Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Makna keberadaan agama dalam kehidupan manusia sering kali penuh dilema. Disatu sisi ia adalah sumber penting dari terbentuknya sebuah peradaban. Tapi disisi lain, agama pun akan menjadi titik api dari konflik sosial yang berkepanjangan. 1 Agama tidak hanya menjadi inspirasi bagi persaudaraan sejati sentripetal , tapi ia pun dapat menjadi penyulut api permusuhan abadi Sentrifugal . 2 Wacana di sekitar HAM di Negara kita akhir-akhir ini termasuk tema yang paling banyak diperbincangkan berbagai kalangan. Seperti disoroti media massa, baik dalam maupun luar negeri, Indonesia termasuk negara yang banyak melakukan pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Aspirasi dari berbagai pihak ditegagkan hukum yang setimpal bagi para pelanggar HAM kian menguat dan menampakkan dirinya dalam berbagai aksi dan tekanan. Tekanan tersebut terlihat semakin kental sejak runtuhnya rezim orde baru pada 21 Mei 1998. Unjuk rasa atau demonstrasi baik yang dimotori oleh mahasiswa maupun masyarakat dari berbagai kalangan digelar dimana-mana sejak dari pusat sampai daerah. 3 1 Zainudin Maliki, Agama Rakyat Agama Penguasa: Konstruksi Tentang Realitas Agama dan Demokratisas, Yogyakarta: Yayasan Galang, 2000 , h. xxi. 2 Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, sebuah kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramadina, 1996 , Cet. Pertama, h.15. 3 Ahmad Kosasih. HAM Dalam Perspektif Islam Menyingkap Persamaan dan Perbedaan Antara Islam dan Barat , Jakarta, Salemba Diniyah, 2003, Cet. I. h. xv. Dikalangan akademisi Lembaga Pendidikan tegasnya, Perguruan Tinggi masalah HAM sudah menjadi bahan perbincangan dan perdebatan sehari- hari, dengan diadakannya seminar atau Studium general. Pada tanggal 25 Maret 2007 Studium General dilaksanakan di gedung Auditurium UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Tema “Prospek Pembangunan Hukum, HAM dan Demokrasi di Indonesia” 4 dengan nara sumber Pemateri H. Wiranto. S.ip, itu merupakan sebagian diantara Perguruan Tinggi yang haus akan wacana HAM demi terciptanya supremasi HAM. Hingga kini, diskursus HAM dilaksanakan secara seragam dan menyeluruh diberbagai penjuru dunia Universal approaches. Sementara yang lain menghendaki penegakan HAM dari sudut pandang yang lebih spesipik dan sesuai dengan kondisi budaya dan keyakinan masyarakat setempat Local approaches. Hanya saja, sampai sekarang belum ada solusi yang lebih memadai bagi kedua kutub tersebut. Bahkan yang terjadi sebaliknya, setiap upaya dari pihak terakhir di atas selalu dicurigai sebagai pembangkangan atas sesuatu yang universal. Padahal, demokrasi wacana kembar HAM mengabsahkan perbedaan pendapat dan meniscayakan penghargaan atas pendapat orang lain. 5 4 fakultas Syariah dan Hukum, Studium General, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 25 Maret 2007. 5 Egi Sudjana. HAM dalam Perspektif Islam Mencari Universalitas HAM Bagi Tatanan Modernitas yang HAkiki, Jakarta, Nuansa Madani, 2005, Cet. II, h. iii. HAM dalam Perspektif Islam lebih cenderung bersumber kepada Al- Qur’an dan As-Sunnah, serta dokumen-dokumen HAM, seperti Piagam Madinah, Khutbah Wada’ pernyataan kairo tentang HAM Islam hingga Deklarasi HAM Universal PBB tahun 1948. maka sangat jelas bahwa hak asasi tersebut bukan berasal dari siapapun, termasuk raja atau Presiden sekalipun, tetapi berasal dari Causa Prima alam semesta ini, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, atau yang lebih dikenal dengan istilah Theosentris. Sedangkan HAM sendiri lebih bersumber kepada HAM barat seperti HAM yang dideklarasikan oleh badan tertinggi