Tinjauan Teoritis TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Efektivitas Dalam kamus bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, atau efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Pembelajaran akan berlangsung dengan efektif apabila pembelajaran berlangsung menyenangkan bagi peserta didik. Sa- lah satu upaya yang dapat dilakukan oleh guru dalam mengefektifkan kegiatan pembelajaran adalah dengan menentukan model pembelajaran yang sesuai dengan keadaan peserta didik. Sutikno 2005: 24 mengemukakan bahwa pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, me- nyenangkan, dan dapat mencapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan Hamalik 2004: 171 mbelajaran yang efektif merupakan pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan berakti- vitas sendiri diharapkan dapat membantu siswa dalam pembelajaran agar siswa dapat dengan mudah memahami konsep yang sedang diberikan. Pembelajaran yang efektif apabila siswa secara aktif dilibatkan dalam mencari in- formasi atau pengetahuan. Siswa tidak hanya pasif menerima pengetahuan yang diberikan guru. Dengan terlibatnya siswa dalam pencarian informasi, maka hasil belajar yang diperoleh tidak hanya meningkatkan pemahaman siswa saja, tetapi juga meningkatkan keterampilan berpikir siswa, juga dapat meningkatkan intensi- tas bertanya, serta interaksi yang baik terhadap faktor pendukung ditemukannya informasi. Efektivitas dalam pembelajaran ditandai oleh perubahan yang terjadi setelah me- ngalami proses belajar, seperti pendapat Aunurrahman 2009: 34: Pembelajaran yang efektif ditandai dengan terjadinya proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan sebagainya. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar dapat dilihat secara langsung. Oleh sebab itu, agar dapat di- kontrol dan berkembang secara optimal melalui proses pembelajaran di kelas, maka program pembelajaran harus terus dirancang terlebih dahulu oleh guru sebelum terjadinya proses pembelajaran di kelas. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas menunjukkan ta- raf tercapainya suatu tujuan. Pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya perubahan yang dialami siswa, yaitu dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak me- ngerti menjadi mengerti, dan sebagainya. Perubahan tersebut merupakan akibat dari aktivitas yang dilakukan oleh siswa itu sendiri. 2. Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas yang dilakukan siswa dalam pembela- jaran. Tanpa adanya aktivitas, pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, se- suai dengan pendapat Sardiman 2004: 99, yaitu : Dalam belajar sangat diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas, belajar itu tidak mungkin akan berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal yang belum jelas, mencatat, mendengar, berpikir, membaca, dan segala kegiatan yang dilakukan yang menunjang prestasi. Silberman dalam Arikunto, 2000: 36 mengemukakan bahwa paham belajar aktif memberikan gambaran tingkatan aktivitas belajar terhadap penguasaan materi, ya- itu sebagai berikut: a. Apa yang saya dengar, saya lupa. b. Apa yang saya lihat, saya ingat sedikit. c. Apa yang dengar, lihat, dan diskusikan, saya mulai paham. d. Apa yang dengar, lihat, diskusikan, dan lakukan, saya memperoleh pe- ngetahuan dan keterampilan. e. Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya kuasai. Djamarah 2008: 186 menyatakan bahwa belajar sambil melakukan aktivitas le- bih banyak mendatangkan hasil bagi peserta didik, sebab kesan yang didapat oleh peserta didik lebih lama tersimpan dalam benak mereka. Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam bela- jar sangat diperlukan adanya aktivitas belajar, yaitu serangkaian kegiatan yang meliputi keaktifan siswa selama mengikuti pembelajaran. 3. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah meneri- ma pengalaman belajarnya. Dimyati dan Mudjiono 2006: 3 menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari interaksi antara tindak belajar dan tindak me- ngajar. Tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar, sedangkan hasil belajar merupakan sesuatu yang diperoleh setelah pembelajaran. Abdurrahman 1999: 37 mengatakan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh seseorang, yang berupa suatu bentuk perubahan perilaku yang re- latif menetap. Kemampuan tersebut dapat diperoleh setelah melalui rangkaian ke- giatan belajar. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa dalam menuntut ilmu, yaitu su- atu hal yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam mengikuti program be- lajar mengajar dalam kurun waktu dan kurikulum tertentu. Sedangkan menurut Hamalik lajar merupakan pola perbuatan, nilai-nilai, penger- tian dan sikap-sikap, serta aperse Hasil belajar siswa merupakan suatu hal yang berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu materi yang disampaikan. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya proses pembelajaran. Menurut Arikunto 2007: 73, hasil belajar merupakan kemampuan penguasaan materi yang dicapai siswa dan dapat dinyatakan dengan nilai atau angka ketercapaian suatu tujuan pembelajaran, salah satunya dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang diukur me- lalui evaluasi. Hasil belajar dapat dibedakan ke dalam beberapa ranah. Davies, Jarolimek, dan Foster dalam Dimyati dan Mudjiono, 2006 mengatakan bahwa: Evaluasi hasil belajar memiliki sasaran berupa ranah-ranah yang terkandung dalam tujuan. Ranah tujuan pendidikan berdasarkan hasil belajar siswa secara umum dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yakni: ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik. Di antara ketiga ranah hasil belajar tersebut, menurut Sudjana dalam Sopah, 2000, hasil belajar pada ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah, yaitu berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Sedangkan alat yang biasanya digunakan untuk menilai hasil belajar adalah tes. Dari beberapa pendapat di atas, maka hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pemikiran, yang dapat digolongkan ke dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Hasil belajar biasanya diukur melalui tes. 4. Model Pembelajaran kooperatif tipe TSTS Pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama yang bertujuan untuk mencapai hasil yang optimal dalam belajar. Mo- del pembelajaran ini berangkat dari asumsi mendasar yang ada dalam kehidupan masyarakat, yaitu meraih hasil yang lebih baik secara bersama-sama. Solihatin dan Raharjo 2007: 5 mengungkapkan bahwa model pembelajaran kooperatif mengetengahkan realita kehidupan di masyarakat yang dirasakan dan dialami oleh siswa dalam pembelajaran di kelas. Model pembelajaran ini memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus diperoleh dari guru, melain- kan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran itu, yakni teman se- baya. Perolehan belajar tersebut akan semakin baik apabila dilakukan dalam ke- lompok belajar yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai pe- nelitian, tujuannya untuk meningkatkan kerja sama antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemam- puan akademik melalui aktivitas yang dilakukan di dalam kelompok. Slavin dalam Solihatin, 2007: 5 mengatakan bahwa, Cooperative learning ada- lah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya di- katakan pula eberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada ke- mampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun kelom- pok. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa karakteristik, seperti yang dikemuka- kan Ismail 2003: 18 , yaitu: Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang mengutamakan adanya ker- ja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah : a. Belajar dengan teman. b. Tatap muka antar teman. c. Mendengarkan di antara anggota. d. Belajar dari teman sendiri di dalam kelompok. e. Belajar di dalam kelompok kecil. f. Produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat. g. Siswa membuat keputusan. h. Siswa aktif. Selanjutnya, Roger dan David Johnson dalam Lie, 2008: 31 mengatakan bahwa tidak semua kegiatan kerja kelompok bisa dianggap sebagai cooperative learning. Lima unsur pembelajaran kooperatif diantaranya: a. Saling ketergantungan positif. b. Tanggung jawab perseorangan. c. Tatap muka. d. Komunikasi antar anggota. e. Evaluasi proses kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Prinsip ketergantungan positif dan tanggung jawab individu adalah dua hal yang tidak dimiliki oleh konsep kerja kelompok biasa, sebab susunan anggota yang ada pada kelompok biasa tidak memperhatikan keheterogenan. Ketergantungan positif memberikan makna bah- wa anggota kelompok dari kelompok itu mempunyai ketergantungan satu sama lain. Metode kooperatif ini digunakan dengan alasan utama dapat mengaktifkan siswa, baik dalam bekerja sama dan menemukan konsep, maupun mencapai pe- mahaman yang diinginkan. Dalam pembelajaran kooperatif, terdapat bermacam-macam model pembelajaran, diantaranya adalah TSTS atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua Tinggal Dua Tamu. Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Spencer Kagan 1992, model pembelajaran ini bisa diterapkan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Lie 2008: 61 mengungkapkan bahwa struktur model pembelajaran kooperatif ti- pe TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk berbagi hasil dan infor- masi dengan kelompok lain, yang terjadi dalam suatu lingkungan belajar. Ada ba- nyak kegiatan pembelajaran yang pelaksanaannya dilakukan secara individual. Siswa mengerjakan tugasnya sendiri tanpa bekerja sama dengan siswa lain. Pa- dahal dalam kenyataan hidup sehari-hari di lingkungan luar sekolah, manusia sa- ling bergantung satu sama lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa lima unsur dalam pembelajaran kooperatif dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain, maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, dan pada saat kegiatan dilaksanakan, maka akan terjadi proses tatap muka antar siswa yang menyebabkan terjadinya komunikasi, baik dalam kelompok maupun antar kelom- pok sehingga siswa tetap memiliki tanggung jawab perseorangan. Menurut Lie 2008: 62, tahap-tahap dalam model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah sebagai berikut: a. Siswa bekerja sama di dalam kelompok berempat seperti biasa. b. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok akan meninggal- kan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain. c. Dua orang yang tinggal di dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka. d. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melapor- kan hasil temuan mereka dari kelompok lain. e. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil-hasil kerja mereka. Berikut ini disajikan skema model pembelajaran kooperatif tipe TSTS yang dila- kukan dalam pembelajaran. Gambar 2.1 Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Keterangan: : siswa yang bertamu ke kelompok lain : siswa yang tinggal tuan rumah dalam kelompok Dari gambar di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam satu kelompok masing-masing beranggotakan empat orang. Setelah menyelesaikan soal atau masalah yang dibe- rikan oleh guru, maka masing-masing kelompok diberi waktu untuk mencari in- formasi atau berbagi hasil dengan kelompok lain. Pada gambar, kelompok 1 ada- lah kelompok Mawar yang terdiri dari A, B, C, dan D. Dari keempat anggota Mawar A B C D C D Melati K L I J I J Anggrek M N O P O P Tulip E F G H G H kelompok tersebut, A dan B berperan sebagai tuan rumah atau yang tinggal pada kelompok mereka yang bertanggung jawab untuk membagi hasil kepada tamu yang datang ke kelompok mereka, sedangkan C dan D berperan sebagai tamu pa- da kelompok 2 yaitu kelompok Melati yang bertugas untuk mencari informasi dari kelompok itu yang tidak mereka dapatkan pada kelompok mereka. Begitu pula dan seterusnya dilakukan dengan cara yang sama sampai pada kelompok 4 yaitu kelompok Tulip. Setelah masing-masing kelompok selesai membagikan atau mencari informasi sebanyak-banyaknya dengan kelompok lain, maka anggota ke- lompok kembali ke kelompok mereka masing-masing untuk menyampaikan temu- an yang mereka dapat dari kelompok lain kepada anggota kelompok yang tinggal di kelompok mereka. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran koope- ratif tipe TSTS merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepa- da kelompok untuk berbagi hasil dan informasi dengan kelompok lain. Setiap ke- lompok terdiri dari empat sampai lima siswa yang nantinya dua sampai tiga siswa akan bertamu ke kelompok lain, sedangkan dua siswa lagi tetap tinggal dalam ke- lompok tersebut. Dalam pelaksanaanya, model pembelajaran kooperatif tipe TSTS mengarahkan siswa untuk berpartisipasi aktif selama pembelajaran berlangsung, yaitu melalui tahapan-tahapan yang terdiri dari kerja kelompok, stay atau stray, dan presentasi hasil kerja kelompok. Dalam seluruh rangkaian kegiatan tersebut, lima unsur pembelajaran kooperatif, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab per- seorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok yang dikemukakan oleh Roger dan David Johnson dalam Lie, 2008: 31, dapat terlaksana. Hal ini berimplikasi pada peningkatan pemahaman konsep matematis siswa sehingga mencapai hasil belajar matematika yang optimal, sesuai dengan pendapat Slavin dalam Solihatin, 2007: 5 yang mengatakan bahwa keberhasilan pembelajaran dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan siswa.

B. Kerangka Pikir

Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seputih Agung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 2 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 20 55

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPETWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada siswa kelas VIII SMPN 2 Purbolinggo Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 7 57

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS (TWO STAY TWO STRAY) DITINJAU DARI AKTIVITAS BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII SMPN 1 Seputih Raman Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 5 52

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP N 1 Ambarawa Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 3 31

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 4 66

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR (Studi pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 3 53

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 17 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 10 42

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISW (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 3 59