Untuk menghasilkan kitosan yang bermutu tinggi bergantung pada kitin yang dihasilkan. Sekiranya kitin yang dihasilkan tidak murni, maka tidak akan dihasilkan kitosan. Pada
proses pembuatan kitosan, jika derajat deasetilasi menunjukkan nilai 100 ini berarti yang dihasilkan adalah kitan bukan kitosan, karena kitosan merupakan gabungan senyawa kitin
dan kitan. Untuk inilah perlu diketahui derajat deasetilasi di dalam kitosan, karena ini merupakan sifat utama dari kitosan. Kitosan mempunyai kadar nitrogen yang bergantung
kepada derajat deasetilasi. Salah satu metode untuk mengetahui derajat deasetilasi adalah dengan menggunakan metode spektrofotometri. Muzarelli.1977.
Pembuatan Kitosan Nanopartikel didapati beberapa metode, diantaranya menggunakan instrument Ultrasonik bath. Szeto,2007 . Pengaruh kondisi ultrasonik pada
penguraian kitosan telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, mereka telah mempelajari pengaruh kondisi ultrasonik,termasuk parameternya adalah konsentrasi kitosan, suhu
reaksi, jenis pelarut yang digunakan dan waktu ultrasonik serta penyimpanan dalam larutan asam pada penukaran dalam berat molekul, sifat polidispersi distribusi dari berat molekul
terhadap kitosan. Hasilnya menunjukkan bahwa kitosan mengalami kelarutan yang cepat dalam larutan yang encer dari pada dalam larutan yang pekat dan lebih cepat dalam larutan
yang bersuhu rendah dari pada dalam larutan yang bersuhu tinggi. Polidispersi menurun dengan perlakuan ultrasonik Chen,R.H and Shyur,J.S,1997. Menurut Susi,K 2009,
penggunaan ultrasonik bath dalam waktu terlalu lama didapati proses nanopartikel tidak terbentuk sempurna.
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk memodifikasi kitosan menjadi kitosan nanopartikel kemudian meneliti perubahan sifat-sifat karakteristik dari kitosan
nanopartikel dengan menggunakan variasi massa kitosan dan variasi waktu penggunaan alat ultrasonik bath dengan menggunakan FTIR dan SEM.
1.2 Permasalahan
Apakah ada pengaruh waktu penggunaan Ultrasonik Bath terhadap sifat-sifat
karakteristik kitosan nanopartikel.
Universitas Sumatera Utara
1.3 Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada penentuan bentuk dari kitosan nanopartikel dengan variasi massa 200,400,600,800,1000 mg kitosan dan variasi waktu penggunaan
ultrasonik bath 1,2,3,5,7 menit kemudian dianalisa karakteristiknya dengan menggunakan instrumen FTIR dan SEM.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu penggunaan ultrasonik bath terhadap karakteristik kitosan nanopartikel.
1.5 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang salah satu sifat terpenting dari pembuatan kitosan nanopartikel agar penggunaannya dapat diterapkan
untuk membran filter.
1.6 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian FMIPA USU. Viskositasnya di ukur dengan viskometer brockfield di salah satu industri karet di Tanjung Morawa Medan
dan uji karakteristiknya dengan menggunakan FTIR di UGM dan SEM di ITB.
1.7 Metodologi Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini adalah eksperimental laboratorium, dimana kitosan dirubah menjadi kitosan nanopartikel dengan cara melarutkan kitosan dengan berbagai variasi berat yaitu
200,400,600,800.1000 mg didalam 200 ml asam asetat 1, kemudian di aduk hingga homogen dengan waktu pengadukan selama 10 menit kemudian ditambahkan larutan NH
3
tetes demi tetes hingga terbentuk larutan putih, kemudian diletakkan pada ultarasonik bath dengan variasi waktu 1,2,3,5,7 menit. Kemudian diuji viskositasnya dengan Viskometer
Brockfield kemudian dicetak film tipis dan dibiarkan hingga kering dan karakterisasinya diuji dengan instrument FTIR dan SEM.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kitosan
Udang merupakan salah satu komoditas perikanan indonesia yang mulai dilirik oleh pasar dunia. Hal ini, dapat kita lihat dengan meningkatnya permintaan dari Negara lain terhadap
komoditas udang. Sebanyak 80-90 ekspor udang dilakukan dalam bentuk udang beku tanpa kepala dan kulit, sehingga limbah yang dihasilkan mencapai 50-60 dari bobot
udang utuh.Sugita.2009.
