UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat  sub  unit  50  S  dari  pada  ribosom  sel  bakteri  dan  menghambat
aktivitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam pengobatan  untuk  hewan  ternak  dan  manusia  tetapi  karena  adanya  laporan
bahwa  kloramfenikol  menimbulkan  penyakit  anemia  plastik  bagi  manusia sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol
tidak  diijinkan  untuk  pengobatan  hewan  ternak  Martaleni,  2007.  Rumus struktur :
Gambar 5. Struktur kloramfenikol sumber: USP, 2006
Kloramfenikol memiliki
rumus molekul
C
11
H
12
C
l2
N
2
O
5
. Kloramfenikol  merupakan  serbuk  kristal  putih  sampai  putih  keabuan  atau
putih  kekuningan,  tidak  berbau,  sangat  tidak  larut  dalam  air,  sangat  larut dalam alkohol dan propilen glikol Depkes RI, 1995.
Kloramfenikol  termasuk  antibiotika  yang  paling  stabil.  Larutan kloramfenikol  dalam  air  pada  pH  6  menunjukkan  kecenderungan  terurai
yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran  cerna.  Oleh  karena  itu  pemberian  kloramfenikol  dilakukan  secara
peroral Wattimena, 1990.
2.9    Klindamisin
Klindamisin  bekerja  dengan  menghambat  sintesis  protein  subunit 50  S  pada  ribosom  bakteri,  sehingga  mengganggu  proses  pembentukan
rantai peptida pada bakteri Reusser. 1975. Klindamisin dapat menghambat protein bakteri, racun, enzim, dan sitokin didalam jaringan. Gemmel et al.,
1979
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Klindamisin memiliki aktivitas yang tinggi terhadap berbagai bakteri fakultatif  anaerob.  Organisme  Gram  positif  yang  rentan  terhadap
klindamisin adalah
Actinomyces, Eubacterium,
Lactobacillus, Peptostreptococcus,  Propionibacterium,  dan  spesies  Staphylococcus,
termasuk strains yang resisten terhadap penisilin. Obat ini memiliki aktivitas yang lemah terhadap organisme fakultatif Gram negatif. Barry et al., 1988.
Sutter et al.,1976. Goldstein et al., 1993
Gambar 6. Struktur klindamisin Russell, Dave. 2008
2.10   Esterifikasi dan Senyawa Modifikasi Gugus Ester
Esterifikasi  adalah  suatu  reaksi  ionik  yang  merupakan  gabungan dari  reaksi  adisi  dan  reaksi  penataan  ulang  eliminasi  Davidek,  1990.
Esterifikasi  juga  didefinisikan  sebagai  reaksi  antara  asam  karboksilat dengan  alkohol  Gandhi,  1997.  Esterifikasi  dapat  dilakukan  dengan
menggunakan  katalis  enzim  lipase  dan  asam  organik  asam  sulfat  dan asam  klorida,  dengan  berbagai  variasi  alkohol  biasanya  metanol,  etanol,
propanol dan butanol Ozgulsun, 2008 dan Yan, 2001
Gambar  7. Reaksi esterifikasi Anonim, 2002
Modifikasi  struktur  dapat  memberikan  sifat  dan  aktivitas  biologis yang  berbeda  pada  suatu  senyawa.  Menurut  Venkateswarlu  2006,
perpanjangan rantai samping asam polihidroksisinamat pada rantai samping gugus  ester  asam  polihidroksisinamat    dengan  penambahan  gugus  C
14
H
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tetradecyl  dan  C
20
H
41
eicosanyl  tidak  memberikan  aktivitas  antibakteri terhadap  Staphylococcus  aureus,  Pseudomonas  aeroginosa,  Baccilus
subtilis  dan  Escherichia  coli.  Perpanjangan  rantai  samping  asam polihidroksisinamat
pada rantai
samping gugus
ester asam
polihidroksisinamat dengan penambahan gugus butil juga tidak memberikan aktivitas  antibakteri  yang  signifikan,  hasilnya  berbeda  ketika  penambahan
gugus  hidroksi  ke  dalam  struktur  cincin  benzen  asam  polihidroksisinamat dan  gugus  butil  kedalam  gugus  ester  akan  meningkatkan  sensitivitas  daya
antibakterinya  terhadap  Bacillus  Subtilis.  Dalam  literatur  lain  Voisin. 2007,  penambahan  gugus  metil  pada  rantai  samping  gugus  ester
Rosmarinic  acid  menjadi  Methyl  rosmarinate  menyebabkan  hilangnya aktivitas  antibakteri  terhadap  Pseudomonas  aeruginosa  ATCC  27853  dan
Staphylococcus aureus. Menurut  Siswandono  dan  Soekardjo  2000,  struktur  kimia  obat
dapat  menjelaskan  sifat-sifat  obat  dan  struktur  atau  gugus-gugus  molekul obat  berkaitan  dengan  aktivitas  biologisnya.  Untuk  mencari  hubungan
antara struktur kimia dan aktivitas biologis dapat dilakukan terutama dengan mengaitkan  gugus  fungsional  tertentu.  Hal  ini  kadang-kadang  mengalami
kegagalan karena terbukti bahwa senyawa dengan unit struktur kimia sama belum tentu menunjukan aktivitas biologis yang sama.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Januari 2015 hingga Mei 2015 di Laboratorium  Farmakognosi dan Fitokimia Program Studi Farmasi,  Fakultas
Kedokteran  dan  Ilmu  Kesehatan,  Universitas  Islam  Negeri  Syarif Hidayatullah, Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat-alat  yang  digunakan  pada  penelitian  meliputi  mikroskop Shimadzu,  timbangan  analitik  And  Gx-200,  gelas  ukur  Schott  duran,
labu ukur Pyrex, gelas beaker Schott duran, cawan petri Normax, labu erlenmeyer  Schott  duran,  pipet  tetes,  batang  pengaduk,  corong,  vial,
sarung  tangan  Sensi,  masker  F-Sco,  spatula,  pinset  Meiden,  tabung reaksi  Pyrex,  rak  tabung  reaksi,  ose,  bunsen,  laminar  air  flow,  penangas
Are-heating,  stirrer  magnetik,  pipet  mikro    tip  Eppendorf,  jangka sorong  Tricle  Brand,  vortex  Kk,  autoklaf  All-American,  inkubator
France  etuves,  kassa,  kertas  roti,  kertas  alumunium,  lemari  pendingin Gea Pharmaceutical, kamera digital dan kapas.
3.2.2 Bahan
Bakteri Uji
Staphylococcus  aureus  ATCC  25923,  Staphylococcus  epidermidis ATCC  12228,  Pseudomonas  aeroginosa  ATCC  27853,  Escherichia  coli
ATCC  25922,  Propionibacterium  acne  ATCC  11827  diperoleh  dari Laboratorium Mikrobiologi Universitas Indonesia
Bahan Kimia
Etil p-metoksisinamat,
asam p-metoksisinamat,
metil p-metoksisinamat,  propil  p-metoksisinamat,  isopropil  p-metoksisinamat,
butil  p-metoksisinamat,  nutrient  agar  Merck,  etanol  proanalisis  Merck,