Alat Pengumpulan Data Analisa Data

f Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. 2 Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah dari kalangan hukum, yang berkaitan dengan Hak Tanggungan. 3 Bahan tertier adalah bahan pendukung di luar bidang hukum seperti kamus, ensiklopedia atau majalah yang terkait dengan Hak Tanggungan. b. Penelitian Lapangan field research untuk mendapatkan data yang terkait dengan pemberian hak tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat, dengan melakukan wawancara kepada: 1 Pejabat Bank yang menerima agunan atas tanah yang belum bersertifikat. 2. PejabatKepala kantor Pertanahan Kota Lhokseumawe. 3 Hakim pada Pengadilan Negeri Lhokseumawe 4. PPAT-Notaris Kota Lhokseumawe yang membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan atas tanah yang belum bersertifikat.

3. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 dua alat pengumpulan data yaitu: a. Studi dokumen untuk mengumpulkan data sekunder yang terkait dengan permasalahan yang diajukan, dengan cara mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang terkait selanjutnya digunakan untuk kerangka teoritis pada penelitian lapangan. Universitas Sumatera Utara b. Wawancara, yang dilakukan dengan pedoman wawancara yang terstruktur kepada informan yang telah ditetapkan yang terkait dengan Pemberian Hak Tanggungan Atas Tanah Yang Belum Bersertifikat di Kota Lhokseumawe.

4. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah analisa data kualitatif, yaitu analisa data yang tidak mempergunakan angka-angka tetapi berdasarkan atas peraturan perundang-undangan, pandangan-pandangan informan hingga dapat menjawab permasalahan dari penelitian ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan diteliti serta dievaluasi. Kemudian data dikelompokkan atas data yang sejenis, untuk kepentingan analisis, sedangkan evaluasi dan penafsiran dilakukan secara kualitatif yang dicatat satu persatu untuk dinilai kemungkinan persamaan jawaban. Oleh karena itu data yang telah dikumpulkan kemudian diolah, dianalisa secara kualitatif dan diterjemahkan secara logis sistematis untuk selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode pendekatan deduktif. Kesimpulan adalah merupakan jawaban khusus atas permasalahan yang diteliti, sehingga diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara

BAB II PELAKSANAAN PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN ATAS

TANAH YANG BELUM BERSERTIPIKAT DI KOTA LHOKSEUMAWE

A. Hukum Jaminan Pada Umumnya 1. Pengertian Hukum Jaminan

Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling, atau zekerheidsrechten. 61 Dalam Keputusan Seminar Hukum Jaminan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan, bahwa istilah “ hukum jaminan” itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan, artinya tidak memberikan perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan memberikan bentang lingkup dari istilah hukum jaminan itu yaitu meliputi jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Tidak banyak literatur yang merumuskan pengertian hukum jaminan. Menurut Salim HS, hukum jaminan itu adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan 61 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 1 Universitas Sumatera Utara pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 62 Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, sebagaimana yang dikutip oleh Salim HS, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah: “Mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarenagi dengan adanya lembaga kredit dengan jumalh, besar, dengan jangka waktu yang lama dan bunga yang relatif rendah.” 63 Pengertian lain dari hukum jaminan diberikan oleh Rachmadi Usman yang menyatakan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan debitur dan penerima jaminan kreditur sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu kredit dengan suatu jaminan benda atau orang tertentu. Dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak pemberi utang saja, melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima utang. 64 Dari pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan bahwa hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hubungan antara pemberi jaminan dan peneriman jaminan guna menjamin suatu hutang atau fasilitas kredit tertentu dengan jaminan benda atau perorangan. 62 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hal. 6 63 Ibid, hal 5-6 64 Rachmadi Usman, Op.Cit, hal. 1-2 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pengertian dari hukum jaminan tersebut di atas, terdapat beberapa unsur perumusan hukum jaminan, yaitu: 1 adanya ketentuan hukum 2 adanya pemberi dan penerima jaminan 3 adanya benda atau orang yang dijadikan jaminan 4 adanya hutang atau fasilitas kredit yang dijamin.

2. Asas-asas Hukum Jaminan