PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISW (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

(Skripsi)

Oleh Utari Rezki

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(2)

ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN

PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh UTARI REZKI

Penelitian ini merupakan eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 25 Bandar Lampung. Desain dalam penelitian ini adalah posttest only control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 25 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2013/2014 yang terdistribusi dalam sembilan kelas. Dengan teknik purposive sampling terpilih kelas VIIIH dan VIIII sebagai sampel penelitian. Data penelitian diperoleh dari tes kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS di kelas VIII SMP Negeri 25 Bandar Lampung berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.

Kata Kunci: Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS, kemampuan pemahaman konsep matematis.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Bandar Lampung, pada tanggal 25 Juni 1992. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi. Suharyanto dan Ibu Hj. Sri Lasmawati.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Aisyiah II Kedaton pada tahun 1998. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Al-Azhar I Way Halim Bandar Lampung pada tahun 2004, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010. Penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur Ujian Masuk Lokal (UML) dengan mengambil program studi Pendidikan Matematika.

Selama kuliah, penulis pernah bergabung menjadi anggota Divisi Sosial Masyarakat Pendidikan Himasakta UNILA periode 2011-2012. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Terintegrasi (KKN-KT) pada tahun 2013 di Desa Waspada, Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat sekaligus melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Sekincau, Kabupaten Lampung Barat.


(8)

Moto

“Wahai kaumku! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.”

(QS. Gafir: 39)

“Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata kepadanya „Jadilah!‟ Maka jadilah sesuatu itu.”

(QS. Yaasiin: 82)

“Maka Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan.” (QS. Ar-Rahman)


(9)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap Alhamdulillah atas segala nikmat ALLAH SWT, kupersembahkan karya ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada:

Ibu dan bapakku tercinta yang senantiasa ada bersamaku untuk membesarkan, mendidik, mencintai, dan memelukku dengan kehangatan dan doa di setiap waktu

tanpa lelah dan penuh keikhlasan.

Adik-adikku tercinta yang senantiasa memberikan doa, perhatian, kasih sayang, pertolongan, dan candaan.

Para pendidik yang telah mendidik, membina, dan memberikan ilmu dengan tulus dan sabar.

Keluarga yang menyayangiku dan mendukungku.

Sahabat-sahabat yang tulus menyayangiku.


(10)

SANWACANA

Alhamdulillahi Robbil „Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah me-limpahkan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesai-kan penyusunan skripsi. Sholawat serta salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan terbaik sepanjang masa Rasulullah Muhammad saw.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu dan bapakku tercinta serta adik-adikku tercinta yang tulus mencintai dan

tanpa lelah mendukung serta mendoakanku.

2. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya.

3. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA.

4. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika.


(11)

iii 5. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk konsultasi dan bimbingan, memberikan motivasi, dan ilmu kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.

6. Ibu Widyastuti, S.Pd., M.Pd., selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk bimbingan, menyumbangkan banyak ilmu, dan memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi ini selesai.

7. Ibu Dr. Tina Yunarti, M.Si., selaku pembahas yang telah memberikan motivasi, masukan, kritik, dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini selesai dan menjadi lebih baik.

8. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Bapak M. Badrun, M.Ag., selaku Kepala SMPN 25 Bandar Lampung beserta

guru-guru matematika dan staf yang telah memberikan ijin penelitian dan kemudahan dalam penelitian di SMPN 25 Bandar Lampung.

10.Ibu Dra. Siti Umaidah, selaku guru mitra yang telah banyak memberikan perhatian, motivasi, kemudahan, dan bantuan dalam penelitian.

11.Keluarga besarku yang telah memberikan doa, motivasi, dan perhatian.

12.Sahabat-sahabatku tersayang 3G: Anggie, Hilman, Medi, Soraya, Ardian, Puspa, Dyah, Dwi, Arief, Samuel, Ali, Indah, Logi atas doa, motivasi, semangat, perhatian, dan kebersamaan yang kalian berikan.

13.Sahabat-sahabatku di Pendidikan Matematika angkatan 2010 A: Andri, Arif, Dilla, Hesti, Sulis, Tri H., Valenti, Wira, Aan, Alji, Asih, Beni, Cita, Dian, Ebta, Endang, Fertil, Iga, Intan, Kismon, Novi, Novrian, Nurul H., Ria AA, Tripau, Yulisa, Aulia, Dhea, Lia, Josua, dan Rianita.


(12)

iv 14.Sahabat-sahabatku di Pendidikan Matematika angkatan 2010 B atas motivasi,

persahabatan, dan kebersamaanya selama ini.

15.Keluargaku WB Rangers tercinta: Adam, Adin, Tantri, Desi, Milda, Nandita, Emak Novi, Reni, Rohima, dan Cica atas dukungan, kebersamaan, perhatian, pengalaman, keceriaan, dan candaan yang tidak terlupakan.

16.Sahabat-sahabat seperjuangan: Imas, Qorri, Febby, Nurul, Rusdi, dan Zuma atas kebersamaan dan bantuan yang telah kalian berikan.

17.Kakak tingkat angkatan 2008 dan 2009 serta adik tingkat angkatan 2011 atas kebersamaan selama ini.

18.Adik-adik SMP Negeri 2 Sekincau Lampung Barat atas ketulusan dan pengalaman yang telah kalian berikan.

19.Siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 25 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2013/2014 atas kerjasamanya.

20.Pak Liyanto, penjaga Gedung G, atas bantuannya selama ini. 21.Almamater tercinta yang telah mendewasakanku.

22.Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan pahala dari Allah SWT dan semoga skripsi ini ber-manfaat. Aamiin ya Rabbal „Alamin.

Bandar Lampung, Agustus 2014 Penulis,


(13)

v DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif... ... 9

B. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ... 15

C. Pemahaman Konsep Matematis ... 17

D. Kerangka Pikir... ... 22

E. Anggapan Dasar ... 24

F. Hipotesis Penelitian... 24

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 26

B. Desain Penelitian ... 27

C. Prosedur Penelitian ... 28

D. Data Penelitian ... 29

E. Instrumen Penelitian ... 29

F. Analisis Data dan Teknik Pengujian Hipotesis ... 34

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38


(14)

vi V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 48 B. Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII SMP Negeri 25 Bandar

Lampung ... 27

Tabel 3.2 Desain Penelitian ... 27

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Pemahaman Konsep ... 30

Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Reliabilitas ... 32

Tabel 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran ... 33

Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes ... 34

Tabel 3.7 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 35

Tabel 4.1 Data Nilai Akhir Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 39

Tabel 4.2 Hasil Uji Mann-Whitney Nilai Pemahaman Konsep Matematis ... 39

Tabel 4.3 Data Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... 41


(16)

viii DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A.Perangkat Pembelajaran

A.1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas Konvensional ... 55 A.2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) kelas TSTS ... .... 76 A.3 Lembar Kerja Kelompok (LKK) ... .... 97 B.Instrumen Tes

B.1 Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis …….... 120 B.2 Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis ... …. 122 B.3 Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis.... 123 B.4 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep ... .. 126 B.5 Form Validasi Tes Pemahaman Konsep ... .. 127 C.Analisis Data

C.1 Analisis Reliabilitas Tes ... 130 C.2 Analisis Tingkat Kesukaran Tes ... 131 C.3 Data Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Kelas

TSTS ... 132 C.4 Data Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis Kelas

Konvensional ... 133 C.5 Analisis Statistik Deskriptif Kemampuan Awal Pemahaman

Konsep Matematis Kelas TSTS dan Kelas Konvensional ... 134 C.6 Uji Normalitas Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis

Kelas TSTS ... 135 C.7 Uji Normalitas Kemampuan Awal Pemahaman Konsep Matematis

Kelas Konvensional ... 136 C.8 Uji Homogenitas Varians Kemampuan Awal Pemahaman Konsep

Matematis antara Kelas TSTS dan Kelas Konvensional ... 137 C.9 Uji Kesamaan Dua Rata-Rata Kemampuan Awal Pemahaman

Konsep Matematis antara Kelas TSTS dan Kelas Konvensional 138 C.10 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Kelas TSTS 139 C.11 Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Kelas

Konvensional ... 140 C.12 Analisis Statistik Deskriptif Kemampuan Pemahaman Konsep


(17)

ix C.13 Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Kelas

Konvensional ... 142 C.14 Uji Normalitas Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Kelas

TSTS ... 143 C.15 Uji Non Parametrik Data Kemampuan Pemahaman Konsep

Matematis antara Kelas TSTSdan Kelas Konvensional ... 144 C.16 Pencapaian Indikator Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Siswa Kelas TSTS dan Kelas Konvensional ... 146 D.Lain-Lain


(18)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas sumber daya manusia. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia diwujudkan melalui penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Pelaksanaan pendidikan yang bermutu bertujuan untuk mengembang-kan potensi setiap individu sebagai bekal dalam kehidupan bermasyarakat. Dijelaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 Pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Upaya mengembangkan potensi peserta didik ini dilakukan dalam proses belajar.

