Ayat-ayat al- Qur’an tentang Keputusasaan

32

BAB III INDENTIFIKASI AYAT-AYAT KEPUTUSASAAN

DALAM AL-QURAN

A. Ayat-ayat al- Qur’an tentang Keputusasaan

Sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya, al-Quran telah mengasosiasikan putus asa dengan 3 kata, yaitu Yaisu , Qanatha , Ablasa sesuai dengan pendefinisian masing-masing. Maka pada bab ini, penulis akan mencoba mengidentifikasi pada ayat mana saja dalam al-Quran yang memuat ketiga kata tersebut. 1. Yaisa Kata terdapat di dalam sepuluh 1 ayat al-Quran dengan berbagai maksud dan tujuannya masing-masing. Allah menurunkan wahyu tersebut agar Hamba- hambanya selalu menghindarkan diri dari perasaan berputus asa. Karena pada dasarnya, putus asa merupakan salah satu sifat dari orang-orang kafir. Seperti apa yang telah diterangkan pada ayat berikut :            1 Al-Husni al-Maqdisy, Kamus Faturrahman, Beirut: Daar el Fikr, 1995, hal. 360 ”Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat nikmat dari kami, Kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, Pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih ” Hud: 9 Terma putus asa dalam ayat tersebut diwakili oleh kata layausu yang asal katanya ya`isa-yay`asu mengindikasikan bahwa makna putus asa disini menggunakan bentuk mubalaghah dengan penambahan huruf lam yang menggambarkan kondisi yang teramat sangat dari keadaan suatu perbuatan . Ayat ini menggambarkan perangai manusia, ketika didatangkan oleh Allah kepadanya suatu nikmat, sehingga ia dapat merasakan atau mengecap nikmat tersebut, maka ia menjadi lupa daratan. Tetapi jikalau nikmat itu dicabut oleh-Nya dengan tiba-tiba, justru mereka menjadi putus asa. Seyogyanya, mereka berpikir bahwa roda takdir Ilahi itu senantiasa berputar, ketika hari ini senang belum tentu keesokan harinya merasakan hal yang sama. Sebagai perumpamaan sebuah barang yang dimilikinya, hari ini ia merasa senang karena mampu meraih barang tersebut dengan harga mahal, akan tetapi keesokan harinya ia menjadi orang yang tidak bersyukur lantaran barang tersebut hilang dari tangannya. 2 Bagi orang-orang yang beriman, ia selalu sadar bahwa setiap sesuatu yang diberikan oleh Allah sifatnya sementara atau dengan kata lain hanya sebuah titipan amanah, yang sewaktu-waktu dapat di ambil dari dirinya. Akan tetapi, bagi orang kafir maupun kufur, ia merasa nikmat tersebut kekal untuknya. Sehingga, jika di ambil nikmat itu daripadanya maka ia akan putus asa. 2 Hamka, Tasir al-Azhar ,PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, Vol 12, hal.21 Sebagai penegas, bahwasanya pada kalimat yang terdapat di ujung ayat tersebut adalah “tidak berterima kasih”. Maksud tidak berterima kasih di sini diartikan sebagai bagian dari kafir, yaitu kufur nikmat. Mereka hanya mengeluh karna kekurangan. Namun tidak pernah ingat akan anugrah illahi yang telah diberikan kepadanya. 3                                         ”Maka tatkala mereka berputus asa dari pada putusan Yusuf 4 mereka menyendiri sambil berunding dengan berbisik-bisik. berkatalah yang tertua diantara mereka: Tidakkah kamu ketahui bahwa Sesungguhnya ayahmu telah mengambil janji dari kamu dengan nama Allah dan sebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf. sebab itu Aku tidak akan meninggalkan negeri Mesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku untuk kembali, atau Allah memberi Keputusan terhadapku. dan dia adalah hakim yang sebaik-baiknya. QS. Yusuf : 80 Kemudian dalam ayat ini kembali terdapat kata istasy`asu, yang menggunakan bentuk fiil madhi jika dipahami maksudnya adalah putus asa yang terjadi pada waktu yang lampau . Dalam ayat ini Y a‟qub berkata kepada anak-anaknya, ”wahai anak-anakku, kembalilah ke Mesir. Carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya