Metode Spektrofotometri Analisis Protein

17 bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung destilat tidak dimasukkan dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui Kenkel, 2003. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: NH 3 + H 3 BO 3 H 2 BO 3 - + NH 4 + H 2 BO 3 - + H + H 3 BO 3 Menurut Sudarmadji, dkk. 1989, kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: N = ml HCl sampel – blanko berat sampel g x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100 Setelah diperoleh N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan Sudarmadji, dkk., 1989. Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih lama minimal 2 jam untuk menyelesaikannya, presisi yang lemah, pereaksi yang digunakan korosif Chang, 2003.

2.4.2 Metode Spektrofotometri

Penentuan kadar protein dengan menggunakan instrumen dibagi menjadi dua yaitu: i metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 18 280 nm dan ii metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu Simonian, 2005. 1. Metode pengukuran langsung pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm Absorbansi pada panjang gelombang 205 nm dan 280 nm digunakan untuk menghitung konsentrasi protein dengan terlebih dahulu distandarisasi dengan protein standar. Metode ini dapat dengan mudah diaplikasikan dan sederhana, cocok untuk larutan protein yang telah dimurnikan. Penetapannya berdasarkan absorbansi sinar ultraviolet oleh asam amino triptopan, tirosin dan ikatan disulfida sistein yang menyerap kuat pada panjang gelombang tersebut, terutama panjang gelombang 280 nm Simonian, 2005. 2. Metode pembentukan warna dengan pereaksi tertentu a. Pereaksi Biuret Prinsip penetapan protein metode Biuret adalah pada kondisi basa, Cu 2+ membentuk kompleks dengan ikatan peptida -CO-NH- suatu protein menghasilkan warna ungu, sehingga kadar protein sampel dapat ditetapkan dengan spektrofotometer Estiasih, dkk., 2012. Keuntungan dari metode ini adalah prosedur yang sederhana, tidak memerlukan biaya yang mahal, waktu yang digunakan relatif singkat, deviasi warna sangat sedikit bila dibandingkan dengan Lowry, Bradford dan metode turbidimetri sehingga absorpsi warnanya relatif stabil, sangat sedikit senyawa yang berinteraksi dengan pereaksi Biuret, dan tidak mendeteksi nitrogen dari sumber non-protein. Kerugiannya adalah kurang sensitif dibandingkan dengan Lowry, konsentrasi garam ammonium yang sangat tinggi, adanya variasi warna untuk beberapa protein tertentu, bila bahan mengandung lemak dan karbohidrat 19 yang sangat tinggi dapat menyebabkan larutan menjadi buram sehingga tidak dapat ditembus cahaya UV Chang, 2003. b. Pereaksi Lowry Pada tahun 1951, Oliver H. Lowry memperkenalkan penggunaan pereaksi ini yang merupakan perkembangan lebih lanjut dari Biuret. Metode ini diakui cukup sensitif untuk menentukan konsentrasi total protein. Metode Lowry menggabungkan reaksi biuret dengan reduksi reagen Folin-Ciocalteau fenol asam fosfomolibdat-fosfotungstat oleh residu tirosin dan triptofan dalam protein. Warna kebiruan yang terbentuk dibaca pada panjang gelombang 750 nm sensitivitas tinggi untuk konsentrasi protein tinggi atau 500 nm mempunyai sensitivitas rendah untuk konsentrasi protein tinggi Krohn, 2005; Chang, 2003. Keuntungan analisis dengan pereaksi ini adalah 50-100 kali lebih sensitif daripada metode biuret, 10-20 kali lebih sensitif daripada metode absorpsi UV pada 280 nm, kurang terganggu oleh turbiditas sampel, lebih spesifik daripada metode lainnya, sederhana, dapat diselesaikan dalam 1 – 1,5 jam. Kerugian analisis dengan pereaksi Lowry adalah variasi warnanya yang lebih banyak dibanding dengan pereaksi Biuret, warna yang terbentuk tidak secara tepat menggambarkan konsentrasi protein, reaksinya sangat dipengaruhi oleh senyawa- senyawa pengganggu seperti glukosa dan lemak Chang, 2003. c. Pereaksi Bradford Pada tahun 1976, Marion Bradford memperkenalkan penggunaan pereaksi Coomassive Blue untuk penetapan secara kuantitatif konsentrasi total protein. Coomasive Blue ini akan berikatan dengan protein, warna akan berubah dari 20 kemerahan menjadi kebiruan, dan absorpsi maksimum dari warna akan berubah dari 465 nm menjadi 595 nm Krohn, 2005; Chang, 2003. Keuntungan analisis dengan pereaksi Bradford adalah cepat reaksi hanya berlangsung selama 2 menit, reprodusibel, sensitif, tidak mengalami gangguan oleh ammonium sulfat, polifenol, karbohidrat atau kation-kation seperti K + , Na + , dan Mg 2+ . Kerugiannya adalah analisis ini terganggu oleh adanya deterjen nonionik dan ionik, kompleks warna-protein dapat bereaksi dengan kuvet kuarsa harus menggunakan kuvet kaca atau plastik, warna berbeda tergantung pada jenis protein sehingga protein standar harus dipilih dengan hati-hati Chang, 2003.

2.4.3 Metode Titrasi Formol