BANK
Nasabah Deposan Nasabah Kreditur
B. Sahnya Hubungan Hukum Antara Bank dan Nasabah
Pada dasarnya hubungan hukum antara bank dengan nasabah adalah hubungan yang bersifat kontraktual yang berdasarkan pada hukum perjanjian.
Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang ditawarkan
bank. Dengan adanya persetujuan dari nasabah terhadap formulir perjanjian yang dibuat oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian dan
demikian berlaku facta sun servanda yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang. Azas ini terdapat dalam pasal 1338
KUHPerdata
26
26
Ibid., hlm.18.
. Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih Pasal 1313 BW. Pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
Hubungan Hukum Hubungan Hukum
Hubungan Moral
Universitas Sumatera Utara
a. Perbuatan,
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang Perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau tindakan hukum, karena
perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
b. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain atau lebih,
Untuk adanya suatu perjanjian, paling sedikit harus ada dua pihak yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocokpas satu
sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau badan hukum. c.
Mengikatkan dirinya, Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu
kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Asas kebebasan berkontrak tersebut tidak berarti para pihak bebas untuk melakukan perjanjian apa saja menurut kepentigan dan kehendak para pihak.
Kebebasan tersebut tetap memiliki batas-batas tertentu. Batas-batas tersebut terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata, yaitu sebagai berikut:
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
mengenai sepakat mereka yang mengikat dirinya diatur dalam KUHPerdata pada pasal 1321 sampai 1328. Maksud dari kata sepakat
adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian setuju mengenai hal- hal yang pokok dalam kontrak. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan
Universitas Sumatera Utara
yang diucapkan atau ditulis. Perikatan adalah suatu perhubungan hukum anatara dua orang atau dua pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu
berhak menunutut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Maka hubungan hukum antara
perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan. Hal ini jelas, bahwa hukum
perjanjian tidak boleh dibuat dengan adanya paksaan kepada salah satu atau kedua belah pihak.
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
mengenai kecakapan untuk melakukan perikatan diatur lebih lanjut dalam pasal 1329 KUHPerdata yang menyatakan setiap orang adalah cakap
untuk membuat perikatan-perikatan,jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap. Asas cakap melakukan perbuatan hukum, adalah
setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya. Ketentuan sudah dewasa, ada beberapa pendapat, menurut KUHPerdata, dewasa adalah 21
tahun bagi laki-laki,dan 19 tahun bagi wanita. Sedangkan menurut UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang dimaksud dewasa adalah
mereka yang sudah berusia 19 tahun bagi laki-laki dan berusia 16 tahun bagi wanita. Meski dalam undang-undang perkawinan ditetapkan usia
dibawah itu. Acuan hukum yang kita pakai adalah KUHPerdata karena berlaku secara umum. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata, yang tidak cakap
hukum : a.
Orang-orang yang belum dewasa.
Universitas Sumatera Utara
b.Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampuan. c.
Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang- undang, dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang
telah melarang membuat perjanjian-perjanjian tertentu. Namun berdasarkan putusan Mahkamah Agung, melalui Surat Edaran
Mahkamah Agung No.31963 tanggal 5 September 1963, orang-orang perempuan tidak lagi digolongkan sebagai yang tidak cakap. Mereka
berwenang melakukan perbuatan hukum tanpa bantuan atau izin suaminya. Akibat dari perjanjian yang dibuat oleh pihak yang tidak
cakap adalah batal demi hukum Pasal 1446 BW. 3.
suatu hal tertentu; mengenai sesuatu hal tertentu, diatur dalam KUHPerdata pasal 1332, pasal
1333, dan pasal 1334. Dari pasal-pasal diatas dapat disimpulkan perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka
perjanjian itu batal demi hukum. Pasal 1332 BW menentukan hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan yang dapat menjadi obyek
perjanjian, dan berdasarkan pasal 1334 BW barang-barang yang baru akan ada di kemudian hari dapat menjadi obyek perjanjian kecuali jika dilarang
oleh undang-undang secara tegas. 4.
suatu sebab yang halal. mengenai suatu sebab yang halal diatur dalam KUHPerdata pasal 1334,
pasal 1335, pasal 1336, dan pasal 1337. Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab yang halal,
Universitas Sumatera Utara
atau dibuat dengan suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Misalnya perjanjian jual beli narkoba atau
jual beli senjata gelap. Syarat pertama dan kedua menyangkut subyek, sedangkan syarat ketiga
dan keempat mengenai obyek. Terdapatnya cacat kehendak keliru, paksaan, penipuan atau tidak cakap untuk membuat perikatan, mengenai subyek
mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan. Sementara apabila syarat ketiga dan keempat mengenai obyek tidak terpenuhi, maka perjanjian batal demi hukum.
Setiap perjanjian atau kontrak harus memperhatikan syarat-syarat sahnya perjanjian seperti yang telah diuraikan diatas, tidak terkecuali terhadap perjanjian
yang dilakukan oleh nasabah dan bank. Baik perjanjian-perjanjian yang berbentuk formulir-formulir atau aplikasi-aplikasi yang diisi oleh nasabah dan disetujui oleh
bank. Jika kita berangkat dari rumusan kebebasan berkontrak dan sahnya
perjanjian dalam meneropong permasalahan hukum berkaitan dengan hubungan hukum antara nasabah dengan bank, maka jelas bahwa hubungan hukum antara
bank dengan nasabah tersebut sah dan berlaku sebagai undang-undang serta sekaligus telah memenuhi rasa keadilan
27
Bank harus memperhatikan apakah nasabah yang akan melakukan perjanjian terhadap bank tersebut telah memenuhi syarat kecakapan. Selain itu,
perjanjian harus dibuat dengan adanya kesepakatan para pihak, para pihak yang akan menentukan hal-hal apasaja yang akan diperjanjikan. Namun pada
.
27
Ibid., hlm.19.
Universitas Sumatera Utara
kenyataanya, sering sekali perjanjian yang dibuat cenderung mengabaikan hal ini. Seperti halnya nasabah pada suatu bank, kadang kala merupakan orang yang
belum dewasa untuk melakukan suatu perjanjian sehingga perlu izin dari wali. Selain itu, kecenderung perjanjian yang dibuat berbentuk perjanjian baku
yang dibuat secara sepihak oleh pihak bank. Hal ini menyebabkan kedudukan yang berbeda antara bank dengan nasabah. Kedudukan bank menjadi lebih tinggi
dibandingkan kedudukan nasabah. Kondisi yang seperti ini dapat memposisikan nasabah sebagai pihak yang lemah yang cenderung dirugikan.
C. Perlindungan Nasabah Selaku Konsumen