Bunyamin dan janganlah kalian berputus asa terhadap rahmat Allah Swt, sebab 3 Hamka, Tasir al-Azhar ,PT Pustaka Panjimas, Jakarta, 1984, Vol 12, hal.21 4 yakni putusan Yusuf yang menolak permintaan mereka untuk menukar Bunyamin dengan saudaranya yang lain tidaklah berputus asa terhadap rahmat Allah kecuali orang yang mengingkari kekuasaan- Nya dan kafir kepadanya.” Oleh karena itu, manusia harus berbaik sangka kepada Rabb-nya. Bahkan, tiap kali mereka merasakan kesusahan dan bencana datang bertubi-tubi atasnya, maka ia harus lebih banyak mengharapkan rahmat-Nya dan memohon kemudahan dari- Nya 5 .                       ”Hai anak-anakku, pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir Yusuf: 87 Imam Al-Alusi berkata : ”Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah yakni tidak berputus asa dari kemudahan dan jalan keluar yang diberikan-Nya. Sesungguhnya tidak berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir karena ketidak tahuan mereka mengenai Allah ta‟ala dan sifat- sifatNya, bagi seseorang yang memiliki pengetahuan tidak akan berputus asa dalam kondisi apapun. Ucapan merupakan pengukuhan dari Y a‟qub atas sesuatu yang sebenarnya telah diketahui oleh anak-anaknya ”. 6              Dan apabila kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah Dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa al-Isra ‟: 83 5 „Aid al-Qarni, Tafsir Muyassar, terj. Tim Penerjemah Qisthi Press Qisthi Press, Jakarta, 2008 Jilid 2, hal. 323 6 Al-Alusi, Abu al-Sana Shihab al-Din al-Sayyid Mahmud. Rûh al-M a’ âni Fi Tafsir al Quran al „Azim wa al Sab’ al Matsani,. Beirut: Dar al Kutub al „Ilmiyah, 1994 : vol 5, hal.13-44 Dalam dua ayat di atas, kata ya`isa-yay`asu mengambil bentuk fiil mudhari majzum, dan filu nahyi yang bermakna bahwa Allah benar-benar sangat melarang perbuatan putus asa untuk masa yang akan datang, semacam peringatan. Sedangkan dalam surat al-Isra kata ya`usan menggunakan bentuk mubalaghah yang mengindikasikan bahwa ketika manusia diberikan kenikmatan, mereka terpedaya dan menyebabkan mereka memasuki sebuah perasaan putus asa yang benar-benar terpuruk. Ayat ini menyatakan bahwa, sesungguhnya manusia apabila dikaruniakan kesehatan dan kebahagiaan kepadanya, maka mereka tidak lagi mensyukuri nikmat Rabbnya. Bahkan sebaliknya, apabila ditimpa penyakit atau kemiskinan, mereka berputus asa dari rahmat Allah 7 .               Dan orang-orang yang kafir terhadap ayat-ayat Allah dan pertemuan dengan Dia, mereka putus asa dari rahmat-Ku, dan mereka itu mendapat azab yang pedih al- ‟Ankabut: 23 Pada ayat ini Allah Swt memberikan gambaran tentang orang-orang yang berputus asa dari rahmat Allah itu seperti apa, terlihat dari keterangan sebelum kata ya`isû dalam bentuk fiil mâdhi dengan dhomir mustatir yang diperlihatkan dari penempatan dhamir hum mereka setelah bersamaan dengan fiil. 7 Wahbah Zuhaili Dkk, Buku Pintar Quran Seven in One, Jakarta : al Mahira, 2008, hal.291 Dalam tafsir al-Muyassar, ‟Aid al-Qarni mengatakan pada ayat ini bahwa barangsiapa yang mendustakan dan mengingkari bukti-bukti yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya dalam kitab-Nya dan mengingkari petunjuk ke-Esaan serta keTuhanan maka mereka tidak akan meraih cita-cita untuk selamanya dan tidak pula mendapat tempat dalam rahmat Allah, yakni ketika mereka melihat azab- Nya. Apabila mereka melihat hukuman yang Allah janjikan kepada musuh- musuh-Nya, niscaya mereka akan merasakan siksaan yang pedih yang menyakitkan di api Neraka Jahanam 8 . Sama dengan ayat sebelumnya, kata putus asa di sini menggunakan bentuk fiil tsulasi mujarrod asalnya tanpa tambahan hanya dibubuhi dhamir.                    Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan penolongmu kaum yang dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka Telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang Telah berada dalam kubur berputus asa al-Mumtahanah: 13. Di sini bahwa Allah SWT memberikan peringatan kepada orang-orang beriman yang mentaati Allah dan Rasulnya. Janganlah menjadikan kaum yang dimurkai Allah sebagai penolong, karena sebenarnya mereka itu berada dalam sikap keputus asaan dari mendapatkan kenikmatan dan kebaikan akhirat karena mereka sendiri yang telah mengingkarinya, seperti orang-orang kafir telah 8 „Aid al-Qarni, Tafsir Muyassar, Vol. 3, hal.320 berputus asa atas kebangkitan mereka dari dalam kubur. Orang kafir adalah orang- orang yang dimurkai oleh Allah . Selanjutnya, mengenai makna keputusasaan di dalam kalimat “Sesungguhnya mereka Telah putus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang Telah berada dalam kubur berputus asa ”, Ibnu Jarir Ath-Thabari berpendapat bahwasanya kaum yang dimurkai Allah di hari akhirat dan kebangkitan nanti adalah dari kalangan Yahudi karena mereka telah berputus asa dari rahmat Allah, sebagaimana orang-orang kafir yang masih hidup berputus asa dari rahmat Allah di dunia. Selain itu, semasa hidup mereka juga selalu berputus asa terhadap orang-orang yang telah mati dan berada dalam kubur, karena mereka telah meyakini adanya siksa Allah terhadap mereka setelah mereka mati. 9 Asbabun Nuzul ayat ini adalah : menurut hadits yang diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Ibnu Ishaq yang bersumber dari Ibnu Abbas, ayat ini diturunkan setelah Abdullah bin Umar da Zaid bin al-Harits bersahabat rapat dengan golongan kaum Yahudi 10 . ...          ...Orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku... al-Maidah: 3 Pada ayat di atas, digunakan fiil mâdhi untuk mengeneralisir bahwa seluruh orang kafir itu telah berputus asa karena tidak akan bisa mengalahkan agama 9 Abu Ja‟far Muhammad ibn Jarir ibn Yazid ibn Katsir ibn Ghalib at-Thabari. Jâmi’ al- Bayân Fî Tafsîr Al-Quran, Dar el-Kutub al- „Ilmiyah Beirut, 1992, hal. 53 - 54 10 Qomaruddin Shaleh, Asbabun Nuzul¸Bandung: CV Diponegoro, 1991, hal.513 Islam. Penulis sengaja tidak memasukkan keseluruhan ayatnya agar memudahkan pemahaman pada makna keputusasaan saja. pada ayat ini Allah SWT menjelaskan bahwa orang-orang kafir sudah putus asa untuk memalingkan orang-orang beriman dari agama. Harapan mereka agar kaum mukmin meninggalkan Islam sudah pupus, hal itu disebabkan bahwa orang beriman melindungi dirinya dengan cara ta‟at kepada allah, takut kepada Allah dan tidak takut pada orang-orang kafir 11 .                      Sehingga apabila para Rasul tidak mempunyai harapan lagi tentang keimanan mereka dan Telah meyakini bahwa mereka Telah didustakan, datanglah kepada para Rasul itu pertolongan kami, lalu diselamatkan orang-orang yang kami kehendaki. dan tidak dapat ditolak siksa kami dari pada orang-orang yang berdosa. Yusuf: 110 Dalam ayat ini digunakan fiil mudhari dalam bentuk kata putus asa nya dengan maksud bahwa keputusasaan senantiasa berada dalam benak setiap manusia dalam keadaan lemah dan terpojok. Dalam ayat ini kemudian timbul sebuah pertanyaan bagaimana sikap putus asa merupakan sebuah sikap yang dilarang dalam Islam, padahal Allah telah menceritakan bahwa putus asa juga telah merayapi jiwa para manusia 11 „Aid al-Qarni, Tafsir Muyassar, Vol. 1, hal. 487. sebagaimana yang tertulis pada ayat di atas, untuk menjawab hal tersebut bahwa penentuan maksud dari putus asa disini memiliki beberapa pendapat : 1. Bahwa Rasul telah berputus asa dari keimanan kaumnya dan kaumnya menyangka bahwa rasul itu telah berdusta. Hal ini berdasarkan dalil yang diriwayatkan Ath-Thabari dengan beragam sanad dari jalan imran bin harits, said bin jubair, abu Dhuha, ali bin abi thalhah dan al-Aufi yang meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas mengatakan, „para Rasul telah berputus asa dari keimanan kaumnya dan kaumnya menyangka bahwa Rasul itu telah berdusta 12 . 