UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang kencur atau rizoma Soeprapto, 1986.
Kandungan kimia rimpang kencur telah dilaporkan oleh Afriastini 1990 yaitu etil sinamat 1, etil p-metoksisinamat 2, p-metoksistiren 3,
karen 4, borneol 5, dan parafin 6
Gambar 1. Struktur-Struktur Kandungan Kimia Rimpang Kencur
Afriastini, 1990 Diantara kandungan kimia ini, etil p-metoksisinamat merupakan
komponen utama dari kencur Afriastini, 1990. Tanaman kencur mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri 2,4-2,9 yang terjadi atas etil
p-metoksisinamat 30, kamfer, borneol, sineol, penta dekana. Adanya kandungan etil p-metoksisinamat dalam kencur yang merupakan senyawa
turunan sinamat Inayatullah, 1997 dan Jani, 1993. Rimpang kencur mempunyai khasiat obat, antara lain untuk
menyembuhkan batuk dan mengeluarkan dahak, mengeluarkan angin dari dalam perut, bisa juga untuk melindungi pakaian dari serangga perusak
Afrianstini, 1990.
2.2 Etil Para Metoksisinamat
Etil-p-metoksisinamat EPMS adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur Kaempferia galanga L. yang merupakan bahan dasar
senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan matahari. EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulit ataupun bedak
setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana etil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui transesterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi
kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang dan hal itu merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya Barus, 2009.
Kandungan etil p-metoksisinamat EPMS dalam rimpang kencur menjadi bagian yang penting dalam industri kosmetik karena bermanfaat
sebagai bahan pemutih dan juga anti-aging atau penuaan jaringan kulit Rosita, 2007.
Senyawa EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan
juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai
variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air dan heksana Barus, 2009.
Gambar 2. Stuktur EPMS Barus, 2009
2.3 Turunan Asam Sinamat Sebagai Antibakteri 2.3.1 Isobutil Sinamat
Narasimhan 2004 telah melaporkan aktivitas antibakteri terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis Gram negatif
dan Gram positif dan aktivitas antijamur terhadap Candida albicans dan Aspergillus niger. Isobutil sinamat menunjukkan aktivitas antibakteri yang
kuat terhadap bakteri Gram negatif dan Gram positif serta memiliki sifat antijamur yang baik. Aktivitas antimikroba dari turunan asam sinamat
adalah karena adanya gugus ester dan amida.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 3. Strukur isobutil sinamat Narasimhan et al., 2004
2.3.2 Etil p-Hidroksisinamat EPHC
Etil p-metoksisinamat EPMC merupakan konstituen utama dari rimpang
Kaempferia galanga,
dapat dirubah
menjadi etil
p-hydroxycinnamate EPHC menggunakan Aspergillus niger. Penelitian terhadap aktivitas antimikroba menunjukkan bahwa EPHC aktif terhadap
Staphylococcus aureus dan Bacillus cereus di MIC 333 μgmL sedangkan
terhadap Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli dan Candida albicans di MIC 111
μgmL. Hal ini juga menunjukkan bahwa EPHC menunjukkan penghambatan pertumbuhan yang lebih potensial daripada EPMC. Selain
itu, EPHC telah menunjukkan konsentrasi bakterisida minimum MBC terhadap B. cereus, P. aeruginosa dan E. coli
pada konsentrasi 1000 μgmL sedangkan
EPMC tidak
menunjukkan potensi
membunuh pada
mikroorganisme tersebut Omar et al., 2014
Gambar 4. Jalur biotransformasi dari etil p-metoksisinamat menjadi
etil p-hidroksisinamat oleh Aspergillus niger Omar et al., 2014
2.4 Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme yang bersel satu, berkembang biak dengan cara membelah diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat
dilihat dengan menggunakan mikroskop Dwijoseputro, 1988.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.1 Klasifikasi Bakteri
Berdasarkan bentuk morfologinya, maka bakteri dapat dibagi atas tiga bagian Pratiwi, 2008 yaitu :
1. Bentuk Basil Basil dari kata bacillus, merupakan bakteri yang bentuknya
menyerupai batang atau silinder, membelah dalam satu bidang, basil dapat berupa batang tunggal, berpasangan atau bentuk rantai pendek atau
panjang. Bentuk basil ini dapat dibedakan atas : a Bentuk tunggal, yaitu basil yang terlepas satu sama lain dengan
ujung-ujungnya yang tumpul. b Diplobasil, yaitu basil yang bergandengan dua-dua dengan
ujung-ujungnya yang tumpul. c Streptobasil, yaitu basil yang bergandeng-gandengan panjang dengan
ujung-ujungnya yang tumpul. 2. Bentuk kokus
Kokus adalah bakteri yang berbentuk bulat atau oval, ada yang hidup sendiri dan ada yang dijumpai hidup berpasangan, kubus atau
membentuk rantai panjang, bergantung pada caranya membelah diri kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan. Bentuk kokus ini
dapat dibedakan atas : a Diplokokus, yaitu kokus yang bergandengan dua-dua.
