Perlindungan Nasabah Selaku Konsumen

kenyataanya, sering sekali perjanjian yang dibuat cenderung mengabaikan hal ini. Seperti halnya nasabah pada suatu bank, kadang kala merupakan orang yang belum dewasa untuk melakukan suatu perjanjian sehingga perlu izin dari wali. Selain itu, kecenderung perjanjian yang dibuat berbentuk perjanjian baku yang dibuat secara sepihak oleh pihak bank. Hal ini menyebabkan kedudukan yang berbeda antara bank dengan nasabah. Kedudukan bank menjadi lebih tinggi dibandingkan kedudukan nasabah. Kondisi yang seperti ini dapat memposisikan nasabah sebagai pihak yang lemah yang cenderung dirugikan.

C. Perlindungan Nasabah Selaku Konsumen

Lembaga perbankan adalah suatu lembaga yang sangat bergantung kepada kepercayaan dari masyarakat. Oeh karena itu,tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat, tentu suatu bank tidak akan mampu menjalankan usahanya dengan baik. Sebagai pengguna jasa dan produk dari bank, maka nasabah dari suatu bank dapat dikatakan sebagai konsumen. Seiring dengan pesatnya perkembangan perbankan yang didukung oleh cepatnya laju ilmu pengetahuan dan teknologi, bank telah menghasilkan berbagai produk dan jasa-jasa yang dapat dikonsumsi oleh nasabah. Jasa-jasa atau produk yang dihasilkan oleh bank saat ini sangat bervariasi seperti ATM, SMS banking, phone banking, sampai internet bangking, dan lain sebagainya. Di satu pihak, perkembangan ini sangat menguntungkan karena dapat mempermudah nasabah untuk melakukan transaksi-transaksi keuangan. Nasabah bebas untuk memilih produk atau jasa bank yang akan dikonsumsi. Namun seiring Universitas Sumatera Utara perkembangan ini, maka semakin terbuka peluang terjadinya masalah atau sengketa diantara para pihak. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah yang terjadi bersifat kontraktual, yang berupa kontrak baku yang dibuat oleh bank 28 Mengacu kepada pasal ini, maka nasabah dapat kita sebut sebagai konsumen dan bank disebut sebagai produsen. Nasabah memanfaatkan berbagai . Karena hubungan ini, maka kedudukan nasabah menjadi lebih rendah dari pada bank. Untuk mengatasi masalah ini, maka diperlukan adanya suatu peraturan yang mengatur mengenai perlindungan terhadap konsumen yang dapat menjamin dipenuhinya hak-hak konsumen sebagai pemakai suatu hasil produksi. Untuk itu, pemerintah mensahkan suatu undang-undang yang melindungi konsumen, yaitu Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. UU Perlindungan Konsumen yang mewajibkan adanya kesetaraan hubungan antara pelaku usaha bank dengan konsumen nasabah. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Sedangkan yang dimaksud dengan konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. 28 Munir Fuady, op.cit., hlm.102. Universitas Sumatera Utara produk dan fitur-fitur yang disediakan oleh pihak perbankan yang dalam hal ini adalah bank. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo membagi konsumen kedalam dua jenis, yaitu 29 a. Konsumen akhir, yakni pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. : b. Konsumen antara, yakni konsumen yang memakai suatu produk atau sebagian dari proses produksi suatu peoduk lainnya. Sebagai konsumen, maka nasabah memiliki hak dan kewajiban. Hak dari konsumen terurai dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yaitu: a. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa; b. hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa; d. hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan; e. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f. hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; 29 Ahmadi Miru, Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2004, hlm. 7. Universitas Sumatera Utara g. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h. hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Adapun kewajiban konsumen diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, yaitu: a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang danatau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b. beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa; c. membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d. mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Sementara itu, bank yang dalam hal ini bertindak sebagai produsen harus memberikan perlindungan terhadap nasabah sebagai konsumen. Adapun yang menjadi hak diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah: a. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan; b. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; Universitas Sumatera Utara c. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan; e. