BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 Definisi
Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara sebagian ataupun keseluruhan untuk mendengarkan suara pada salah satu maupun kedua telinga
Susanto, 2010. Definisi lain mengatakan bahwa, gangguan pendengaran merupakan penurunan persepsi kekerasan suara dan atau disertai ketidakjelasan
dalam berkata-kata. Unit kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kekerasan suatu suara adalah desibel. Pada orang-orang normal, ambang batas treshold
pendengaran adalah 0-10 desibel. Pada orang-orang dengan gangguan pendengaran, didapati peningkatan ambang batas pendengaran disertai dengan
terganggunya proses persepsi suara dan proses pencapaian pengertian dari suatu percakapan Turner dan Per-Lee, 1990.
2.1.2 Klasifikasi
Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Tuli konduktif
Tuli konduktif dapat terjadi apabila terdapat lesi pada telinga luar maupun telinga tengah yang dapat menyebabkan gangguan penghantaran
konduksi gelombang suara untuk menggetarkan gendang telinga membran timpani Muhaimeed, dkk, 2002. Beberapa contoh kelainan
pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta,
serta osteoma liang telinga. Sedangkan, contoh-contoh kelainan pada telinga tengah yang mampu menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah
tuba katar sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,
Universitas Sumatera Utara
timpanosklerosis, hemotimpanum, serta dislokasi tulang-tulang pendengaran Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007.
Menurut penelitian, tuli konduktif banyak dijumpai pada orang- orang suku Aborigin di Australia. Tuli konduktif pada anak-anak suku
Aborigin paling banyak disebabkan oleh infeksi telinga. Tuli konduktif pada orang dewasa suku Aborigin biasanya merupakan kelanjutan
sequelae dari infeksi telinga pada masa anak-anak yang tidak diatasi dengan baik. Akibat dari banyaknya kejadian tuli konduktif pada suku ini,
akhirnya menyebabkan timbulnya budaya “absence and avoidance” Howard, 2007.
b. Tuli sensorineural
Menurut Centers for Disease Control and Prevention CDC 2011, tuli sensorineural merupakan gangguan pendengaran yang terjadi
sebagai akibat adanya gangguan pada sepanjang telinga bagian dalam ataupun gangguan pada fungsi saraf pendengaran. Tuli sensorineural dapat
dibagi menjadi tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.
Tuli sensorineural koklea dapat disebabkan oleh terjadinya aplasia yang biasanya kongenital, labirinitis yang dapat disebabkan oleh bakteri
maupun virus, intoksikasi obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal ataupun alkohol. Selain penyakit-
penyakit di atas, tuli sensorineural koklea dapat juga terjadi diakibatkan oleh tuli mendadak sudden deafness, trauma kapitis, trauma akustik,
serta pajanan bising yang berlama-lama. Tuli sensorineural retrokoklea biasanya disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum,
mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, serta kelainan pada otak lainnya Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras bising yang berlama-lama, serta usia lanjut akan menyebabkan terjadinya gangguan
dalam menerima nada tinggi pada bagian basal koklea. Gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pajanan bising yang berlama-lama
disebut juga dengan noise-induced hearing loss NIHL. Sedangkan, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh proses penuaan pada usia
lanjut dapat disebut dengan presbikusis Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007.
Kedua jenis tuli sensorineural baik koklea maupun retrokoklea dapat dibedakan dari pemeriksaan audiometri khusus. Tuli sensorineural
retrokoklea cenderung lebih mengancam jiwa bila dibandingkan dengan tuli sensorineural koklea. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tuli
sensorineural retrokoklea paling sering dicetuskan oleh adanya trauma ataupun kelainan pada otak. Namun, tuli sensorineural yang paling sering
ditemukan pada orang dewasa diatas 40 tahun merupakan tuli sensorineural jenis koklea Turner dan Per-Lee, 1990.
c. Tuli Campuran
Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula
gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran misalnya otesklerosis, kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan
sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran
misalnya presbikusis, kemudian terkena infeksi otitis media . Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala
yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007
Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat dibagi pula menjadi dua jenis, yaitu:
a. Prelingual
Universitas Sumatera Utara
Gangguan pendengaran prelingual biasanya timbul sebelum terjadinya proses perkembangan kemampuan berbahasa pada seseorang.
Seluruh gangguan pendengaran yang bersifat kongenital biasanya masuk ke dalam gangguan pendengaran prelingual Smith, dkk, 2014. Menurut
Shemesh 2010, orang-orang dengan gangguan pendengaran prelingual biasanya lebih terbatas secara fungsional bila dibandingkan dengan orang-
orang dengan gangguan pendengaran yang telah melalui proses berbahasa.
b. Postlingual
Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah berkembangnya kemampuan berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6
tahun. Gangguan pendengaran postlingual jauh lebih jarang terjadi bila dibandingkan dengan gangguan pendengaran prelingual. Biasanya
gangguan pendengaran postlingual yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan oleh meningitis ataupun penggunaan obat-obat ototoksik seperti
gentamisin Smith, dkk, 2014.
Terlepas dari jenis serta onset kejadian gangguan pendengaran, American National Standards Institute membagi gangguan pendengaran berdasarkan
ambang batas pendengaran seseorang, seperti berikut Shah, 2013: a.
Slight hearing loss : 16-25 dB b.
Mild hearing loss : 26-40 dB c.
Moderate hearing loss : 41-55 dB d.
Moderately Severe hearing loss : 56-70 dB e.
Severe hearing loss : 71-90 dB f.
Profound : lebih dari 90 dB
Universitas Sumatera Utara
2.2 Lansia 2.2.1 Definisi