Faktor penyebab terjadinya keputusasaan

Pada ayat ini Allah memberikan gambaran bahwasannya ketika terjadinya hari kiamat orang-orang musyrik putus asa dari keselamatan. Mereka diam dalam keadaan bingung karena tidak memiliki alasan 24 .           Dan Sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. ar-Rum : 49 Kata dalam ayat ini juga berbentuk isim fail sehingga menjadi sebagaimana ayat- ayat di muka, namun pada ayat ini sebelum kata tersebut terdapat Lam taukid yang bermaksud menguatkan maknya, yang dapat diartikan sebagai benar-benar telah berputus asa. Padahal mereka sebelum diturunkan hujan, benar-benar putus asa akan turunnya hujan. Firmannya ; min qablihi sebelumnya untuk menjelaskan sedemikian cepatnya perubahan mereka dari putus asa pada kegembiraan. Ini sikap orang yang lemah dan ceroboh. Sedangkan orang mukmin, dia akan bersabar dan tidak tergesa-gesa 25 .

B. Faktor penyebab terjadinya keputusasaan

Banyak sebab dan faktor yang mengantarkan dan mendorong seseorang pada sifat putus asa , diantaranya adalah : 1. Hilangnya Rahmat Nikmat Allah 24 Wahbah Zuhaili Dkk, Buku Pintar Quran Seven in One, hal. 406 25 Wahbah Zuhaili Dkk, Buku Pintar Quran Seven in One, hal. 410 Allah SWT memberikan cobaan kepada manusia agar ia dapat memperkuat keimanan serta bersyukur atas segala nikmat yang telah diberikan kepadanya. Kemudian, Allah menurunkan penyakit agar ia berpikir bahwa sesungguhnya nikmat kesehatan tidak dapat terbayarkan oleh apapun. Selain itu, di sanalah Allah melimpahkan ampunan dosa bagi ia yang mampu bersabar dari rasa sakit tersebut. Padahal, jika ia berpikir sedikit saja dari setiap cobaan dan penyakit yang menimpah kepadanya, sesungguhnya nikmat Allah ada dibalik itu semua. Pada dasarnya, Allah adalah Maha pemberi nikmat yang tidak pernah pilih kasih dalam melimpahkan nikmat dan rahmatnya. Baik itu kepada orang- orang kafir ataupun musyrik sekalipun. Karena Allah berjanji tidak akan menelantarkan hamba-hambanya sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran surat Yunus : 21                         “Dan apabila Kami merasakan kepada manusia suatu rahmat, sesudah datangnya bahaya menimpa mereka, tiba-tiba mereka mempunyai tipu daya dalam menentang tanda-tanda kekuasaan kami. Katakanlah: Allah lebih cepat pembalasannya atas tipu daya itu. Sesungguhnya malaikat-malaikat Kami menuliskan tipu dayamu. Kadang hidup di tengah lingkungan yang didominasi rasa putus asa karena sudah tidak percaya lagi pada rahmat Allah, baik lingkungan dekat seperti keluarga ataupun lingkungan jauh seperti masyarakat menjadi pemicu keputusasaan. Terutama apabila seseorang belum mencapai usia matang dan tidak memiliki imunitas yang semestinya sebagai perlindungan bagi dirinya dari cengkraman keputusasaan 2. Kekufuran Kefakiran dapat berpotensi pada kekufuran. 26 Demikian di antara pesan moral yang kiranya amat popular di tengah-tengah masyarakat. Kekufuran kini telah mengambil tempat yang semakin membahayakan, ia merupakan satu dari sekian banyak penyakit sosial yang sering mengganggu kehidupan. Dalam hal ini Allah telah mengingatkan kepada hambaNya akan bahaya kekufuran, dalam surat Ibrahim ayat 28. 27 Biasanya dalam kondisi seperti ini, seseorang dapat dengan mudah terperanjat ke dalam kekufuran. Selain itu, rendahmya rasa bersyukur seseorang terhadap sesuatu yang telah diberikan terhadap dirinya biasanya akan trcermin negatif ke dalam kehidupannya. Sebagai contoh yang kerap terjadi di dalam lingkungan masyarakat dimana mereka rela menggadaikan keimanannya, hanya demi sebotol susu, atau dua kilogram beras. Kemiskinan memang telah menyerang ketidak berdayaan orang-orang 26 Samsul Munir Amin, Percik Pemikiran Para Kiai, Pustaka Pesantren, Yogyakarta, 2009. hal.116 27             Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan. QS. Ibrahim : 28 fakir namun hanya keimananlah yang dapat menjadi benteng terakhir bagi mereka agar mereka tetap istiqoma dan tidak mudah terjerembak ke dalam kekafiran tersebut. 