b Tetrakokus, yaitu kokus yang mengelompok berempat. c Stapilokokus, yaitu kokus yang mengelompok merupakan suatu
untaian. d Streptokokus, yaitu kokus yang bergandeng-gandengan panjang
seperti rantai. e Sarsina, kokus yang mengelompok serupa kubus.
3. Bentuk Spiral Kelompok bakteri ini terdiri atas beraneka ragam bentuk bakteri
berbentuk silinder, yang bukan lurus seperti basil melainkan melingkar. Bakteri bentuk spiral ini dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a Vibrio, yaitu bakteri yang berbentuk batang melengkung menyerupai koma, ada yang tumbuh sebagai benang-benang membelit atau
berbentuk ‘s’.
b Spiril, yaitu dari kata spirilium yang menyerupai spiral atau lilitan yang sebenarnya.
c Spirochaeta, yaitu merupakan bakteri spiral, tetapi bakteri ini memiliki spiril yang bersifat fleksibel mampu melenturkan dan
melekukkan tubuhnya sambil bergerak. Berdasarkan tempat kedudukan flagel, maka bakteri dapat
diklasifikasikan sebagai berikut Waluyo, 2004 : a Monotrik, jika flagel hanya satu dan melekat pada ujung sel.
b Lofotrik, jika flagel yang melekat pada salah satu ujung sel banyak. c Amfitrik, jika flagel melekat pada kedua ujung sel masing-masing satu
flagel. d Peritrik, jika flagel tersebar dari ujung sampai ke sisi-sisi sel.
e Atrik, jika spesies tidak mempunyai flagel sama sekali. Berdasarkan pewarnaan Gram, maka bakteri dapat dibedakan
menjadi dua bagian Lay, 1994 yaitu : 1. Bakteri Gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna
pertama kristal violet akan memberikan warna ungu dan setelah dicuci dengan alkohol, warna ungu tersebut akan tetap kelihatan.
Kemudian ditambahkan zat warna kedua safranin, warna ungu pada bakteri tidak berubah. Contoh : Stapylococcus aureus, Stapylococcus
epidermidis, Stapylococcus saprophyticus, Streptococcus pneumoniae, dan Streptococcus agalactiae.
2. Bakteri Gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna dari kristal violet ketika dicuci dengan alkohol dan setelah diberi zat warna kedua
safranin, bakteri akan memberikan warna merah muda. Contoh : Salmonella species, Salmonella typhi, Salmonella dysenteriae,
Klebsiella pneumoniae,
Eschericia coli,
dan Pseudomonas
aeruginosa.
2.4.2 Struktur Bakteri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Struktur bakteri terbagi menjadi dua Lay, 1994 yaitu : 1. Struktur dasar dimiliki oleh hampir semua jenis bakteri
a Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi
bakteri Gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri Gram negatif bila peptidoglikannya tipis.
b Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun atas lapisaan fosfolipid dan protein. Membran plasma
merupakan barier yang fungsinya mengatur keluar masuknya bahan-bahan dari dalam sel atau dari luar sel, dan hanya
bahan-bahan tertentu saja yang dapat melewatinya. c Sitoplasma adalah cairan sel
d Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA.
e Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan.
