Modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) melalui proses nitrasi serta uji aktivitas sebagai antiinflamasi

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Modifikasi Struktur Senyawa Etil

p-

metoksisinamat (EPMS)

Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

SKRIPSI

NUR KHAYATI PUTRI INDRIYANI NIM : 1111102000126

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA APRIL 2015


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Modifikasi Struktur Senyawa Etil

p-

metoksisinamat

(EPMS) Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Aktivitas

Sebagai Antiinflamasi

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

NUR KHAYATI PUTRI INDRIYANI NIM : 1111102000126

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA APRIL 2015


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Nama : Nur Khayati Putri Indriyani Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi :

Telah dilakukan modifikasi struktur senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) dalam rangka mengeksplorasi pengaruh penambahan gugus fungsi tertentu terhadap aktivitas antiinflamasi EPMS. Modifikasi struktur dilakukan dengan menambahkan gugus nitro pada area aromatis EPMS. Reaksi modifikasi dilakukan dengan menghidrolisis bentuk ester EPMS menjadi asam p-metoksisinamat (APMS), selanjutnya APMS direaksikan dengan asam nitrat menggunakan irradiasi microwave. Hasil nitrasi selanjutnya diubah lagi menjadi bentuk ester dengan mereaksikan dengan etanol dengan bantuan irradiasi microwave untuk menghasilkan senyawa etil 4-metoksi 6-nitro sinamat (rendemen 11,36%). Aktivitas antiinflamasi senyawa etil p-metoksisinamat dan 4-metoksi 6-nitro sinamat diujikan dengan menggunakan metode inhibisi denaturasi Bovine Serum Albumin (BSA). Hasil uji anti denaturasi BSA mengindikasikan bahwa tidak terjadi perbedaan berarti aktivitas antiinflamasi kedua senyawa etil p-metoksisinamat etil dan 4-metoksi 6-nitro sinamat. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan gugus NO pada senyawa etil p-metoksisinamat tidak mempengaruhi aktivitas antiinflamasinya

Kata kunci : etil p-metoksisinamat, hidrolisis, nitrasi, esterifikasi, antiinflamasi Bovine Serum Albumin.

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS) Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi.


(7)

ABSTRACT

Name : Nur Khayati Putri Indriyani

Major : Pharmacy

Title :

Ethyl p-methoxycinnamate (EPMC) functional group has been modified to explore effect of addition specific functional group on the anti-inflammatory activity of EPMC. Structural modification was conducted by adding NO functional group on the aromatic area of EPMC. Modification was carried out through hidrolysis of the ester form of EPMC to become p-methoxycinnamic acid (PMCA). After that, APMS was reacted with nitric acid using an irradiation microwave. The nitration result was then modified again into the ester form by reacting it with ethanol and using the irradiation microwave to produce ethyl 4-methoxy 6-nitro cinnamate (yield 11.36%). The anti-inflammatory activity of ethyl p-methoxycicinnamate and 4-methoxy 6-nitro cinnamate was tested using the inhibition denaturation of Bovine Serum Albumin (BSA) method. The result indicated that there was no significant difference of the activity of of EPMC and ethyl 4-methoxy 6-nitro cinnamate. This result showed that addition of NO group on EPMC structure did not affect anti-inflammatory activity of EPMC

Keywords: ethyl p-methoxycinnamate, hydrolysis, nitration, esterification, ati-inflammatory, Bovine Serum Albumin,

Structural Modification of ethyl p-methoxycinnamate (EPMS) compound through nitration process and Anti-inflammatory Assay to The Result of Modification Compound


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkan segala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat (EPMS) Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi”. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memenuhi ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjani Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tentu banyak berbagai kesulitan dan berbagai halangan lainnya, sehingga penulis tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Ismiarni Komala, M.Sc.,Ph.D.,Apt sebagai pembimbing I dan Ibu Ofa Suzanti Betha, M.Si., Apt sebagai pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan “Beasiswa Santri Berprestasi” selama menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Ibu Puteri Amelia, M.Farm.,Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.


(9)

6. Kedua orang tua tercinta, Abdul Khamid dan Sulastri yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, material, nasehat-nasehat, serta lantunan doa yang tiada pernah putus disetiap tasbih dan sujudnya setiap waktu.

7. Adik Linda Putri Apriliani yang selalu memberikan semangat ketika melihatnya dan mendengar suara indahnya.

8. Ganjar basuki yang selalu memberikan semangat di saat suka dan duka selama perkuliahan dan juga penyelesaian skripsi ini.

9. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama mnempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Teman-teman farmasi 2011 khususnya farmasi “Beng-Beng” yang telah menjadi kepingan memori yang berharga di Ibu kota. Tanpa mereka, cerita perjalanan mencari ilmu ini tidak lengkap.

11. Teman-teman seperjuangan CSS MORA yang selalu ada untuk memberikan semnagat dan motivasi.

12. Teman-teman seperjuangan BSA : Reza, Ali, Nova, Indah, Ajiz, Sutar, dan Mida serta teman-teman di lab PHA dengan semangat juang yang tinggi terimaksih atas segala bantuannya.

13. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, ibarat tak ada gading yang tak retak. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, April 2015


(10)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PESETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan... 3

1.4 Manfaat... 3

1.5 Hipotesa ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 4

2.2 Hidrolisis ... 5

2.3 Nitrasi ... 7

2.4 Esterifikasi ... 8

2.5 Perkembangan NO-AINS ... 9

2.6 Identifikasi ... 10

2.6.1 Kromatografi ... 10

a. Kromatografi Lapis Tipis ... 11

b. Kromatografi Kolom ... 13

2.6.2 Spektrofotometri ... 14

a. Spektrofotometri IR ... 14

b. Spektrofotometri UV Vis ... 15

c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik ... 16

2.7 Inflamasi ... 17

2.7.1 Pengertian Inflamasi ... 17

2.7.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi ... 18

2.7.3 Obat Antiinflamasi ... 20

2.7.4 Uji Antiinflamasi ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.1.1 Tempat Penelitian ... 23

3.1.2 Waktu Penelitian ... 23

3.2 Alat dan Bahan ... 23


(12)

3.2.1 Bahan ... 23

3.3 Prosedur Penelitian ... 24

3.3.1 Modifikasi Senyawa EPMS ... 24

3.3.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom (Fraksinasi) ... 25

3.3.3 Identifikasi Senyawa ... 25

3.3.4 Preparasi ... 26

3.3.5 Uji In vitro Antiinflamasi ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28

4.1 Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat ... 28

4.1.1 Reaksi Hidrolisis Etil p-metoksisinamat ... 29

4.1.2 Reaksi Nitrasi APMS ... 30

4.1.3 Reaksi Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi ... 32

4.2 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi ... 33

4.2.1 Senyawa Hasil Hidrolisis ... 34

4.2.2 Senyawa Nitrasi APMS ... 35

4.2.3 Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi ... 37

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan struktur ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan ... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Senyawa Turunan Sinamat ... 4

Gambar 2.2 Biosintesis Etil p-metoksisinamat ... 5

Gambar 2.3 Prinsip Reaksi Hidrolisis ... 5

Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Hidrolisis pada Ester ... 6

Gambar 2.5 Mekanisme Reaksi Hidrolisis Ester dengan Katalis Basa ... 7

Gambar 2.6 Prinsip Substitusi Elektrofilik pada Aromatis ... 7

Gambar 2.7 Mekanisme Nitrasi Aromatik ... 8

Gambar 2.8 Reaksi Umum Esterifikasi ... 9

Gambar 2.9 Skema Kromatografi Lapis Tipis ... 12

Gambar 2.10 Alur Mediator Berasal dari As. Arakidonat & Tempat Kerja obat .. 19

Gambar 4.1 KLT senyawa hasil hidrolisis ... 29

Gambar 4.2 mekanisme hidrolisis EPMS ... 30

Gambar 4.3 Reaksi Nitrasi APMS ... 31

Gambar 4.4 KLT senyawa hasil nitrasi ... 31

Gambar 4.5 Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi ... 32

Gambar 4.6 Hasil KLT senyawa teresterifikasi ... 33

Gambar 4.7 KLT Senyawa dengan Heksan : Etil asetat perbandingan 4:1 ... 34

Gambar 4.8 KLT Senyawa Hidrolisis EPMS dengan heksan :etil asetat (9:1) ... 34

Gambar 4.9 Struktur senyawa Asam p-metoksisinamat ... 35

Gambar 4.10 Kromatogram senyawa hasil nitrasi ... 36

Gambar 4.11 Senyawa Etil p-metoksisinamat ... 39


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kerangka Penelitian... 49

Lampiran 2 : Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi... 50

Lampiran 3 : Identifikasi Etil p-metoksisinamat ... 51

Lampiran 4 : Gambar senyawa ... 56

Lampiran 5 : Spektrum GCMS senyawa hasil nitrasi APMS ... 57

Lampiran 6 : Spektrum GCMS hasil hidrolisis ... 58

Lampiran 7 : Spektrum IR hasil esterifikasi ... 59

Lampiran 8 : Spektrum GCMS hasil esterifikasi ... 60

Lampiran 9 : Spektrum H1NMR dan 13C NMR hasil esterifikasi ... 61

Lampiran 10 : Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi ... 66


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak zaman dahulu senyawa dari bahan alam telah memberikan peranan yang penting dalam bidang kesehatan baik dengan tujuan untuk menjaga kesesehatan ataupun untuk menyembuhkan penyakit. Senyawa dari bahan alam dapat digunakan langsung sebagai obat atau dapat menjadi senyawa model untuk dikembangkan menjadi senyawa obat yang lebih potensial.

Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah merupakan senyawa utama yang terdapat pada kencur (Kaempferia galanga Linn) dalam jumlah yang relatif besar (80,05%). EPMS telah dilaporkan memiliki aktivitas analgesik antiinflamasi dengan mekanisme kerja secara non selektif menghambat COX-1/2, dengam masing-masing nilai IC50 1,12µM dan 0,83µM (Ridtidid et al., 2008; Umar et al.,2012). EPMS mudah diisolasi dan merupakan senyawa yang sangat potensial sebagai bahan dasar sintesa untuk turunan sinamat karena mempunyai gugus fungsi reaktif seperti olefin dan ester yang mudah di transformasikan menjadi gugus fungsi yang lain (Surbakti, 2008, Taufikurohmah, T., dkk,2008).