Belajar yang dimaksud untuk meningkatkan mutu pendidikan adalah belajar dalam pendidikan formal di sekolah. Belajar diartikan sebagai proses membangun pemahaman terhadap suatu informasi sehingga terjadi pengembangan pengetahu-an, sikap, dan keterampilan dalam diri siswa. Dijelaskan lebih lanjut oleh Fontana


(19)

2 (Suherman, dkk, 2003:7) bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil pengalaman.

Kegiatan pembelajaran dilakukan guna menunjang proses belajar. Hal ini ter-cantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1 Pasal 1 bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Dalam lingkungan belajar formal seperti di sekolah ada banyak pelajaran yang dilaksanakan dalam pembelajaran seperti pelajaran bahasa, sains, sosial, dan matematika. Pelajaran matematika merupakan induk dari pelajaran yang ada di sekolah.

Pembelajaran matematika mampu mengembangkan pola pikir siswa sehingga dalam pelaksanaannya siswa tidak hanya dituntut untuk mengerjakan soal tetapi juga dituntut untuk berpikir logis, kritis, dan sistematis. Pembelajaran matematika juga melatih kemampuan penalaran dan pemecahan masalah siswa yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-sehari. Supaya siswa dapat menguasai mate-matika dengan baik, siswa harus memiliki pemahaman yang baik pula terhadap konsep-konsep dalam matematika.

Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana sampai pada konsep yang paling kompleks sehingga dalam matematika ada konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami konsep selanjutnya (Suherman, dkk, 2003:22). Lebih lanjut, dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 (Wardhani, 2008) dinyatakan bahwa tujuan pertama pembelajaran matematika di


(20)

3 sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Kemampuan ini merupakan kemampuan awal yang harus dikuasai siswa agar dapat melanjutkan tujuan pembelajaran matematika lainnya seperti penalaran, memecahkan masalah, dan komunikasi matematis

Kenyataannya dalam pembelajaran matematika, kemampuan siswa dalam memahami konsep-konsep matematika masih rendah. Hal ini didasarkan pada studi The Third International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) tahun 2011 yang mengukur prestasi siswa di bidang kognitif dari tiga aspek yaitu pengetahuan, penerapan, dan penalaran. Hasil Studi TIMSS dalam Martin (2012:40) menunjukkan skor rata-rata prestasi siswa Indonesia di bidang matematika yaitu 406, sedangkan standar rata-rata internasional adalah 500. Salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya prestasi siswa di Indonesia karena pembelajaran matematika yang dilakukan di sekolah masih bersifat prosedural dan siswa belum terbiasa mengerjakan soal-soal matematika non rutin. Sedangkan, soal-soal yang digunakan dalam survey TIMSS adalah soal-soal yang mengukur kemampuan siswa dalam menguasai konsep-konsep matematika. Hal tersebut menandakan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep dalam matematika, sehingga dapat mengakibatkan penguasaan yang tidak utuh terhadap matematika.

Rendahnya kemampuan pemahaman konsep matematis siswa juga terjadi di SMP Negeri 25 Bandar Lampung khususnya kelas VIII. Berdasarkan hasil wawancara


(21)

4 dengan beberapa guru bidang studi matematika kelas VIII diketahui bahwa soal-soal ulangan harian dan uji blok yang diberikan guru merupakan soal-soal-soal-soal rutin yang sudah dikerjakan pada latihan kemudian guru hanya mengganti angka. Hasil ulangan siswa dengan tipe soal seperti ini cukup tinggi, namun hasil ujian sekolah semester ganjil dengan tipe soal yang mencakup indikator pemahaman konsep rata-rata nilai kelas VIII yaitu 4,32. Dari 40 soal ujian sekolah semester ganjil, 26 soal mengukur kemampuan siswa untuk menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu (soal terlampir), 6 soal mengukur kemampuan siswa untuk mengembangkan syarat perlu atau cukup dari suatu konsep, 5 soal mengukur kemampuan siswa untuk mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah tercakup pada 5 soal, sedangkan kemampuan siswa untuk menyatakan ulang sebuah konsep, mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, dan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis hanya tercakup pada satu soal. Hal ini berarti soal yang digunakan dalam ujian sekolah belum sepenuhnya mengembangkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa, karena penyebaran soal untuk mengem-bangkan kemampuan pemahaman konsep belum merata dan kemampuan siswa memberi contoh dan non contoh belum tercakup pada soal. Dengan demikian, pemahaman konsep matematis siswa perlu mendapatkan perhatian.

Salah satu faktor yang memengaruhi rendahnya pemahaman konsep matematis siswa adalah penggunaan model pembelajaran yang belum tepat. Hasil observasi menunjukkan bahwa pembelajaran yang sering diterapkan guru yaitu diskusi, ceramah, dan tanya jawab. Hal ini mengakibatkan siswa tidak terpacu untuk memperoleh sumber informasi selain dari guru serta siswa tidak terbiasa


(22)

5 menemukan konsep-konsep matematika. Kondisi seperti ini tidak sesuai dengan karakteristik siswa yang aktif dalam proses pembelajaran di kelas, selain itu juga siswa memiliki perbedaan satu sama lain. Siswa berbeda dalam minat, bakat, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar. Dengan keberagaman karakteristik siswa, guru sebagai salah satu komponen pembelajaran diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang aktif dan menyenangkan.

Pembelajaran kooperatif dapat menjadi solusi untuk mengajak siswa aktif dalam memahami konsep matematika dengan cara menemukan konsep-konsep matematika. Dijelaskan oleh Suherman, dkk (2003:259) bahwa pembelajaran kooperatif dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif siswa dalam matematika dan siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pembelajaran, serta menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran. Hal ini berdampak positif pada kemampuan siswa untuk memahami konsep-konsep dalam pembelajaran matematika.

Ada banyak tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah pembe-lajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS) yang dikembangkan oleh Spencer Kagan pada tahun 1990. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS menekan-kan partisipasi dan aktivitas siswa untuk mencari informasi pelajaran secara berpasangan dengan berkunjung ke kelompok lain. Struktur TSTS memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, ketika anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang saling melengkapi. Dengan pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini siswa tidak hanya menerima, tetapi siswa


(23)

6 aktif di kelas dengan belajar menemukan konsep-konsep matematika, sehingga siswa mampu memahami setiap konsep-konsep matematika yang ada. Selain itu, pada pembelajaran TSTS juga setiap kelompok mendiskusikan materi yang sama sehingga siswa dapat memahami konsep-konsep secara terstruktur. Berbeda dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang membagi siswa dalam beberapa kelompok dan setiap kelompok mendiskusikan materi yang berbeda. Pembagian materi yang berbeda pada setiap kelompok tidak sesuai dengan karakteristik matematika yang terstruktur, karena dalam matematika ada konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami konsep selanjutnya. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa model pembelajaran TSTS efektif diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Berdasarkan hasil penelitan Mahardika (2013) di SMP Negeri 26 Bandar Lampung diperoleh hasil rata-rata nilai kognitif pemahaman konseptual matematika siswa kelas VII di kelas dengan tipe pembelajaran kooperatif TSTS lebih tinggi daripada kelas dengan pembelajaran konvensional. Lebih lanjut, berdasarkan hasil penelitian Ambika (2013) di SMK Negeri 1 Bandar Lampung siswa kelas X bahwa model pembelajaran TSTS efektif diterapkan dalam meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa


(24)

7 kelas VIII semester genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini antara lain.

