Tempat Penyimpanan Karbon dalam Hutan Kadar Zat Terbang

e. Kilap : permukaan agak mengkilap f. Kesan raba : licin g. Kekerasan : agak keras sampai keras. Sedangkan ciri anatominya adalah sebagai berikut : a. Pembuluh atau pori : baur, soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-3 pori, kadang-kadang sampai 4, diameter agak kecil, jarang sampai agak jarang, bidang perforasi sederhana b. Parenkim : bertipe paratrakeal bentuk selubung di sekeliling pembuluh, kadang-kadang bentuk sayap pada pembuluh kecil c. Jari-jari : sempit, jarang sampai agak jarang, ukurannya agak pendek sampai pendek d. Sifat fisis : berat jenis rata-rata 0,61 0,43-0,66; kelas awet II; kelas kuat II-III

2.2 Tempat Penyimpanan Karbon dalam Hutan

Hutan mempunyai peran penting dalam perubahan iklim melalui tiga cara, yaitu 1 sebagai carbon pool, 2 sebagai sumber emisi CO 2 ketika terbakar, 3 sebagai carbon sink ketika tumbuh dan bertambah luas arealnya. Bila dikelola secara baik, hutan akan mampu mengatasi jumlah karbon yang berlebih di atmosfer dengan menyimpan karbon dalam bentuk biomassa, baik di atas maupun di bawah permukaan tanah. Bahan organik yang mengandung karbon mudah teroksidasi dan kembali ke atmosfer dalam bentuk CO 2 . Karbon disimpan di hutan dalam bentuk: 1 biomassa dalam tanaman hidup yang terdiri dari kayu dan non- kayu, 2 massa mati kayu mati dan serasah dan 3 tanah dalam bahan organik dan humus. Humus berasal dari dekomposisi serasah. Karbon organik tanah juga merupakan pool yang sangat penting Wahyuningrum 2008. Menurut Dury et al. 2002 dalam Balinda 2008 dalam tegakan hutan, karbon terdapat dalam: a. Pepohonan dan akar: Biomassa hidup, baik yang terdapat di atas pemukaan dan di bawah permukaan tanah dari berbagai jenis pohon, termasuk batang, daun dan cabang serta akar. b. Vegetasi lain: Vegetasi bukan pohon semak, belukar, herba dan rerumputan. c. Sampah hutan: Biomassa mati di atas lantai hutan, termasuk sisa pemanenan. d. Tanah: karbon tersimpan dalam bahan organik humus maupun dalam bentuk mineral karbonat. Karbon dalam tanah mungkin mengalami peningkatan atau penurunan tergantung pada kondisi tempat sebelumnya dan sekarang serta kondisi pengolahan tanah.