Dari berbagai penelitian, epidemiologi, dan studi klinis menunjukkan bahwa obat antiinflamasi non steroid (AINS) khususnya yang selektif terhadap COX-2 mempunyai prospek yang menjanjikan sebagai agen antikanker (Thun, 2002). Oleh karena itu, desain dan sintesis obat antiinflamasi khususnya golongan AINS banyak mengambil perhatian ahli kimia medisinal, khususnya dekade terakhir ini. Obat AINS digunakan sangat luas dalam pengobatan dan masuk dalam kategori obat OTC (Over the counter). Maka dilakukan banyak sekali modifikasi pada AINS seperti memberikan elaborasi konjugat gugus tertentu sesuai tujuan khusus seperti meningkatkan kelarutan dalam air, pelepasan NO, pelepasan hidrogen sulfat, aktivitas antioksidan, penghambatan antikolinergik dan antikolinesterase dan spesifikasi site target (Qandil,2012).


(16)

Dewasa ini telah banyak dikembangkan desain modifikasi senyawa antiinflamasi dengan penambahan gugus NO. Alasan di balik pengembangan kelas obat ini adalah bahwa gugus NO dapat mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah kepatuhan leukosit pada endotel vaskular sirkulasi splanknikus (salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) sehingga dapat melawan efek merugikan dari COX-1 dan cedera mukosa tidak terjadi (Halen et al, 2009). Dalam rangka mengeksplorasi hubungan struktur aktivitas senyawa etil-para metoksisinamat sebagai agen antiinflamasi, maka perlu untuk dilakukan penelitian untuk menguji pengaruh penambahan gugus NO pada EPMS terhadap aktivitas antiinflamasinya. Penambahan gugus NO pada EPMS dilakukan dengan cara mengubah EPMS menjadi bentuk asamnya, selanjutnya asam p-metoksi sinamat di nitrasi dengan menggunakan HNO3, dan selankutnya bnetuk asam yang telah ternitrasi di esterifikasi kembali dengan merekasikan dengan etanol. Uji antiinflmasi dilakukan secara in vitro menggunakan metoda antidenaturasi Bovine Serum Albumin (BSA) Pengujian ini dipilih karena mudah, sampel yang dibutuhkan untuk menguji dalam jumlah yang sedikit, waktu analisa cepat, dan merupakan uji pendahuluan untuk skrining awal aktivitas antiinflamasi.


(17)

1.2 Rumusan masalah

a. Apakah senyawa etil p-metoksisinamat dapat dimodifikasi menjadi turunan senyawa yang mengandung gugus nitro melalui proses hidrolisis etil p-metoksisinamat menjadi asam p-metoksisinamat, kemudian di nitrasi menggunakan asam nitrat selanjutnya di re-esterifikasi?

b. Bagaimana hubungan struktur dan aktivitas terhadap anti inflamasi setelah dimodifikasi pada senyawa etil para metoksisinamat?

1.3 Tujuan Penelitian

a.Melakukan modifikasi senyawa etil para metoksisinamat dengan penambahan gugus nitro pada etil p-metoksisinamat.

b.Menguji aktivitas antiinflamasi senyawa etil para metoksisinamat yang telah dimodifikasi melalui proses nitrasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Mendapatkan senyawa turunan etil p-metoksisinamat yang mengandung gugus nitro yang diharapkan dapat memberikan informasi baru mengenai hubungan struktur aktivitas senyawa etil p-metoksisinamat sebagai agen antiinflamasi.

1.5 Hipotesis

Penambahan gugus nitro pada senyawa Etil p-metoksisinamat akan mempengaruhi aktivitas sebagai agen anti inflamasi.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Senyawa etil p-metoksisinamat

Etil p-metoksisinamat termasuk turunan asam sinamat, dimana asam sinamat adalah turunan senyawa phenil propanoad. Senyawa-senyawa yang termasuk turunan sinamat adalah para hidroksi sinamat..

Gambar 2.1 (7), 3,4-dihidroksisinamat (8), dan 3,4,5 trimetoksisinamat (9)

Etil p-metoksisinamat termasuk kedalam senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana (Taufikhurohmah,2008).

Senyawa-senyawa turunan sinamat ditemukan secara luas di alam, dalam tumbuhan tinggi, terutama sekali turunan p-hidroksisinamat. Senyawa-senyawa ini biasanya terikat dalam bentuk ester atau glikosidanya, dan beberapa diantaranya telah diketahui memiliki aktivitas biologis yang potensial.


(19)

Gambar 2.2 Biosintesis Etil p-metoksisinamat

2.2 Hidrolisis

Secara general, hidrolisis dodefinisikan sebagai transformasi kimia dimana molekul organik berupa RX akan bereaksi dengan air menghasilkan sebuah struktur dengan ikatan kovalen OH seperti dijelaskan pada gambar 2.3. hidrolisis adalah contoh dari kelas reaksi terbesar dalam reaksi kimia disebut sebagai reaksi perpindahan nukleofilik dimana nukleofil menyerang atom elektrofilik. Proses hidrolitik mencakup beberapa jenis mekanisme reaksi yang dapat didefinisikan oleh jenis pusat reaksi dimana terjadi hidrolisis. Mekanisme reaksi yang paling sering ditemui substitusi nukleofilik baik secara langsung maupun tidak langsung dan eliminasi-adisi nukleofilik (Larson dan Weber, 1994).


(20)

Reaksi hidrolisis dapat terjadi dengan katalis basa atau asam. Mekanisme reaksi hidrolisis sendiri dikelompokkan berdasarkan tipe reaksi dasar seperti substitusi nukleofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi nukleofilik, substitusi asil nukleofilik, gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi asil nukleofilik. Hidrolisis untuk turunan asam karboksilat masuk kedalam kategori terakhir yakni gugus fungsi yang ditransformasikan dengan reaksi substitusi asil nukleofilik. Mekanisme hidrolisis pada gambar 2.4

diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan elektron dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik dari air (Larson dan Weber, 1994).

Hidrolisis ester dengan katalis basa melalui mekanisme penambahan nukleofilik OH (gambar 2.5) secara langsung kepada gugus karbonil. Hidrolisis ester berkatalis basa terjadi karena ion OH merupakan nukleofil yang lebih kuat dibandingkan air (Larson dan Weber, 1994).


(21)

2.3 Nitrasi

Nitrasi adalah salah satu reaksi organik yang banyak dipelajari baik secara aromatis maupun alifatik. Nitrasi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti heterolitik (elektrofilik dan nukleofilik) dan nitrasi radikal. Nitrasi aromatik biasanya merupakan elektrofilik dan untuk nitrasi alifatik adalah radikal bebas. Senyawa nitroaromatik biasa digunakan sebagai senyawa intermediet dalam sintesis plastik, insektisida, bahan peledak, dan juga farmasetik. Sedangkan untuk nitroalifatik biasa digunakan sebagai pelarut dan hasil sintesis dalam sintesis organik (Olah, 1982).

Gambar 2.6 Prinsip Substitusi Elektrofilik pada Aromatis

Reaksi nitrasi berlangsung dengan penggantian satu atau lebih gugus nitro (-NO2) menjadi molekul yang reaktif. Gugus nitro akan menyerang


(22)

nitrogen membentuk nitramin dan bila menyerang oksigen membentuk nitrat ester. Pada proses masuknnya gugus (-NO2) kedalam senyawa dapat

terjadi dengan menggantikan kedudukan beberapa atom atau gugus yang ada dalam senyawa. Umumnya nitrasi yang banyak dijumpai adalah nitrasi (-NO2) menggantikasi ataom H (Yulianto, 2010).

Nitrating agent adalah reaktan elektrofilik, dimana reaksi akan terjadi pada atom karbon dari cincin aromatik yang mempunyai kepadatan elektron terbesar. Gugus (-NO2) yang masuk dapat membentuk posisi ortho, meta,

dan para. Jumlah isomer pada produk tergantung pada substituen ini. Substituen meta menyebabkan kepadatan elektron lebih besar dibandingkan substituen ortho dan para, sehingga yield produk nitrasi akan didominasi isomer meta (Yulianto, 2010).

Mekanisme nitrasi aromatik yang mengikuti prinsip substitusi elektrofilik dengan berbagai step sehingga menghasilkan suatu senyawa nitro aromatik dijelaskan pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.7 Mekanisme Nitrasi Aromatik

2.4 Esterifikasi

Ester asam karboksilat adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol.


(23)

Reaksi inilah yang disebut dengan reaksi esterifikasi. Esterifikasi menggunakan katalis asam dan merupakan reaksi yang reversibel.

Gambar 2.8 reaksi umum esterifikasi

Laju esterifikasi asam karboksilat bergantung terutama pada halangan sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya.

Reaksi esterifikasi bersifat reversible. Untuk memperoleh rendemen yang tinggi dari reaksi esterifikasi, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Satu tehnik untuk mencapai ini adalah menggunakan salah satu zat pereaksi secara berlebihan (Fessenden, 1986).

2.5 Perkembangan NO-AINS

Salah satu pengembangan yang sangat menjanjikan dalam modifikasi struktur AINS dewasa ini adalah dengan penambahan gugus donor NO yang memiliki tujuan untuk mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah kepatuhan leukosit pada endotel vaskular


(24)

sirkulasi splanknikus (salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) sehingga dapat melawan efek merugikan dari COX-1 dan cedera mukosa tidak terjadi (Halen et al., 2009).

Perbandingan antara aspirin dan 3-(nitroxymethyl) phenyl 2-acetoxybenzoate (NCX-4016) secara kuantitatif (basis mol) menunjukkan bahwa NCX-4016 menunjukkan potensi antiinflamasi yang lebih besar (Al-swayeh, 2000).

Dan efek pelepasan NO pada NCX-4016 tidak mengiritasi atau menimbulkan tukak peptik (Takeuchi, 1998). Selain pada aspirin, modifikasi struktur senyawa antiinflamasi dengan penambahan NO juga dilakukan pada naproxen, ibuprofen, flurbiprofen, dan ketoprofen (Halen et al., 2009).

2.6 Identifikasi

2.6.1 Kromatografi

Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi deferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu di antaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Deangan demikian, masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan dengan metode analitik (Departemen Kesehatan, 1995).

Teknik kromatografi umum membutuhkan zat terlarut terdistribusi diantara dua fase, satu diantaranya diam (fase diam), yang lainnya bergerak (fase gerak). Fase gerak membawa zat terlarut melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang tereluasi lebih awal atau lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melewati media pemisah oleh aliran suatu pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak sebagai zat penjerap, seperti halnya penjerap alumina yang


(25)

diaktifkan, silika gel, dan resin penukar ion, atau dapat bertindak melarutkan zat terlarut sehingga terjadi partisi antara fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini suatu lapisan cairan pada suatu penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam (Departemen Kesehatan,1995).

Jenis-jenis kromatografi yang bermanfaat dalam analisis kualitatif dan kuantitatif yang digunakan dalam penetapan kadar dan pengujian Farmakope Indonesia adalah Kromatografi Kolom, Kromatografi Gas, Kromatografi Kertas, Kromatografi Lapis Tipis, dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis umumnya lebih bermanfaat untuk tujuan identifikasi, karena mudah dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilihan fase diam yang lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa secara kuantitatif dari suatu campuran (Departemen Kesehatan,1995).

a. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah berupa larutan ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (dideteksi) (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2013).