2. Struktur tambahan dimiliki oleh jenis bakteri tertentu a Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada
jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir
tersusun atas polisakarida dan air. b Flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau
spiral yang menonjol dari dinding sel. Flagela tersusun dari protein yang disebut flagelin.
c Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk
proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis.
d Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagellum tetapi
lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri Gram negatif. Fimbria
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek daripada pilus. Pilus yang berfungsi sebagai alat untuk menempelkan dirinya pada sel
hospes disebut colonizing factor. e Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan
berfotosintesis. f Endospora adalah bentuk istirahat laten dari beberapa jenis bakteri
Gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung
sedikit sitoplasma, materi genetik dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan
terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tumbuh menjadi sel bakteri baru.
2.4.3 Reproduksi Bakteri
Bakteri pada umumnya berkembang biak dengan membelah diri binary fission. Pada waktu akan membelah sel bakteri membesar 2 kali
semula kemudian membelah menjadi 2. Masing-masing sel bakteri yang baru menerima sitoplasma dan bahan genetik dalam jumlah yang sama.
Dalam lingkungan yang ideal bakteri membelah dengan sangat cepat. Jika bakteri bereproduksi setiap 20 menit, maka akan terbentuk suatu koloni
bakteri yang terdiri atas lebih dari 2 juta bakteri selama 7 jam, jika makanannya masih cukup. Ada beberapa bakteri yang berkembang biak
secara konjugasi. Konjugasi terjadi antara bakteri yang sama jenisnya, jika satu bakteri mempunyai plasmid yang lainnya tidak. Bakteri jantan dan
betina yang sama jenisnya saling melekatkan diri dengan membuat jembatan sitoplasma pilus penghubung dan selanjutnya terjadi pertukaran
material genetik. Konjugasi sebetulnya jarang terjadi dan hanya pada beberapa spesies bakteri Pratiwi, 2008.
2.4.4 Fase Pertumbuhan Bakteri
Ada 4 fase pertumbuhan bakteri, di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Fase Lambat lag phase, yaitu fase yang terjadi antara beberapa jam tergantung pada umur dari sel inokulum, spesies, dan lingkungannya.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Waktu pada fase lag ini dibutuhkan untuk penyesuaian diri terhadap kondisi pertumbuhan lingkungan yang baru.
2. Fase Cepat Log phase, yaitu setelah beradaptasi terhadap kondisi baru, sel
– sel ini akan tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah maksimum yang dapat dicapai sesuai kondisi
lingkungan. 3. Fase Tetap Stationary phase, populasi bakteri jarang dapat tetap
tumbuh secara eksponensial dengan kecepatan tinggi untuk jangka waktu yang lama. Setelah 48 jam, pertumbuhan eksponensial bakteri
dengan waktu pembelahan 20 menit akan menghasilkan sebesar 2,2 x 1031 bakteri. Pertumbuhan populasi mikroorganisme biasanya
dibatasi oleh habisnya nutrisi yang tersedia, akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan akhirnya terhenti, fase ini
dikatakan sebagai fase tetap stationary phase. Komposisi sel-sel pada fase ini berbeda dibandingkan dengan saat fase eksponensial dan
umumnya lebih tahan terhadap perubahan panas, dingin maupun radiasi.
4. Fase Kematian death phase, yaitu sel-sel pada fase tetap, akhirnya akan mati bila tidak di pindahkan ke media segar yang lain.
Sebagaimana pertumbuhan, kematian sel juga secara eksponensial dan karenanya dalam bentuk logaritmis, fase menurun atau kematian ini
merupakan penurunan secara garis lurus yang digambarkan oleh jumlah sel-sel yang hidup terhadap waktu. Kecepatan kematian berbeda-beda
tergantung dari lingkungan dan spesies mikroorganisme Waluyo, 2004.
2.4.5 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Bakteri
1. Nutrisi Semua mahluk hidup memerlukan bahan makanan untuk
keperluan hidupnya. Bahan makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan
energi. Demikian juga dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan energi dari
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lingkungannya. Bahan tersebut dinamakan nutrisi zat gizi Waluyo, 2004.
