Sejarah Asuransi Syariah ASURANSI JIWA SYARIAH

BAB III ASURANSI JIWA SYARIAH

A. Sejarah Asuransi Syariah

Secara historis, kajian tentang pertanggungan telah dikenal sejak zaman dahulu dan telah dipraktikan ditengah-tengah masyarakat, walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana. Ini dikarenakan nilai dasar penompang dari konsep pertanggungan yang terwujud dalam bentuk tolong menolong sudah ada bersama dengan adanya manusia. Konsep Asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak zaman sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada zaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. 21 Pada tahun 2000 SM para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa Suatu hari raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa peceklik selama 7 tahun berikutnya. Berjaga-jaga terhadap suatu bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisikan sebagian dari panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makan pada masa paceklik. Pada masa 7 tahun panceklik rakyat Mesir terhindar dari resiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri. 21 Lebih lanjut lihat dalam Al-quran Surat Yusuf, Ayat.42-49. yaitu Collegia Tennirium, kemudian berdiri dengan beranggotakan para budak yang diperbantukan pada ketentaraan kerjaan Romawi. 22 Pada zaman Alexander Agung 336-323 sebelum Masehi ada usaha manusia yang mirip dengan asuransi, yaitu upaya dari beberapa kotapraja untuk mengisi kasnya dengan cara meminjam uang dari perorangan dengan syarat-syarat sebagia berikut: “jumlah uang yang dipinjamkan diberikan sekaligus dengan kotapraja oleh yang meminjamkan, misalnya 6.000 Drachmen. Setiap bulan kotapraja membayar sejumlah 50 Drachmen kepada yang meminjamkan uang hingga ia wafat. Ketika ia wafat, kapada ahli warisnya atau keluarganya, kotapraja akan memberikan 200 Drachmen untuk biaya pemakaman. Setiap anggota mengumpulankan sejumlah iuran dan bila salah seorang anggota mengalami nasib sial unfortunate maka biaya pemakamannya akan dibayar oleh anggota yang bernasib baik Fortunate dengan mengunakan dana yang telah dikumpulkan sebelumnya. 23 Pada zaman abad pertengahan, di exeter negeri Inggris, ada kebiasaan diantara para anggota suatu gilde perkumpulan dari orang-orang yang sama perkerjaannya, seperti para tukang batu, tukang kayu, pembuat roti dijanjikan bahwa apabila rumah anggota terbakar, maka kepadanya diberi sejumlah dari dana kepunyaan gilde tersebut. 24 Dalam literatur Islam dikenal dengan konsep aqilah yang sering terjadi dalam sejarah pra-Islam dan diakui dalam literatur hukum Islam. Jika ada salah satu anggota suku Arab pra-Islam melakukan pembunuhan, maka ia si 22 Afzalur Rahman, Ecomomic of islam,Yogyakarta: Dhana Bhakti Wakaf, 2006,Hal.45-46 23 Wirjono Projodikoro, Op.cit, Hal.16. 24 Ibid, Hal.17. pembunuh dikenakan diyat dalam bentuk blood money uang darah yang dapat ditanggungoleh anggota suku yang lain. 25 Hadist Nabi Muhammad SAW : “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, ia berkata: berselisih dua orang wanita dari suku huzail, kematian salah satu wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang meninggal tersebut kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan seorang budak laki-laki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut dengan uang darah diyat yang dibayar oleh aqilah-nya kerabat dari orang tua laki- laki.HR.Bukhari 26 Orang Quraisy yang melakukan perpindahan ke madinah melakukan pertanggungan bersama