Diantara berbagai jenis teknik kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis obat dilaboratorium farmasi. Metode ini hanya memerlukan investasi kecil untuk perlengkapan dan menggunakan waktu yang singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah


(26)

cuplikan yang sangat sedikit (kira-kira 0,1 g). Selain itu, hasil palsu yang disebabkan oleh komponen sekunder tidak mungkin terjadi, kebutuhan ruangan minimum, dan penanganannya sederhana (Stahl Egon dalam Khoirunni’mah, 2013).

Totolkan Larutan uji dan Larutan baku, menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi dengan jarak antara lebih kurang 1,5 cm dan lebih kurang 2 cm dari tepi bawah lempeng, dan biarkan mengering (tepi bawah lempeng adalah bagian lempeng yang pertama kali dilalui oleh alat membuat lapisan pada waktu melapiskan zat penjerap). Ketika bekerja dengan lempeng, gangguan fisik harus terhindarkan dari zat penjerap (Departemen kesehatan, 1995).

Gambar 2.9 Skema kromatografi Lapis Tipis

Beri tanda pada jarak 10 cm hingga 15 cm diatas titik penotolan. Tempatkan lempeng pada rak penyangga, hingga tempat penotolan terletak di sebelah bawah, dan masukkan rak ke dalam bejana kromatografi. Pelarut dalam bejana harus mencapai tepi bawah lapisan penjerap, tetapi titik penotolan jangan sampai terendam. Letakkan tutup bejana pada tempatnya, dan biarkan sistem hingga pelarut merambat 10 cm hingga 15 cm di atas titik penotolan, umumnya diperlukan waktu lebih kurang 15 menit hingga 1 jam. Keluarkan lempeng dari bejana ,buat tanda batas rambat pelarut, keringkan lempeng di udara,dan amati bercak mula-mula dengan


(27)

cahaya ultraviolet gelombang pendek (254nm) dan kemudian dengan cahaya ultraviolet gelombang panjang (366 nm). Ukur dan catat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta catat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati. Tentukan harga Rf untuk bercak utama. Jika diperlukan, semprot bercak dengan pereaksi yang ditentukan, amati dan bandingkan kromatogram zat uji dengan kromatogram baku pembanding (Departemen kesehatan, 1995).

b. Kromatografi Kolom

Alat-alat yang diperlukan untuk kromatografi kolom sangat sederhana, terdiri dari tabung kromatografi dan sebuah batang pemampat yang diperlukan untuk memadatkan wol kaca atau kapas pada dasar tabung jika diperlukan, serta untuk memadatkan zat penjerap atau campuran zat penjerap dan air secara merata di dalam tabung. Kadang-kadang digunakan cakram kaca berpori yang melekat pada dasar tabung untuk menyangga isinya. Tabung berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, kecuali bila dalam monografi, disebutkan terbuat dari bahan lain. Sebuah tabung mengalir dengan diameter yang lebih kecil untuk mengeluarkan cairan yang menyatu dengan tabung atau disambung melalui suatu sambungan anti bocor pada ujung bawah tabung utama (Departemen kesehatan, 1995).

Ukuran kolom bervariasi; kolom yang umum digunakan dalam analisis farmasi mempunyai diameter dalam antara 150 mm hingga 400 mm, tidak termasuk tabung pengalir. Tabung pengalir, umumnya berdiameter dalam antara 3 mm hingga 6mm, dapat dilengkapi dengan sebuah kran untuk mengatur laju aliran pelarut yang melalui kolom dengan teliti. Batang pemampat merupakan suatu batang silinder, melekat kuat pada sebuah tangkai yang terbuat dari plastik, kaca, baja tahan karat, atau aluminium, kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi. Tangkai batang pemampat biasanya mempunyai diameter yang lebih kecil dari kolom dan


(28)

panjang minimal 5 cm melebihi panjang efektif kolom, batang mempunyai diameter lebih kurang 1 mm lebih kecil dari diameter dalam kolom (Departemen kesehatan, 1995).

Zat penjerap atau fase diam (bisa berupa aluminium oksida yang telah diaktifkan, silika gel, tanah diatome terkalsinasi, atau tanah silika yang dimurnikan untuk kromatografi) dalam keadaan kering atau dalam campuran dengan air, dimampatkan kedalam tabung kromatografi kaca atau kuarsa. Zat uji yang dilarutkan dalam sejumlah kecil pelarut, dituangkan kedalam kolom dan dibiarkan mengalir kedalam zat penjerap. Zat berkhasiat diadsorpsi dari larutan secara kuantitatif oleh bahan penjerap berupa pita sempit pada permukaan atas kolom. Dengan penambahan pelarut lebih lanjut melalui kolom, oleh gaya gravitasi atau denga memberikantekanan, masing-masing zat bergerak turun dalam kolom dengan kecepatan tertentu, sehingga terjadi pemisahan dan diperoleh kromatogram (Departemen Kesehatan,1995).

2.6.2 Spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan pengukuran suatu interaksi antara radiasi elektromagnetik dan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Teknik yang sering digunakan dalam analisis farmasi meliputi spektrofotometri serapan ultraviolet, cahaya tampak, inframerah dan serapan atom (Departemen Kesehatan,1995).

a. Spektrofotometri IR

Spektrofotometri Infra Merah merupakan alat untuk merekam spektrum didaerah inframerah yang terdiri dari suatu sistem optik dengan kemampuan menghasilkan cahaya monokromatik di daerah 4000 cm-1 hingga 625 cm-1 (lebih kurang 2,5 πm hingga 16 πm) dan suatu metode untuk mengukur perbandingan intensitas perbandingan cahaya yang ditransmisikan cahaya datang. Spektrum


(29)

IR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi (Departemen Kesehatan, 1995).

Hampir semua senyawa yang memiliki ikatan kovalen, baik organik maupun anorganik, menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik diwilayah inframerah dari spektrum elektromagnetik. Wilayah ini terletak pada panjang gelombang yang berkisar dari sekitar 400 sampai 800 nm (Pavia et al.2008).

b. Spektrofotometri UV-Vis

Spektrofotometri serap merupakan pengukuran interaksi antara radiasi elektromagnetik panjang gelombang tertentu yang sempit dan mendekati monokromatik, dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa molekul selalu mengabsorbsi cahaya elektromagnetik jika frekuensi cahaya tersebut sama dengan frekuensi getaran dari molekul tersebut. Elektron yang terikat dan elektron yang tidak terikat akan tereksitasi pada suatu daerah frekuensi yang sesuai dengan cahaya ultraviolet dan cahaya tampak (UV-Vis) (Roth et al., 1994).

Spektrum absorbsi daerah ini adalah sekitar 220 nm sampai 880 nm dan dinyatakan sebagai spektrum elektron. Suatu spektrum ultraviolet meliputi daerah bagian ultraviolet (190-380 nm), spektrum Vis (Visible) bagian sinar tampak (380-780 nm). Pengukuran dengan alat spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hubungan antara berkas radiasi elektromagnetik yang ditransmisikan (diteruskan) atau yang diabsorbsi dengan tebalnya cuplikan dengan konsentrasi dari komponen penyerap.

Hubungan tersebut dinyatakan dalam Hukum Lambert-Beer (Sastroamidjojo, 1985) :

A = a . b . c

Keterangan : (a) Daya Serap (b) Tebal Kuvet


(30)

(c) Konsentrasi larutan (A) Serapan

Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis ini dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Suatu sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spektrum yang mana alat tersebut dirancang untuk beroperasi.

2. Suatu monokromator, yakni sebuah piranti untuk memencilkan pita sempit panjang gelombang dari spektrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.

3. Suatu wadah untuk sampel (dalam hal ini digunakan kuvet). 4. Suatu detektor, yang berupa transduser yang merubah energi

cahaya menjadi suatu isyarat listrik.

5. Suatu amplifier (pengganda) dan rangkaian yang merubah energi cahaya menjadi suatu isyarat listrk.

6. Suatu sistem baca dimana diperagakan besarnya isyarat listrik yang ditangkap.

c. Spektrofotometri Resonansi Magnetik

Resonansi magnetik nuklir (NMR) adalah metode spektroskopi yang bahkan lebih penting bagi ahli kimia organik dari spektroskopi inframerah. Banyak inti dapat dipelajari dengan teknik NMR, tapi hidrogen dan karbon yang paling umum tersedia. Jika spektroskopi inframerah (IR) digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi, NMR memberikan informasi mengenai jumlah atom magnetis yang berbeda dari jenis yang dipelajari.

NMR dapat menentukan jumlah masing-masing jenis yang berbeda dari inti hidrogen serta memperoleh informasi mengenai sifat dasar dari lingkungan terdekat dari masing-masing jenis. Informasi yang sama dapat ditentukan untuk inti karbon. Kombinasi IR dan data NMR seringkali cukup untuk menentukan secara benar struktur molekul yang tidak diketahui (Pavia et al., 2008).


(31)

Instrumen NMR terdiri atas komponen-komponen sebagai berikut (Willard et al., 1988) :

 Magnet untuk memisahkan energi spin nuklir.

 Paling tidak terdapat dua saluran frekuensi radio, satu untuk stabilisasi medan/frekuensi dan satu untuk memberikan frekuensi radio untuk energi penyinaran. Yang ketiga dapat digunakan untuk masing-masing inti yang akan dipisahkan.

 Probe sampel yang mengandung kumparan untuk kopling sampel dengan bidang frekuensi radio.

 Detektor untuk memproses sinyal NMR.

 Generator (Sweep Generator) untuk menyapu bersih baik medan magnet maupun frekuensi radio melalui frekuensi resonansi sampel.

 Rekorder untuk menampillkan spektrum.

2.7 Inflamasi

2.7.1 Pengertian Inflamasi

Inflamasi adalah reaksi kompleks dalam jaringan ikat vascular yang terjadi karena rangsangan eksogen dan endogen. Inflamasi merupakan respon normal, pelindung terhadap cedera jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya atau agen mikrobiologis, yang berupaya untuk menonaktifkan atau menghancurkan organisme asing, menghilangkan iritasi yang merupakan tahap pertama perbaikan jaringan. Proses inflamasi biasanya mereda pada proses penyelesaian atau penyembuhan tapi kadang-kadang berubah menjadi radang yang parah, yang mungkin jauh lebih buruk dari penyakit ini dan dalam kasus ekstrim, juga dapat berakibat fatal (Sen et al, 2010).

Kemerahan, suhu yang meningkat, pembengkakan, nyeri, dan hilangnya fungsi adalah tanda klasik dari inflamasi. Inflamasi dapat diprovokasioleh berbagai agen berbahaya, bahan asing, toxines,


(32)

infeksi, bahan kimia, patogen, reaksi kekebalan tubuh dan luka fisik (Sen et al, 2010).

