Metode Kjeldahl Analisis Protein

13

2.3.2 Akibat Kelebihan Protein

Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Kelebihan asam amino memberatkan ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis, dehidrasi, diare, kenaikan amonia darah, kenaikan ureum darah, dan demam. Diet protein tinggi yang sering dianjurkan untuk menurunkan berat badan kurang beralasan Almatsier, 2004.

2.4 Analisis Protein

Analisis protein dapat dilakukan dengan dua cara yaitu i secara langsung menggunakan zat kimia yang spesifik terhadap protein dan ii secara tidak langsung dengan menghitung jumlah nitrogen yang terkandung di dalam bahan Rhee, 2005.

2.4.1 Metode Kjeldahl

Sejak abad ke-19, metode Kjeldahl telah dikenal dan diterima secara universal sebagai metode untuk analisis protein dalam berbagai variasi produk makanan dan produk jadi. Penetapan kadar protein dengan metode Kjeldahl merupakan metode tidak langsung yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan yang disebut protein kasar Rhee, 2005; Estiasih, dkk., 2012. Tahapan kerja pada metode Kjeldahl dibagi tiga yaitu: a. Tahap Destruksi Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO 2 , dan H 2 O. Sedangkan nitrogennya N akan berubah menjadi 14 NH 4 SO 4 . Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na 2 SO 4 dan HgO 20:1. Ammonium sulfat yang terbentuk dapat bereaksi dengan merkuri oksida membetuk senyawa kompleks, maka sebelum proses destilasi Hg harus diendapkan lebih dahulu dengan K 2 S atau dengan tiosulfat agar senyawa kompleks merkuri-ammonia pecah menjadi ammonium sulfat. Gunning menganjurkan menggunakan K 2 SO 4 atau CuSO 4 . Dengan penambahan katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga dekstruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1 gram K 2 SO 4 dapat menaikkan titik didih 3°C. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi. Penggunaan selenium lebih reaktif dibandingkan merkuri dan kupri sulfat tetapi selenium mempunyai kelemahan yaitu karena sangat cepatnya oksidasi maka nitrogennya justru mungkin ikut hilang Sudarmadji, dkk., 1989. Reaksi yang terjadi pada tahap dekstruksi adalah: Protein + H 2 SO 4 CO 2 + H 2 O + NH 4 2 SO 4 Gambar 2.2 Alat Dekstruksi Sudarmadji, dkk., 1989. 15 b. Tahap Destilasi Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia NH 3 dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink Zn. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar yang dipakai dalam jumlah berlebihan. Agar kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam Sudarmadji, dkk., 1989. Reaksi yang terjadi pada tahap destilasi adalah: NH 4 2 SO 4 + 2NaOH 2NH 3 + Na 2 SO 4 + 2H 2 O 2NH 3 + H 2 SO 4 NH 4 2 SO 4 Gambar 2.3 Alat Destilasi Aisyah, 2008 16 c. Tahap Titrasi Larutan asam pada penampung destilat yang dapat digunakan adalah larutan standar asam kuat seperti asam sulfat atau larutan asam borat. Jika dipakai larutan asam kuat standar maka titrasi yang dilakukan disebut titrasi kembali sedangkan jika dipakai larutan asam borat maka disebut titrasi tidak langsung Kenkel, 2003. Pada metode titrasi kembali, larutan asam standar yang berlebihan setelah bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan larutan standar NaOH. Titrasi ini disebut titrasi kembali karena jumlah asam yang bereaksi dengan ammonia tersedia dalam keadaan berlebih sehingga melewati titik ekuivalen reaksi. Oleh karena itu, analis harus mengembalikan titik ekuivalen reaksi dengan titrasi menggunakan NaOH Kenkel, 2003. Reaksi yang terjadi pada tahap titrasi adalah sebagai berikut: H 2 SO 4 + 2NaOH Na 2 SO 4 + 2H 2 O Menurut Sudarmadji, dkk. 1989, kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: N = ml NaOH blanko – sampel berat sampel g x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100 Pada metode titrasi tidak langsung menggunakan asam borat, ammonia bereaksi dengan asam borat menghasilkan garam asam borat yang bersifat netral parsial. Garam tersebut dapat dititrasi dengan larutan asam standar. Jumlah larutan asam yang diperlukan adalah proporsional dengan jumlah ammonia yang bereaksi dengan asam borat. Titrasi ini disebut titrasi tidak langsung karena ammonia ditentukan, bukan dititrasi. Ammonia ditentukan secara tidak langsung dengan titrasi dari garam asam borat. Jika pada titrasi langsung, analit akan langsung 17 bereaksi dengan pentiter. Konsentrasi asam borat pada penampung destilat tidak dimasukkan dalam perhitungan dan tidak perlu diketahui Kenkel, 2003. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: NH 3 + H 3 BO 3 H 2 BO 3 - + NH 4 + H 2 BO 3 - + H + H 3 BO 3 Menurut Sudarmadji, dkk. 1989, kadar nitrogen dalam sampel dapat dihitung dengan rumus: N = ml HCl sampel – blanko berat sampel g x 1000 x N NaOH x 14,008 x 100 Setelah diperoleh N, selanjutnya dihitung kadar protein dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan Sudarmadji, dkk., 1989. Keuntungan menggunakan metode Kjeldahl ini adalah dapat diaplikasikan untuk semua jenis bahan pangan, tidak memerlukan biaya yang mahal untuk pengerjaannya, akurat dan merupakan metode umum untuk penentuan kandungan protein kasar, dapat dimodifikasi sesuai kuantitas protein yang dianalisis. Adapun kerugiannya adalah yang ditentukan adalah jumlah total nitrogen yang terdapat didalamnya bukan hanya nitrogen dari protein, waktu yang diperlukan relatif lebih lama minimal 2 jam untuk menyelesaikannya, presisi yang lemah, pereaksi yang digunakan korosif Chang, 2003.

2.4.2 Metode Spektrofotometri