dunia PBB pada 10 Desember 1948 yang dikenal dengan piagam PBB tentang hak-hak asasi Manusia atau “The Universal Deklaration Of Human Right” yang terdiri dari 30 pasal. Magna Charta yang lahir pada tahun 1215 di Inggris, yang menyatakan bahwa raja yang tadinya berkekuasaan Absolute Menciptakan Hukum menjadi terbatas, dapat dimintai pertanggung jawabannya dimuka umum. Dari sinilah terlihat raja tidak kebal hukum lagi. Lahirnya Magna Charta kemudian diikuti oleh peraturan sejenis yang lebih dikenal dengan Bill Of Right tahun 1689. Saat itu, timbul adigium Equality before the law persamaan kedudukan dimuka hukum. Kemudian, di tahun 1789 lahir he French deklaration. Adapun inti deklarasi itu adalah hak-hak asasi diperinci lagi sehingga melahirkan dasar the rule of law. Sedangkan di Indonesia sendiri sebagai Negara demokrasi telah menjamin HAM, baik langsung maupun tidak langsung. Hal ini secara formil dituangkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang terdapat pada batang tubuh yang mencantumkan 7 pasal di dalamnya: Sebelum amandemen ketentuan HAM di dalam UUD 1945 relatif sedikit, hanya 7 tujuh pasal saja masing-masing pasal 27, 28, 29, 30, 31, 31 dan 34. Namun Sekalipun demikian, telah diusulkan juga untuk membuka kesempatan memasukkan pasal-pasal HAM ke dalam UUD 1945 melalui amandemen. Upaya amandemen terhadap UUD 1945 ini telah melalui 2 tahapan usulan. Usulan draft amandemen Undang- undang Dasar 1945 yang kedua tanggal 18 Agustus 2000 telah menambahkan satu bab khusus yaitu Bab X-A tentang Hak Asasi Manusia mulai pasal 28 A sampai dengan 28 J. Sebagian besar isi perubahan tersebut mengatur mengenai hak-hak sipil dan politik, hak-hak ekonomi, sosial dan budaya. Pencantuman hak-hak asasi tersebut dalam UUD 1945 merupakan bukti adanya jaminan yang diberikan oleh negara kepada rakyatnya, bukan dalam kaitannya dengan hukum positif. Serta Undang-undang HAM tahun 1999 No.39 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 26 Tahun 2000 “Tentang Pengadilan HAM”, serta undang-undang Dasar pasal 27 dan 29 tentang kehidupan yang layak dan Kebebasan Beragama. Maka sangat jelas bahwa hak asasi tersebut seolah-olah merupakan hak pemberian manusia atau ciptaan manusia itu sendiri. Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama bahwa manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Di samping itu, untuk mengimbangi kebebasan tesebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya. 6 Sejalan dengan pandangan di atas, maka kita dapat menemukan adanya nilai kebebasan yang tertuang dalam undang-undang No. 39 Th. 1999. salah satu Nilai Kebebasan yang terkandung dalam undang-undang tersebut adalah Kebebasan beragama, yang mana termuat juga dalam deklarasi PBB pada 10 Desember 1948 yang terdiri dari 30 pasal. Yaitu pasal 18 yang berbunyi : “Setiap orang berhak untuk bebas berpikir, bertobat dan beragama, hak ini meliputi kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama dan kepercayaan dalam bentuk beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun dilakukan bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum maupun sendiri”. Begitupun di dalam undang-undang dasar tahun 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 menyatakan adanya kebebasan beragama bahwa Negara menjamin tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut kepercayaannya itu. Di dalam Islam, kebebasan dan kemerdekaan merupakan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya kebebasan menganut agama sesuai dengan keyakinannya. Oleh karena itu Islam melarang keras adanya pemaksaan 6 Redaksi Sinar Grafika, UU RI No. 30 Th. 