2.7.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi

Terjadinya inflamasiadalah reaksi setempat dari jaaringan atau sel terhadap suatu rangsang atau cedera, terjadinya rangsangan untuk dilepaskannya zat kimia tertentu yang akan menstimulasi terjadinya perubahan jaringan pada reaksi radang tersbut, diantaranya histamin, serotonin, bradikinin, leukotrin, dan protaglandin. Histamin bertanggung jawab pada perubahan yang paling awal yaitu menyebabkan vasodilatasi pada arteriol yang didahului dengan vasokontriksi awal dan peningkatan permeabilitas kapiler, hal ini menyebabkan perubahan distribusi sel darah merah. Oleh karena aliran darah yang lambat, seldarah merah akan mengguumpal, akibatnya sel darah putih terdesak ke pinggir. Semakin lambat aliran darah maka sel darah putih akan menempel pada dinding pembuluh darah. Perubahan permeabilitas yang terjadi menyebabkan cairan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul dalam jaringan. Bradikinin bereaksi lokal menimbulkan rasa sakit, vasodilatasi,meningkatkan permeabilitas kapiler. Sebagai penyebab radang. Prostaglandin berpotensi kuat setelah bergabung dengan mediator lainnya (Mansjoer, 1999).


(33)

Gambar 2.10 Alur Mediator yang Berasal dari Asam Arakidonat dan Tempat Kerja Obat

Prosesinflamasi dimulai dari stimulus yang akan mengakibatkan kerusakan sel, sebagai reaksi terhadap kerusakan sel maka sel tersebut akan melepaskan beberapa fosfolipid yang

Rangsangan

Gangguan pada membran sel Fosfolipase

Penghambat fosfolipase kortikosteroid

Fosfolipid Substitusi asam lemak

Asam arakidonat

Lipoksigenase Siklooksigenase

Penghambat Lipoksigenase OAINS, ASA Prostaglandin Tromboksan Prostasiklin Leukotrien

LTC4/D4/E4

LTB4 Antagonis pada tingkat reseptor Penarikan dan aktivasi fagosit Perubahan permeabilitas vaskular, kontriksi bronkus, peningkatan sekresi Peradangan Bronkospasme , kongesti, sumbat mukus Peradangan Modulasi leukosit Kolkisin


(34)

diantaranya adalah asam arakidonat. Setelah asam arakidonat tersebut bebas akan diaktifkan oleh beberapa enzim, diantaranya siklooksigenase dan lipooksigenase. Enzim tersebut merubah asam arakidonat kedalam bentuk yang tidak stabil (hidroperoksid dan endoperoksid) yang selanjutnya dimetabolisme menjadi leukotrin, protaglandin, prostasiklin, dan tromboksan. Bagian prostaglandin dan leukotrin bertanggung jawab terhadap gejala-gejala peradangan (Katzung, 1998).

2.7.3 Obat Antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adalah golongan obat yang memiliki aktivitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktivitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel tempat pembentukannya. Berdasarkan mekanime kerjanya, obat-obatan antiinflamasi terbagi dalam golongan steroid yang terutama bekerja dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin dari sel-sel sumbernya dan golongan non steroid yang bekerja melalui mekanisme lain seperti inhibisi siklooksigenase yang berperan pada biosintesis protaglandin (Setyarini, 2009).

Obat-obat antiinflamasi sangat efektif menghilangkan rasa nyeri dan inflamasi dengan menekan produksi prostaglandin dan metabolisme asam arakidonat dengan cara penghambatan siklooksigenase dan lipooksigenase pada kaskade inflamasi. Penekanan prostaglandin sebagai mediator inflamasi pada jaringan menyebabkan kurangnya rasa nyeri dan pembengkakan sehingga fungsi otot dan sendi membaik (Setyarini, 2009).

2.7.4 Uji Antiinflamasi

Inflamasi merupakan respon imun tubuh yang secara umum terjadi karena adanya stimulus. Hal itu bisa dikarenakan oleh bakteri, misalnya kontaminasi bakteri pada luka. Inflamasi juga dapat terjadi


(35)

ketika sistem kekebalan tubuh berjuang melawan sesuatu dan terkadang memunculkan efek berbahaya (IQWiQ,2010). Untuk itu dikembangkanlah obat antiinflamasi untuk mengatasi efek berbahaya dari proses inflamasi yang ada di dalam tubuh.

Dari berbagai penelitian, epidemiologi dan studi klinis menunjukkan bahwa AINS khususnya yang selektif terhadap COX-2 mempunyai prospek yang menjanjikan sebagai agen antikanker (Thun,2002). Oleh karena itu, desain dan sintesis obat antiinflamasi khususnya golongan AINS banyak mengambil perhatian ahli kimia medisinal, khususnya pada dekade terakhir ini. Obat AINS digunakan sangat luas dalam pengobatan dan masuk dalam kategori obat OTC (over the counter). Maka dilakukan banyak sekali modifikasi pada AINS seperti memberikan elaborasi konjugat gugus tertentu sesuai tujuan khusus seperti meningkatkan kelarutan dalam air, pelepasan hidrogen sulfida, aktivitas antioksidan, penghambatan antikolinergik dan antikolinesterase dan spesifikasi site target (Qandil, 2012).

Beberapa metode in vitro dapat digunakan dalam mengetahui potensi atau aktivitas antiinflamasi dari suatu obat, kandungan kimia dan preparat herbal. Teknik-teknik yang bisa digunakan antara lain adalah pelepasan fosforilasi oksidatif (ATP biogenesis terkait dengan respirasi), penghambatan denaturasi protein, stabilisas membran eritrosit, stabilisasi membran lisosomal, tes fibrinolitik dan agregasi trombosit (Oyedapo et al., 2010).

Selain itu uji antiinflamasi secara in vitro juga bisa dilakukan dengan melihat efek inhibisi pada siklooksigenase menggunakan kit khusus uji skrining siklooksigenase (Umar et al., 2012).

Dalam pengembangan AINS, prinsip denaturasi dalam uji antiinflamasi sering digunakan seperti pada uji antiinflamasi dengan albumin telur (Chandra, 2012) dan uji dengan bovine serum albumin (BSA) (Williams et al.,2008). Denaturasi protein pada jaringan adalah salah satu penyebab penyakit inflamasi dan artritis. Produksi


(36)

dari antigen-auto pada penyakit artritis dapat mengakibatkan denaturasi protein secara in vivo. Oleh karena itu, penggunaan suatu agen tertentu yang bisa mencegah denaturasi protein akan bermanfaat pada pengembangan obat antiinflamasi (Chatterjee et al.,2012).

Beberapa AINS seperti indometasin, ibufenak, asam flufenamik dan asam salisilat memiliki kemampuan dalam mencegah denaturasi BSA yang dipanaskan pada pH patologis yakni 6,2-6,5. Selain itu beberapa ekstrak dan komponen murni tumbuhan seperti ekstrak Boehmeria jamaicensis (Urb), fenil propanoid, eugenol, polisulfid, dibenzil trisulfid dapat menghambat denaturasi BSA, memiliki aktivitas sebagai antioksidan dan merupakan kandidat obat antiinflamasi. Pada uji BSA, jika senyawa sampel menghambat denaturasi dengan persen inhibisi >20% maka dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi dan layak untuk dikembangkan lebih lanjut (Williams et al., 2008).


(37)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat

Penelitian mengenai modifikasi struktur kimia dari senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS) serta pengujian terhadap aktivitas sebagai antiinflamasi dilaksanakan di Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, dan Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai dengan April 2015.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Spektrofotometri H-NMR dan C-NMR (500 MHz, JEOL), Spektrofotometer UV-Vis (HITACHI), Sprektrofotometri IR, Gas spektrofotometri, evaporator (SB-1000 Eyela), digital water bath (SB-100 Eyela), lemari pendingin, inkubator (France etuves), plat aluminium TLC silica gel 60 F254 (Merck), oven, timbangan analitik, penangas, statif, mangkok atau baskom plastik, labu reaksi, corong, erlenmeyer, gelas piala, rak, tabung reaksi, chamber KLT, termometer, blender, pipet eppendrof, mikropipet, batang pengaduk, pinset, magnetik stirer, kertas saring, kapas, aluminium foil, vial uji, botol, pH indikator, microwave.

3.2.2 Bahan

Senyawa etil p-metoksisinamat (EPMS), Na Diklofenak (Sigma aldrich), asam sulfat pekat, asam nitrat 65%, HCl 15%, NaOH, silika gel 10 (Merck), dan Bovine Serum Albumin (Sigma). Pelarut organik dan


(38)

bahan pembantu lain : Aquadest, etil asetat, n-heksan, methanol,etanol p.a dan TBS (Tris Buffer Saline).

3.3 Prosedur penelitian

3.3.1 Modifikasi Senyawa EPMS

a. Hidrolisis etil p-metoksisinamat

Sebanyak 1,5 gram NaOH (0,0375 mol) dilarutkan dengan etanol pro analisis dalam gelas kimia dengan pengadukan menggunakan magnetik stirer. Kemudian ditambahkan senyawa EPMS sebanyak 5 gram (0,024 mol) ke dalamnya dan suhu dijaga pada 600C dan reaksi berlangsung selama 3 jam. Pengecekan reaksi dilakukan menggunakan KLT. Hasil reaksi di filtrasi, filtrat yang di dapat ditambahkan HCl 15% hingga mencapai pH 4 dan menghasilkan serbuk berwarna putih. Residu berupa senyawa hasil hidrolisis kemudian di keringkan (Mufidah,2014 yang dimodifikasi). Hasil reaksi di monitor dengan KLT

b. Nitrasi Hasil hidrolisis

Sebanyak 2,5 gram APMS (0,014) ditambahkan kedalam 10 mL asam nitrat 65% (0,22 mol) dalam suhu -150C dengan cara mereaksikannya didalam gelas kimia yang berisi es. Kemudian di iradiasi menggunakan microwave pada 450 W selama 2 menit. Setelah iradiasi, campuran reaksi di tuangkan kedalam akuades dingin kemudian di filtrasi, maka akan di dapatkan padatan berwarna kuning (Bose et al, 2006).

c. Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi

500 mg senyawa hasil nitrasi dilarutkan kedalam etanol sebanyak 50 mL di dalam erlenmeyer tertutup menggunakan magnetik stirer dan dipanaskan sampai senyawa larut didalamnya. Tambahkan asam sulfat pekat (0,2 mL, 4 mmol). Campuran reaksi kemudian diletakkan dalam waterbath (yaitu gelas kimia yang berisi air) lalu diiradiasi dalam microwave oven biasa dengan kekuatan 300 W selama 30 menit. Hasil reaksi di filtrasi menggunakan etil asetat dan akuades. Didapatkan padatan berwarna cokelat (Guang Li, 2009).


(39)

3.3.2 Pemisahan dengan Kromatografi Kolom (Fraksinasi)

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan kromatografi kolom yang mengacu pada metode yang digunakan oleh Waters (1985). Silika gel 60 digunakan sebagai fase diam. Sedangkan fase gerak yang digunakan menggunakan sistem fase gerak dengan polaritas bertingkat. Masing-masing fraksi yang telah dipisahkan, dimonitor profilnya melalui KLT menggunakan KLT Silica gel 60 F254 (E-merck) dengan fasa diam silika gel dan fase gerak n-heksan : etil asetat (4:1) (Hidajati.,2008).

3.3.3 Identifikasi Senyawa

a. Identifikasi Organoleptis

Senyawa yang didapat baik senyawa murni etil p-metoksisinamat maupun hasil modifikasi, kemudian diidentifikasi warna, bentuk, dan juga bau yang dihasilkan.

b. Pengukuran titik leleh

Senyawa yang didapat dari hasil modifikasi kemudian diidentifikasi titik lelehnya menggunakan alat melting point dengan merk “melting point SMP 10”.

c. Identifikasi senyawa menggunakan FTIR

Sedikit sampel padat (kira-kira 1-2 mg), kemudian ditambahkan bubuk KBr murni (kira-kira 200 mg) dan diaduk hingga rata. Kemudian sampel (pelet KBr yang terbentuk) diambil dan kemudian ditempatkan dalam tempat sampel pada alat spektrofotometri inframerah untuk dianalisis (hidayati,2012).

d. Identifikasi senyawa menggunakan GCMS

Kolom yang digunakan adalah HP-5MS (30 m x 0,25 mm ID x 0,25 µm); suhu awal 700C selama 2 menit, dinaikkan ke suhu 2850C dengan kecepatan 200C/min selama 20 menit. Suhu MSD 2850C. Kecepatan aliran 1,2 mL/min dengan split 1:100. Parameter scanning dilakukan dari massa paling rendah yakni 35 sampai paling tinggi 550 (Umar et al, 2012).


(40)

e. Identifikasi Senyawa menggunakan H-NMR dan C-NMR

Sedikit sampel padat (kira-kira 10 mg), kemudian dilarutkan dalam pelarut kloroform bebas proton (untuk NMR), setelah dilarutkan kemudian dimasukkan kedalam tabung khusus NMR untuk dianalisis.

3.3.4 Preparasi

a) Pembuatan Reagen untuk Uji Antiinflamasi

1. Larutan TBS (Tris Buffer Saline) pH 6,3

Sebanyak 1,21 g Tris base dan 8,7 g NaCl dilarutkan dalam 1000 mL akuades. Kemudian pH di adjust sampai sampai 6,3 menggunakan asam asetat glasial (Mohan, 2003).

2. Penyiapan variant konsentrasi Na Diklofenak sebagai kontrol positif. Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm Na diklofenak dengan pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 1000, 100, 10, dan 1 ppm.

3. Penyiapan variant konsentrasi senyawa hasil modifikasi (sampel) Pembuatan larutan induk sebesar 10.000 ppm baik senyawa hasil modifikasi dengan pelarut metanol. Kemudian dilakukan pengenceran menjadi 1000, 100, 10, dan 1 ppm..

4. Pembuatan BSA 0,2% (w/v)

Sebanyak 0,2 gr BSA dilarutkan dalam TBS 100 ml (Williams et al.,2008).

3.3.5 Uji In vitro Antiinflamasi (Williams, et al.,2008)

Pengujian aktivitas senyawa hasil modifikasi terhadap denaturasi BSA:

a. Pembuatan larutan uji

Larutan uji (5 mL) terdiri dari larutan 50 µL larutan sampel yang kemudian di tambah dengan BSA hingga volume 5 mL sehingga didapatkan variant konsentrasi menjadi 100; 10; 1; 0,1 dan 0,01 ppm.

b. Pembuatan Larutan Kontrol Negatif

Larutan kontrol negatif 1 (5 mL) terdiri dari 50 µL metanol yang kemudian di tambah dengan BSA hingga volume 5 mL.


(41)

c. Pembuatan Larutan Kontrol Positif

Larutan kontrol positif (5 mL) terdiri dari 50 µL larutan natrium diklofenak yang kemudian ditambah dengan BSA hingga volume mencapai 5 mL sehingga didapatkan variant konsentrasi menjadi 100; 10; 1; 0,1 dan 0,01 ppm.

Setiap larutan diatas dipanaskan selama 5 menit pada suhu 720 – 730 C. Lalu didiamkan selama 25 menit pada suhu ruang dan diukur turbiditasnya dengan spektrofotometri Uv-Vis (HITACHI) pada panjang gelombang 660 nm.

Persentase inhibisi dari denaturasi atau presipitasi BSA dikalkulasikan dengan rumus berikut :

% inhibisi =

Beberapa AINS seperti indometasin, ibufenak, asam flufenamik dan asam salisilat memiliki kemampuan dalam mencegah denaturasi BSA yang dipanaskan pada pH patologis yakni 6,2-6,5. Pada uji BSA, jika senyawa sampel menghambat denaturasi dengan persen inhibisi >20% maka dianggap memiliki aktivitas antiinflamasi dan layak untuk dikembangkan lebih lanjut (Williams et al., 2008).


(42)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan modifikasi senyawa etil para-metoksisinamat yang diisolasi dari tanaman kencur melalui proses nitrasi gugus fungsi reaktif yang dimiliki yaitu gugus aromatis, olefin dan ester. Tujuan modifikasi dilakukan adalah untuk melihat pengaruh penambahan suatu gugus nitro pada senyawa etil para metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasinya. Uji antiinflamasi dilakukan secara invitro dengan menggunakan Bovine Serum Albumin (BSA) dengan prinsip inhibisi denaturasi protein.

4.1 Modifikasi Struktur etil p-metoksisinamat

Gugus fungsi NO dalam struktur senyawa antiinflamasi telah diketahui berperan dalam mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah kepatuhan leukosit pada endotel vaskular sirkulasi splanknikus (salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) sehingga dapat melawan efek merugikan dari COX-1 dan cedera mukosa tidak terjadi (Halen et al, 2009). Menurut Umar et al (2012) etil p-metoksisinamat (EPMS) memiliki aktivitas anagesik antiinflamasi dengan mekanisme kerja secara non selektif menghambat COX-1/2. Berdasarkan hal tersebut, dalam rangka meningkatkan aktivitas antiinflamasi dari EPMS, maka dipandang perlu untuk ditambahkan gugus NO pada posisi aromatis dari senyawa EPMS sebagai upaya untuk meningkatkan efikasi aktivitas antiinflamasi EPMS

Pada percobaan pendahuluan, reaksi nitrasi langsung pada EPMS dapat menghasilkan beberapa senyawa EPMS yang ternitrasi yang memiliki kepolaran yang sama sehingga pada proses pemisahan senyawa tersebut menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu, perlu dilakukan alternatif metoda yaitu merubah EPMS menjadi bentuk asam p-metoksisinamat (APMS), yang selanjutnya APMS dinitrasi dengan mereaksikan dengan HNO3. Hasil

nitrasi selanjutnya diubah lagi menjadi bentuk esternya melalui proses esterifikasi dengan etanol.


(43)

4.1.1 Reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat

Reaksi hidrolisis dilakukan dengan NaOH sebagai katalis basa dan etanol p.a sebagai pelarut. Mekanisme reaksi hidrolisis diinisiasi oleh protonasi pada karbonil oksigen. Protonasi menyebabkan keadaan terpolarisasi pada gugus karbonil melepaskan proton dari karbon sehingga bersifat lebih elektrofilik dan akan menerima penambahan nukleofilik OH (Larson dan Weber, 1994).

Pada reaksi ini, NaOH 1,5 gram (0,0375 mol) sebagai katalis dilarutkan kedalam etanol p.a kemudian ditambahkan dengan EPMS sebanyak 5 gram (0,024 mol). Campuran selanjutnya dipanaskan pada suhu 600C selama 3 jam sampai terbentuknya serbuk berwarna putih. Hasil reaksi dimonitor setiap selang waktu 15 menit sampai terbentuknya spot yang mengindikadikan EPMS telah berubah menjadi APMS seperti yang terlihat pada gambar 4.1. Setelah proses reaksi selesai, hasil reaksi dicuci dengan menggunakan akuades. Filtrat yang diperoleh memiliki pH 13 kemudian di tambahkan HCl 15% sampai dengan pH 4, hal ini bertujuan untuk mengikat Na+ sehingga terbentuklah endapan putih berupa hasil hidrolisis (Mufidah, 2014).

Residu yang di dapat kembali dicuci dengan akuades untuk menghilangkan garam yang terbentuk kemudian residu di keringkan. Residu yang di dapatkan berwarna putih (lihat lampiran 5). Mekanisme reaksi hidrolisis etil p-metoksisinamat dapat dilihat pada gambar 4.2

Gambar 4.1 KLT senyawa hasil hidrolisis

Etil p-metoksisinamat


(44)

Gambar 4.2 mekanisme hidrolisis EPMS

Persen rendemen dari reaksi hidrolisis yaitu : % rendemen :

x 100 % = 85.744 %

4.1.2 Reaksi Nitrasi APMS (Asam p-metoksisinamat)

Nitrasi adalah salah satu reaksi organik yang banyak dipelajari baik secara aromatis maupun alifatik. Nitrasi dapat dilakukan dengan berbagai metode seperti heterolitik (elektrofilik dan nukleofilik) dan nitrasi radikal (Olah, 1982). Reaksi ini dilakukan dengan asam nitrat sebagai Nitrating agent dan H2SO4 sebagai katalis. Reaksi ini ditujukan untuk

mengganti gugus H pada benzen menjadi gugus lain (nitro). Sehingga terjadi penambahan gugus nitro pada benzen pada senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat (Yulianto, 2010)

Metode yang digunakan untuk reaksi ini yaitu dengan Cold Microwave. Keuntungan dari metode ini adalah memiliki waktu reaksi yang cepat dalam hitungan menit. Hal penting yang harus diperhatikan adalah preparasi pencampuran antara senyawa sampel dengan reagen yaitu asam nitrat harus dilakukan pada suhu dingin (Bose, 2006). Suhu menjadi faktor penting yang harus di jaga pada metode ini.