Semua mikroorganisme memerlukan nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan selnya. Unsur
– unsur dasar tersebut adalah karbon, nitrogen, sulfur, zat besi dan sejumlah kecil logam-logam
lainnya. Kekurangan sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya dapat menyebabkan
kematian Gaman, 1992. Perkembangbiakan mikroorganisme membutuhkan media yang
berisi zat hara serta lingkungan pertumbuhan yang sesuai bagi mikroorganisme. Media dapat dibagi berdasarkan Lay, 1994:
1. Konsistensinya, media dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu: a. Media padat
b. Media cair c. Media semi padat
Media padat diperoleh dengan menambahkan agar. Agar berasal dari ganggang merah. Agar digunakan sebagai bahan pemadat
karena tidak diuraikan oleh mikroorganisme dan membeku pada suhu di bawah 45ºC. Kandungan agar sebagai bahan pemadat dalam media
adalah 1,5 - 2 . 2. Sumber bahan baku yang digunakan, media dapat dibagi menjadi dua
macam: a. Media sintetik, bahan baku yang digunakan merupakan bahan
kimia atau bahan yang bukan berasal dari alam. Pada media sintetik, kandungan dan isi bahan yang ditambahkan diketahui
secara terperinci. b. Media Nonsintetik, menggunakan bahan yang terdapat di alam
biasanya tidak diketahui kandungan kimianya secara terperinci. Contoh: ekstrak daging, pepton, ekstrak ragi, dan kaldu daging.
3. Berdasarkan fungsinya, media dapat dibagi menjadi: a. Media selektif, yaitu media biakan yang mengandung paling sedikit
satu bahan
yang dapat
menghambat perkembangbiakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
mikroorganisme yang tidak diinginkan dan membolehkan perkembangbiakan mikroorganisme tertentu yang ingin diisolasi.
b. Media differensial, yaitu media untuk membedakan kelompok mikroorganisme tertentu yang tumbuh pada media biakan. Bila
berbagai kelompok
mikroorganisme tumbuh
pada media
differensial, maka dapat dibedakan kelompok mikrooganisme berdasarkan perubahan pada media biakan atau penampilan
koloninya. c. Media diperkaya, yaitu dengan menambahkan bahan
–bahan khusus pada media untuk menumbuhkan mikroba yang khusus.
2. Temperatur Bakteri sangat peka terhadap suhu atau temperatur dan daya
tahannya tidak sama untuk semua spesies. Bakteri dapat diklasifikasikan
menjadi tiga
kelompok berdasarkan
suhu pertumbuhan yang diperlukan, di antaranya :
a Bakteri Psikrofil, yakni mikroorganisme yang dapat hidup baik pada suhu 0-20°C, dengan suhu optimumnya adalah 10-20°C.
kebanyakan golongan ini tumbuh di tempat dingin. b Bakteri Mesofil, mikroorganisme yang dapat hidup dengan baik
pada suhu 5-60°C, dan memiliki suhu pertumbuhan optimal antara 20-45°C. Umumnya mikroba ini hidup dalam saluran pencernaan.
c Bakteri Termofil, mikroorganisme dapat hidup baik pada suhu 45-80°C. Suhu optimumnya antara 50-60°C, mikroba ini terutama
terdapat di tempat yang bertemperatur tinggi Gaman, 1992. 3. Oksigen
Bakteri dapat dibedakan menjadi 4 kelompok berdasarkan kebutuhan oksigen selama pertumbuhan, antara lain :
a Aerob yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya.
b Anaerob yaitu bakteri yang tidak membutuhkan oksigen di dalam pertumbuhannya, bahkan oksigen ini dapat menjadi racun bagi
bakteri tersebut.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c Anaerob fakultatif yaitu bakteri yang dapat hidup tumbuh dengan atau tanpa adanya oksigen.
d Mikroaerofilik yaitu bakteri yang memerlukan hanya sedikit oksigen dalam pertumbuhannya Pratiwi, 2008.
