama dia, sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Aini sudah cukup lama hampir dua tahun ikut majikannya. Aku kasihan sekali sama Aini, kurasa dulu dia diguna-guna laki- laki itu sehingga Aini jadi mau saja “diapainnya”. Aini takut kami tau kelakuannya dan takut hamil, dia gak mau cerita sama siapapun, kami pun tau dari kakak iparnya, sampai jadi begini, kelakuannya jadi aneh, kadang pemurung, kadang marah-marah bahkan mengamuk”. Begitu juga dengan yang diungkapkan oleh abang Iyan Iyan hanya mau ditemani abangnya, yang merasa sedih dengan kondisi adiknya : “Aku kasian sekali dengan Iyan, gak nyangka kalo seperti ini dia. Dulu Iyan baik-baik saja, di sekolah juga biasa-biasa, ya seperti anak lain seumurnya. Tapi tingkah lakunya berubah sejak…termenung sesaat. Memang situasi yang kami lihat setiap hari membuat kami takut, padahal kami ini cuma rakyat biasa. Kami gak tau kenapa ada GAM, knapa GAM gak suka sama ‘orang Jawa’, lalu knapa tentara banyak-banyak datang. Setiap mendengar tembakan hati kami menangis dan bertanya siapa lagi yang jadi korban. Iyan waktu itu sudah mulai ngerti sedikit-sedikit kalo ‘orang Jawa’ banyak yang jadi korban, Iyan takut bapak jadi korban juga. Iyan juga pernah dipukul tentara, gak tau juga knapa. Yah… mungkin karena rasa takut setiap hari membuat Iyan tiba- tiba marah, matanya merah dan mengamuk. Tapi itu menurut aku ya pak, karena waktu diobati pak dukun bilangnya lain, katanya Iyan baru bisa sembuh kalo kami sudah menjadikan seekor kambing sebagai sajen, katanya Iyan punya niat nazar seperti itu sejak lama, ntah lah pak bingung aku”. Universitas Sumatera Utara Gangguan jiwa skizofrenia memang bisa disebabkan oleh berbagai hal, seperti perang, konflik, lilitan krisis ekonomi yang berkepanjangan bisa menjadi pemicu kemunculan stress, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa manusia. Dan, penyebab paling penting terjadinya gangguan jiwa pada seseorang adalah karena hubungan dengan orang lain dan adanya ketegangan-ketegangan dalam kehidupan sosial Muhazam, 1995:206. Gangguan jiwa berat ini merupakan bentuk gangguan dalam fungsi alam pikiran berupa disorganisasi kekacauan dalam isi pikiran yang ditandai antara lain gejala gangguan pemahaman delusi waham, gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi serta dijumpai daya nilai realitas yang terganggu dengan gejala perilaku- perilaku aneh bizarre Puspitasari, 2009:2. Gejala gangguan pemahaman dan halusinasi ini tampak pada ketiga objek penelitian, seperti Miah yang suka marah dan memukul orang lain. Miah selalu mengalami halusinasi berupa bisikan-bisikan ditelinganya untuk memukul. Memukul orang lain yang ada disekitarnya menjadi suatu pelampiasan atas emosi dan kemarahan yang terpendam atas pemutusan hubungan secara sepihak dari Joko dan keluarganya. Perilaku amuk kekerasan adalah salah satu bentuk ekspresi perasaan marah. Miah merasa frustasi atas kegagalan hubungannya dengan Joko. Demikian pula dengan Aini, sering berhalusinasi dirinya hamil dan memiliki anak, hal ini terungkap ketika ia menjadi pembantu di sebuah warung makan, dimana hampir setiap hari ia memberikan nasi bungkus jatahnya kepada anak-anak dan ketika gajian maka uangnya digunakan membeli baju dan diberikan ke anak-anak dijalanan. Universitas Sumatera Utara Tidak berbeda dengan Iyan yang suka berbicara sendiri namun tidak diketahui dengan jelas maksud pembicaraannya. Keluarga terpaksa memasungnya karena jika penyakitnya kambuh maka Iyan suka mengganggu dan memukul orang-orang disekitarnya, merusak bangunan-bangunan sekolah milik pemerintah yang ada di sekitar tempat tinggalnya, serta merobek-robek baju yang dipakainya. Sampai sekarang pun, dalam kondisi di pasung, jika Iyan dipakaikan baju oleh keluarganya maka baju tersebut dirobeknya, sehingga Iyan akhirnya dipasung dengan kondisi tanpa busana. Ketiga objek penelitian memiliki perasaan marah, manifestasi perasaan marah dapat berbeda pada setiap individu. Marah bisa merupakan respon dari rasa frustasi akibat rasa kecewa, kalah, terkekang, gagal karena tidak mendapatkan kebutuhankeinginannya. Pada saat yang lain mereka bisa pasif. Pasif adalah keadaan emosional dimana individu berusaha menekan respon marahnya, melarikan diri secara psikis dan meniadakan kenyataan bahwa mereka membutuhkan sesuatu yang gagal terpenuhi, bisa berwujud sikap apatistidak peduli, masa bodoh dan tidak mau tahu Anonymous, 2009:1

5.2. Perilaku Masyarakat Dalam Penanganan Penderita Gangguan Jiwa