Sengon Buto Keanekaragaman Jenis

sebagai tanaman pelindung di pinggir jalan besar, bandara atau taman-taman kota, sekaligus penyerap polutan dan karbon. Trembesi digunakan terutama sebagai pohon peneduh dan hiasan, antara lain di Istana Kepresidenan di Jakarta dan Bogor. Perum Perhutani menggunakan trembesi sebagai peneduh di tempat pengumpulan kayu. Tanaman ini aslinya berasal dari Amerika tropis seperti Meksiko, Peru dan Brazil namun terbukti dapat tumbuh di berbagai daerah tropis dan subtropis. Spesies ini sudah tersebar di kisaran iklim yang luas, termasuk diantaranya equator dan monsoon yang memiliki curah hujan 600-3000 mm pada ketinggian 0-300 m dpl. Trembesi dapat bertahan pada daerah yang memiliki bulan kering 2- 4 bulan, suhu 20 o -38 o C dimana suhu maksimal saat musim kering 24 o -38 o C dan suhu minimal saat musim basah 18 o -20 o C. Dalam kondisi basah dimana hujan terdistribusi merata sepanjang tahun, trembesi dapat beradaptasi dalam kisaran tipe tanah dan pH yang luas. Tumbuh di berbagai jenis tanah dengan pH tanah sedikit asam hingga netral 6,0-7,4 meskipun disebutkan toleran hingga pH 8,5 dan minimal pH 4,7. Jenis ini memerlukan drainasi yang baik namun masih toleran terhadap tanah tergenang air dalam waktu pendek Nuroniah dan Kosasih S 2010

2.4 Sengon Buto

Enterolobium cyclocarpum Griseb. Jenis E.cyclocarpum Griseb., yang biasa dikenal dengan nama sengon buto termasuk famili Fabaceae, pohon yang memiliki tajuk rindang dan perakaran yang dalam sehingga jenis ini dapat berfungsi sebagai tanaman pionir untuk konservasi tanah dan air. Jenis ini toleran terhadap tanah berpasir dan salin Djam’an 1996 dalam Maretina 2010. Pohon sengon buto termajuk jenis pohon cepat tumbuh fast growing species, sehingga memiliki prospek untuk dikembangkan sebagai tanaman industri maupun reboisasi. Tempat tumbuh ideal untuk sengon buto yaitu pada ketinggian kurang dari 500 mdpl, iklim A dan B menurut Schmit dan Ferguson, pada pH tanah berkisar antara 5-7 dengan kondisi tanah gembur hingga padat. Kondisi tanah yang kurang baik, iklim yang kering dan ketinggian 32-1185 mdpl jenis sengon buto masih dapat tumbuh dengan baik. Kebanyakan spesies tanaman yang termasuk dalam famili Leguminosae Fabaceae memiliki bintil akar. Bintil akar ini merupakan organ simbiosis yang mampu melakukan fiksasi N di udara, sehingga tanaman mampu memenuhi sebagian besar kebutuhan nitrogen dari hasil fiksasi tersebut Islami dan Utomo 1995 dalam Maretina 2010.

2.5 Keanekaragaman Jenis

Keanekaragaman adalah suatu bentuk komunitas baik flora maupun fauna yang hidup di muka bumi. Keanekaragaman hayati harus dilihat dari tingkatan jenis, komunitas dan ekosistem, termasuk jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme di dalamnya Primack et al. 1998 dalam Yassir 2005. McNoughton dan Wolf 1990 menyatakan bahwa keanekaragaman mengarah kepada keanekaragaman jenis yang terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah jenis yang mengarah pada kekayaan jenis richness species dan kelimpahan jenis yang mengarah kepada kemerataan jenis eveness species. Odum 1993 lebih mengarahkan kepada keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks kelimpahan jenis, yaitu suatu indeks tunggal yang mengkombinasikan antara kekayaan jenis dan kemerataan jenis. Penggunaan Indeks Kekayaan Jenis pada penilaian keanekaragaman bertujuan untuk mengetahui jumlah jenis yang ditemukan pada suatu komunitas. Indeks kekayaan Jenis yang sering digunakan oleh para peneliti ekologi adalah Indeks Kekayaan Jenis Margalef Odum 1993. Penilaian keanekaragaman jenis dengan menggunakan indeks kemerataan jenis, dapat digunakan sebagai petunjuk kemerataan dan kelimpahan individu di antara setiap komunitas. Melalui indeks ini pula dapat dilihat adanya gejala dominansi yang terjadi antara suatu jenis dalam suatu komunitas. Kombinasi antara indeks kekayaan jenis dan kemerataan jenis sering digunakan dalam sebuah indeks tunggal yang menggambarkan kelimpahan jenis suatu komunitas atau sering disebut indeks keanekaragaman jenis. Indeks keanekaragaman jenis yang paling sering digunakan oleh para peneliti ekologi yaitu dari Shannon-Wiener Odum 1993. BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat

Dokumen yang terkait

PENGARUH BOBOT DAN KEDALAMAN PENANAMAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN AWAL SEMAI SENGON BUTO (Enterolobium cyclocarpum Jacq. Griseb)

0 6 1

Pendugaan Viabilitas Benih Sengon Buto (Enterolobium Cyclocarpum Griseb.) dengan Berbagai Metode Uji Cepat

0 11 81

Model Reklamasi lahan Pasca Tambang Batu Bara Berbasis Agroforestri (Studi Kasus Di Kabupaten Kutai Kartanegara Dan Kabupaten Kutai Timur)

5 92 270

Pendugaan Kandungan Karbon pada Tegakan Akasia (Acacia mangium) dan Sengon (Paraserianthes falcataria) di Lahan Reklamasi Pasca Tambang Batubara PT Arutmin Batulicin, Kalimantan Selatan

0 6 115

Evaluasi Keberhasilan Tanaman Hasil Revegetasi di Lahan Pasca Tambang Batubara Site Lati PT Berau Coal Kalimantan Timur

6 18 97

Pertumbuhan Tanaman Sengon Buto (Enterolobium cyclocarpum Griseb.) dengan Teknik Lateral Root Manipulation (LRM) di PT Cibaliung Sumberdaya, Banten

1 25 33

UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN TREMBESI (SAMANEA SAMAN (Jacq.) Merr) SEBAGAI ANTIBAKTERI ESCHERICHIA COLI DAN STAPHYLOCOCCUS AUREUS.

6 33 52

Hasil Kegiatan Pendataan Bahan Galian Yang Tertinggal, Di Tambang Batubara Daerah Samarinda, Kabupaten Kutai Kartanegara, Propinsi Kalimantan Timur

0 0 13

Inventarisasi Batubara Bersistem Daerah Senyiur, Kabupaten Kutai Kartanegara Dan Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur

1 6 8

PENGARUH POLUTAN TERHADAP STRUKTUR MORFOLOGI STOMATA DAUN TREMBESI (Samanea saman (Jacg) Merr) Effect of Pollutants on Morphology of Stomata Leaves of Trembesi (Samanea saman (Jacg) Merr) Pratiwi Dyah Kusumo dan Manogari Sianturi

0 0 15