9 Kelompok dinoflagelata dicirikan dengan adanya sepasang flagella untuk
bergerak di dalam air, tidak memiliki rangka luar dari silikon tapi memiliki semacam pembungkus baju zirah yang terbuat dari lempeng-lempeng selulosa karbohidrat
dan berukuran kecil 25 µm - 1 mm, biasanya bersel tunggal jarang bersel banyak membentuk rantai, bereproduksi dengan membelah diri Nybakken, 1992; Sumich,
1992.
2.2. Sebaran Fitoplankton
Arinardi, dkk 1997 menyatakan bahwa umumnya plankton di laut tidak tersebar merata melainkan hidup secara berkelompok. Pengelompokan plankton
dapat terjadi pada jarak kurang dari 20 m berskala kecil atau dapat juga mencapai beberapa kilometer berskala besar. Penyebab terjadinya pengelompokan plankton
secara garis besar dibedakan atas pengaruh fisik turbulensi atau adveksi dan pengaruh biologi. Angin dapat pula menyebabkan terkumpulnya plankton pada
tempat tertentu. Pengaruh biologi terjadi apabila terdapat perbedaan pertumbuhan antara laju pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan difusi untuk menjauhi
kelompoknya. Sementara zooplankton yang memangsa fitoplankton juga sangat mempengaruhi pengelompokan fitoplankton.
Pengelompokan plankton lebih sering dijumpai di perairan neritik terutama perairan yang dipengaruhi oleh estuari daripada perairan oseanik, hal ini sebagai
akibat adanya proses fisik dan kimia di perairan pantai. Produktivitas perairan pantai ditentukan oleh beberapa faktor seperti arus pasang-surut, morfo-geografi setempat
dan proses fisik dari lepas pantai. Sementara adanya pulau-pulau akan menyumbangkan produksi hayati yang lebih tinggi karena terjadinya pengayaan yang
disebabkan oleh turbulensi pengadukan air, penaikan massa air di selat antar dua pulau atau lebih dan aliran air sungai ke perairan pantai.
Secara vertikal, fitoplankton biasanya berkumpul di zona eufotik yaitu zona dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis.
2.3. Klorofil Fitoplankton
Tinggi rendahnya konsentrasi klorofil fitoplankton dapat digunakan sebagai petunjuk kelimpahan sel fitoplankton dan juga potensi organik di perairan tertentu.
Perairan Indonesia dengan nilai klorofil yang tinggi hampir selalu berkaitan dengan
10 adanya pengadukan dasar perairan, dampak sungai dan proses naiknya air lapisan
agak dalam ke permukaan Arinardi, dkk. 1997. Distribusi vertikal klorofil di laut, secara umum menunjukkan konsentrasi
maksimum kadang kala terdapat di dekat atau di permukaan dan di lain waktu terdapat di kedalaman eufotik atau di bawahnya Steele and Yentsch, 1960 dalam
Parsons, dkk., 1984. Kedalaman klorofil maksimum terjadi secara musiman dicirikan profil vertikal musim panas pada jarak 45 – 50
utara, baik di Samudra Atlantik maupun Pasifik. Anderson 1969 dalam Parsons, dkk., 1984 mendapatkan
kandungan klorofil maksimum di pantai Oregon berakhir pada kedalaman 60 m yang dibentuk oleh sel-sel aktif melalui fotosintesis, yang memperlihatkan adaptasi
terhadap intensitas cahaya yang sangat rendah.
2.4. Faktor Lingkungan
Ada beberapa faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan penyebaran fitoplankton, baik itu faktor fisika maupun kimia, yang antara lain
meliputi suhu, salinitas, cahaya, arus, oksigen terlarut, nutrien, dan pH.
2.4.1. Suhu
Suhu dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol
reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam
merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton Tomascik et al., 1997.
Secara umum, laju fotosintesa fitoplankton meningkat dengan meningkatnya suhu perairan, tetapi akan menurun secara drastis setelah mencapai suatu titik suhu
tertentu. Hal ini disebabkan karena setiap spesies fitoplankton selalu beradaptasi terhadap suatu kisaran suhu tertentu.
Suhu permukaan laut tergantung pada beberapa faktor, seperti presipitasi, evaporasi, kecepatan angin, intensitas cahaya matahari, dan faktor-faktor fisika yang
terjadi di dalam kolom perairan. Presipitasi terjadi di laut melalui curah hujan yang dapat menurunkan suhu permukaan laut, sedangkan evaporasi dapat meningkatkan
suhu permukaan akibat adanya aliran bahang dari udara ke lapisan permukaan
11 perairan. Suhu optimum untuk pertumbuhan fitoplankton pada perairan tropis
berkisar antara 25 – 32 C.