4. pH Pertumbuhan bakteri juga memerlukan pH tertentu, namun
umumnya bakteri memiliki jarak pH yaitu sekitar pH 6,5-7,5 atau pada pH netral Waluyo, 2004. Untuk tiap mikroorganisme dikenal
nilai pH minimum, optimum, dan maksimum. Berdasarkan lingkungan pH bagi kehidupan mikroba,
dibedakan adanya 3 golongan besar Suriawira, 2005 yaitu : a Mikroba yang asidofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara
2,0-5,0 b Mikroba yang netrofilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara
5,5-8,0 c Mikroba yang alkalifilik, yaitu yang dapat tumbuh pada pH antara
8,7-9,5 5. Tekanan Osmosis
Osmosis merupakan perpindahan air melewati membran semipermiabel karena ketidakseimbangan material terlarut dalam
media. Pada larutan hipotonik air akan masuk ke dalam sel mikroorganisme sedangkan dalam larutan hipertonik air akan keluar
dari dalam sel mikroorganisme sehingga membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel plasmolisis, serta menyebabkan sel secara
metabolik tidak aktif. Mikroorganisme halofil mampu tumbuh pada lingkungan hipertonik dengan kadar garam yang tinggi, contohnya
Halobacterium halobium Dwidjoseputro, 1988.
2.5 Bakteri Uji
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Berikut ini merupakan beberapa contoh bakteri yang akan diuji pada penelitian ini:
2.5.1 Pseudomonas aeruginosa
Sistematika Pseudomonas aeruginosa Dwidjoseputro, 1988 yaitu: Divisi
: Bacteria Sub Divisi
: Proteobacteria Kelas
: Gamma Proteobacteria Bangsa
: Pseudomonadales Suku
: Pseudomonadaceae Marga
: Pseudomonas Spesies
: Pseudomonas aeruginosa
P. aeruginosa adalah bakteri Gram negatif aerob obligat, berkapsul,
mempunyai flagella polar sehingga bersifat motil, berukuran sekitar 0,5-
1,0 μm. Bakteri ini tidak menghasilkan spora dan tidak dapat
menfermentasikan karbohidrat Toyofoku, 2011. Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri oportunis yaitu bakteri yang menyebabkan infeksi hanya
pada orang yang keadaan imunnya menurun Gould Brooker. 2003.
P. aeruginosa memproduksi alginat yang menginfeksi paru-paru dari penderita cystic fibrosis dan mengakibatkan masalah pernapasan yang serius
Govan, 1988. Pseudomonas aeruginosa juga dapat membentuk biofilm yang terbuat dari kapsul glikokalis untuk mengurangi keefektifan
mekanisme sistem imun inang sehingga dapat mempertahankan hidup lebih lama Esmaeli, 2011.
P. aeruginosa digolongkan ke dalam true Pseudomonas, termasuk di dalamnya P. fluorescens dan P. putida, karena mengandung pigmen larut air
yang dapat berfluoresens, dan pada P. aeruginosa berwarna hijau kebiruan. Fluoresensi hijau kebiruan yang ditimbulkan ini merupakan perpaduan
bermacam pigmen. Fluoresensi kuning kehijauan muncul karena adanya pyoverdine dan warna hijau kebiruan yang terlihat jelas di bawah
UV 366 nm oleh adanya pyocyanin. Selain itu, P. aeruginosa juga
mengandung pyorubin yang berwana merah. Pseudomonas aeruginosa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memproduksi katalase, oksidase, dan amonia dari arginin Pelczar, 1988
dan Moore et al., 2006. 2.5.2
Escherichia coli
Sistematika Escherchia coli : Dwidjoseputro, 1988 Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales
Suku : Enterobacteriaceae
Marga : Escherichia Jenis
: Escherichia coli E.