(45)

Gambar 4.3 Reaksi Nitrasi hasil hidrolisis

Pada reaksi nitrasi ini, senyawa APMS sebanyak 2,5 gram (0,014 mol) di tambahkan dengan 10 mL asam nitrat 65% (0,22 mol) dalam suhu -150C dengan cara mereaksikannya didalam erlenmeyer yang berisi es dan segera dimasukkan kedalam microwave 450 watt selama 2 menit. Langsung setelah reaksi selesai, campuran reaksi dituangkan kedalam akuades kemudian disaring dan diambil filtratnya. Didapatkan filtrat padatan berwarna kuning sebanyak 2,066 gram. Hasil KLT reaksi nitrasi dapat dilihat pada gambar 4.4..

Gambar 4.4 KLT Senyawa Hasil Nitrasi

Hasil Nitrasi

APMS Hasil Nitrasi


(46)

4.1.3 Reaksi Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi

Ester asam karboksilat adalah suatu senyawa yang mengandung gugus –COOR dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan mereaksikan asam karboksilat dengan alkohol. Reaksi inilah yang disebut dengan reaksi esterifikasi. Esterifikasi menggunakan katalis asam dan merupakan reaksi yang reversibel.

Untuk memperoleh rendemen yang tinggi dari reaksi esterifikasi, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Satu tehnik untuk mencapai ini adalah menggunakan salah satu zat pereaksi secara berlebihan (Fessenden, 1986). Reaksi ini dilakukan dengan melarutkan senyawa hasil nitrasi dan dengan penambahan asam asetat sebagai katalis.

Gambar 4.5 Esterifikasi senyawa hasil nitrasi

Pada reaksi esterifikasi ini, dilakukan dengan melarutkan 500 mg senyawa hasil nitrasi dengan etanol sebanyak 50 mL dan dengan katalis asam sulfat pekat (0,2 mL, 4 mmol) didalam waterbath (gelas kimia berisi air) kemudian di iradiasi dengan microwave pada 300 watt selama 30 menit. Setelah reaksi selesai, dilakukan partisi menggunakan etil asetat dan akuades untuk memisahkan senyawa hasil esterifikasi dengan asam yang masih tersisa. Filtrat yang didapat dipisahkan menggunakan kromatografi kolom dengan dimulai dari eluen heksan 100% dan heksan : etil asetat (90:10). Sehingga didapatkan kristal berwarna kuning. Lalu dilakukan pengecekan menggunakan KLT setiap hasil dari kromatografi kolom. (Gambar 4.6).


(47)

Gambar 4.6 hasil KLT senyawa teresterifikasi

Hasil senyawa teresterifikasi, didapatkan persen rendemen yaitu : % rendemen =

4.2 Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi

Identifikasi senyawa hasil modifikasi dimulai dengan membandingkan nilai Rf seluruh senyawa yang di KLT menggunakan eluen heksan: etil asetat dengan perbandingan 4:1(Lihat gambar 4.7). Nilai Rf yang di dapat adalah sebagai berikut :

 Etil p-metoksisinamat = 0,558

 Senyawa Hasil hidrolisis = 0,081

 Senyawa Nitrasi = 0,205

 Senyawa nitrasi yang teresterifikasi = 0,307

Berdasarkan nilai Rf dapat diketahui tingkat kepolaran dari senyawa modifikasi. Nilai Rf etil p-metoksisinamat memiliki nilai tertinggi dimana ini menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki polaritas rendah. Pada senyawa hasil hidrolisis, nilai Rf nya lebih kecil sehingga dengan pengurangan atom C pada gugus ester dapat meningkatkan polaritas senyawa. Selanjutnya untuk senyawa hasil nitrasi memiliki nilai Rf 0,205 lebih tinggi dari nilai Rf hasil hidrolisis, sehingga hal ini menunjukkan polaritas senyawa tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil


(48)

hidrolisis. Pada senyawa esterifikasi hasil nitrasi menunjukkan polaritas yang lebih rendah dibandingkan dengan polaritas hasil nitrasi.

Gambar 4.7 hasil KLT senyawa dengan eluen heksan : etil asetat (4:1)

Gambar 4.8 KLTsenyawa hidrolisis EPMS dengan Heksan : Etil asetat perbandingan 9:1

4.2.1 Senyawa Hasil Hidrolisis Etil p-metoksisinamat

Senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat memiliki karakteristik seperti berikut :

 Warna : Putih

 Bau : tidak ada bau

 Bentuk : serbuk

Pengukuran titik leleh menggunakan alat melting point “smp 10” didapatkan rentang titik pada senyawa hasil hidrolisis yaitu 172-1740C.

Analisa senyawa hasil hidrolisis ini dilakukan dengan menggunakan GCMS dan di cocokan dengan hasil dari Mufidah (2014) baik itu nilai Rf, titik leleh dan hasil GCMS pada senyawa hasil hidrolisis. Dari interpretasi

Hasil nitrasi Hasil esterifikasi


(49)

GCMS menunjukkan bahwa senyawa hasil hidrolisis muncul pada waktu retensi 9,649 yang memiliki berat molekul 178,0 dengan fragmentasi massa pada 161; 133; 117; 89; dan 63 (Lihat Lampiran 6). adapun fragmentasi yang terjadi pada senyawa hasil hidrolisis adalah sebagai berikut :

Dari data titik leleh, nilai Rf dan GCMS, ternyata hasil yang diperoleh sama seperti yang dilakukan oleh Mufidah (2014). Sehingga senyawa hasil hidrolisis etil p-metoksisinamat adalah Asam p-metoksisinamat.

Gambar 4.9 struktur senyawa asam p-metoksisinamat

4.2.2 Senyawa Nitrasi hasil hidrolisis

Elusidasi senyawa hasil nitrasi menggunakan analisa GCMS. Dari data kromatogram GCMS dari nitrasi senyawa hasil hidrolisis, terlihat pada gambar 4.10 menunjukan bahwa muncul beberapa data kromatogram dari beberapa senyawa, dimana salah satunya adalah senyawa dengan waktu retensi 11,90 dengan berat molekul 224 dengan fragmentasi massa pada


(50)

224; 207; 177; 147; 102; dan 77. Adapun fragmentasi pada senyawa ini adalah sebagai berikut :

Gambar 4.10 hasil kromatogram senyawa hasil nitrasi

Berdasarkan interpretasi GCMS dimana berat molekul apms (178) bertambah 46 (-NO2) menunjukkan bahwa reaksi nitrasi ini telah berhasil


(51)

4.2.3 Esterifikasi Senyawa hasil Nitrasi

Senyawa hasil esterifikasi hasil nitrasi memiliki karakteristik sebagai berikut :

 Warna : kuning

 Bau : tidak ada bau

 Bentuk : kristal

Pengukuran titik leleh dilakukan dengan menggunakan melting point “smp 10”, sehingga didapatkan rentang titik leleh 101-1050C.

Penafsiran spektrum IR senyawa esterifikasi hasil nitrasi dari hasil bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik ditunjukkan pada Tabel 4.1. (Lampiran 7). Ditemukan pita serapan pada bilangan gelombang v 3065,02 – 3031,26 cm-1 adalah serapan yang spesifik vibrasi ulur ikatan antar atom C-H aromatik. Keberadaan aromatik ini juga ditunjukkan dengan adanya ikatan antar atom C=C pada bilangan gelombang v 1602,91 cm-1. Aromatik disubstitusi para dapat ditunjukkan dengan munculnya serapan pada bilangan gelombang v 825,57 cm-1. Pada bilangan gelombang 2974,36 – 2882,74 cm-1 menunjukkan adanya ikatan atom antar C-H alifatik. C-O yang berikatan dengan gugus aromatik ditunjukkan dengan bilangan gelombang 1261,50 – 1220,03 cm-1. Pita serapan pada bilangan gelombang v 1690,68 – 1679,11 cm-1 merupakan serapan spesifik vibrasi ulur dari gugus C=O karbonil, dan serapan vibrasi C-O pada pita serapan v 1334,80 – 1316,47 cm-1, serapan dari kedua gugus tadi menunjukkan terdapatnya ester. Dan diperkuat dengan munculnya pita serapan pada bilangan gelombang v 2300-2000 cm-1. Lalu terdapatnya gugus nitro pada posisi aromatik dapat ditunjukkan dengan adanya pita serapan pada bilangan gelombang v 1570 – 1300 cm-1 (lihat lampiran 7).


(52)

Tabel 4.1 Daftar daerah spektrum IR senyawa esterifikasi hasil nitrasi

Ikatan Daerah Absorbansi (v, cm-1)

C=O 1690,68 – 1679,11

C-O 1334,80 -1316,47

C-H aril 3065,02 – 3031,26

C=C aril 1640,53 – 1604,84

C-H alifatik 2974,36 – 2882,74

C-O aril 1261,50 – 1220,03

Ester (COOR) 2300-2000

Aromatik posisi para 825,57

Nitro aromatik 1570 – 1300

Hal ini menunjukkan bahwa reaksi esterifikasi ini telah berhasil dilakukan dimana ditunjukkan dengan munculnya gugus nitro aromatik pada spektrum IR.

Analisa selanjutnya dilakukan dengan menggunakan GCMS. Interpretasi GCMS menunjukkan bahwa senyawa ini muncul pada waktu retensi 11,960 yang memiliki berat molekul 251 dengan fragmentasi massa pada 251; 206; 178; 161; 134; 103; dan 77 (Lihat Lampiran 8). Adapun fragmentasi senyawa ini adalah sebagai berikut.


(53)

Data analisa spektrum IR dan interpretasi GCMS dikonfirmasi kembali dengan menggunakan analisa yang terakhir yaitu H-NMR dan C-NMR. Interpretasi analisa NMR berupa nilai pergeseran kimia (δ) dalam satuan ppm (Pavia et al., 2008). Untuk hasil analisa senyawa esterifikasi dengan H-NMR dan C-NMR (Lampiran 9) ditunjukkan pada tabel 4.2 dengan panduan gambar 4.11.