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah: a. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d. menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang danatau jasa yang berlaku; e. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas barang yang dibuat danatau yang diperdagangkan; Universitas Sumatera Utara f. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang diperdagangkan; g. memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Dalam penjelasan pasal 2 UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, telah ditetapkan bahwa perlindungan konsumen didasarkan pada 5 lima asas, yaitu: 1. Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual. 4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen Universitas Sumatera Utara dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang danatau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum. Selain dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dapat dilakukan beberapa cara untuk melindungi nasabah. Berkaitan dengan perlindungan hukum bagi nasabah ini, Marulak Pardede mengemukakan bahwa dalam sistem perbankan Indonesia, mengenai perlindungan terhadap nasabah penyimpan dana, dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu 30 a. Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan, : Perlindungan secara implisit implicit deposit protection, yaitu perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif, yang dapat menghindari terjadinya kebangkrutan bank. Perlindungan ini diperoleh melalui: b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif, yang dilakukan oleh Bank Indonesia, c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya, d. Memelihara tingkat kesehatan bank, e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian 30 Hermansyah, op.cit., hlm. 133. Universitas Sumatera Utara Selain itu juga dilakukan perlindungan secara eksplisit Explicit deposit protection, yaitu perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Perlindungan ini diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden RI no.26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Bank Umum 31 Dalam rangka perlindungan nasabah bank, maka terdapat beberapa mekanisme perlindungan nasabah, yaitu: . Pada dasarnya, perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dana ini merupakan salah satu upaya dalam rangka menjaga dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap bank. Hal ini berhubungan dengan kelangsungan bank yang tidak bisaa terlepas dari kepercayaan masyarakat, seperti nasabah penyimpan dan lain sebagainya. 32 1 Pembuatan peraturan baru Lewat pembuatan peraturan baru dibidang perbankan atau merevisi peraturan yang sudah ada merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan kepada nasabah suatu bank. Banyak peraturan baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertujuan untuk melindungi nasabah. Akan tetapi lebih banyak lagi diperlukan seperti itu dari apa yang terdapat dewasa ini. 31 Ibid. 32 Munir Fuady, op.cit., hlm.106. Universitas Sumatera Utara 2 Pelaksanaan peraturan yang ada Salah satu cara lain untuk memberikan perlindungan terhadap nasabah adalah dengan melaksanakan peraturan yang telah ada di bidang perbankan secara lebih ketat oleh pihak otoritas moneter, khususnya peraturan mengenai perlindungan nasabah sehingga dapat dijamin law enforcement yang baik. Peraturan perbankan tersebut harus ditegakkan secara objektif tanpa melihat siapa direktur, komisaris, atau pemegang saham dari bank tersebut. 3 Perlindungan nasabah deposan lewat lembaga asuransi deposito Perlindungan nasabah, khususnya nasabah deposan melalui lembaga asuransi deposito yang adil dan predictable ternyata juga dapat membawa hasil yang positif. 4 Memperketat perizinan bank Memperketat pemberian izin untuk suatu pendirian bank baru adalah salah satu cara agar bank tersebut kuat dan kualified sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi nasabahnya. UUP menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi apabila suatu bank akan didirikan berupa persyaratan dalam hal-hal sebagai berikut: a. Susunan organisasi; b. Permodalan; c. Kepemilikan; d. Keahlian di bidang perbankan; dan e. Kelayakan rencana kerja. Universitas Sumatera Utara 5 Memperketat peraturan dibidang kegiatan bank Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kegiatan bank banyak juga yang bertujuan secara langsung dan tidak langsung untuk melindungi pihak nasabah. Peraturan-peraturan tersebut khususnya yang menyangkut dengan kegiatan bank mengatur tentang hal-hal sebagai berikut : a. Ketentuan menganai permodalan. Antara lain mengenai kecukupan modal atau yang disebut juga dengan