coli merupakan
bakteri Gram
negatif dari
famili Enterobacteriaceae yang hidup dalam usus kolon manusia dan usus hewan
berdarah panas Waites, 2001. Bakteri ini tidak berspora, berbentuk basil dengan diameter 0,5 μm dan panjang 1,0-3,0 μm, dan merupakan bakteri
anaerob fakultatif Welch, 2006. Bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dan mampu memproduksi indol dan toxin yang dapat menyebabkan diare
Ryan dan Ray, 2004. E. coli mempunyai periplasman single layer dengan peptidoglikan, bergerak menggunakan peritrichous flagella, dan hidup baik
pada suhu 15-48
o
C dengan pH 5,5-8,0 Welch, 2006. Escherichia coli disebut juga Bacterium coli. Escherichia coli
merupakan bakteri Gram negatif aerobik atau anaerobik fakultatif, lebarnya 0,4
– 0, 7 μm, panjang 1 – 4 μm yang mempunyai ciri – ciri : batang lurus, bergerak dengan flagel atau tidak bergerak. Escherichia coli tumbuh sangat
baik pada temperatur 37°C, tetapi dia dapat tumbuh pada temperatur 8- 46°C Pelczar,1988.
2.5.3 Staphylococcus aureus
Sistematika Staphylococcus aureus Dwidjoseputro, 1988 yaitu: Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes Bangsa : Eubacteriales
Suku : Micrococcaceae
Marga : Staphylococcus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jenis : Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus termasuk famili Staphylococcaceae dalam kelompok bakteri Gram positif. Hidup berkoloni seperti buah anggur
dengan diameter sel 0,8- 1,0 μm. Staphylococcus aureus dapat membentuk
koloni dalam jumlah besar yang berwarna kuning. Staphylococcus aureus merupakan penyebab infeksi kulit seperti bisul dan furuncules, dan selain itu
dapat menyebabkan pneumonia, mastitis, phlebitis, meningitis, masalah saluran pencernaan dan urinary tract infections Todar, 2008; Benzon,
2001. Sel bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bola dengan diameter
rata-rata 0,7- 1,2 μm tersusun dalam kelompok-kelompok. Pada biakan cair
ditemukan dalam bentuk berpasangan, rantai pendek dan kokus yang tunggal. Kokus muda bersifat Gram positif. Bakteri Staphylococcus aureus
tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini tumbuh baik pada suhu 37°C. Pertumbuhan terbaik dan khas adalah pada suasana aerob,
bersifat anaerob fakultatif dan pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,4. Koloni bakteri ini berbentuk bulat, cembung, dan mengkilap. Warna khas
adalah kuning keemasan Pelczar, 1988.
2.5.4 Propionibacterium acne
Sistematika Propionibacterium acne Dwidjoseputro, 1988 yaitu: Divisi
: Bacteria Sub Divisi
: Actinobacteria Kelas
: Actinobacteridae Bangsa
: Actinomycetales Suku
: Propionibacteriaceae Marga
: Propionibacterium Jenis
: Propionibacterium acne Propionibacterium acne berbentuk batang tak teratur yang terlihat
pada pewarnaan Gram positif. Bakteri ini dapat tumbuh di udara dan tidak menghasilkan endospora. Bakteri ini dapat berbentuk filament bercabang
atau campuran antara bentuk batang filamen dengan bentuk kokoid. Beberapa bersifat patogen untuk hewan dan tanaman.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Propionibacterium acne termasuk dalam kelompok bakteri orynebacteria. Bakteri ini termasuk flora normal kulit, berperan pada
patogenesis jerawat dengan menghasilkan lipase yang memecah asam lemak bebas dari lipid kulit. Asam lemak ini dapat mengakibatkan inflamasi
jaringan ketika berhubungan dengan sistem imun dan mendukung terjadinya acne. Propionibacterium acne termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat.
Bakteri ini tipikal bakteri anaerob Gram positif yang toleran terhadap udara Pelczar, 1988.
2.5.5 Staphylococcus epidermidis
Sistematika Staphylococcus epidermidis Lindsay J.A, 2008: Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli Bangsa : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae Marga : Staphylococcus
Species : Staphylococcus epidermidis Staphylococcus epidermidis merupakan bakteri Gram positif, aerob
atau anaerob fakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8-
1,0 μm tidak membentuk spora dan tidak bergerak, koloni berwarna putih bakteri ini tumbuh cepat pada suhu 37
o
C. Koloni pada pembenihan padat berbentuk bulat halus, menonjol, berkilau, tidak
menghasilkan pigmen, berwarna putih porselen sehingga Staphylococcus epidermidis disebut Staphylococcus albus, koagulasi-negatif dan tidak
meragi manitol Jawetz et al., 2001. Staphylococcus epidermidis terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul
dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan Jawetz et al., 2001.