Gambar 4.11 senyawa Etil p-metoksisinamat

Tabel 4.2 Data Pergeseran kimia (δ) Spektrum 1

H NMR dan 13C NMR senyawa EPMS dan senyawa hasil esterifikasi (CDCl3, 500 MHz)

No

Pergeseran Kimia (δ,ppm) Senyawa Esterifikasi

Posisi

Etil p-metoksisinamat

13

C NMR

1

H NMR 13C NMR

(Hasali, 2013)

1

H NMR (Mufidah, 2014)

15 14,453 1,32 (t, 3H, J=7,15) 15 14,60 1,33 (t, 3H, J=7.15) 11 56,928 3,98 (s, 3H) 11 55,89 3,82 (s, 3H) 14 60,886 4,25 (q, 2H, J=7,15) 14 60,77 4,25 (q, 2H, J=7.15)

6 114,053 7,99 (d, 1H, J=1,95) 6&8 114,77 7,47 (d, 2H, J=8,45) 8 114,053 7,67 (d,d, 1H, J=(9,1; 1,95))

2 119,146 6,37 (d, 1H, J=15,55) 2 116,28 6,31 (d, 1H, J=15,6) 9 125,089 7,11 (d, 1H, J=9,1) 4 127,65 -

4 127,387 - 5&9 130,19 6,90 (d, 2H, J=9,05)

5 133,616 -

3 141,666 7,59 (d, 1H, J=15,6) 3 144,13 7,65 (d, 1H, J=16,25)

7 154,142 - 7 161,29 -


(54)

Interpretasi NMR pada penelitian ini di bandingkan dengan hasil interpretasi NMR pada senyawa etil p-metoksisinamat pada penelitian Mufidah (2014) dan Hasali (2013). Spektrum H1NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,32 ppm (3H) berbentuk triplet dan juga muncul pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Pada sinyal ini, terbentuk lebih downfield hal ini dikarenakan adanya ikatan dengan oksigen. Spektrum H1NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,98 ppm (3H) dan muncul dengan bentuk singlet. Sinyal ini lebih ke arah downfield karena berikatan dengan oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia

6,37 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak pada pergeseran kimia 7,59 ppm (1H) yang berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang sama yaitu 15,6 Hz. Bentuk dari sinyal ini adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 7,11 ppm (1H), 7,67 ppm (1H) dan 7,99 ppm (1H) merupakan proton-proton dari benzen yang tersubstitusi. Pola sinyal pada pergeseran kimia 7,67 ppm menunjukkan bahwa 1 proton terkopling secara ortho dengan 1 proton pada sinyal 7,11 ppm dengan nilai konstanta kopling yaitu 9,1 Hz. Dan terkopling secara metha dengan 1 proton pada sinyal 7,99 ppm dengan nilai konstanta kopling yaitu 1,95 ppm.

Dari data interpretasi IR, GCMS, dan H1 NMR dan 13C NMR, senyawa hasil esterfifikasi hasil nitrasi asam p-metoksisinamat adalah Etil 4-metoksi 6-Nitro sinamat.


(55)

4.3 Pengujian Aktivitas Antiinflamasi dan Hubungan Struktur Aktivitas Senyawa Hasil Modifikasi

Banyak sekali masalah yang terjadi berkaitan dengan penggunaan hewan percobaan pada penelitian dalam bidang farmakologi, yaitu seperti masalah kode etik dan kurang rasional pengguaan metode tersebut apabila terdapat metode lain yang dapat digunakan (Chatterjee et al., 2012). Pada penelitian ini, uji aktivitas antiinflamasi invitro dengan prinsip penghambatan denaturasi protein (William et al., 2008) dipilih untuk melakukan skrining awal antiinflamasi pada senyawa hasil modifikasi.

Penghambatan denaturasi protein, yang merupakan mekanisme utama AINS sebagaimana yang dinyatakan oleh Mizushima (1964) sebelum ditemukannya efek inhibisi pada siklooksigenase oleh Vane (1971), mempunyai peran penting sebagai antirematik oleh AINS (Umapathy et al., 2010).

Uji aktivitas antiinflamasi dilakukan pada 1 senyawa akhir yang didapat melalui reaksi esterifikasi yaitu senyawa etil 4-metoksi 6-nitro sinamat, senyawa etil p-metoksisinamat dan na diklofenak sebagai standard.

Pada uji inhibisi denaturasi BSA dengan rentang konsentrasi uji 50-0,035 ppm dapat memberikan % inhibisi >20% dianggap memiliki aktivitas sebagai antiinflamasi (William et al., 2008). Natrium diklofenak aktif dalam memberikan aktivitas sebagai antiinflamasi dimulai dari konsentrasi 10 ppm dengan persen inhibisi 30,38 % dan pada konsentrasi 100 ppm dapat menghambat denaturasi protein sebesar 97,51% (Lihat tabel 4.3).


(56)

(57)

Berdasarkan data persen inhibisi diatas, adanya gugus NO pada senyawa EPMS tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitasnya sebagai antiinflamasi. Dibuktikan dengan adanya data persen inhibisi EPMS dan senyawa etil 4-metoksi 6-nitro sinamat yang hampir sama. Menurut Halen et al ( 2009) bahwa modifikasi struktur AINS dengan penambahan gugus donor NO memiliki tujuan untuk mempertahankan aliran darah mukosa lambung dan mencegah kepatuhan leukosit pada endotel vaskular sirkulasi splanknikus (salah satu peristiwa paling awal setelah pemberian AINS) sehingga dapat melawan efek merugikan dari COX-1 dan cedera mukosa tidak terjadi. Sehingga walaupun senyawa etil 4-metoksi 6-nitro sinamat memiliki aktivitas antiinflamasi yang hampir sama dengan EPMS, dapat dimungkinkan dengan penambahan gugus NO pada EPMS ada pengaruhnya terhadap efek samping dari antiinflamasi EPMS seperti yang telah dilakukan oleh Halen et al (2009). Maka dari itu perlu dilakukan uji in vivo pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui hal tersebut.


(58)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Transformasi gugus fungsi pada etil p-metoksisinamat berhasil dilakukan melalui proses hidrolisis menjadi asam p-metoksisinamat, lalu di nitrasi dengan asam nitrat, kemudian hasil nitrasi dilakukan proses esterifikasi menjadi etil 4-metoksi 6-nitro sinamat.

2. Hubungan struktur hasil modifikasi etil p-metoksisinamat terhadap aktivitas antiinflamasi menunjukkan bahwa penambahan gugus NO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitasnya sebagai antiinflamasi dengan senyawa etil p-metoksisinamat.

5.2 Saran

1) Perlunya dilakukan analisa HMBC dan HSQC untuk menentukan posisi NO yang tepat pada senyawa hasil modifikasi ini yaitu etil 4-metoksi 6-nitro sinamat.

2) Perlu dilakukan uji invivo pada senyawa hasil modifikasi ini untuk penelitian lebih lanjut.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

Barus R.(2009). Amidasi Etil P-Metok-sisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaemferia galanga, Linn). Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. Chandra, Sangita. 2012. Evaluation of in vitro anti-inflammatory activity of

coffee against the denaturation of protein. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine S178 S180.

Chatterjee, Priyanka; Sangita Chandra; Protapaditya Dey; Sanjib Bhattacharya. 2012. Evaluation of Anti-Inflammatory Effects of Green Tea and Black Tea : A Comparative invitro Study. J. Adv. Pharm Technol Res Vol 3 (2) 136-138.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta.

Fessenden, RJ., and Fessenden, M.J., 1994,Kimia Organik, edisi ketiga, (alih bahasa oleh A. Hadyana Pudjaatmaka), Erlangga, Jakarta, p86.

Hidayati N., 1997, Sintesa Oktil p-Metoksisinamat dan Etil Heksil p-Metoksisinamat dari Etil p-Metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia Galanga L), Tesis, Universitas Airlangga, Surabaya.

Hidajati, Nurul; Suyatno. 2008. “Sintesis Senyawa Tabir Matahari n-Oktil Para-Metoksi Sinamat Menggunakan Material Awal Etil Para-Para-Metoksi Sinamat Hasil Isolasi dari Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.). Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negri Surabaya. Surabaya.

Halen, Parmeshwari K.; Prashant R. Murumkar; Rajani Giridhar; Mange Ram Yadav. 2009. Prodrug Designing of NSAIDs. Mini-Reviews in Medicinal Chemistry, 9, 124-139.

IQWiG (Institute for Quality and Efficiency in Health Care). 2010. Pubmed Health via http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0009852/ Diakses pada tanggal 9 Februari 2014.

Jani. 1993. “Uji Aktivitas Tabir Matahari Senyawa Etil Para Metoksi Transinamat dari Rimpang Kencur (Kaemferia galanga Linn)”. Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Surabaya. Surabaya.

K. Bose, Ajay; Subhendu N. Ganguly; Maghar S. Manhas; Sheetal Rao; Jeffrey Speck; Uri Pekelny; Esteban Pombo-Villars. 2006. Microwave promoted rapid nitration of phenolic compounds with calcium nitrate. USA : Tetrahedron letters elsivier.

Katzung, G.B. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 6. Salemba Medika. Jakarta.


(60)

Larson, Richard A.; Eric J. Weber. 1994. Reaction Mechanisms In Environmental Organic Chemistry. Lewis Publisher : United States of America.

Lisdawati, V, Sumali W.L, Broto S.K, (2005), Isolasi Dan Elusidasi Struktur Senyawa Lignan Dan Asam Lemak Dari Ekstrak Da-ging Buah Phaleria Macrocar-pa. Jurnal dan Buletin Penelitian Kesehatan; Puslitbang Biomedis dan Farmasi Badan Litbangkes. Vol. 35.

Mansjoer, S. 1999. Mekanisme Kerja Obat Antiradang. Media Farmasi Indonesia. 7(1): Hal. 34.

Mohan, Chandra. 2003. Calbiochem ; Buffer. CALBIOCHEM® and Oncogene Research Product.

Mufidah, Syarifatul. 2014. Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari kencur (Kaempferia galanga Linn.) MelaluiTransformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Olah, George A.; Subhash C. Narang; Judith A.Olah; Koop Lammertsma. 1982 Recent aspects of nitration : New Preparative Methods and Mechanism studies (A Review). Proc. Natl. Acad. Sci. USA Vol. 79 4487-4494.

Oyedapo, O.O.; B.A Akinpeu; K.F. Akinwunmi; M.O Adeyinka; F.O Sipeolu. 2010. Red Blood Cell Membrane Stabilizing Potentials of Extracts of Lantana camara and Its Fractions. International Journal of Plant Phsyiology and BioChemistry Vol. 2(4) 46-51.

Pavia, Donald L.; Gary M.Lampman; George S.Kriz; James R. Vyvyan. 2008. Introduction to Spectroscopy Fourth Edition. Brooks/Cole Cengage Learning. USA.

Qandil, Amjad M. 2012. Prodrugs of Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs (NSAIDs), More Than Meets the Eye : A Critical Review.International Journal of Molecular Sciences 17244-17274.

Roth, H.J. et al. 1994. Analisis Farmasi, cetakan kedua diterjemahkan oleh Sardjono Kisman dan Slamet Ibrahim. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Sastroamidjojo, Hardjono. 1985. Spektroskopi Edisi I. Liberty. Yogyakarta. Sen, S. et al. Analgesic and Anti-inflamantory Herbs: A Potential Source of


(61)

Setyarini, Holida. 2009. Uji Daya Antiinflamasi Gel Ekstrak Etanol Jahe 10% (Zingiber officinale roscoe) yang Diberikan Topikal Terhadap Udem Kaki Tikus yang Diinduksi Karagenan. Surakarta: Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sukari, M. A., N. W. M. Sharif, A. L. C. Yap, S. W. Tang, B. K. Neoh, M. Rahmani, G. C. L. Ee, Y. H. Taufiq-Yap, and U. K. Yusof, 2008, Chemical Constituens Variations of Essential Oils from Rhizomes of Four Zingiberaceae Species, The Malaysian J. Anal. Sci., 12:3, 638-644. Sulaiman, M. R., Z. A. Akaria, I. A. Daud, F. N. Ng, Y.C. Ng, and M. T. Hidayat,

2007, Antinociceptive and Anti-inflammatory Activities of the Aqueous Extract of Kaempferia galanga Leaves in Animal Models. J. Nat. Med., 62, 221-227.