dan akan saling berkerja sama membayar uang diantara mereka. Selain hadist di atas’ ada pasal khusus dalam konstitusi Madinah yang memuat semanggat untuk saling menanggung bersama, yaitu pasal 3 yang isinya sebagai berikut: 27 Aqilah adalah praktik yang biasa terjadi pada suku Arab Kuno. Jika seorang anggota suku melakukan pembunuhan terhadap anggota suku lain, maka ahli waris korban akan mendapatkan bayaran sejumlah uang darah sebagai kompensasi oleh penutupan sanak famili pembunuh. Penutupan yang dilakukan oleh sanak famili pembunuh itu disebut sebagai Aqilah, disangkah benar untuk membayar uang darah untuk kepentingan si pembunuh. 28 25 Mohammad Masum Billah, Principles and Practices of Takaful and Insurance Comporate,Kuala Lumpur: IIUm Press.2001,Hal.4-5. 26 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, vol. 9 Kitab al-Diyat, No. 45, Hal. 34. 27 Muhammad Syakir Sula, Op.cit, Hal.30. 28 Mohammad Masum Billah, Op. cit, Hal.3. Sesuai pemaknaan kata yang diberikan oleh Dr. Muhammad Muhsin Khan, 29 William Gibbon bahwa kata aqilah bermakna asabah, yang menunjukan hubungan kekerabatan dari pihak orang tua laki-laki pembunuh. Oleh karena itu, pemikiran dasar tentang aqilah adalah seperti itu, dimana suku Arab Kuno telah menyiapkan pembayaran uang kontribusi untuk kepentingan si pembunuh sebagai pengganti kerugian untuk ahli waris korban. Kerelaan untuk melakukan pembayaran premi pada praktik asuransi, sementara itu konpensasi pembayaran dibawah aqilah dapat disamakan dengan penggantian kerugian indemnity pada praktek asuransi pada saat ini, sebagai satu bentuk perlindungan dalam bidang keuangan bagi ahli waris dari sebuah kematian yang tidak diharapkan oleh korban. Perkumpulan semacam ini merupakan salah satu konsep awal timbulnya semanggat untuk melakukan kegiatan yang menyerupai prinsip-prinsip awal asuransi, yaitu orang yang beruntung yang bernasib baik membantu orang yang tidak beruntung dengan cara melakukan iuran bersama antara anggota kelompok tersebut untuk menutupi kerugian musibah yang menimpah salah satu anggota kelompok organisasi. Pada tahap selanjutnya, perkembangan asuransi tersebut telah memasuki fase yang memberikan muatan yang besar pada aspek bisnisnya dibandingkan dengan nilai nilai sosial yang terkandung pada asuransi sejak awal. Hal ini terjadi setelah bisnis asuransi memasuki masa modern. 30 29 Muhammad Syakir Sula, Op.cit,Hal.31. 30 Afzalur Rahman, Op.cit, Hal.58. adalah seorang berkewarganegaraan Inggris yang pertama kali memperkenalkan praktik asuransi dalam instrumen perusahaan yang lebih terartur dan tertata dengan baik. Pada masa ini mulai dipakai underwriting dalam oprasional asuransi. Di inggris bisnis asuransi mengalami perkembangan yang sangat signifikan setelah pada tahun 1870 dikeluarkan Peraturan Perusahaan Asuransi Jiwa yang peraturan pokonya sebagai berikut: Setiap perusahaan asuransi yang terdiri di Inggris diwajibkan untuk mendepositokan uangnya sebesar 20.000 di Depertemen Keuangan Pemerintah, akan dibayarkan kembali apabila dana jaminannya telah mencapai 40.000. Setiap perusahaan harus menyimpan tersendiri untuk kelangsungan usahanya dan semua penerimaan dari usahanya harus didanakan secara jelas “untuk dana kelangsungan usaha”. Kelangsungan hidup usaha harus memperdalam keuanganya dan menyumbangkan usahanya dalam bentuk yang jelas serta bergabung dengan perusahaan lain membayar sejumlah uang untuk asuransi jiwa, kebakaran, maritim, dan usaha-usaha lain jika ada. Sebuah