Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi yang melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemauan bekerjasama yang efektif. Dalam proses belajar mengajar PBM akan terjadi interaksi antara siswa dan guru. Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru, tujuan pembelajaran, isi pembelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan perilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya. Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang optimal ada beberapa hal yang perlu dilakukan oleh guru, salah satunya adalah metode pembelajaran. Metode pembelajaran dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan proses belajar mengajar bergantung pada cara mengajar guru. Selain menggunakan metode mengajar, kegiatan belajar mengajar juga harus disuaikan dengan tipe belajar siswa dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat terwujud. Hasil riset menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan menggunakan gaya belajar yang dominan, saat mengerjakan tes akan mencapai nilai yang lebih tinggi dibandingkan bila belajar dengan cara yang tidak sejalan dengan gaya belajar mereka. Pembelajaran matematika oleh sekolah di Indonesia sejauh ini masih didominasi oleh pembelajaran konvensional dengan paradigma mengajarnya. Siswa diposisikan sebagai obyek, siswa dianggap tidak tahu atau belum tahu apa- apa, sementara guru memposisikan diri sebagai yang mempunyai pengetahuan. Guru ceramah dan menggurui, otoritas tertinggi adalah guru. Materi pembelajaran matematika diberikan dalam bentuk jadi. Dan, semua itu terbukti tidak berhasil membuat siswa memahami dengan baik apa yang mereka pelajari. Dalam perkembangan pembelajaran yang terjadi saat ini, belum mampu meningkatkan secara mutlak pemahaman konsep matematika pada diri siswa. Seringkali guru maupun siswa bingung dengan model-model pembelajaran yang digunakan. Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan tertentu, namun tidak semua dapat digunakan dengan keberagaman siswa maupun kemampuan siswa dalam menerima pembelajaran. Pada pembelajaran saat ini siswa dituntut mampu berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri diharapkan dapat dikembangkan di lapangan, sehingga 1 kualitas kompetensi siswa dapat ditingkatkan apalagi matematika menjadi dasar hampir semua mata pelajaran kelompok ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu upaya agar konsep-konsepnya mampu dipamami siswa secara benar yang berakibat implementasinya ke mata pelajaran lain yang terkait jadi benar juga. Mutu pendidikan matematika di Indonesia pada umumnya masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan pelajaran-pelajaran yang lain. Hal ini terlihat dari hasil Ujian Nasional, dimana nilai bidang studi matematika masih rendah dibandingkan dengan bidang studi lainnya. Demikian juga hasil UN bidang studi matematika SMPMTs tahun pelajaran 20062007 di Kab. Semarang menunjukkan angka ketidaklulusan mencapai 12,57 kegagalan UN banyak pada bidang studi matematika dengan nilai terendah 1,67 meskipun nilai tertinggi 10. Hal ini disebabkan wilayah geografis Kab Semarang yang luas mengakibatkan kurang meratanya fasilitas pendidikan yang mendukung. Hal ini mengakibatkan sekolah-sekolah marginal dengan kemampuan dasar lemah, tidak didukung lingkungan belajar yang memadai terutama di daerah pedesaan. Penguasaan dan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika lemah karena tidak mendalam. Akibatnya, prestasi belajar matematika siswa rendah. Hampir setiap tahun matematika dianggap sebagai batu sandungan bagi kelulusan sebagian besar siswa. Selain itu, pengetahuan yang diterima siswa secara pasif menjadikan matematika kurang bermakna bagi siswa. Perubahan paradigma dalam pendidikan yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar, yang menuntut komitmen guru untuk berubah, berpikir positif, bersikap sabar, ramah, terbuka, komunikatif dan memiliki kompetensi yang tinggi. Karakteristik paradigma belajar yaitu siswa aktif, guru aktif, pengetahuan dikonstruksi, menekankan proses dan produk, pembelajaran luwes dan menyenangkan serta berorientasi pada siswa. Guru menerapkan berbagai metode yang dipandang sesuai dengan bahasan materi matematika yang sedang dipelajari. Siswa terlibat membangun ide-ide, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan struktur-struktur matematika berdasar pengalaman siswa sendiri. Fakta di lapangan guru matematika sekolah kebanyakan mengajar dengan cara tradisional dengan pola: informasi-contoh soal-latihan sesuai contoh. Paradigma pembelajaran matematika di Indonesia selama bertahun-tahun adalah paradigma mengajar dan banyak dipengaruhi oleh psikologi tingkah laku, bukan paradigma belajar Marpaung, 2003. Salah satu upaya inovasi dalam pembelajaran adalah dengan metode Concept Attainment dimana metode tersebut akan digabungkan dengan metode dan model pembelajaran lain yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas pemahaman konsep yang lebih matang. Jadi diharapkan dengan metode Concept Attainment siswa mampu mendapatkan jawaban yang benar tentang konsep matematika secara mandiri, meskipun guru sebagai fasilitator harus selalu mendampingi dalam proses dan penarikan kesimpulan sebuah konsep.

B. Identifikasi Masalah