2. Setelah diberi janji kemenangan oleh Allah, para rasul merasa takut jika kemenangan ini akhirnya tertunda, bukan karena keraguan terhadap janji Allah, tetapi karena kekhawatiran terhadap diri sendiri yang telah melakukan sesuatu perbuatan yang bisa membatalkan syarat kemenangan. Ketika kemenangan ini lama tidak kunjung datang dan bencana semakin dahsyat menimpa mereka, maka merasuklah prasangka ke dalam hati mereka melalui sisi ini 13 . Pendapat pertama lebih kuat, demi menyucikan para Rasul dari sifat keputusasaan, karena mereka datang untuk menanamkan keyakinan optimisme dalam jiwa umatnya setelah mencabut akar-akar keputusasaan dari jiwa mereka. 14 Kemudian Allah berfirman dalam ayat yang lain : 12 At-Thabari. Jâmi’ Al-Bayân Fî Tafsîr Al-Quran. Vol 13, hal.54-56 13 At-Thabari. Jâmi’ Al-Bayân Fî Tafsîr Al-Quran. Vol 13, hal.56-57 14 Sayyid Muhammad Nuh ‘Afatun ‘Alâ ath-Thâriq; Terapi Ruhiyah Aktifis Dakwah terj Fakhruddin Nur syam lc, Hawin M. Jasiman, Mahmud Mahfud Solo: Media Insan Press, 2006, hal. 901            Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan. Fushilat : 49 Dalam ayat ini terdapat dua kata yang mewakili terma keputus asaan yaitu kata    dan  yang keduanya sama-sama dalam bentuk mubalaghah yang menggambarkan bahwa rasa putus asa yang dirasakan benar-benar melemahkan. Ayat di atas diperuntuhkan bagi mereka yang kufur dan mendustakan nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Mereka adalah orang-orang kafir yang selalu mengharapkan nikmat dari Allah namun ia enggan dan sungkan untuk menjalankan perintah dan kewajiban yang diberikan kepadanya. Sehingga pada saat Allah mengambil seluruh nikmat daripadanya maka ia berputus asa dan berkeluh kesah atasnya. 2. Qanatha Kemudian al-Quran menggambarkan putus asa dengan mempergunakan kata . Kata tersebut disebutkan sebanyak lima kali 15 dalam ayat-ayat yang berbeda. Diantara ayat tersebut adalah sebagai berikut:        15 Sayyid Muhammad Nuh ‘Afatun ‘Alâ ath-Thâriq, hal. 279 Mereka menjawab: Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, Maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa . al-Hijr: 55 Kata dalam ayat ini berbentuk isim fail menggambarkan adnya kelompok orang-orang yang berputus asa dan golongan inilah yang dilarang agar kita tidak termasuk ke dalamnya. Ayat ini merupakan perkataan para tamu-tamu Ibrahim yang berkata: Wahai Ibrahim, kami menggembirakan kamu dengan satu hal yang benar. Kami mengetahui bahwa Allah akan memberi seorang anak, maka janganlah kamu berputus asa dari keutamaan Allah 16 . Ayat ini juga berhubungan dengan ayat berikutnya :         Ibrahim berkata: Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan- nya, kecuali orang-orang yang sesat. al-Hijr :56 Dalam ayat ini kata nya berbentuk fiil mudhâri sekaligus sebagai fail menggambarkan bahwa adanya orang yang berputus asa. Pemahaman yang diambil adalah bahwa Ibrahim berkata : ”hanya orang yang sesat yang tidak mengetahui jalan yang harus ditempuh. Itulah orang-orang yang berputus asa dari 16 Tengku Muhammad Hasbi ash-shiddieqy, Tafsir al- Qur’anul Majid an-Nûr, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2000, vol, 3, hal.2185 rahmat Tuhan”. Pada kenyataannya Ibrahim pun tidak pernah berputus asa kepada rahmat Allah. Hanya karena beliau tidak dikarunia seorang anak lagi 17 . Di dalam ayat ini Allah juga ingin mengajarkan kepada hamba-hamba nya agar jangan pernah berputus asa pada rahmat-Nya. Karena setiap orang yang berputus asa berarti ia tidak mensyukuri apa yang sudah diberikan Tuhan. Hal ini juga menunjukkan bahwa iblis atau setan membisikin kepada manusia sikap keputusasaan .                 