1. Bagi guru, memberikan sumbangan pemikiran dalam menentukan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika.

2. Bagi sekolah, memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya mengadakan perbaikan mutu pembelajaran matematika.

3. Bagi peneliti lain, memberikan referensi tentang model pembelajaran TSTS dan pemahaman konsep matematis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini sebagai berikut.

1. Pengaruh merupakan suatu tindakan yang dapat membentuk atau merubah sesuatu yang lain. Pada penelitian ini, model pembelajaran TSTS dikatakan berpengaruh jika kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi dari kemampuan


(25)

8 pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konven-sional.

2. Pembelajaran kooperatif tipe TSTS merupakan tipe pembelajaran yang menekankan partisipasi dan aktivitas siswa untuk berdiskusi, membagikan, menerima, dan menyajikan informasi pokok bahasan yang dipelajari secara berpasangan dengan berkunjung ke kelompok lain dan setiap anggota kelompok ada yang bertugas sebagai tamu serta menerima tamu.

3. Pemahaman konsep matematis merupakan kemampuan siswa untuk memahami suatu materi yang diperoleh dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan ide-ide matematika yang dapat ditunjukkan dengan kemam-puan siswa sebagai berikut.

a. Menyatakan ulang sebuah konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

c. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.

d. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. e. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep. f. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu. g. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif

Pada hakikatnya siswa mempunyai beragam kemampuan dalam belajar, dengan keberagaman itu guru dituntut berinovasi dalam pelaksanaan pembelajaran. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran kooperatif yang dapat menarik siswa untuk aktif dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif menurut Sugiyanto (2010:37) adalah pendekatan dengan kelompok-kelompok kecil dalam pembelajaran sehingga siswa dapat bekerja sama dan memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Dijelaskan lebih lanjut oleh Yamin dan Ansari (2012:74) bahwa pembelajaran kooperatif me-rupakan pembelajaran yang mengutamkan kerjasama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran serta menciptakan saling ketergantungan antar siswa sehingga sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.

Ada banyak metode dan model pembelajaran yang diterapkan guru ketika pem-belajaran matematika di kelas. Salah satunya model pempem-belajaran kooperatif. Setiap model pembelajaran mempunyai ciri-ciri yang berbeda. Ada beberapa ciri pembelajaran kooperatif yang membedakan pembelajaran ini dengan model


(27)

10 pembelajaran lainnya. Diantaranya menurut Yamin dan Ansari (2012:74) ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

(1) Siswa belajar dalam kelompok kecil, untuk mencapai ketuntasan belajar, (2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi,

sedang, dan rendah,

(3) Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda,

(4) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada individual. Dijelaskan kembali oleh Zulhartati (2010) ciri-ciri pembelajaran kooeperatif adalah (1) siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai, (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, dan (3) penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada individu.

Ada unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam penerapan model pembelajaran kooperatif. Suparyadi (2011) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mem-punyai unsur-unsur yang perlu diperhatikan sebagai berikut.

(1) Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

(2) Para siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lain dalam kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, dalam mempelajari materi yang dihadapi.

(3) Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan yang sama.

(4) Para siswa harus membagi tugas dan berbagai tanggung jawab sama besarnya diantara para anggota kelompok.

(5) Para siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.

(6) Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.

(7) Para siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Tugas-tugas kelompok dalam pembelajaran kooperatif harus dapat memacu para siswa untuk bekerja sama, saling membantu satu sama lain dalam


(28)

mengintegrasi-11 kan pengetahuan-pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimilikinya. Keserasian dengan sesama dapat terwujud dalam pembelajaran kooperatif melalui kegiatan dalam kelompok-kelompok kecil. Lebih lanjut Lie (Sugiyanto, 2010:40) memaparkan elemen-elemen yang saling terkait pada pembelajaran kooperatif sebagai berikut.

(1) Saling ketergantungan positif; dalam pembelajaran kooperatif guru men-ciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. (2) Interaksi tatap muka; interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap

muka dalam kelompok sehingga mereka dapat berdialog.

(3) Akuntabilitas individual; penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual.

(4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi; keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide, dan bukan meng-kritik teman.

Johnson dan Johnson (Rofiq, 2010:5) menganjurkan lima unsur penting yang harus dibangun dalam aktivitas pembelajaran kooperatif antara lain.

(1) Saling ketergantungan positif; keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.

(2) Interaksi tatap muka; setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. (3) Tanggung jawab individual; unsur ini merupakan akibat langsung dari unsur


(29)

12 Cooperative Learning setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

(4) Keterampilan sosial; yang dimaksud dengan keterampilan sosial adalah kete-rampilan dalam berkomunikasi dalam kelompok. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka.

(5) Evaluasi proses kelompok; pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Adapun fase-fase dari model pembelajaran kooperatif menurut Yamin dan Ansari (2012:75) sebagai berikut.

(1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. (2) Menyampaikan informasi.

(3) Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. (4) Memantau kelompok siswa dan membimbing jika diperlukan. (5) Evaluasi dan umpan balik serta memberikan penghargaan.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Zulhartati (2010) ada 6 langkah dalam model pembelajaran kooperatif antara lain.

(1) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompe-tensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.

(2) Guru menyajikan informasi kepada siswa. (3) Guru menginformasikan pengelompokan siswa.


(30)

13 (4) Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok belajar. (5) Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah

dilaksanakan.

(6) Guru memberikan penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

Setiap model pembelajaran mempunyai kelebihan masing-masing. Menurut Imansyah (Zulhartati, 2010) kelebihan pembelajaran kooperatif sebagai berikut. (1) Kegiatan melalui sistem pengelompokan siswa-siswa yang dilakukan secara

tepat dan wajar akan meningkatkan kualitas kepribadian anak-anak dalam hal bekerja sama, saling menghargai pendapat orang lain, toleransi, berpikir kritis, disiplin, dan sebagainya.

(2) Menumbuhkan semangat persaingan yang positif dan konstruktif.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Astuti (2010) kelebihan model pembelajaran kooperatif antara lain.

(1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

(2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

(3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

(4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan ko-mitmen.

(5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

(6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa. (7) Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubung-an saling membutuhkhubung-an dapat diajarkhubung-an dhubung-an dipraktekhubung-an. (8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

(9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari ber-bagai perspektif.

(10)Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan baik.

(11)Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan ke-mampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.


(31)

14 Dalam pembelajaran konvensional guru yang menguasai pembelajaran, sedangkan siswa cenderung diam dan tidak aktif serta keterampilan dalam bekerja sama tidak terjalin dengan baik. Ini bertentangan dengan pembelajaran kooperatif yang menarik siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran, maka dapat terlihat perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok kecil sehingga siswa aktif dalam pembelajaran, dapat bekerja sama, memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran, serta menciptakan saling ketergantungan antar siswa sehingga sumber belajar siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa. Ada ciri-ciri pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran lainnya, yaitu (1) siswa belajar dalam kelompok kecil, (2) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (3) diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras, budaya, dan jenis kelamin yang berbeda, dan (4) penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada individual.

Adapun langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif, yaitu (1) guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai siswa, (2) guru menyajikan informasi kepada siswa, (3) guru menginformasikan pengelompokan siswa, (4) guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompok belajar, (5) guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan (6) guru memberikan penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.