perusahaan diwajibkan untuk melaporkan kondisi keuangan untuk diperiksa oleh dewan yang telah ditujuk actuary, sekali dalam lima tahun jika terdiri setelah peraturan ini ditetapkan dan minimal sekali setiap sepuluh tahun jika perusahaan tersebut berdiri sebelumnya. Laporan-laporan dari dewan pemeriksa, yang mengandung penilaian secara mendetail, ketentuan mengenai proporsi premi yang dipersiapkan untuk pembiayaan yang akan datang dan sebagainya, harus didepositokan yang berkenaan dengan informasi butir-butir tersebut kepada Depertemen Perdagangan. 31 31 G. Clayton, British Insurance, London, 1971, Hal.13. Pada paruh kedua abad 20 dibeberapa negara Timur Tengah dan Afrika telah mulai mencoba mempraktikan asuransi dalam bentuk Takaful. Sejarah asuransi di Indonesia dimulai sejak terjadinya imigrasi usaha ini dari negeri Belanda yang dibawa oleh oleh para intelektual negara tersebut ke Indonesia untuk menjamin kehidupan mereka, dalam bentuk maskapai-maskapai seperti N.V Levensverkering Maatshappij de Nedherland van 1845, N.V Levensverkering Maatshappij NILLMIJ 1859, dan Orderlinge Levensverkering Genootshap de Olveh van 1879. 32 Ketiga, masa Indonesia merdeka 17 Agustus 1945 sampai saat ini. Dalam masa ini tercatat pula mulai bermunculannya beberapa perusahaan swasta nasional Dalam perjalananya, asuransi jiwa di Indonesia telah melampaui 3 masa yang dikenal sebagai masa pendudukan Belanda, masa pendudukan Japan, dan masa Indonesia merdeka. Pertama, masa pendudukan Belanda sampai Maret 1942 maskapai- maskapai yang tercatat dalam riwayat sejarah asuransi jiwa di Indonesia pada waktu itu mencapai 36 buah, yang tersebar di kota-kota Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan Surabaya. Beberapa diantaranya di kemudian hari bergabung ke dalam Perusahaan Asuransi yang dimiliki negara BUMN. Kedua, masa pendudukan jepang sampai 17 Agustus 1945. Pada masa pendudukan Japan, selama tiga setengah tahun banyak maskapai-maskapai yang tutup dan gulung tikar, kondisi ekonomi yang demikian terpuruk, menyebabkan perusahaan asuransi terbesar seperti NILLMIJ van 1859 seklipun nyaris gulung tikar, namun kuatnya kondisi maskapai ini memungkinkan ia dapat bertahan dengan memelihara sebagian kecil pertanggungan yang masih aktif pada saat itu. 32 Hermawan Darmawi, ManajemenAsuransi, Jakarta: Bumi Aksara. 2001, Hal.226. di samping Bumi Putra, seperti Dharma Nasional 1954 saat ini bergaung dengan PT. Asuransi Jiwasraya, “imam Adi” 1961. Pada masa ini juga tercatat dalam sejarah, peleburan perusahaan-perusahaan asuransi jiwa milik Belanda ke dalam perusahaan negara yang dikuasai pemerintah. Perkembangan dunia asuransi berkembang terus, sejalan dengan perkembangan zaman, ekonomi dan budaya bangsa Indonesia. Sampai tulisan ini diturunkan berdasarkan catatan terakhir Dewan Asuransi Indonesia DAI perusahaan-perusahaan asuransi jiwa di Indonesia tercatat berjumlah 60 perusahaan, yang terdiri dari, badan usaha milik negara, swasta nasional, dan perusahaan patungan Join Venture. Sejarah asuransi jiwa di Indonesia, bukan merupakan suatu jalan mulus yang dapat dilalui dengan lancar, di dalamnya tercatat bagaimana usaha ini diterpai oleh banyak badai, dimulai dari masa pendudukan Belanda, ketika jasa asuransi ini baru di nikmati oleh segelintir bangsawan, runtuhnya ekomoni di masa pendudukan Japan yang menyebabkan tidak beroprasinya sebagian besar perusahaan asuransi jiwa, dan titip puncak dari kondisi ini dicatat dengan dikeluarkanya PP No. 