berasal dari thrombosis vena dalam melalui jantung kanan dapat sampai ke jantung kiri dan dapat menimbulkan stroke kardioembolik.
19
Sebaliknya pasien stroke yang mengalami paralisis mempunyai risiko untuk thrombosis vena karena mobilitasnya terganggu sehingga aliran darah stasis. Seperti
diketahui aliran darah stasis dan hiperkoagulabilitas merupakan faktor yang sangat berperan untuk terjadinya thrombosis vena.
19
2.3 Diabetes Melitus
2.3.1 Defenisi Diabetes Melitus
Diabetes mellitus DM merupakan suatu penyakit kronik yang ditandai dengan adanya hiperglikemi sebagai akibat berkurangnyaproduksi insulin, atau gangguan aktifitas
dari insulin ataupun keduanya. Keadaan ini akan mengakibatkan perubahan – perubahan metabolisme terhadap karbohidrat, lemak maupun protein.
26,27,28,29
2.3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Ada berbagai klasifikasi DM yang dipakai sekarang ini, seperti klasifikasi DM menurut American Diabetes Assosiation ADA , World Health Organisation WHO .
Klasifikasi DM yang dipakai di Indonesia menurut Konsensus PERKENI Perkumpulan Endokrin Indonesia 2006 sesuai dengan klasifikasi DM menurut ADA 1997.
26,38
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi DM menurut PERKENI :
1. Diabetes mellitus tipe 1 destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute .
26
2. Diabetes mellitus tipe 2 bervariasi mulai yang dominan resistensi insulin disertai devisiensi insulin relative sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin. 3. DM tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta. b. Defek genetic kerja insulin.
c. Penyakit endokrin pangkreas. d. Karena obat atau zat kimia
e. Infeksi. f. Sebab imunologi yang jarang.
g. Sindrom genetic lain yang berkaitan dengan DM 4. Diabetes Melitus Gestasional.
2.3.3 Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus
Diagnostic klinis DM umumnya bila ada keluhan khas DM berupa poliuria, polidipsia, polifagia, lemah, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Jika di jumpai keluhan yang khas dan pemeriksaan kadar glukosa darah KGD sewaktu
≥ 200 mgdl sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaan KGD puasa
≥ 126mgdl juga digunakan untuk patokan diagnosis DM.
Universitas Sumatera Utara
Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan KGD yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian
lebih lanjut dengan mendapatkan sekali lagi angka abnormal, baik KGD puasa ≥ 126
mgdl, KGD sewaktu ≥ 200 mgdl pada hari yang lain atau hasil tes toleransi glukosa oral
TTGO yang abnormal.
26,31,32,33,34
2.3.4 Diabetes mellitus Tipe 2