(32)

15 B. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)

Ada banyak tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model pembelajaran TSTS. Huda (2011:140) menjelaskan bahwa model pembelajaran TSTS dikembangkan oleh Spencer Kagan dan pembelajaran ini dapat diterapkan untuk semua mata pelajaran serta tingkatan umur. Selain itu, menurut Pradhana (2013:662) pembelajaran kooperatif tipe TSTS memberikan kesempatan pada setiap kelompok untuk saling bertukar informasi dengan kelompok-kelompok lain. Pembelajaran TSTS menekankan aktivitas siswa untuk aktif berdiskusi, membagikan, dan menyajikan informasi secara berpasangan dalam kelompok.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif TSTS yang diungkapkan oleh Komalasari (2010:219) adalah sebagai berikut.

(1) Siswa bekerja sama dalam kelompok yang berjumlah 4 orang.

(2) Setelah selesai, dua orang dari masing-masing kelompok menjadi tamu kelompok yang lain.

(3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi ke tamu mereka.

(4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

(5) Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

Dijelaskan juga oleh Lie (2008:62) bahwa langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TSTS sebagai berikut.

(1) Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri dari 4 orang.


(33)

16 kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok yang lain.

(3) Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.

(4) Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.

(5) Setiap kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka.

Menurut Daryono (2011) model pembelajaran TSTS mempunyai kelebihan dan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya sebagai berikut. Adapun kelebihan model TSTS antara lain.

(1) Memberikan kesempatan terhadap siswa untuk menentukan konsep sendiri dengan cara memecahkan masalah.

(2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreatifitas dalam melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya.

(3) Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman. (4) Meningkatkan motivasi belajar siswa.

(5) Membantu guru dalam pencapaian pembelajaran, karena langkah pembel-ajaran kooperatif mudah diterapkan di sekolah.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan model pembelajaran TSTS adalah sebagai berikut.

(1) Diperlukan waktu yang cukup lama untuk melakukan diskusi.

(2) Siswa yang pandai, menguasai jalannya diskusi sehingga siswa yang kurang pandai memiliki kesempatan yang sedikit untuk mengeluarkan pendapatnya. (3) Siswa yang tidak terbiasa belajar kelompok merasa asing dan sulit untuk


(34)

17 Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TSTS merupakan tipe pembel-ajaran yang menekankan partisipasi dan aktivitas siswa untuk berdiskusi, mem-bagikan, menerima, dan menyajikan informasi pelajaran secara berpasangan dengan berkunjung ke kelompok lain. Kegiatan diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan dalam bentuk Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang harus mereka diskusikan jawabannya. Kemudian guru menyajikan topik-topik penting tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari. Setelah diskusi kelompok selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu ke kelompok lain. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompoknya, mereka yang bertugas bertamu dan menerima tamu mencocokkan serta membahas hasil kerja yang telah mereka diskusikan. Pembelajaran TSTS memungkinkan siswa untuk bertukar informasi dengan kelompok lain sehingga pembelajaran ini dapat men-ciptakan suasana kelas yang aktif dan siswa secara mandiri mampu memperoleh informasi dari sumber lain.

C. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman konsep terdiri dari dua kata yaitu pemahaman dan konsep. Menurut Gagne (Suherman, dkk, 2003) konsep adalah ide abstrak yang memungkinkan kita


(35)

18 dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan non contoh. Sedangkan menurut Bachman (Armana, dkk, 2011:195) konsep merupakan suatu titik awal dari sekumpulan hubungan atau ide dan semua hal lain yang dihubungkan dengan ide tersebut. Konsep menggambarkan suatu susunan atau kerangka yang ada disekitar suatu tema utama sebagai tujuan dasar dari semua rangkaian informasi (Armana, dkk, 2011:195)

Lebih lanjut, Armana, dkk (2011:194) menyatakan bahwa pada dasarnya belajar matematika merupakan belajar konsep. Konsep-konsep dalam matematika pada umumnya disusun dari konsep-konsep terdahulu dan agar suatu konsep bisa jelas serta dapat digunakan secara operasional, maka perlu diungkapkan dalam suatu kalimat yang memuat pembatasan-pembatasan (Tresnaningsih, 2012:75). Sehingga dalam pembelajaran guru harus mampu menemukan cara untuk menyampaikan konsep-konsep kepada siswa agar siswa mampu memahaminya.

Dahar (Tresnaningsih, 2012:74) mengungkapkan ada dua cara dalam mem-pelajari suatu konsep, yaitu pembentukan konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Pembentukan konsep (concept formation) dapat dipandang sebagai belajar konsep-konsep konkret artinya dalam belajar suatu konsep dituntut kemampuan siswa untuk menemukan ciri-ciri yang sama dan ciri-ciri yang berbeda pada sejumlah objek. Sedangkan asimilasi konsep (concept assimilation) dapat dipandang sebagai belajar konsep-konsep abstrak, artinya dalam belajar suatu konsep biasanya konsep tersebut telah disajikan dalam bentuk definisi verbal.


(36)

19 Pemahaman berasal dari kata dasar paham. Paham berarti mengerti benar tentang suatu hal dan pemahaman adalah proses atau cara untuk memahami. Ruseffendi (Yeni, 2011:68) membedakan pemahaman menjadi tiga bagian, di antaranya: (1) pemahaman translasi (terjemahan) digunakan untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain serta menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi, (2) pemahaman interpretasi (penjelasan) diguna-kan untuk menafsirdiguna-kan maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan frase, tetapi juga mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide, (3) ekstrapolasi (perluasan) mencakup estimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah pemikiran, gambaran dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang kognitif.

Menurut Duffin & Simpson (Kesumawati, 2008) pemahaman konsep merupakan kemampuan siswa untuk (1) menjelaskan konsep, dapat diartikan siswa mampu untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan kepadanya, (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi yang berbeda, contohnya dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep, dapat diartikan bahwa siswa paham terhadap suatu konsep akibatnya siswa mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan setiap masalah dengan benar.

Dijelaskan lebih lanjut pada dokumen Peraturan Dirjen Dikdasmen No. 506/C/PP/2004 bahwa pemahaman konsep merupakan kompetensi yang ditunjukkan siswa dalam memahami konsep dan dalam melakukan prosedur (algoritma) secara luwes, akurat, efisien, dan tepat. Instrumen penilaian yang mengukur kemampuan pemahaman konsep matematis mengacu pada indikator


(37)

20 pencapaian pemahaman konsep. Menurut Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas No. 506/C/PP/2004 indikator yang menunjukkan pemahaman konsep antara lain.

(1) Menyatakan ulang sebuah konsep, yaitu mampu menyebutkan definisi berdasarkan konsep esensial yang dimiliki oleh sebuah objek.

(2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya), yaitu mampu menganalisis suatu objek dan mengklasifikasikan-nya menurut sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu yang dimiliki sesuai dengan konsepnya.

(3) Memberi contoh dan non contoh dari konsep, yaitu mampu memberikan contoh lain dari sebuah objek baik untuk contoh maupun non contoh.

(4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, yaitu mampu menyatakan suatu objek dengan berbagai bentuk representasi, misalkan dengan mendaftarkan anggota dari suatu objek.

(5) Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, yaitu mampu mengkaji mana syarat perlu dan syarat cukup yang terkait dengan suatu objek.

(6) Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah yaitu mampu menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis sebagai suatu algoritma pemecahan masalah.

Yeni (2011:68) menjelaskan bahwa pemahaman siswa terhadap konsep matematika menurut NCTM tahun 1989 dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam (1) mendefinisikan konsep secara verbal dan tertulis, (2) mengidentifikasi, membuat contoh dan bukan contoh, (3) menggunakan model, diagram, dan


(38)

21 simbol-simbol untuk mempresentasikan suatu konsep, (4) mengubah suatu bentuk representasi ke dalam bentuk lain, (5) mengenal berbagai makna dan interpretasi konsep, (6) mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang menentukan suatu konsep, dan (7) membandingkan dan membedakan konsep-konsep.