2.4.2. Salinitas
Salinitas berpengaruh terhadap penyebaran plankton, baik secara vertikal maupun horisontal Romimohtarto dan Juwana, 2004. Kisaran salinitas yang masih
dapat ditoleransi oleh fitoplankton pada umumnya berkisar antara 28 – 34 ppt. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola
sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan dengan tingkat curah hujan tinggi dan dipengaruhi oleh aliran sungai memiliki salinitas yang rendah
sedangkan perairan yang memiliki penguapan yang tinggi, salinitas perairannya tinggi. Selain itu pola sirkulasi juga berperan dalam penyebaran salinitas di suatu
perairan. Secara vertikal nilai salinitas air laut akan semakin besar dengan
bertambahnya kedalaman. Di perairan laut lepas, angin sangat menentukan penyebaran salinitas secara vertikal. Pengadukan di dalam lapisan permukaan
memungkinkan salinitas menjadi homogen. Terjadinya upwelling yang mengangkat massa air bersalinitas tinggi di lapisan dalam juga mengakibatkan meningkatnya
salinitas permukaan perairan.
2.4.3. Cahaya
Cahaya merupakan salah satu faktor yang menentukan distribusi fitoplankton di laut. Di laut lepas, pada lapisan permukaan tercampur tersedia cukup banyak
cahaya matahari untuk proses fotosintesa. Sedangkan di lapisan yang lebih dalam, cahaya matahari tersedia dalam jumlah yang sedikit bahkan tidak ada sama sekali.
Ini memungkinkan fitoplankton lebih banyak terdapat pada bagian bawah lapisan permukaan tercampur atau pada bagian atas dari permukaan lapisan termoklin jika
dibandingkan dengan bagian pertengahan atau bawali lapisan termoklin. Dengan adanya perbedaan kandungan pigmen pada setiap jenis plankton,
maka jumlah cahaya matahari yang diabsorbsi oleh setiap plankton akan berbeda pula. Keadaan ini berpengaruh terhadap tingkat efisiensi fotosintesa.
12
2.4.4. Nutrien
Nutrien adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan oleh tumbuhan- tumbuhan dan berada dalam bentuk material organik misalnya amonia, nitrat dan
anorganik terlarut asam amino. Elemen-elemen nutrien utama yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah karbon, nitrogen, fosfor, oksigen, silikon, magnesium,
potassium, dan kalsium, sedangkan nutrien trace element dibutuhkan dalam konsentrasi sangat kecil, yakni besi, copper, dam vanadium Levinton, 1982.
Menurut Parsons et al. 1984, alga membutuhkan elemen nutrien untuk pertumbuhan. Beberapa elemen seperti C, H, O, N, Si, P, Mg, K, dan Ca dibutuhkan
dalam jumlah besar dan disebut makronutrien, sedangkan elemen-elemen lain dibutuhkan dalam jumlali sangat sedikit dan biasanya disebut mikronutrien atau
trace element. Di antara unsur-unsur ini secara umum unsur hara yang sangat esensial bagi pertumbuhan plankton adalah nitrogen, fosfor dan silikon, sehingga
unsur-unsur hara tersebut umumnya merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan biota plankton Tomascik et a., 1997. Menurut Nybakken 1992 zat organik utama
yang diperlukan fitoplankton dan sering menjadi faktor pembatas pertumbuhan adalah nitrat dan fosfat. Jadi zat hara fosfat dan nitrat merupakan salah satu mata
rantai makanan yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut. Keberadaan plankton di
suatu perairan tergantung pada konsentrasi zat hara perairan tersebut. Sebaran fitoplankton di dalam kolom perairan sangat tergantung pada
konsentrasi nutrien. Konsentrasi nutrien di lapisan permukaan sangat sedikit dan akan meningkat pada lapisan termoklin dan lapisan di bawahnya. Konsentrasi nutrien
juga akan berbeda di daerah dekat pantai dan di daerah lepas pantai. Pada keadaan normal fitoplankton ditemukan dalam jumlah besar di perairan sekitar pesisir, sedang
di lepas pantai keberadaan fitoplankton berada dalam jumlah sedikit. Hal ini akan berbeda apabila terjadi upwelling di perairan lepas pantai. Upwelling akan
mengakibatkan penyuburan fitoplankton. Nontji 2005 menerangkan bahwa Fitoplankton yang subur di daerah pesisir dan di daerah upwelling karena masuknya
zat hara ke dalam lingkunga tersebut. Di daerah pesisir banyak zat hara datang dari daratan dan dialirkan oleh sungai ke laut, sedangkan di daerah upwelling, zat hara
yang kaya terangkat dari lapisan lebih dalam ke arah permukaan.