27 tahun 1965 tentang penarikan Rupiah lama dan beredarnya Rupiah baru. Dewan asuransi Indonesia pada tahun 1999 memberikan data tentang jumlah perusahaan asuransi terdiri dari : a. Milik negara 4 buah. b. Milik swasta nasional 37 buah. c. Usaha patungan asing 21 buah. Adapun perkembangan asuransi syariah di Indonesia baru pada paruh akhir tahun 1994, yaitu dengan berdirinya PT. Asuransi Takaful Indonesia pada tanggal 25 Agustus 1994 dengan dirsmikan PT. Asuransi Takaful keluarga dengan SK Menkeu No.Kep-385KMK.0171994. Pendirian PT. Asuransi Takaful Indonesia diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful Indonesia TEPATI yang dipelopori oleh ICMI melalui Yayasan Abdi Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu Mandiri, Pejabat dari Depertemen Keuangan, dan Perusahaan Muslim di Indonesia. 33 Melalui berbagai seminar nasional dan setelah mengadakan studi banding dengan Takaful Malaysia, akhirnya berdirilah PT. Syarikat Takaful Indonesia PT.STI sebagai Holding Company pada tahun 24 Februari 1994. Kemudian PT. STI mendirikan 2 anak perusahaan, yakni perusahaan PT. Asuransi Takaful Keluarga Life Insurance dan PT. Asuransi Takaful Umum General Insurance. PT. Asuransi Takaful Keluarga di resmikan lebih awal pada tanggal 25 agustus 1994 oleh Bapak Marie Muhammad selaku Menteri Keuangan saat itu. Setelah keluarnya izin operasional perusahaan pada tanggal 4 Agustus 1994. 34 33 Sumber: Modul Basic Training 2002, TD Depertement PT. Asuransi Takaful Keluarga, Hal.2. 34 Ibid, Hal.20. Setelah itu, beberapa perusahaan asuransi syariah yang lain mencoba untuk bersaing dengan PT. Syarikat Takaful Indonesia seperti halnya asuransi Mubarakah, MAA Assurance, Asuaransi Great Eastem, dan lain-lain. Menurut survey dari Karim Business Consulting KBC, potensi pasar asuransi syariah di Indonesia, setidak-tidaknya dapat digolongkan menjadi 3 kelompok potensial. 1. Mereka yang menghendaki agar transaksi asuransinya benar-benar memiliki orientasi syariah. Jumlahnya tidak terlalu besar, menginggat kesadaran terhadap produk-produk asuransi bernilai syariah masih belum signifikan. 2. Mereka yang berpotensi untuk melakukan perpindahan dari suatu model asuransi ke model asuransi lainnya. Mereka ini lebih menginginkan profit dan benefit ketimbang nilai syariah. Jumlahnya sangat dominan dan umumnya berasal dari kelas menengah. 3. Mereka yang selama ini setia pada suatu model asuransi konvensional dan sukar untuk berpindah ke model lain, karena merasa sudah conford dan percaya. Satu satunya alasan mereka untuk melakukan perpindahan adalah apabila kualitas model asuransi tersebut sama atau lebih dari model yang selama ini mereka referensikan. Memang perusahaan asuransi seperti yang telah diketahui membutuhkan beberapa persyaratan diantaranya seperti pengetahuan teknis yang cukup memadai dari para pelakunya, perekonomian negara yang diharapkan terus berkembang, stabilitas moneter yang berkesinambungan. Saat ini kita diterpah lagi dengan melambungnya nilai dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah, juga membuat usaha cukup oleng di terpah badai tersebut, banyaknya penebusan dan pembatalan merupakan salah satu ganjalan yang cukup berat yang harus dihadapi oleh usaha ini. Mudah-mudahan usaha pemerintah yang terus menerus dan serius mengusahakan stabilitas, rehabilitasi dan konsolidasi ekonomi serta keuangan negara kita, menjadikan usaha ini terus berkembang di masa-masa yang akan datang.

B. Landasan Teori Asuransi Syariah