capital adequate ratio CAR yang diukur dari persentase tertentu terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko ATMR. b. Ketentuan mengenai manajemen, yang dalam hal ini merupakan penilaian kualitatif mengenai manajemen permodalan, manajemen renthabilitas, dan manajemen likuiditas. c. Ketentuan mengenai kualitas aktiva produktif, yang dalam hal ini diukur tingkat kemampuan pengembaliannya dengan kategori lancar, kurang lancar, diragukan atau macet. d. Ketentuan mengenai likuiditas. Dalam hal ini seringkali dilakukan pengukuran lewat cash ratio atau minimum reserve requirement. Juga harus dihindari adanya kesulitan likuiditas yang bisaaanya terjadi karena adanya tindakan yang disebut mismatch. e. Ketentuan mengenai rentabilitas. Dalam hal ini sering diukur dengan cara penilaian kuantitatif melalui resiko perbandingan laba selama 12 bulan terakhir terhadap volume usaha dalam periode yang sama, dan Universitas Sumatera Utara rasio biaya operasional terhadap perdapatan operasional terhadap pendapatan operasional dalam periode satu tahun. f. Ketentuan mengenai solvabilitas. g. Ketentuan mengenai kesehatan bank. Dalam hal ini sering dipergunakan sebagai ukuran adalah capital, posisi devisa netto, batas maksimum pemberian kredit. 6 Memperketat pengawasan bank. Dalam rangka meminimalkan resiko yang ada dalam bisnis bank, maka pihal otoritas, khususnya Bank Indonesia harus melakukan tindakan pengawasan dan pembinaan terhadap bank-bank yang ada, baik terhadap bank-bank pemerintah maupun terhadap bank swasta. Bank Indonesia merupakan bank sentral yang paling berpengaruh di dunia perbankan. Karena kedudukannya sebagai bank sentral, maka Bank Indonesia memiliki tugas dalam hal pengawasan dan pembinaan bank. Dalam hal perlindungan nasabah, Bank Indonesia telah memasukkannya dalam program kerjanya. Sejak diluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia API pada tanggal 9 Januari 2004, Bank Indonesia memformasikan 6 enam pilar utama sebagai sasaran yang ingin dicapai, yaitu: i struktur perbankan yang sehat, ii sistem pengaturan yang efektif, iii sistem pengawasan yang independen dan efektif, iv industri perbankan yang kuat, v infrastruktur yang mencukupi, dan vi perlindungan nasabah. Soedrajad dalam makalahnya yang berjudul “Menuju Sistem Perbankan untuk Mendukung Pembangunan”, yang menyatakan bahwa API adalah kerangka menyeluruh, meliputi arah, bentuk, dan tatanan industri perbankan Indonesia Universitas Sumatera Utara dalam jangka lima sampai sepuluh tahun kedepan, yang berlandaskan pada visi mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional 33 Keempat program di atas saling terkait satu sama lain dan secara bersama- sama akan dapat meningkatkan perlindungan dan pemberdayaan hak-hak nasabah. Secara ideal, implementasi program-program di atas seharusnya dimulai dengan memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai kegiatan usaha dan produk- produk keuangan dan perbankan. Edukasi ini selain untuk memperluas wawasan masyarakat mengenai industri perbankan juga ditujukan untuk mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat melalui pengenalan perencanaan keuangan. . Bank Indonesia sejak awal tahun 2002 mulai menyusun cetak biru sistem perbankan nasional yang salah satu aspek didalamnya tercakup upaya untuk melindungi dan memberdayakan nasabah. Upaya ini kemudian berlanjut dan dituangkan menjadi Pilar ke VI dalam API yang mencakup empat aspek, yaitu mekanisme pengaduan nasabah, pembentukan lembaga mediasi independen, transparansi informasi produk, dan edukasi nasabah. Keempat aspek tersebut dituangkan kedalam empat program API, yaitu: 1. Penyusunan standar mekanisme pengaduan nasabah, 2. Pembentukan lembaga mediasi perbankan independent, 3. Penyusunan standar transparansi informasi produk, 4. Peningkatan edukasi untuk nasabah. 33 Hermansyah, op.cit., hlm. 178. Universitas Sumatera Utara Langkah selanjutnya setelah edukasi adalah dilaksanakannya transparansi mengenai karakteristik produk-produk keuangan dan perbankan 34 Transparansi ini penting dilakukan agar masyarakat yang berkeinginan untuk menjadi nasabah calon nasabah bank mendapatkan informasi yang cukup memadai mengenai manfaat, risiko, dan biaya-biaya yang terkait dengan suatu produk tertentu sehingga keputusan untuk memanfaatkan produk tersebut sudah melalui pertimbangan yang matang dan sesuai dengan kebutuhan calon nasabah . 35 34 Muliaman D. Hadad, op.cit., 2006, hlm. 3-4. 35 Ibid. . Universitas Sumatera Utara BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG SENGKETA DAN CARA- CARA PENYELESAIAN SENGKETA

A. Pengertian Sengketa dan Sengketa Perbankan