2.6 Identifikasi Bakteri
Identifik bakteri dapat dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi koloni meliputi pengamatan terhadap bentuk dan warna koloni Pelczar,
1986. Untuk memudahkan pengamatan mikroskopis, maka dilakukan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berbagai prosedur pewarnaan terhadap sel bakteri yang telah difiksasi pada kaca obyek. Beberapa prosedur pewarnaan tersebut adalah :
2.6.1 Pewarnaan Gram
Pewarnaan Gram digunakan untuk mengetahui morfologi bakteri dan membedakan antara bakteri Gram positif dengan bakteri Gram negatif. Jika
dilihat di bawah mikroskop, bakteri Gram positif akan berwarna ungu, karena dapat menahan kompleks pewarna primer karbol gentian violet
iodium sampai akhir prosedur pewarnaan. Bakteri Gram negatif akan berwarna merah, karena kehilangan kompleks warna karbol gentian
violetiodium dengan pembilasan alkohol, lalu terwarnai oleh pewarna tandingan air fuksin Cappucino, 1987.
Perbedaan reaksi kedua golongan bakteri tersebut terhadap pewarnaan Gram disebabkan bakteri Gram positif memiliki dinding sel tebal
yang akan menyusut pada saat pembilasan alkohol, sehingga pori-porinya menutup dan mencegah keluarnya kompleks pewarna primer pada saat
pemucatan. Sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif mengandung banyak lipid yang larut dalam alkohol pada saat pembilasan. Larutnya lipid
memperbesar pori-pori dinding sel dan menyebabkan proses pemucatan berlangsung cepat Cappucino, 1987.
2.6.2 Pewarnaan Spora
Pewarnaan spora digunakan untuk mengamati endospora bakteri. Endospora hanya terbentuk dalam lingkungan yang tidak menguntungkan,
seperti kekurangan nutrisi. Bentuk ini tahan terhadap pemanasan dan unsur-unsur fisik lain, seperti pembekuan, kekeringan, radiasi ultraviolet
serta bahan-bahan kimia yang dapat menghancurkan sel bakteri. Bila keadaan lingkungan kembali menjadi baik, maka dinding endospora akan
pecah dan bakteri membentuk sel vegetatif kembali Cappucino, 1987. Endospora merupakan bentuk kehidupan yang paling resisten,
sehingga mampu bertahan dalam debu dan tanah selama bertahun-tahun Ketahanan endospora disebabkan adanya selubung spora yang keras dan
tebal. Untuk dapat mewarnai endospora, diperlukan pemanasan agar pewarna dapat menembus selubung spora. Jika pewarna tersebut sudah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
memasuki endospora, maka pewarna tersebut akan sulit dihilangkan Denyer, 2004.
2.6.3 Pewarnaan Kapsul
Pewarnaan kapsul digunakan untuk mengamati kapsul atau lendir bakteri. Beberapa jenis bakteri dan alga hijau-biru mengeluarkan
bahan-bahan yang amat berlendir dan lengket untuk menyelubungi dinding sel. Bila bahan berlendir tersebut kompak dan memberikan bentuk tertentu
bundar atau lonjong, maka disebut kapsul. Tetapi bila bentuknya tidak teratur dan menempel kurang erat pada sel, maka disebut lapisan lendir.
Kapsul bakteri sangat sukar diamati dengan mikroskop cahaya, karena tidak berwarna dan mempunyai indeks bias yang rendah. Selain itu, kapsul
bakteri bersifat non-ionik, sehingga tidak dapat diwarnai dengan prosedur pewarnaan sederhana. Untuk mengamati kapsul, digunakan gabungan
prosedur pewarnaan negatif dengan pewarnaan sederhana Cappucino, 1987.
2.7 Uji Aktivitas Antibakteri Ada beberapa cara uji aktivitas antibakteri, diantaranya adalah :
2.7.1 Cara difusi
Sebagai pencadang dapat digunakan cakram kertas, silinder gelas, porselen, logam dan pencetak lubang punch hole.