Cangkang dari lobster, kumbang, dan laba-laba mengandung kitin. Kitin merupakan polisakarida terbanyak kedua yang berlimpah di alam selulosa merupakan
yang terbanyak. Kitin merupakan bahan polimer yang memiliki struktur yang keras. Tersusun atas N-asetil-d-glukosamin yang lebih banyak dari glukosa, tetapi mempunyai
struktur yang hampir sama dengan selulosa McMurray.2007 .
Kitosan adalah biopolimer alami terutama sebagai penyusun cangkang kulit-kulit keras, udang-udangan, dan serangga, serta penyusun dinding sel ragi dan jamur. Karena
sifatnya yang khas seperti bioaktivitas, biodegradasi, dan kelihatannya kitosan dapat memberikan kegunaan yang diterapkan dalam berbagai bidang Manskarya.1968.
Limbah udang dinegara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat telah diisolasi kitinnya. Kitin dalam kulit udang sebesar 15-20 dan dapat diisolasi melalui
proses deproteinasi yang diikuti dengan demineralisasi. Kitin juga dapat diubah menjadi
Universitas Sumatera Utara
kitosan setelah lebih dari 70 gugus asetil CH
3
CO--nya dihilangkan. Ternyata penghilangan gugus asetil kitin meningkatkan kelarutannya, sehingga kitosan lebih banyak
digunakan dari pada kitin, antara lain di industri kertas,pangan, farmasi,fotografi,kosmetika,fungisida,dan tekstil sebagai pengemulsi,koagulan, pengkelat
serta pengental emulsi.
Kitosan adalah poli-2-amino-2-deoksi- β1-4-D-glukopiranosa dengan rumus
molekul C
6
H
11
NO
4 n
yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin Gambar 2.1. Kitosan juga dijumpai secara alamiah di beberapa organisme Sugita,2009.
Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun ezimatik. Proses kimiawi menggunakan basa misalnya NaOH, dan dapat menghasilkan kitosan
dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93. Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam dan deasetilasinya juga sangat
acak , sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak seragam. Selain itu proses kimiawi juga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan, sulit dikendalikan, dan melibatkan banyak
reaksi samping yang dapat menurunkan rendemen. Proses enzimatik dapat menutupi kekurangan proses kimiawi. Pada dasarnya deasetilasi secara enzimatik bersifat selektif
dan tidak merusak struktur rantai kitosan, sehingga menghasilkan kitosan dengan karakteristik yang lebih seragam agar dapat memperluas bidang aplikasinya Sugita.2009.
Kitosan
Universitas Sumatera Utara
Nilai yang digunakan untuk menghitung derajat deasetilasi sangat bergantung pada nisbah pita serapan yang digunakan untuk menghitungnya.Tiga nisbah yang diajukan ialah
A1655A2867, A1550A2878, dan A1655A3450. Dua nisbah pertama memberikan keakuratan pada N asetilasi rendah, sedangkan A1655A3450 lebih akurat pada N
asetilasi tinggi. Baxter memadukan metode penentuan garis dasar pada nisbah pita serapan A1655A2867 dan A1655A3450. Metode ini mampu diterapkan pada kisaran yang luas
dari nilai N-deasetilasi kitosan. Intensitas transmitans pita amida I spektrum inframerah kitin dan kitosan dengan nilai derajat deasetilasi berbeda. Penentuan Derajat Deasetilasi
dengan menggunakan spektroskopi FTIR dilakukan dengan cara sebagai berikut: kitosan dibuat menjadi pellet dengan KBr hingga membentuk suatu lapisan tipis transparan.
Selanjutnya, serapan diukur dengan FTIR. Puncak tertinggi dicatat dan diukur dari garis dasar yang dipilih. Sugita.2009.
Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik pKa ≈ 6,5
hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat yang basa ini menjadikan kitosan :
a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga
dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b. Membentuk kompleks yang tidak larut dengan air dengan polianion yang dapat
juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran. c.
Dapat digunakan sebagai pengkelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan system produksi terhadap efek dekstruksi dari ion Meriaty,2002.
Kitosan juga dapat dibuat menjadi membrane film dengan cara, kitosan dilarutkan dalam asam asetat dan seterusnya dituangkan diatas plat kaca, pelarut asam tersebut
dibiarkan menguap pada udara terbuka sehingga film terbentuk dan dengan mudah dapat diambil dari permukaan kaca. Agusnar.2006.
Universitas Sumatera Utara
2.1.1 Sifat Fisika-Kimia Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih kekuningan dengan rotasi spesifik [α]
D 11
-3 hingga -10
o
pada konsentrasi asam asetat 2. Kitosan larut pada kebanyakan larutan asam organik pada pH sekitar 4,0, tetapi tidak larut pada pH lebih besar dari 6,5,
juga tidak larut dalam pelarut air,alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti HCl dan HNO
3
, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1, tetapi tidak larut pada konsentrasi 10. Kitosan tidak larut dalam H
2
SO
4
pada berbagai konsentrasi, sedangkan didalam H
3
PO
4
tidak larut pada konsentrasi 1 sementara pada konsentrasi 0,1 sedikit larut. Perlu kita ketahui, bahwa kelarutan kitosan dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat
deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya. Sifat fisika dan kimia kitosan diatas telah dijadikan bagian
dalam penentuan spesifikasi kitosan niaga. Sugita.2009.
Tabel 2.1. Spesifikasi Kitosan Komersil
Parameter Ciri
Ukuran Partikel Serpihan Sampai bubuk
Kadar air ≤ 10,0
Kadar abu ≤ 2.0
Warna larutan Tidak berwarna
N-deasetilai ≥ 70,0
Kelas viskositas cps -
Rendah 200
- Medium
200-799 -
tinggi pelarut organic 800-2000
- sangat tinggi
2000 Sugita.2009
Universitas Sumatera Utara
Kitosan tidak larut dalam air, pelarut-pelarut organik, juga tidak larut dalam alkali dan asam-asam mineral pada pH di atas 6,5. Dengan adanya sejumlah asam, maka dapat
larut dalam air - metanol, air - etanol, dan campuran lainnya. Kitosan larut dalam asam formiat dan asam asetat dan menurut Peniston dalam 20 asam sitrat juga dapat larut.
Asam organik lainnya juga tidak dapat melarutkan kitosan, asam-asam anorganik lainnya pada pH tertentu setelah distirer dan dipanaskan dan asam sitrat juga dapat melarutkan
kitosan.
Kitosan bersifat polikatonik yang dapat mengikat lemak dan logam berat pencemar. Kitosan yang mempunyai gugus amina yaitu adanya unsur N bersifat sangat reaktif dan
bersifat basa. Inoue. 1994 . Karena kitin dan kitosan merupakan bahan alam maka keduanya lebih bersifat
biokompatibel dan biodegradabel disbanding dengan polimer sintetik. Kitin dan kitosan serta senyawa turunannya telah banyak diaplikasikan dalam berbagai industri. Nilai total
perdagangan bahan-bahan tersebut pada tahun 2002 mencapai 112 trilyun rupiah Toharisman, 2007 .
2.1.2 Kegunaan Kitosan
Dewasa ini aplikasi kitin dan kitosan sangat banyak dan meluas. Di bidang industri, kitin dan kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit pengolahan limbah cair,
pengikat dan penyerap ion logam, mikroorganisme, mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak, tannin, PCB poliklorinasi bifenil , mineral dan asam organik, media
kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion, penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentuk film dan membran mudah terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp dan
produk tekstil. Sementara dibidang pertanian dan pangan, kitin dan kitosan digunakan antara lain untuk pencampur ransom pakan ternak, antimikroba, antijamur, serat bahan
pangan, penstabil, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah.