2.3 Biomassa

Menurut Anwar et al. 1984, biomassa tumbuhan adalah jumlah berat kering dari seluruh bagian tumbuhan yang hidup dan untuk memudahkannya kadang-kadang dibagi menjadi biomassa di atas permukaan tanah daun, bunga, buah, ranting, cabang dan batang dan biomassa di bawah permukaan tanah akar. Biomassa hutan adalah jumlah total bobot kering semua bagian tumbuhan hidup, baik untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme, produksi atau komunitas dan dinyatakan dalam berat kering per satuan luas tonha. Sedangkan menurut Chapman 1976 biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat, berat bahan organik umumnya dinyatakan dalam satuan berat kering dry weight atau kadang-kadang dalam berat kering bebas abu ash free dry weight. Biomassa menunjukkan jumlah potensial karbon yang dapat dilepas ke atmosfer sebagai karbon dioksida ketika hutan ditebang dan atau dibakar. Sebaliknya, melalui penaksiran dapat dilakukan perhitungan jumlah karbondioksida yang dapat diikat dari atmosfer dengan cara melakukan reboisasi atau dengan penanaman Brown 1997. Besarnya biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh umur tegakan hutan, sejarah perkembangan vegetasi, komposisi dan struktur tegakan Lugo dan Snedaker 1974 dalam Kusmana 1993. Faktor iklim, seperti curah hujan dan suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju peningkatan biomassa pohon Kusmana 1993. Suhu tersebut berdampak pada proses biologi dalam pengambilan karbon oleh tanaman dan penggunaan karbon dalam aktivitas dekomposisi Murdiyarso et al. 1999. Pendugaan biomassa hutan dibutuhkan untuk mengetahui perubahan cadangan karbon dan untuk tujuan lain. Pendugaan biomassa di atas permukaan tanah sangat penting untuk mengkaji cadangan karbon dan efek dari deforestasi serta penyimpanan karbon dalam keseimbangan karbon secara global Ketterings et al . 2001. Karbon tiap tahun biasanya dipindahkan dari atmosfer ke dalam ekosistem muda, seperti hutan tanaman atau hutan baru setelah penebangan, kebakaran atau gangguan lainnya Hairiah et al. 2001. Sehingga jangka panjang penyimpanan karbon di dalam hutan akan sangat tergantung pada pengelolaan hutannya sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin terjadi Murdiyarso et al. 1999. Selain itu menurut Hairiah et al. 2001, potensi penyerapan karbon oleh ekosistem tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur, dan sebaran umur khusus untuk hutan. Peningkatan cadangan karbon dapat dilakukan dengan a meningkatkan pertumbuhan biomassa hutan secara alami, b menambah cadangan kayu pada hutan yang ada dengan penanaman pohon atau mengurangi pemanenan kayu, dan c mengembangkan hutan dengan jenis pohon yang cepat tumbuh. Karbon yang diserap oleh tanaman disimpan dalam bentuk biomassa kayu, sehingga cara yang paling mudah untuk meningkatkan cadangan karbon adalah dengan menanam dan memelihara pohon Rahayu et al. 2004.

2.3.1 Cara Pengukuran dan Pendugaan Biomassa

Brown 1997 telah membuat model penduga biomassa di hutan tropika dengan model pangkat Y = aD b atau dengan model polinomial Y = a + bD+ cD² berdasarkan zona wilayah hujan kering, lembab dan basah. Model yang diusulkan Brown untuk zona lembab adalah: Y = 1,242 D² - 12,8 D + 42,69 nilai R² = 84 untuk model polinomial Y = 0,118 D 2,53 nilai R² = 97 untuk model pangkat Di mana: Y = Biomassa pohon kg D = Diameter rata-rata pada setiap kelas diameter cm R² = Nilai koefisien determinasi a, b, c merupakan konstanta Chapman 1976 dalam Ojo 2003 mengelompokkan metode pengukuran biomassa di atas tanah ke dalam dua kelompok besar yaitu: 1. Metode destruktif pemanenan a. Metode pemanenan individu tanaman Metode ini digunakan pada tingkat kerapatan individu tumbuhan cukup rendah dan komunitas tumbuhan dengan jenis sedikit. b. Metode pemanenan kuadrat Metode ini mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit contoh dan menimbangnya. c. Metode pemanenan individu pohon yang mempunyai luas bidang dasar rata-rata. Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran seragam. 2. Metode non destruktif tidak langsung a. Metode hubungan alometrik Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Pembuatan persamaan tersebut dengan cara menebang pohon yang mewakili sebaran kelas diameter dan ditimbang. b. Crop meter Penduga biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Menurut Hairiah dan Rahayu 2007, pendugaan biomassa di atas permukaan tanah bisa diukur dengan menggunakan metode langsung destructive dan metode tidak langsung non destructive. Metode tidak langsung digunakan untuk menduga biomassa vegetasi yang berdiameter ≥ 5 cm, sedangkan untuk menduga biomassa vegetasi yang memiliki diameter 5 cm vegetasi tumbuhan bawah menggunakan metode secara langsung.

2.4 Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap yang hilang pada pemanasan 950 ºC yang terkandung pada arang. Secara kimia zat terbang terbagi menjadi tiga sub golongan, yaitu senyawa alifatik, terpena dan senyawa fenolik. Zat-zat yang menguap ini akan menutupi pori-pori kayu dari arang Haygreen dan Bowyer 1982. Zat mudah terbang adalah presentase gas yang dihasilkan dari pemanasan arang yang ditetapkan pada temperature dan selang waktu standar yaitu 950 ± 20 ºC selama 2 menit ASTM 1990b.

2.5 Kadar Abu