A. Cara tuang Media agar yang telah diinokulasikan dengan suspensi bakteri uji
dituangkan ke dalam cawan petri, dan dibiarkan memadat. Zat antibakteri diteteskan ke dalam cakram, kemudian diinkubasikan pada
suhu 37°C selama 18-24 jam. Daerah bening yang terdapat di sekeliling cakram kertas atau silinder menunjukkan hambatan pertumbuhan
bakteri, diamati dan diukur Stainer et al., 1982 B. Cara sebar
Media agar dituangkan ke dalam cawan petri kemudian dibiarkan memadat, lalu suspensi bakteri uji disebarkan. Media dilubangi dengan
alat pencetak lubang punch hole, ke dalamnya diteteskan zat antibakteri, didiamkan, lalu diinkubasikan pada suhu 37°C selama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18-24 jam. Zona hambat diukur yaitu daerah bening disekitar lubang dengan menggunakan jangka sorong Lay, 1994.
2.7.2 Cara Turbidimetri
Pada cara ini digunakan media cair, yaitu dilakukan penuangan media ke dalam tabung reaksi, ditambahkan suspensi bakteri, kemudian
dilakukan pemipetan larutan uji, dan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan
bakteri diukur dengan menggunakan instrument yang cocok, misalnya nephelometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba
Depkes, 1995. 2.7.3 Cara dilusi
Cara ini digunakan untuk menentukan KHM kadar hambat minimum dan KBM kadar bunuh minimum dari obat antimikroba. Prinsip
dari metode dilusi adalah sebagai berikut : Menggunakan satu seri tabung reaksi yang diisi media cair dan
sejumlah tertentu sel mikroba yang diuji. Kemudian masing-masing tabung diuji dengan obat yang telah diencerkan secara serial. Seri tabung diinkubasi
pada suhu 37
o
C selama 18-24 jam dan diamati terjadinya kekeruhan pada tabung. Konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan
hasil biakan yang mulai tampak jernih tidak ada pertumbuhan mikroba adalah KHM dari obat. Konsentrasi terendah obat pada biakan padat yang
ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan koloni mikroba adalah KBM dari obat terhadap bakteri uji Pratiwi, 2008.
Menurut Davis and Stout 1971, kriteria kekuatan daya antibakteri sebagai berikut : diameter zona hambat 5 mm atau kurang dikategorikan
lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20 mm dikategorikan kuat dan zona hambat 20 mm atau lebih dikategorikan sangat
kuat.
2.8 Kloramfenikol
Kloramfenikol merupakan antibiotika golongan amphenicol yang bersifat bakteriosidal dengan memiliki aktivitas spektrum luas aktif terhadap
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bakteri yang patogen dengan jalan menghambat sintesis protein dengan cara mengikat sub unit 50 S dari pada ribosom sel bakteri dan menghambat
aktivitas enzim peptidil transferase. Kloramfenikol dahulu digunakan dalam pengobatan untuk hewan ternak dan manusia tetapi karena adanya laporan
bahwa kloramfenikol menimbulkan penyakit anemia plastik bagi manusia sehingga sejak tahun 1994 di Amerika dan Eropa penggunaan kloramfenikol
tidak diijinkan untuk pengobatan hewan ternak Martaleni, 2007. Rumus struktur :
Gambar 5. Struktur kloramfenikol sumber: USP, 2006
Kloramfenikol memiliki
rumus molekul
C
11
H
12
C
l2
N
2
O
5
. Kloramfenikol merupakan serbuk kristal putih sampai putih keabuan atau
putih kekuningan, tidak berbau, sangat tidak larut dalam air, sangat larut dalam alkohol dan propilen glikol Depkes RI, 1995.
Kloramfenikol termasuk antibiotika yang paling stabil. Larutan kloramfenikol dalam air pada pH 6 menunjukkan kecenderungan terurai
yang paling rendah. Senyawa ini cepat dan hampir sempurna diabsorpsi dari saluran cerna. Oleh karena itu pemberian kloramfenikol dilakukan secara
peroral Wattimena, 1990.
2.9 Klindamisin