Fungsinya sebagai antimikroba dan antijamur juga diterapkan di bidang kedokteran. Kitin dan kitosan dapat mencegah pertumbuhan Candida albicans dan Staphvlacoccus aureus.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, biopolimer tersebut juga berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, penambahan dalam obat pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan pembuat lensa
kontak, aditif pada kosmetik, membran dialisis, bahan shampoo dan kondisioner rambut, penstabil liposome, bahan ortopedik, pembalut luka dan benang bedah yang mudah
diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, dan antiinfeksi. Sugita.2009.
Kitosan sebagai adsorben dapat berada dalam berbagai bentuk, antara lain bentuk butir, serpih, hidrogel, dan membran film . Kitosan sebagai adsorben sering
dimanfaatkan untuk proses adsorpsi ion logam berat. Besarnya afinitas kitosan dalam mengikat ion logam sangat bergantung pada karakteristik makrostruktur kitosan yang
dipengaruhi oleh sumber dan kondisi pada proses isolasi. Perbedaan bentuk kitosan akan berpengaruh pada luas permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas
permukaan kitosan akan semakin besar, dan proses adsorpsi pun dapat berlangsung lebih baik.
Pembuatan kitosan dalam bentuk butiran antara lain sebanyak 3 gram kitosan berbentuk serpihan dilarutkan dalam 100 ml larutan asam asetat 1. Larutan kitosan yang
terbentuk diteteskan pada larutan basa NaOH 4, sehingga diperoleh butiran berbentuk bola dengan diameter rata-rata 2,5 mm. Kitosan butiran yang terbentuk dikumpulkan dan
dicuci dengan akuades sampai pH netral membentuk kitosan dalam bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi enzim catalase Sugita. 2009 .
Dalam penggunaannya kitosan tidak beracun dan mampu menurunkan kadar kolesterol dalam darah. Kitosan juga dapat digunakan dalam penjernihan atau pengolahan
air minum. Pemakaian kitosan pada pengolahan air minum lebih baik dari pada memakai alum atau tawas dan Poli Aluminium Klorida PAC, karena tawas dan PAC dapat
mengakibatkan efek racun bagi kesehatan manusia Roberts.1991.
2.2 Kitosan Nanopartikel
Universitas Sumatera Utara
Untuk meningkatkan daya absorbansinya kitosan dimodifikasi dalam magnetic kitosan nanopartikel. Penggunaan kitosan dan magnetic kitosan nanopartikel telah digunakan
untuk mengadsorpsi ion FeII dan FeIII,CuII,CoII, cat warna dan furosemidaW.S.W.Ngah,2005;So and Dong,2004;Mayumi et al,2004;Zhi et al,2005.
Hasil penelitian mengenai adsorpsi ion Ni II oleh kitosan dan magnetic kitosan nanopartikel telah membahas kondisi optimal untuk mengadsorpsi ion Ni II oleh kitosan
dan magnetic kitosan nanopartikel.Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008.
Kitosan nano adalah kitosan yang mana partikelnya berukuran 100-400 nm. Sekarang ini, banyak ahli-ahli menggunakan kitosan dengan nano teknologi, You Shan
Szeto dan Zhigang Hu untuk menyiapkan nanopartikel dimana kitosan dilarutkan dalam asam lemah kemudian ditambahkan larutan yang bersifat basa seperti amoniak, natrium
hidroksida atau kalium hidroksida kemudian distirer dengan kecepatan 300 rpm sehingga diperoleh gel kitosan putih dan dibilas dengan aquades sampai netral kemudian
ditempatkan pada ultrasonik bath untuk memecah partikel gel kitosan menjadi lebih kecil Szeto,2007. Sebagian ahli juga mencoba metode lain untuk menyiapkan kitosan nano
dengan menambahkan larutan tripoliposfat kedalam larutan kitosan sehingga diperoleh emulsi kitosan sambil distirer dengan kecepatan 1200 rpm kemudian emulsi di buat pH 3,5
dengan menambahkan asam asetat hasilnya akan berupa suspensi kitosan Cheung,2008.
2.3 Spektrofotometer Fourier Transform Inframerah FTIR