Asep Jihad dan Abdul Haris (Armana, dkk, 2011:195) menambahkan indikator yang menunjukkan pemahaman konsep matematika sebagai berikut.

(1) Menyatakan ulang suatu konsep.

(2) Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu (sesuai dengan konsepnya).

(3) Memberikan contoh dan non contoh dari konsep.

(4) Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. (5) Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

(6) Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi ter-tentu.

(7) Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemahaman konsep mate-matis adalah kemampuan siswa memahami suatu materi dalam pembelajaran matematika yang sesuai dengan ide-ide matematika. Indikator pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah menyatakan ulang sebuah konsep yang telah diajarkan, mengklasifikasikan sebuah objek berdasarkan sifat-sifat atau ciri-ciri tertentu, memberikan contoh dan non contoh dari sebuah konsep, menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup dari suatu konsep, menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu, serta dapat mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.


(39)

22 D. Kerangka Pikir

Belajar diartikan sebagai proses membangun makna atau pemahaman terhadap suatu informasi sehingga terjadi pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan, sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan partisipasi guru dalam membangun pemahaman siswa. Partisipasi itu dapat berwujud sebagai bertanya secara kritis untuk meminta kejelasan sehingga siswa terdorong untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahamannya maka pembelajaran harus berpusat kepada siswa. Pembelajaran kooperatif merupakan solusi untuk pembelajaran yang diharuskan berpusat kepada siswa. Dengan penerapan pembelajaran kooperatif siswa mampu berperan aktif mengeluarkan pendapat, bertanya, dan berpikir kritis terhadap suatu konsep permasalahan yang diberikan guru. Ada banyak model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model TSTS.

Model pembelajaran TSTS ini membagi siswa ke dalam kelompok kecil ber-anggotakan 4 orang yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Sebelum pembelajaran TSTS dilaksanakan di kelas, guru meminta kepada siswa untuk mempersiapkan diri dan belajar tentang materi yang akan dibahas dalam pembelajaran TSTS. Mempersiapkan diri dengan belajar seperti ini dilakukan agar siswa mempunyai bekal pengetahuan ketika diskusi dan siswa mengetahui konsep awal materi. Penerapan model pembelajaran TSTS diawali dengan pembagian kelompok. Setelah kelompok terbentuk guru memberikan tugas berupa permasalahan-permasalahan dalam bentuk LKK yang harus mereka diskusikan jawabannya. Sebelum siswa berdiskusi dan mengerjakan LKK, guru


(40)

23 menyajikan topik-topik penting tentang pokok bahasan yang sedang dipelajari. Dengan diskusi kelompok berupa permasalahan dalam bentuk LKK ini siswa berusaha untuk memahami konsep. Setelah diskusi kelompok selesai, dua orang dari masing-masing kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu kepada kelompok yang lain. Anggota kelompok yang tidak mendapat tugas sebagai tamu mempunyai kewajiban menerima tamu dari suatu kelompok. Tugas mereka adalah menyajikan hasil kerja kelompoknya kepada tamu tersebut. Dua orang yang menerima tamu membagikan informasi pemahaman yang sudah mereka dapat ketika awal diskusi. Dengan memberikan informasi, siswa dapat lebih memahami konsep lagi, karena ada pengulangan pengetahuan sehingga mereka lebih memahami konsep.

Pada tahap selanjutnya dua orang yang bertugas sebagai tamu diwajibkan bertamu kepada semua kelompok. Pada saat mereka bertamu mereka memperoleh informasi pemahaman baru dari kelompok lain. Informasi yang diberikan kelompok lain ada yang bebeda dan ada yang sama, karena pemahaman setiap siswa mungkin berbeda-beda. Jika mereka telah usai menunaikan tugasnya, mereka kembali ke kelompoknya masing-masing. Setelah kembali ke kelompok asal, mereka yang bertugas bertamu dan menerima tamu mencocokkan serta membahas hasil kerja yang telah mereka diskusikan. Kegiatan mencocokkan dan membahas hasil kerja dapat menimbulkan konsep-konsep matematis, karena mereka saling melengkapi informasi. Dengan kegiatan bertukar informasi seperti ini, siswa mempunyai pengalaman langsung untuk menemukan konsep-konsep matematis dalam materi itu. Pengalaman langsung mengakibatkan siswa lebih mudah memahami konsep-konsep matematis.


(41)

24

Pembelajaran TSTS berbeda dengan pembelajaran konvensional. Pembelajaran matematika menggunakan model TSTS menuntut siswa untuk aktif memberikan pendapat ataupun informasi, sehingga siswa mampu mengembangkan konsep matematis awal yang sudah ada. Sedangkan pada pembelajaran konvensional siswa pasif menerima informasi dari guru. Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang mampu mengembangkan potensi siswa. Potensi siswa muncul jika siswa aktif memberikan pendapat ketika pembelajaran, sehingga siswa dapat berpikir untuk memahami suatu konsep matematis sebagai dasar pengetahuan.

E. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar sebagai berikut:

1. Semua siswa kelas VIII semester genap SMPN 25 Bandar Lampung tahun pelajaran 2013/2014 memperoleh materi yang sama dan sesuai dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan.

2. Faktor lain yang memengaruhi kemampuan pemahaman konsep matematis siswa selain model pembelajaran diabaikan.

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan pertanyaan dalam rumusan masalah yang diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa.


(42)

25 2. Hipotesis Khusus

Kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.


(43)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 25 Bandar Lampung semester genap tahun pelajaran 2013/2014 yang memiliki kelas VIII sebanyak sembilan kelas dengan satu kelas unggulan. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas VIII di SMP Negeri 25 Bandar Lampung dan dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian. Sampel dipilih menggunakan teknik purposive sampling. Menurut Setiawan (2005:3) purposive sampling merupakan teknik pengambilan sampel berdasarkan pertimbangan tertentu dengan tujuan untuk memperoleh satuan sampling yang memiliki karakteristik yang dikehendaki. Sampel penelitian ini diambil berdasarkan pertimbangan pada kelas yang diampu guru yang sama dan memiliki kemampuan yang sama. Kemampuan siswa yang sama berdasarkan data hasil ujian sekolah semester ganjil yang disajikan pada Tabel 3.1. Dari sembilan kelas diambil dua kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VIIIH dan VIIII. Kelas VIIIH sebagai kelas eksperimen, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran TSTS dan kelas VIIII sebagai kelas kontrol, yaitu kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.


(44)

27 Tabel 3.1 Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VIII SMP Negeri 25 Bandar

Lampung

NO. Kelas Banyaknya

Peserta didik Rata-rata

1 VIII A 25 6,58

2 VIII B 28 4,92

3 VIII C 28 4,91

4 VIII D 29 4,11

5 VIII E 26 4,00

6 VIII F 29 3,76

7 VIII G 30 3,59

8 VIII H 30 3,56

9 VIII I 27 3,70

Jumlah populasi 252 39,13

Nilai rata-rata populasi 4,32

(Sumber : Dokumentasi Guru Matematika SMP Negeri 25 Bandar Lampung)

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu dengan menggunakan posttest only control group design. Kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran konvensional dan kelas eksperimen diberikan pembelajaran TSTS. Desain penelitian dapat dilihat dalam Tabel 3.2.

Tabel 3.2 DesainPenelitian

Kelas Perlakuan Posttest

K1 X T1

K2 O T1

(Setiyadi, 2006:142) Keterangan:

K1 = Kelas eksperimen K2 = Kelas kontrol


(45)

28 O = Perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

T1 = Tes yang diberikan untuk mengetahui kemampuan pemahaman konsep matematis siswa (posttest).

C. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Tahap Penelitian Pendahuluan

a. Pada 25 November 2013 datang ke SMP Negeri 25 Bandar Lampung untuk menghubungi kepala sekolah dan wakil kepala sekolah bagian kurikulum agar diberi izin melaksanakan penelitian di sekolah tersebut.

b. Pada 29 November 2013 melakukan penelitian pendahuluan ke sekolah, yaitu observasi untuk melihat kondisi di sekolah tempat penelitian. Observasi yang dilakukan dilengkapi juga dengan kegiatan wawancara dengan guru mata pelajaran matematika untuk mengetahui karakteristik siswa dan kemampuan awal siswa.

c. Menentukan populasi dan sampel dengan teknik purposive sampling, sehingga terpilih kelas VIIIH dan VIIII sebagai sampel.