Surbakti, Darwis. Isolasi dan Transformasi Etil p-metoksisinamat dari Kaempferia Galanga, Linn. Tesis ITB via Perpustakaan Digital ITB ( http://digilib.itb.ac.id/ diakses pada 5 Oktober 2013)

Stahl, Egon. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Tara V., Shanbag; Sharma Candrakala; Adiga Sachidananda; Bairy Laximinarayana Kurady; Shenoy Smita; Shenoy Ganesh. 2006. Wound Healing Activity Of Alkoholic Extract of Kaempferia Galanga in Wistar Rats. Indian J.Physiol Pharmacol 50 (4) : 384-390.

Taufikurohmah, T.; Rusmini; Nurhayati. 2008. Pemilihan Pelarut Optimasi Suhu Pada Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik. Tewtrakul, Supinya; Supreeya Yuenyongsawad; Sopa Kummee; Latthya

Atsawajaruwan. 2005.Chemical Components and Biological Activities of Volatile Oil of Kaempferia galanga Linn. Songklanakrin J. Sci. Technol Vol. 27 (Suppl. 2) : Thai Herbs.

Thun, Michael J.; S. Jane Henley; Carlo Patrono. 2002. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs as Anticancer Agents: Mechanistic, Pharmacologic, and Clinical Issues. Journal of the National Cancer Institute, Vol. 94, No. 4.

Umar, Muhammad I.; Mohd Zaini Asmawi; Amirin Sadikun; Item J. Atangwho 1; Mun Fei Yam; Rabia Altaf; Ashfaq Ahmed. 2012.Bioactivity-Guided Isolation of Ethyl-p-methoxycinnamate, an Anti-inflammatory Constituent, from Kaempferia galanga L. Extracts. Molecules, 17, 8720-8734.


(62)

Vittalrao, Amberkar Monhabu; Tara Shanbag; Meena Kumari K; K.L Bairy; Smita Shenoy. 2011. Evaluation of Antiinlammatory and analgesic activities of alcoholic extract of Kaempeferia Galangan in rats. Indian J.Physiol Pharmacol 55 (1) : 13-24.

Willard, Hobart H.; Lynne L. Merritt, Jr.; John A. Dean; Frank A. Settle, Jr. 1988. Instrumental Methods of Analysis Seventh Edition. Wadsworth Publishing Company. California.

Williams, LAD; A.O Connar; L. Latore; O Dennis; S. Ringer; J.A Whittaker; J Conrad; B.Vogler; H Rosner; W Kraus. 2008. The In Vitro Anti-denaturation Effects Induced by Natural Product and Non-steroidal Compounds in Heat Treated (Immunogenic) Bovine Serum Albumin is Proposed as a Screening Assay for the Detection of Anti-inflammatory compounds, without the Use of Animals, in the Early Stages of The Drug Discovery Process. West Indian Medical Journal 57 (4):327.

Yulianto, Yogo Tri. 2010. Prarancangan Pabrik Nitrobenzen dari Benzen dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 120.000 Ton/Tahun. Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.


(63)

Lampiran 1. Kerangka Penelitian

Senyawa Etil p-metoksisinamat

Di hidrolisis menjadi asam p-metoksisinamat

Nitrasi senyawa APMS Esterifikasi hasil Nitrasi

Identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis dan

kromatografi kolom, dan spektrofotometri inframerah, Gas

spektrofotometri dan spektrofotometri NMR


(64)

Lampiran 2 Skema Identifikasi Senyawa Hasil Modifikasi EPMS

Senyawa hasil modifikasi

Kromatografi

Kromatografi lapis tipis Kromatografi Kolom

Fraksi-fraksi senyawa hasil Modifikasi

Spektrofotometri IR H-NMR

Analisis Data Identifikasi menggunakan instrumentasi


(65)

Lampiran 3. Identifikasi Etil p-metoksisinamat (Mufidah, 2014)

a. Organoleptis Etil p-metoksisinamat

Senyawa Etil p-metoksisinamat diisolasi dari rimpang kencur (Kaempferia galanga Linn.) yang diperoleh dari kebun balittro (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) di wilayah Sukabumi, Jawa Barat. Etil p-metoksisinamat berwujud kristal putih kekuningan, memiliki aroma yang khas, mempunyai titik leleh 47-52oC.


(66)

b. Spektrum IR Etil p-Metoksisinamat

Hasil analisis Spektrofotometri IR menunjukkan penafsiran spektrum IR senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat ) dari berbagai bilangan gelombang absorbansi gugus fungsi yang spesifik seperti yang tertera pada gambar dan tabel berikut:


(67)

c. Spektrum GC-MS Etil p-metoksisinamat

Hasil interpretasi Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) menunjukkan bahwa senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat) muncul pada waktu retensi 9,932 dan memiliki berat molekul 206,0 g/mol dengan fragmentasi massa pada 161; 134; 118; 103; 89; 77; 63; dan 51. Adapun spektrum GC-MS dan fragmentasi yang terjadi pada senyawa isolat kencur (Etil p-metoksisinamat) adalah sebagai berikut:


(68)

(69)

Hasil analisis H-NMR menggunakan pelarut CDCl3 menunjukkan nilai pergeseran kimia (δ) sebagai berikut :

Spektrum 1H-NMR memberikan sinyal pada pergeseran kimia 1,33 ppm (3H) berbentuk triplet dan juga pada 4,25 ppm (2H) berbentuk quartet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan oksigen. Spektrum 1H-NMR juga memberikan sinyal pada pergeseran kimia 3,82 ppm (3H) berbentuk singlet. Sinyal ini lebih downfield karena berikatan dengan Oksigen (-OCH3, metoksi). Pergeseran kimia 6,31 ppm (1H) berbentuk doublet memiliki hubungan dengan puncak pada pergeseran kimia 7,65 ppm (1H) berbentuk doublet, dengan rentang nilai konstanta kopling yang dekat yaitu 15,6 dan 16,26 Hz. Bentuk tersebut adalah olefin dengan proton berkonfigurasi trans. Kemudian pada pergeseran kimia 6,9 ppm-7,4 ppm (4H) merupakan proton-proton dari benzen dengan dua subtitusi. Pola sinyal ini menunjukkan bahwa 2 proton yang ekivalen terkopling secara ortho dengan 2 proton yang ekivalen lainnya, yang kemudian menunjukkan bahwa sinyal ini adalah sinhyal H 7/11 dan H 8/10. Dari data-data yang diperoleh tersebut, senyawa hasil isolasi dari kencur (Kaempferia galanga L.) adalah etil p-metoksisinamat.


(70)

Lampiran 4 (Gambar Senyawa)

Keterangan :

A : senyawa hasil nitrasi APMS B : Senyawa hasil esterifikasi C : Etil p-metoksisinamat D : senyawa hasil hidrolisis


(71)

(72)

(73)

Lampiran 7 (Spektrum IR Senyawa Esterifikasi 30 45 60 75 90 %T 3 0 8 9 .1 3 2 8 6 3 .4 5 1 6 9 6 .4 7 1 6 1 6 .4 2 1 5 1 9 .0 1 1 3 5 6 .9 8 1 2 7 0 .1 8 1 1 9 7 .8 5 1 0 4 7 .3 9


(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(1)

(2)

(3)

66 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Lampiran 10 Hasil Perhitungan Uji Antiinflamasi

Hasil % inhibisi etil

p-

metoksisinamat

Kons

KN = 1,002 KN = 0,205

% INHIBISI Mean SD Mean ± SD

I II III

0,1 0,675 0,673 0,149 32,6 32,8 27,3 30,900 3,119 30,900 ± 3,119

1 0,602 0,596 0,146 39,9 40,5 29 36,467 6,473 36,467 ± 6,473

10 0,557 0,593 0,114 44,4 40,8 44,3 46,767 4,862 46,767 ± 4,862


(4)

Hssil % inhibisi etil 4-metoksi 6-nitro sinamat

Kons

KN = 1,54 KN = 1,459 KN = 1,459

% INHIBISI Mean SD Mean ± SD

I II III

0,1 1,095 0,984 1,035 28,9 32,6 29,1 30,200 2,081 30,200 ± 2,081

1 1,031 0,909 0,967 33,1 37,7 33,7 34,833 2,501 34,833 ± 2,501

10 0,944 0,932 1,053 38,7 36,1 - 37,400 1,300 37,400 ± 1,300


(5)

68 UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Hasil % inhibisi na diklofenak

Konsentrasi (ppm) % Inhibisi SD

0,1 1,590 0,36

1 2,990 0,76

10 24,930 1,84


(6)

Dokumen yang terkait

Amidasi Senyawa Etil p-metoksisinamat Melalui Reaksi Langsung dengan Iradiasi Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

4 31 104

Modifikasi Struktur Senyawa Asam p-Metoksi Sinamat Melalui Proses Nitrasi Serta Uji Aktivitas Sebagai Anti Inflamasi

1 9 84

Modifikasi Struktur Etil p-metoksisinamat Melalui Proses Nitrasi Dengan Metode Cold Microwave Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

6 23 102

Hubungan Kuantitatif Struktur Aktifitas Senyawa Nitrasi Etil P -Metoksisinamat Terhadap Aktivitas Anti Tuberkulosis Melalui Pendekatan Hansch Secara Komputasi

1 34 82

Amidasi senyawa etil p-metoksisinamat melalui reaksi langsung dengan iradiasi microwave serta uji aktivitas sebagai antiinflamasi

2 16 104

Modifikasi Struktur Senyawa Asam p-metoksisinamat Melalui Proses Amidasi Urea Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 7 92

Modifikasi Struktur Senyawa Etil Pmetoksisinamat Melalui Proses Nitrasi- Esterifikasi dengan 1-Butanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

3 34 113

Hubungan kuantitatif struktur aktifitas senyawa nitrasi etil p -metoksisinamat terhadap aktivitas anti tuberkulosis melalui pendekatan hansch secara komputasi

0 9 82

Esterifikasi Senyawa Hasil Nitrasi Asam pmetoksisinamat menggunakan 1-propanol Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 57 76

Modifikasi Struktur Senyawa Etil p-metoksisinamat yang Diisolasi dari Kencur (Kaempferia galanga Linn.) Melalui Transformasi Gugus Fungsi Serta Uji Aktivitas Sebagai Antiinflamasi

1 18 111