Penggunaan sel eritrosit untuk uji in vitro

Fungsi senyawa fenolik dalam kapasitasnya sebagai antioksidan telah banyak diteliti. Zat perangkap radikal radical scavenger umumnya memberikan satu elektron kepada elektron yang tidak berpasangan dari radikal bebas sehingga menetralkannya. Polifenol diketahui sangat aktif dalam hal ini, begitu pula dengan propilgalat, ellagic acid, flavonoids, asam askorbat, dan tokoferol. Bors et.al., 1992. Radikal fenol yang terbentuk relatif stabil karena delokalisasi resonansi elektron yang tidak berpasangan dan tidak adanya tempat yang cocok pada molekul radikal fenol tersebut untuk diserang oleh molekul oksigen Shahidi et.al., 1995. Aktivitas antioksidan dari senyawa fenol dipengaruhi beberapa faktor, yaitu adanya agen pengkelat, pH lingkungan sekitar, kelarutan, ketersediaan senyawa fenol dalam suatu bahan, dan stabilitas senyawa fenol. Kekuatan dari efek antioksidan polifenol tergantung dari tipe grup polifenol dan jumlahnya dalam setiap molekul Okuda, 1992. Pengujian kapasitas fenol umumnya dilakukan dengan menggunakan uji fenol-ciocalteau. Metode ini digunakan untuk menentukan total fenolik pada sampel. Reagen folin-ciocalteau adalah metode yang tidak spesifik dan dapat mendeteksi seluruh fenol yang terdapat pada sampel. Kekurangan dari metode ini adalah adanya kemungkinan gangguan dari komponen pereduksi lainnya seperti asam askorbat Shahidi et.al, 1995.

J. Penggunaan sel eritrosit untuk uji in vitro

Penggunaan sel eritrosit pada pengujian secara in vitro kurang tepat bila dikatakan sebagai kultur sel. Hal ini diakibatkan karena sel eritrosit yang tidak dapat tumbuh dan berkembang biak seperti halnya sel hidup lain misal ; sel limfosit. Sel eritrosit tidak memiliki nukleus, mitokondria dan organel-organel sel lainnya yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan. Akan tetapi, inkubasi sel eritrosit selama pengujian memerlukan lingkungan yang sesuai agar dapat tetap hidup dan mendekati keadaan sebenarnya seperti di dalam tubuh. Oleh sebab itu, perlakuan pada pengujian dengan menggunakan kultur sel dapat diterapkan pada inkubasi sel eritrosit. Kultur sel merupakan teknik yang biasa digunakan untuk mengembangbiakan sel di luar tubuh in vitro. Kultur sel dapat digunakan untuk mengevaluasi dampak yang ditimbulkan dari kondisi abnormal atau dari keberadaan senyawa berbahaya pada sel Novikoff dan Erick, 1970. Untuk melakukan kultur sel secara in vitro dibutuhkan kondisi pertumbuhan yang mirip dengan kondisi in vivo seperti pengaturan temperatur, konsentrasi O 2 dan CO 2 , pH, tekanan osmosis, dan kandungan nutrisi Davis, 1994. Keuntungan penggunaan kultur sel adalah lingkungan tempat hidup sel dapat dikontrol, seperti pH, tekanan osmosis, tekanan CO 2 dan O 2 , sehingga kondisi fisiologis dari kultur relatif konstan Malole, 1990. Menurut Davis 1994, kondisi optimal kultur untuk sel mamalia umumnya adalah memiliki pH 7.2 – 7.5, osmolalitas 280 – 320 mOsmolkg, kandungan CO 2 2 – 5 , serta temperatur 35 – 37°C. Menurut Malole 1990, faktor yang mendukung pertumbuhan sel dalam kultur adalah media pertumbuhan. Fungsi media kultur sel adalah mempertahankan pH, menyediakan lingkungan yang baik dimana sel dapat bertahan hidup, dan juga menyediakan substansi-substansi yang tidak dapat disintesis oleh sel itu sendiri. Menurut Davis 1994, media kultur harus menyediakan semua nutrien esensial, vitamin dan kofaktor, susbtansi metabolik, asam amino, ion inorganik, elemen kasar, dan faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk mendukung fungsi seluler dan sintesis sel baru. Media yang digunakan pada inkubasi sel eritrosit adalah balanced salt solution .Balanced salt solution adalah larutan kombinasi dari garam-garam inorganik yang dapat mempertahankan pH fisiologis dan tekanan osmotik. Ion-ion organik yang ada juga digunakan untuk mempertahankan membran potensial, kofaktor pada reaksi enzim, dan pelekatan sel. Ion-ion organik yang ada antara lain adalah Na + , K + , Mg 2+ , Ca 2+ , Cl - , SO 4 2- , PO 4 3- , dan HCO 3 - . Umumnya balanced salt solution tidak mengandung nutrien-nutrien yang diperlukan untuk pemeliharaan sel jangka panjang Davis, 1994. Oleh sebab itu, balanced salt solution digunakan sebagai media dalam uji kultur sel eritrosit yang tidak memerlukan waktu pemeliharaan lama. Buffer ditambahkan dengan tujuan menjaga keseimbangan pH agar tetap memiliki nilai 7.4. Menurut Griffiths 1992, pertumbuhan sel memerlukan pH 7.4. Bila pada proses pertumbuhan, pH lingkungan sekitar lebih rendah dari 7, maka pertumbuhan sel akan terhambat. Kapasitas buffer dari medium dapat ditingkatkan dengan keberadaan fosfat pada balanced salt solution. Suhu dipertahankan 37 C dengan konsentrasi CO 2 5 dan O 2 95 untuk menyamakan dengan kondisi di dalam tubuh. Selain memberikan pengaruh langsung terhadap sel, temperatur juga mempengaruhi pH melalui peningkatan kelarutan CO 2 dan melalui perubahan ionisasi dan dari pH buffer Freshney,1994.

III. BAHAN DAN METODE