2. Tahap Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eks-perimen dan kelas kontrol.

b. Membuat Lembar Kerja Kelompok (LKK) yang diberikan pada siswa ketika diskusi kelompok.

c. Membuat instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep matematis serta aturan penskorannya.


(46)

29 e. Menganalisis data hasil uji coba untuk mengetahui validitas dan reliabilitas. 3. Tahap Pelaksanaan

a. Melaksanakan penelitian pada kelas yang mengikuti pembelajaran TSTS dan kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional pada 1 Maret 2014 hingga 20 April 2014.

b. Pada 18 April 2014 mengadakan posttest di kelas yang mengikuti pembel-ajaran TSTS dan pada 16 April 2014 mengadakan posttest di kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.

c. Mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data hasil posttest. d. Membuat laporan hasil penelitian.

D. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif. Data kuantitatif adalah data rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang diperoleh setelah dilakukannya tes kemampuan pemahaman konsep matematis berupa posttest terhadap kelas yang diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran konvensional.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah perangkat tes pemahaman konsep matematis siswa dengan butir soal berbentuk uraian. Materi yang diujikan adalah pokok bahasan garis singgung lingkaran. Sebelum penyusunan tes kemampuan pemahaman konsep matematis, terlebih dahulu dibuat kisi-kisi tes kemampuan pemahaman konsep matematis. Tes pemahaman konsep matematis ini menuntut


(47)

30

siswa memberikan jawaban sesuai dengan indikator-indikator pemahaman

konsep. Pemberian skor jawaban siswa disusun berdasarkan indikator

kemampuan pemahaman konsep matematis yang disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Pedoman Penskoran Tes Pemahaman Konsep

No Indikator Ketentuan Skor

1.

Menyatakan ulang sebuah konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Menyatakan ulang sebuah konsep tetapi

salah 1

c. Menyatakan ulang sebuah konsep dengan

benar 2

2. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu sesuai dengan konsepnya

a. Tidak menjawab 0

b. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu tetapi tidak sesuai dengan konsepnya 1 c. Mengklasifikasi objek menurut sifat tertentu

sesuai dengan konsepnya 2

3.

Memberi contoh dan non contoh dari konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Memberi contoh dan non contoh tetapi salah 1 c. Memberi contoh dan non contoh dengan

benar 2

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis

a. Tidak menjawab 0

b. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematis tetapi salah 1 c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk

representasi matematis dengan benar 2

5.

Mengembangkan syarat perlu atau cukup dari suatu konsep

a. Tidak menjawab 0

b. Mengembangkan syarat perlu atau cukup

dari suatu konsep tetapi salah 1 c. Mengembangkan syarat perlu atau cukup

dari suatu konsep dengan benar 2

6.

Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu

a. Tidak menjawab 0

b. Menggunakan, memanfatkan, dan memilih

prosedur tetapi salah 1

c. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih

prosedur dengan benar 2

7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan masalah

a. Tidak menjawab 0

b. Mengaplikasi konsep atau algoritma ke

pemecahan masalah tetapi tidak tepat 1 c. Mengaplikasi konsep atau algoritma ke

pemecahan masalah dengan tepat 2 Sartika (2011:22)


(48)

31

Instrumen tes yang baik adalah instrumen tes yang harus memenuhi beberapa

syarat, yaitu validitas isi, reliabilitas, dan tingkat kesukaran.

1. Validitas

Dalam penelitian ini, validitas yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi dari tes kemampuan pemahaman konsep matematis diketahui dengan cara mem-bandingkan isi yang terkandung dalam tes kemampuan pemahaman konsep matematis dengan indikator kemampuan pemahaman konsep tersebut. Sebelumnya butir tes dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru mitra. Penilaian dosen dan guru mitra menyatakan butir-butir tes telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator yang akan diukur, maka tes tersebut dikategorikan valid.

Hasil penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan

kesesuaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa

terhadap tes menunjukkan bahwa tes yang digunakan untuk mengambil data telah

memenuhi validitas isi. Hasil penilaian selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran

B.5. Selanjutnya setelah semua butir soal dinyatakan valid maka soal tes diujicobakan pada siswa kelas diluar sampel yang telah mempelajari materi garis

singgung lingkaran. Pada penelitian ini, semua kelas VIII sedang mempelajari

materi garis singgung lingkaran, namun kelas yang telah selesai mempelajari

materi garis lingkaran hanya kelas VIIIA, sehingga tes diujicobakan pada kelas

VIIIA. Data yang diperoleh dari hasil uji coba kemudian diolah dengan menggunakan bantuan Software Microsoft Excel untuk mengetahui reliabilitas tes, dan tingkat kesukaran butir soal.


(49)

32 2. Reliabilitas

Perhitungan reliabilitas tes pemahaman konsep dapat dihitung menggunakan rumus alpha ( ), menurut Arikunto (2008:209) sebagai berikut.

             

2

2 11 1 1 t i n n r   Keterangan : 11

r = Tingkat reliabilitas

2

i

 = Jumlah varians skor tiap-tiap soal = Varians total

n = Banyaknya soal

Menurut Guilford (Suherman dan Kusumah, 1990:177) dilihat dari hasil per-hitungan tingkat kesukaran butir item soal yang diperoleh, koefisien reliabilitas diinterpretasikan menggunakan kriteria seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Interpretasi Indeks Reliabilitas

Koefisien relibilitas (r11) Kriteria

r11≤ 0,20 sangat rendah

0,20 < r11≤ 0,40 rendah

0,40 < r11≤ 0,60 sedang

0,60 < r11≤ 0,80 tinggi

0,80 < r11≤ 1,00 sangat tinggi

Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh bahwa reliabilitas tes adalah 0,61. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen tes yang diujicobakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Hasil perhitungan reliabilitas uji coba soal secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran C.1.


(50)

33 3. Tingkat Kesukaran

Untuk mengetahui tingkat kesukaran soal, digunakan rumus yang dikutip dari Arikunto (2008:208) sebagai berikut.

JS B

P

Keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan betul JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Dengan melihat hasil perhitungan tingkat kesukaran butir item soal yang diperoleh, menurut Sudijono dalam Noer (2010: 23) menginterpretasikan tingkat

kesukaran suatu butir soal menggunakan kriteria sebagai berikut.

Table 3.5 Interpretasi Tingkat Kesukaran Nilai Interpretasi

Sangat Sukar

Sukar

Sedang

Mudah

Sangat Mudah

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes yang memiliki indeks tingkat kesukaran 0,16 – 0,85. Berdasarkan hasil perhitungan uji coba instrumen tes, diperoleh tingkat kesukaran butir soal yang disajikan pada Tabel 3.6.

Berdasarkan hasil analisis validitas dan perhitungan reliabilitas, dan tingkat kesukaran soal tes kemampuan pemahaman konsep matematis diperoleh rekapitulasi hasil tes uji coba yang disajikan pada Tabel 3.6.


(51)

34 Tabel 3.6 Rekapitulasi Hasil Tes

No

Soal Validitas Isi Reliabilitas

Tingkat

Kesukaran Kesimpulan

1a

Valid

0,61

(Reliabilitas tinggi)

0,85 (Mudah) Dipakai

1b 0,70 (Sedang) Dipakai

2a 0,48 (Sedang) Dipakai

2b 0,23 (Sukar) Dipakai

3 0,77 (Mudah) Dipakai

4 0,75 (Mudah) Dipakai

5 0,66 (Sedang) Dipakai

Rekapitulasi hasil tes uji coba pada Tabel 3.6 menunjukkan bahwa semua soal dinyatakan valid yang artinya semua soal telah sesuai dengan kompetensi dasar dan indikator kemampuan pemahaman konsep matematis. Soal yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas yang tinggi dengan koefisien reliabilitas 0,61. Tingkat kesukaran soal nomor 1a, 3, dan 4 dikategorikan mudah, sedangkan soal nomor 1b, 2a dan 5 dikategorikan sedang, serta soal nomor 2b dikategorikan sukar. Berdasarkan hasil rekapitulasi tersebut, maka instrumen tes kemampuan pemahaman konsep matematis layak digunakan untuk mengumpulkan data karena semua item soal telah valid dan memenuhi kriteria reliabilitas serta tingkat kesukaran yang telah ditentukan.