Dan apabila Kami Rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. dan apabila mereka ditimpa suatu musibah bahaya disebabkan kesalahan yang Telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa ar-Rum: 36 Kata dalam ayat ini juga berbentuk fiil madhi dengan diawali dhomir Hum mereka . Dalam ayat ini al-Quran menampilkan lembaran lain dari lembaran-lembaran jiwa manusia ketika dalam kegembiraan yang membuatnya terlena atau perasaan tertekan yang mendapati kesulitan yang membuat hilang harapan terhadap rahmat Allah, ia juga gambaran bagi jiwa yang terikat dengan seluruh perkara, serta timbangan yang cermat yang tak berpengaruh dengan perubahan-perubahan. 17 Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir al-Quranul Majid an-Nûr, vol, 3, hal.2185 Manusia yang dimaksud di sini adalah mereka yang tak terkait dengan garis tersebut dan tak menimbang dengan timbangan ini. Mereka merasa bergembira mendapat rahmat Allah dengan kegembiraan yang meledak-ledak. Sehingga membuat mereka lupa terhadap sumber rahmat itu, mereka terlena dengan nikmat tersebut, tenggelam di dalamnya, tak bersyukur kepada Allah yang memberikan nikmat. Karena itu, ketika Allah berkehendak untuk menegur mereka sesuai dengan perbuatan mereka, dan mereka merasakan kondisi buruk maka merekapun buta terhadap hikmah Allah yang terdapat dalam cobaan kesulitan. Mereka pun putus asa terhadap rahmat Allah dan kehilangan harapan untuk mendapatkan jalan keluar. Seperti itulah kondisi hati yang terputus dengan Allah 18 .                       Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang az-Zumar: 53 Dalam ayat ini kata La nahiyah menjadikannya filun nahyi kata kerja larangan mengindikasikan bagi pembaca agar jangan berbuat demikian. Ayat di 18 Sayyid Quthb. Fi Dzhilâl al-Quran terj. As‟ad yasin, Abdul aziz, Gema Insani Press, Jakarta, 2000, Jilid ke-9, hal.148 atas menggambarkan sebuah seruan terhadap orang-orang yang selalu melakukan kemaksiatan agar mereka segerah kembali ke jalan Allah. Selain itu, ayat ini menyeru kepada harapan, cita-cita dan kepercayaan akan ampunan Allah. Sesungguhnya Allah maha penyayang kepada hamba-hambanya. Allah mengetahui kelemahan dan kepapaan manusia. Dia mengetahui faktor- faktor internal dan eksternal yang menguasai diri mereka. Dia juga mengetahui bahwa setanlah yang mengintip mereka disetiap jalan lalu menyeretnya 19 . Allah mengetahui ihwal setiap makhluk. Maka Dia mengulurkan bantuan, melapangkan rahmat baginya, dan Dia tidak menyiksa karena kemaksiatannya sebelum dia menyediakan segala sarana untuknya guna memperbaiki kekeliruannya dan menegakkan langkahnya diatas jalur. Sebagaimana dalam ayat berikut, di mana bentuk kata mengambil bentuk mubhalaghah:            Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan al-Fusilat : 49 . 3. Ablasa. Terakhir, kata yang disamakan dengan arti putus asa adalah kata , dalam bahasa Indonesia berarti putus asa atau menyesal. Menjadi asal kata dari iblis 19 Sayyid Quthb. Fi Dzhilâl al-Quran, Jilid ke-10, hal. 89 yang telah berputus asa dari rahmat Allah. Dalam al- Qur‟an kata ini disebut sebanyak lima ayat 20 , yaitu : Kata dalam ayat az-Zukhruf: 75, al-Anam: 44, al-Mu`min: 77 dan ar- Rum: 49 mengambil bentuk sebagai isim fail yakni sebagai pelaku dari keputusasaan dengan dhamir Hum mereka menggambarkan bahwa terdapat golongan orang-orang yang berputus asa. Berikut ayat-ayat tersebut:       Tidak diringankan azab itu dari mereka dan mereka di dalamnya berputus asa. az-Zukhruf : 75 Memaknai ayat di atas yang berhubungan dengan ayat sebelumnya yaitu ayat 44 surat al- Zukhruf yang artinya, ”sesungguhnya para pendurhaka dalam siksa jahanam selama- lamanya” pada ayat ini sesungguhnya para pendurhaka yang mantab dengan kedurhakaannya akan berada dalam wadah siksa neraka jahanam yang meliputi seluruh totalitasnya dan yang akan mereka alami selama-lamanya. Tidak akan dihentikan atau diringankan siksa itu dari mereka dan akhirnya mereka didalamnya lunglai tak mampu melakukan apapun karena mereka telah berputus asa untuk memperoleh keringanan apalagi keselamatan 21 . 