13
2.4.4.1. Nitrat
Nitrat merupakan salah satu bentuk senyawa N-anorganik dalam air laut dan unsur hara yang digunakan dalam pembentukan protein untuk mendukung kehidupan
organisme dalam suatu perairan terutama fitoplankton. Nitrogen merupakan nutrien yang sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Nitrogen masuk ke air laut melalui
aktivitas vulkanik, atmosfir dan sungai. Nitrogen di air laut terutama berada dalam bentuk nitrat NO
3 -
, nitrit NO
2 -
dan ammonium NH
3
atau NH
4
Millero dan Sohn, 1991.
Nitrat dalam air laut secara alami terdapat pada kadar yang sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup dalam perairan tersebut. Kadar nitrat dalam suatu
perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah faktor lingkungan sekitar, pengaruh musim dan kondisi pasang surut.
Menurut Wada dan Hattori 1991 nitrat merupakan senyawa nitrogen terlimpah di laut. Selanjutnya dikatakan bahwa konsentrasi nitrat bervariasi menurut
letak lintang dan kedalaman. Di samping itu proses-proses biologi dan faktor fisika juga mempengaruhi distribusi nitrat di laut. Akibat aktifitas tersebut mempengaruhi
profil sebaran nitrat sehingga memiliki karakteristik yang berbeda-beda di masing- masing kawasan laut.
2.4.4.2. Fosfat
Fosfat merupakan salah satu zat hara yang dibutuhkan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme di laut.
Fitoplankton merupakan salah satu parameter biologi yang erat hubungannya dengan fosfat. Tinggi rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung
kepada kandungan zat hara di perairan tersebut, antara lain zat hara fosfat Nybakken, 1992. Senyawa anorganik fosfat yang terkandung dalam laut umumnya
berada dalam bentuk ion orto asam fosfat, H
3
PO
4
Koreleff, 1976 dalam Hutagalung, dkk, 1997. Sama halnya seperti zat hara lainnya, kandungan fosfat di
suatu perairan secara alami terdapat sesuai dengan kebutuhan organisme yang hidup di perairan tersebut
Distribusi dari berbagai bentuk fosfat di air laut dikontrol oleh proses-proses biologi dan fisika Millero dan Sohn, 1991. Selanjutnya menurut Sidjabat 1976
14 konsentrasi fosfat di perairan dipengaruhi oleh faktor lintang, musim, dan aktifitas
plankton. Di laut tropis, variasi fosfat sangat kecil, bahkan dapat dikatakan tidak ada variasi sama sekali. Hal ini disebabkan oleh perbedaan suhu antara musim hujan dan
musim kemarau tidak begitu mencolok, sehingga aktifitas plankton hampir seragam sepanjang tahun.
Di perairan pesisir dan paparan benua, sungai sebagai pembawa hanyutan- hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan lainnya akan mengakibatkan
konsentrasi fosfat di muara lebih besar dari sekitarnya. Beberapa peneliti Harrison dan Davis, 1979; Turpin dan Harrison, 1979;
Harrison dan Turpin, 1982; Kitham dan Kitham, 1984 dalam Sanders et a., 1987 mengemukakan bahwa perubahan nutrien adalah faktor lingkungan penting yang
mempengaruhi berbagai kelompok taksonomi yang dominan. Sebagai contoh perubahan nutrien yang tinggi mengakibatkan dominasi dari diatom, perubahan
nutrien yang rendah mengakibatkan dominasi dan flagellata, sementara sejumlah kecil nutrien atau bentuk kimia nutrien dapat mempengaruhi keberhasilan satu
spesies dibandingkan spesies yang lainnya contohnya Chaetoceros spp dibanding Skeletonema costatum.
2.4.4.3. Silikat
Silikat merupakan bahan dasar penting untuk pembentukan kerangka diatom, dan juga penting bagi radiolaria Romimohtarto dan Juwana, 2004. Silikat berasal
dari pelapukan batu-batuan dan kerak bumi. Menurut Millero dan Sohn 1991, pada dasarnya sumber silikat di laut sebagian besar merupakan hasil pelapukan yang
terbawa oleh aliran sungai dan angin melalui arus laut. Silikon di perairan terdapat dalam tiga bentuk dasar , yaitu quarts terdetritus,
alumino-silikat dan silikat terlarut Kennish, 1990, Silikat yang terlarut melalui proses pelapukan spesies terlarut di estuarin dan perairan berbentuk sebagai asam
silikat , H
4
SiO
4.
Menurut Aston 1980 dalam Kennish 1994, silikat di perairan berasal dari kristal-kristal batuan yang menjadi bentuk terlarut akibat aliran sungai
pelapukan. Selanjutnya dijelaskan bahwa bentuk ini ada yang menjadi bentuk partikel yang akhirnya mengendap menjadi bagian dari sedimen, dan dimanfaatkan
oleh organisme yang membutuhkan silikat dan ada pula yang terangkut menuju ke laut atau perairan. Kadar silikon terlarut umumnya lebih besar dijumpai pada
15 perairan pesisir daripada di laut terbuka, yang merupakan akibat dari run off dari
daratan Millero dan Sohn, 1991.