F. Analisis Data dan Teknik Pengujian Hipotesis

Data pada penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data tes kemampuan pemahaman konsep matematis. Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda maka dilaksanakan tes akhir berupa tes kemampuan pemahaman konsep matematis. Dari hasil tes akhir dianalisis untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran TSTS dan pembelajaran konvensional terhadap kemampuan


(52)

35 pemahaman konsep matematis siswa. Adapun analisis data dilakukan dengan langkah-langkah berikut.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui apakah data dari sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Uji ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov Z. Adapun hipotesis uji adalah sebagai berikut.

H0 : data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1: data sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Pada penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan uji Kolmogorov-Smirnov Z (K-S Z) menggunakan software SPPS versi 17.0 dengan kriteria pengujian, yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari , maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2009:113).

Uji normalitas dilakukan terhadap masing-masing kelompok, yaitu kelompok model pembelajaran TSTS dan model pembelajaran konvensional. Hasil perhitungan uji normalitas disajikan pada Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis

Kelas Banyaknya Siswa K-S (Z) Probabilitas (Sig)

TSTS 28 0,238 0,000

Konvensional 27 0,250 0,000

Berdasarkan Tabel 3.7 diketahui bahwa probabilitas (sig) untuk kelas TSTS


(53)

36 Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa data hasil posttest kemampuan pemahaman konsep matematis kedua kelompok siswa berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran C.13 dan Lampiran C.14.

2. Uji Hipotesis

Setelah melakukan uji normalitas data, analisis berikutnya adalah menguji hipotesis. Berdasarkan hasil uji prasyarat, data kemampuan pemahaman konsep matematis kelas TSTS dan kelas konvensional berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal. Russefendi (1998:401) menyatakan bahwa jika data berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal maka uji hipotesis menggunakan uji non parametrik. Dalam penelitian ini uji yang digunakan adalah uji Mann-Whitney dengan hipotesis sebagai berikut.

Ho: (tidak ada perbedaan peringkat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

H1: (ada perbedaan peringkat kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

yang mengikuti pembelajaran TSTS dengan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional)

Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai statistik uji Mann-Whitney adalah sebagai berikut.


(54)

37 Keterangan:

U = Nilai uji Mann-Whitney

n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = Jumlah sampel kelas kontrol Ri = Ranking ukuran sampel

Pada penelitian ini, uji Mann-Whitney dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPPS versi 17.0 dengan kriteria pengujian yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari , maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2009:146). Apabila hipotesis nol ditolak, maka dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Adapun analisis lanjutan tersebut Ruseffendi (1998:314) menyatakan bahwa jika Ho

ditolak atau H1 diterima, maka cukup melihat data sampel mana yang rata-ratanya

lebih tinggi.

3. Pencapaian Indikator

Analisis indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa bertujuan untuk mengetahui persentase pencapaian setiap indikator pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS dan konvensional. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian indikator pemahaman konsep matematis siswa sebagai berikut.

Persentase (%) =


(55)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang ingin menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam pembelajaran matematika di kelas, disarankan untuk.

a. Memotivasi siswa untuk tidak memilih-milih teman di kelas dan untuk melengkapi alat tulis.

b. Membimbing siswa selama diskusi kelompok dan presentasi berlangsung. c. Mengingatkan siswa mengenai alokasi waktu kegiatan pembelajaran.


(56)

49 2. Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan tentang

pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa disarankan untuk.

a. Mempertimbangkan karakter siswa dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai.

b. Menjaga kedisiplinan kelas ketika pembelajaran berlangsung. c. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama. d. Memperhitungkan kemampuan awal siswa.


(57)

50

DAFTAR PUSTAKA

Ambika, Dewi. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila 1(7).

Astuti, Dwi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Struktural Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Menggambar Bentuk Siswa Kelas X Jurusan Seni Rupa SMKN 9 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi: tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Armana, Angky, dkk. 2011. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Guided Note Taking pada Materi Himpunan (PTK Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Sl-Islam 1 Surakarta Tahun ajaran 2010/2011). PTK: tidak diterbitkan.

Darmawan, T. F. 2013. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Siswa pada Topik Aplikasi Reaksi Reduksi Oksidasi. [Online]. Tersedia: http://ejournal.upi.ac.id (diakses pada 15 Juni 2014).

Daryono. 2011. Teknik Pembelajaran Cooperatif Tipe Two Stay Two Stray. [online] . Tersedia:

http:ptkguru.com/?darmajaya=index&daryonobase&action=listmenu&skins 1&id=2. (diakses pada 6 Januari 2013).

Guza, Afnil. 2008. Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Asa Mandiri.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperatif Learning (Metode, Teknik, Struktur, dan Model Terapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kesumawati, Nila. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, hal 229-235. FMIPA Universitas Negri Yogyakarta: Yogyakarta.


(58)

51 Komalasari, Kokom. 2010 Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi.

Bandung: Refika Aditama.

Lie, Anita. 2008. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Mahardika, Made. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Tipe TSTS Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila 1(4).

Martin, O Michael. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. United States: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa

SMP. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P. MIPA. Unila.

Pradhana, V. G. 2013. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Group Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Menerapkan Dasar-Dasar Teknik Digital. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro UNESA 2(2). [Online]. Tersedia: http://ejournal.upi.ac.id (diakses pada 15 Agustus 2014).

Rofiq Nafiur. 2010. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Skripsi: tidak diterbitkan.

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Setiawan, Nugraha. 2005. Teknik Sampling. [online]. Tersedia: http://muntohar.files.wordpress.com/2009/10/teknik_sampling1.pdf.

(diakses pada 6 Januari 2013).

Sartika, Dewi. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa.(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi Universitas Lampung: tidak diterbitkan.

Setiyadi, Bambang. 2006. Metode Penelitian Untuk Pengajaran Bahasa Asing Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pressindo

Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.

Suherman, E dan Kusumah, Y. S. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.


(59)

52 Suparyadi. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar dan Motivasi Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams Achievement Division Pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri Samigaluh Tahun Pelajaran 2011/2012). Karya Ilmiah. tidak diterbitkan.

Tresnaningsih, Sri. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Bangun-Bangun Segiempat Melalui Penggunaan Jaringan Konsep. Skripsi: tidak diterbitkan. Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik

Menggunakan SPSS 17. Yogyakarta: Andi Publisher.

Wardhani, Sri. 2008. Analisis S1 dan SKL Mata pelajaran Matematika SMP/ MTS untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Yamin. N dan Ansari I. 2012. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: GP Press Group.

Yeni, M, Eti. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometrid an Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar (Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa kels V SDN Gugus I Kecamatan Pandrah Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh Tahun ajaran 2010/ 2011. Skripsi: tidak diterbitkan.

Yusuf, A. T. 2012. Pengaruh Penerapan Teknik Dua Tinggal Dua Tamu Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII MTS Ibadurrahman Lolo Kabupaten Solok Tahun Pelajaran 2012/2013. [Online] Tersedia:

http://ejournal-s1.stkip-pgri-sumbar.ac.id/ (diakses pada 20 Juni 2014). Zulhartati Sri. 2010. Pembelajaran Kooperatif Model STAD Pada Mata Pelajaran

IPS. Skripsi: tidak diterbitkan.