3. Ditimpa Malapetaka dan Musibah Setiap orang pasti akan merasakan musibah, baik itu seorang mukmin maupun kafir. Hidup ini memang dibangun di atas berbagai kesulitan dan marabahaya. Sebagai manusia sudah sepatutnya untuk tidak membayangkan bahwa dirinya akan terbebas dari kesusahan dan cobaan. Cobaan adalah lawan dari tujuan dan memang bertentangan dengan angan- angan dan kesenangan menikmati kelezatan hidup. Setiap orang pasti merasakannya, walau dengan ukuran yang berbeda, sedikit atau banyak. Seorang mukmin diberi ujian sebagai tempaan baginya, bukan siksaan. Terkadang cobaan itu ada dalam kesenangan, terkadang juga ada dalam kesusahan 28 . Allah berfirman:                 “Dan Kami coba mereka dengan nikmat yang baik-baik dan bencana yang buruk-buruk, agar mereka kembali pada kebenaran ” al-A„raaf: 168. 28 http:tarbiyahislam.wordpress.com20070702tabahlah-menghadapi-musibah Satu hal yang dibenci kadang mendatangkan kesenangan, atau satu hal yang disukai kadang mendatangkan kesusahan. Maka sudah sepatutnya bagi setiap manusia tidak merasa aman dengan kesenangan, karena bisa saja ia menimbulkan kemudaratan. Dan Jangan pula merasa putus asa karena kesulitan, karena bisa jadi akan mendatangkan kesenangan. Allah Swt berfirman : … …Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” al-Baqarah: 216. Memang, orang yang tertimpa musibah mudah sekali terjerumus ke dalam sikap putus asa. Namun, bagi mereka yang mampu bangkit maka mereka akan terlepas dari sikap keputusasaan akan tetapi bagi mereka yang tidak sanggup pasti mereka akan berada dalam kondisi putus asa yang menyakitkan sehingga menyebabkan ketidak berdayaan yang berakibat pada kehancuran dirinya. 4. Buruk Sangka kepada Allah Berburuk sangka pada Allah bahwasannya Dia tidak akan menolong agama-Nya, tidak menolong hamba-hamba-Nya, meyakini bahwa agama ini akan terus mengalami kemunduran, para pemeluk dan pembelanya pasti akan mengalami kebinasaan dan berakhir sebagaimana Allah berfirman :                         Dan supaya dia mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrik laki-laki dan perempuan yang mereka itu berprasangka buruk terhadap Allah. mereka akan mendapat giliran kebinasaan yang amat buruk dan Allah memurkai dan mengutuk mereka serta menyediakan bagi mereka neraka jahannam. dan neraka Jahannam Itulah sejahat-jahat tempat kembali. Al-Fath: 6. Dan buruk sangka kepada Allah seringkali menjerumuskan seseorang pada keputusasaan. Ibnu al-Qayyim mengatakan bahwa barangsiapa menyangka Allah tidak akan menolong Rasulnya, tidak menyempurnakan urusannNya dan tidak mengukuhkannya. tidak mendukung pasukannya ,serta tidak memenangkan mereka diatas musuh-musuhnya. Maka barangsiapa yang menyangka demikian maka ia telah berburuk sangka kepada Allah dan menyandarkan kepada Allah sifat-sifat yang tidak layak bagi kesempurnaan dan keagungannya. 29 29 Ibnu al-Qayyim, Badaiut Tafsir, vol 1, hal. 59 Selanjutnya jenis manusia yang semacam ini melihat juga bahwa apabila mereka diberi kesulitan mereka mengira bahwa Allah semena-mena terhadap dirinya sehingga mereka pun putus asa dari setiap perbuatan yang bermuara kepada keadilan Allah. Orang yang cenderung berburuk sangka kepada Allah termasuk orang yang sangat tidak mempunyai cita-cita tinggi, tekad yang kuat dan kehendak yang mulia akan membangkitkan optimisme. Menanamkan keyakinan dan harapan dalam jiwa sehingga mampu melintasi dan melewati berbagai kendala dan rintangan sehebat apapun., semua kondisi tersebut hanya akan membuka pintu keputusasaan yang memudahkan jalannya untuk menembus hati dan menguasai manusia.

C. Solusi al-Quran dalam Menghadapi Keputusasaan