20 Sayyid Quthb. Fi Dzhilâl al-Quran,Jilid ke-10, hal. 56 21 M.Quraish Shihab , Tafsir al-Mishbah, Lentera Hati , Jakarta: 2002 vol :12, hal. 592 Selain itu ayat ini juga memberikan penegasan bahwa mereka yang terhasut oleh bujuk rayu Iblis akan berada dalam neraka jahanam hal itu disebabkan kedurhakaan kepada Allah Swt.                      Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang Telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang Telah diberikan kepada mereka, kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa al-An „am: 44 Menurut Quraish Shihab, ayat ini menjelaskan bahwa kaum kafir itu enggan berdoa bahkan hati mereka membatu, rayuan iblis mereka ikuti sehingga memandang indah amal-amal buruk yang mereka perbuat dan menjadikan mereka melupakan peringatan-peringatan Allah. Kemudian Allah siksa mereka sehingga mereka itu tidak mempunyai kesempatan untuk bertaubat dan berdoa. Siksaan yang datang pada saat mereka bergelimangan dalam dosa itu, menjadikan penyesalan merekapun semakin besar, maka itu semua mengakibatkan mereka secara tiba-tiba pula terdiam tidak dapat berkutik, dipenuhi penyesalan lagi berputus asa tiada gunanya 22 . Apa yang diinformasikan ayat ini merupakan salah satu cara Allah menyiksa para pembangkang. Allah mencurahkan aneka kenikmatan kepada mereka, yang 22 M.Quraish Shihab , Tafsir al-Mishbah, vol. 4, hal. 95 oleh ayat diatas diibaratkan dengan membuka pintu-pintu perbendaharaan illahi, ia dibuka bukan untuk sementara tetapi terus menerus , sehingga ketika sampai pada puncak pendurhakaan yang pada gilirannya menjadikan mereka mendapat siksa yang amat pedih.             Hingga apabila Kami bukakan untuk mereka suatu pintu tempat azab yang amat sangat di waktu itulah tiba-tiba mereka menjadi putus asa. al- Mu`minun : 77 Asbabun nuzul ayat ini bahwa Ibnu Abbas mengatakan “Abu Sufyan menemui Nabi lalu berkata, wahai Muhammad, aku meminta saran mu atas nama Allah dan atas nama kekerabatan. Sungguh, kami telah makan ihiz yakni bulu dan darah, maka dari itu Allah menurunkan ayat ini 23 .      Dan pada hari terjadinya kiamat, orang-orang yang berdosa terdiam berputus asa. ar-Rum : 12 Dalam ayat ini kata mengambil bentuk dalam fiil mudhari kata kerja masa kini sedang berlangsung mengisyaratkan bahwa berputus asa adalah hal yang dilakukan oleh orang-orang yang berdosa  . 23 Wahbah Zuhaili Dkk, Buku Pintar Quran Seven in One, hal. 348 Pada ayat ini Allah memberikan gambaran bahwasannya ketika terjadinya hari kiamat orang-orang musyrik putus asa dari keselamatan. Mereka diam dalam keadaan bingung karena tidak memiliki alasan 24 .           Dan Sesungguhnya sebelum hujan diturunkan kepada mereka, mereka benar-benar telah berputus asa. ar-Rum : 49 Kata dalam ayat ini juga berbentuk isim fail sehingga menjadi sebagaimana ayat- ayat di muka, namun pada ayat ini sebelum kata tersebut terdapat Lam taukid yang bermaksud menguatkan maknya, yang dapat diartikan sebagai benar-benar telah berputus asa. Padahal mereka sebelum diturunkan hujan, benar-benar putus asa akan turunnya hujan. Firmannya ; min qablihi sebelumnya untuk menjelaskan sedemikian cepatnya perubahan mereka dari putus asa pada kegembiraan. Ini sikap orang yang lemah dan ceroboh. Sedangkan orang mukmin, dia akan bersabar dan tidak tergesa-gesa 25 .

B. Faktor penyebab terjadinya keputusasaan