2.4.5. Arus
Arus dapat membantu penyebaran dan migrasi horisontal plankton, tetapi jika terlalu kuat dapat mengganggu keseimbangan ekologis perairan yang sudah
terbentuk. Arus sangat berpengaruh terhadap sebaran fitoplankton karena pergerakannya sangat tergantung pada pergerakan air Romimohtarto dan Juwana,
2004. Menurut Banjarnahor dan Suyarso 2000, arus yang brkembang di pesisir
perairan kalimantan Timur bukan hanya arus yang disebabkan terjadinya pasang surut, namun berkembang arus lain yang merupakan terusan dari perairan lain
dengan kecepatan yang relatif kuat 20 cm det pada kedalaman 5 m, dan semakin ke dalam kecepatannya semakin kuat, pada kedalaman 20 m kecepatan arusnya
sekitar 80 cm det dan pada kedalaman 30 m kecepatan arusnya sekitar 78 cm det.
2.4.6. Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan organisme. Oksigen oleh organisme akuatik dipergunakan dalam proses-proses biologi,
khususnya dalam proses respirasi dan penguraian zat organik oleh mikroorganisme. Dalam ekosistem perairan oksigen terlarut sangat penting untuk mendukung
eksistensi organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, hal ini terlihat dari peranan oksigen selain digunakan untuk aktivitas respirasi organisme air juga dipakai
oleh organisme dekomposer dalam proses bahan organik di perairan. Sumber utama oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi
dan proses fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan air lainnya pada siang hari. Nybakken 1992 menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh
temperatur dan kecerahan, semakin rendah temperatur perairan semakin tinggi kelarutannya, dengan kata lain kandungan oksigen dalam kolom air akan semakin
rendah. Oksigen di perairan bersumber baik melalui difusi dari udara maupun dari
hasil proses fotosintesis oleh organisme nabati, seperti fitoplankton dan tumbuhan air
16 lainnya di zona eufotik. Oksigen dikonsumsi oleh tumbuhan dan hewan secara terus-
menerus selama aktivitas respirasi. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kadar oksigen terlarut dalam air laut adalah masuknya limbah yang dalam proses
penguraiannya banyak membutuhkan oksigen. Limbah jenis ini umumnya berasal dan kegiatan-kegiatan penduduk.
2.4.7. Derajat Keasaman pH
Romimohtarto dan Juwana 2004 menyatakan bahwa perubahan pH sedikit saja dapat menyebabkan perubahan dalam reaksi fisologik berbagai jaringan maupun
pada reaksi enzim dan lain-lain. Di laut terbuka, variasi pH dalam batas yang diketahui mempunyai pengaruh kecil pada sebagian besar biota.
Nilai derajat keasaman pH di perairan pesisir umumnya lebih rendah dibandingkan dengan pH air laut lepas, karena adanya pengaruh masukan massa air
tawar dari sistem sungai yang bermuara.
17
III BAHAN DAN METODE
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2005 sampai dengan Februari 2007, meliputi pengambilan contoh air, analisis fitoplankton dan parameter fisika-
kimiawi perairan. Pengambilan contoh air dan fitoplankton dilaksanakan pada bulan September 2005 dan September 2006, di perairan pesisir Berau, Kalimantan Timur
Gambar 2 dan Gambar 3.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2. Alat dan Bahan Penelitian
No Alat dan Bahan Kegunaan
1. Plankton Net dengan flowmeter
jaring kitahara ø 31 cm dan mata jaring 80 µm
Pengambilan sampel fitoplankton
2. Botol Sampel
Tempat sampel air laut dan sampel fitoplankton
3. CTD Mengukur beberapa parameter perairan
4. Current Meter Mengukur kecepatan dan arah arus
5. Botol Nansen Pengambilan sampel air
6. GPS Menentukan posisi sampling
7. Spektrofotometer Mengukur absorbansi sampel air
8. Sedgwick Rafter Tempat pengamatan jenis fitoplankton
9. Stempel Pipette 0,1 ml Mengambil fraksi fitoplankton
10. Pompa vakum Menyedot contoh air untuk analisis kimia
11. Mikroskop Binokuler Mengamati jenis fitoplankton
12. Kertas saring Menyaring contoh air untuk analisis
kimia 13. Hand counter
Penghitung sel fitoplankton 14. pH meter
Mengetahui pH perairan 15. Formalin
Pengawet fitoplankton
18 Gambar 2 Peta lokasi dan stasiun penelitian pada periode I 2005
117.7 117.8