Zulirfan, Diana, dan Irianti, M. 2009. Hasil Belajar Keterampilan Psikomotor Fisika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TPS dan TSTS pada Siswa Kelas X Ma Dar El Hikmah Pekanbaru. Jurnal Geliga Sains 3 (1), 43-47, 2009. [Online]


(1)

Keterangan:

U = Nilai uji Mann-Whitney

n1 = Jumlah sampel kelas eksperimen

n2 = Jumlah sampel kelas kontrol Ri = Ranking ukuran sampel

Pada penelitian ini, uji Mann-Whitney dilakukan dengan menggunakan bantuan software SPPS versi 17.0 dengan kriteria pengujian yaitu jika nilai probabilitas (sig) dari Z lebih besar dari , maka hipotesis nol diterima (Trihendradi, 2009:146). Apabila hipotesis nol ditolak, maka dilakukan analisis lanjutan untuk mengetahui apakah kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Adapun analisis lanjutan tersebut Ruseffendi (1998:314) menyatakan bahwa jika Ho ditolak atau H1 diterima, maka cukup melihat data sampel mana yang rata-ratanya lebih tinggi.

3. Pencapaian Indikator

Analisis indikator kemampuan pemahaman konsep matematis siswa bertujuan untuk mengetahui persentase pencapaian setiap indikator pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran TSTS dan konvensional. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase pencapaian indikator pemahaman konsep matematis siswa sebagai berikut.

Persentase (%) =


(2)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS berpengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan hasil dalam penelitian ini, saran-saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut.

1. Kepada guru, dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang ingin menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dalam pembelajaran matematika di kelas, disarankan untuk.

a. Memotivasi siswa untuk tidak memilih-milih teman di kelas dan untuk melengkapi alat tulis.

b. Membimbing siswa selama diskusi kelompok dan presentasi berlangsung. c. Mengingatkan siswa mengenai alokasi waktu kegiatan pembelajaran.


(3)

2. Kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian lanjutan tentang pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TSTS terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa disarankan untuk.

a. Mempertimbangkan karakter siswa dalam menerapkan model pembelajaran yang sesuai.

b. Menjaga kedisiplinan kelas ketika pembelajaran berlangsung. c. Melakukan penelitian dalam jangka waktu yang lebih lama. d. Memperhitungkan kemampuan awal siswa.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ambika, Dewi. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila 1(7).

Astuti, Dwi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Dengan Metode Struktural Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran Menggambar Bentuk Siswa Kelas X Jurusan Seni Rupa SMKN 9 Surakarta Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi: tidak diterbitkan.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Armana, Angky, dkk. 2011. Peningkatan Pemahaman Konsep dan Prestasi Belajar Matematika Melalui Metode Guided Note Taking pada Materi Himpunan (PTK Pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Sl-Islam 1 Surakarta Tahun ajaran 2010/2011). PTK: tidak diterbitkan.

Darmawan, T. F. 2013. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray Terhadap Kemampuan Berkomunikasi Siswa pada Topik Aplikasi Reaksi Reduksi Oksidasi. [Online]. Tersedia: http://ejournal.upi.ac.id (diakses pada 15 Juni 2014).

Daryono. 2011. Teknik Pembelajaran Cooperatif Tipe Two Stay Two Stray. [online] . Tersedia:

http:ptkguru.com/?darmajaya=index&daryonobase&action=listmenu&skins 1&id=2. (diakses pada 6 Januari 2013).

Guza, Afnil. 2008. Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Guru dan Dosen. Jakarta: Asa Mandiri.

Huda, Miftahul. 2011. Cooperatif Learning (Metode, Teknik, Struktur, dan Model Terapan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kesumawati, Nila. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika, hal 229-235. FMIPA Universitas Negri Yogyakarta: Yogyakarta.


(5)

Komalasari, Kokom. 2010 Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama.

Lie, Anita. 2008. Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Mahardika, Made. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Tipe TSTS Ditinjau Dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa. Jurnal Pendidikan Matematika Unila 1(4).

Martin, O Michael. 2012. TIMSS 2011 International Results in Science. United States: TIMSS & PIRLS International Study Center.

Noer, Sri Hastuti. 2010. Evaluasi Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa SMP. Jurnal Pendidikan MIPA. Jurusan P. MIPA. Unila.

Pradhana, V. G. 2013. Perbedaan Model Pembelajaran Kooperatif Two Stay Two Stray (TSTS) dengan Group Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Kompetensi Menerapkan Dasar-Dasar Teknik Digital. Jurnal Pendidikan Teknik Elektro UNESA 2(2). [Online]. Tersedia: http://ejournal.upi.ac.id (diakses pada 15 Agustus 2014).

Rofiq Nafiur. 2010. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning) Dalam Pengajaran Pendidikan Agama Islam. Skripsi: tidak diterbitkan.

Ruseffendi. 1998. Statistika Dasar untuk Penelitian Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Setiawan, Nugraha. 2005. Teknik Sampling. [online]. Tersedia: http://muntohar.files.wordpress.com/2009/10/teknik_sampling1.pdf.

(diakses pada 6 Januari 2013).

Sartika, Dewi. 2011. Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis Siswa.(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 29 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2010/2011). Skripsi Universitas Lampung: tidak diterbitkan.

Setiyadi, Bambang. 2006. Metode Penelitian Untuk Pengajaran Bahasa Asing Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pressindo

Suherman, E, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI.

Suherman, E dan Kusumah, Y. S. 1990. Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah.


(6)

Suparyadi. 2011. Meningkatkan Hasil Belajar dan Motivasi Belajar Matematika Melalui Metode Pembelajaran Kooperatif Model STAD (Student Teams Achievement Division Pada Siswa Kelas VIII A SMP Negeri Samigaluh Tahun Pelajaran 2011/2012). Karya Ilmiah. tidak diterbitkan.

Tresnaningsih, Sri. 2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Bangun-Bangun Segiempat Melalui Penggunaan Jaringan Konsep. Skripsi: tidak diterbitkan. Trihendradi, C. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik

Menggunakan SPSS 17. Yogyakarta: Andi Publisher.

Wardhani, Sri. 2008. Analisis S1 dan SKL Mata pelajaran Matematika SMP/ MTS untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika.

Yamin. N dan Ansari I. 2012. Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual Siswa. Jakarta: GP Press Group.

Yeni, M, Eti. 2011. Pemanfaatan Benda-Benda Manipulatif Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Geometrid an Kemampuan Tilikan Ruang Siswa Kelas V Sekolah Dasar (Studi Kuasi Eksperimen Terhadap Siswa kels V SDN Gugus I Kecamatan Pandrah Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh Tahun ajaran 2010/ 2011. Skripsi: tidak diterbitkan.

Yusuf, A. T. 2012. Pengaruh Penerapan Teknik Dua Tinggal Dua Tamu Terhadap Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas VIII MTS Ibadurrahman Lolo Kabupaten Solok Tahun Pelajaran 2012/2013. [Online] Tersedia:

http://ejournal-s1.stkip-pgri-sumbar.ac.id/ (diakses pada 20 Juni 2014). Zulhartati Sri. 2010. Pembelajaran Kooperatif Model STAD Pada Mata Pelajaran

IPS. Skripsi: tidak diterbitkan.

Zulirfan, Diana, dan Irianti, M. 2009. Hasil Belajar Keterampilan Psikomotor Fisika Melalui Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TPS dan TSTS pada Siswa Kelas X Ma Dar El Hikmah Pekanbaru. Jurnal Geliga Sains 3 (1), 43-47, 2009. [Online]


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 20 55

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi Terhadap Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 38

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 21 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 17 52

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TSTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 21 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 10 42

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA(Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

1 42 56

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAYTERHADAPPEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (StudipadaSiswaKelasIX SMPNegeri20 Bandar Lampung Semester Ganjil TahunPelajaran 2014/2015)

0 7 54

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISW (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 25 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 3 59

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 28 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 5 54

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DENGAN TIPE THINK PAIR SHARE

1 16 67

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 8 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2013/2014)

0 20 44