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, Cet. I. h. 1. keyakinan agama kepada orang yang telah menganut agama lain. Hal Ini senada dengan ayat suci al-qur’an:  + , -.0 1 2346 7 8 9:  1= ? 8 , AB + CD  =FG 8 H IJ3 K L AM .N OPQ R = SST .U VWXS Y Z Artinya: “Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam; Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut 7 dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui ”. Q.S.Al-Baqarah2:256. Kemudian dijelaskan juga di dalam al-qur’an tentang kerukunan antar umat beragama melalui toleransi, sebagai berikut: [\ ] , 4_ , 2` aD = +Kb A2 cd K = S ef 2Gg=4 =3gd hG = -ij =4 + 8 k lNd R mY6 Cnb 2 cd= k Xo 240=jF 8 R =j[8=p 240[8=p= =j qGY6+ d 240 = 2- GY6+ d K rstP =j qF 8 240=jF 8= R S+ u v =j qF P T = x nM+ Artinya: ”Maka Karena itu Serulah mereka kepada agama ini dan tetaplah 8 sebagai mana diperintahkan kepadamu dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: Aku beriman kepada semua Kitab yang diturunkan Allah dan Aku diperintahkan supaya berlaku adil diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara 7 Thaghut ialah syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah SWT. 8 Maksudnya:tetaplah dalam agama dan lanjutkanlah berda’wah kami dan kamu, Allah mengumpulkan antara kita dan kepada-Nyalah kembali kita. Q.S. Assûra42: 15. Berdasarkan uraian di atas, Islam telah memberikan respon positif terhadap kebebasan beragama yang tercermin dalam bentuk kerukunan dan toleransi antar pemeluk agama dibatasi pada hal-hal yang bersifat mu ’amalah Hubungan antar sesama untuk beragama atau kemasyarakatan. Sehingga dalam hal ini, pasal 18 UDHR sangat tidak sesuai dengan apa yang telah dilandasi oleh Islam. Karena pasal ini akan berbenturan dengan prinsip-prinsip akidah Islam. Adanya pertentangan tersebutlah yang melatar belakangi penulis membuat skripsi ini berjudul “Kebebasan Pindah Agama Dalam Perspektif Hukum Islam dan HAM”. B. Identifikasi Masalah Agar pembahasan masalah ini tidak rancu, maka perlu adanya identifikasi masalah. Pada dasarnya kebebasan pindah agama itu terletak pada kebebasan menjalankan agamanya masing-masing, kenyamanan, dan ketenteraman, karena kebebasan beragama dan menjalankan semua perintah dan ajarannya adalah bagian dari Hak Asasi Individu. Setiap orang berhak untuk bebas berpikir, bertaubat, dan beragama, hal ini meliputi kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dan kebebasan untuk menyatakan agama dan kepercayaan dalam bentuk beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun dilakukan bersama-sama dengan orang lain, baik ditempat umum maupun sendiri. Adapun yang dimaksud dengan perspektif Hukum Islam dan HAM dalam skripsi ini adalah Pertama tentang ma’na atau pengertian HAM dalam Islam dan Barat, latar belakang serta sejarah HAM yang nantinya akan mengarah kepada realitas HAM dalam masyarakat Islam dan Barat.kedua, penulis akan memfokuskan pada kerangka hukum yang nantinya akan mengarah kepada konsep beragama menurut Islam dan HAM. Ketiga, pembahasan skripsi ini mengarah pada pandangan Islam dan HAM dalam kaitannya dengan kebebasan pindah agama dengan terlebih dahulu mengkaji konsep kebebasan, historis pindah agama, hukum pindah agama dalam perspektif Islam dan HAM serta berakhir dengan uraian analisis perbandingan kebebasan pindah agama. Agar permasalahan skripsi ini lebih terarah dan terfokus, maka penulis akan mengidentifikasikan ruang lingkup penulisan skripsi ini hanya pada persoalan Islam dan HAM Barat. Namun apabila ada pembahasan HAM menurut konvensional, Nasional, Internasional itu hanya sebagai penguat saja.

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah