BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mioma Uteri
Secara umum, uterus mempunyai 3 lapisan jaringan iaitu lapisan terluar perimetrium, lapisan tengah miometrium dan yang paling dalam adalah
endometrium Tortora dan Derrickson, 2006. Miometrium adalah yang paling tebal dan merupakan otot polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang
sebelah dalam sirkuler, yang antara kedua lapisan ini beranyaman.Miometrium dalam keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi Prawirohardjo, 2007.
Tumor jinak yang berasal dari sel otot polos dari myometrium dipanggil leiomioma. Tetapi kerana tumor ini berbatas tegas maka ianya sering dipanggil
sebagai fibroid Kumar,Abbas,Fausto dan Mitchell, 2007. Mioma uteri juga adalah berasingan, bulat, berbatas tegas, warna putih hingga merah jambu pucat,
bersifat jinak dan terdiri dari otot polos dengan kuantiti jaringan penghubung fibrosa yang berbeda-beda. Sebanyak 95 mioma uteri berasal dari corpus uteri
dan lagi 5 berasal dari serviks. Mioma uteri juga adalah tumor pelvis yang sering terjadi dan diperkirakan sebanyak 10 kasus ginekologi umumnya Martin
L, 2001. Neoplasma jinak ini mempunyai banyak nama sehingga dalam kepustakaan dikenal juga istilah fibromioma, leiomioma, fibroid atau pun mioma
uteri Prawirohardjo, 2007.
2.2 Klasifikasi
Sarang mioma di uterus dapat berasal dari serviks uterus dan hanya 1-3, sisanya adalah dari korpus uterus. Maka pembagian menurut letaknya dapat kita dapati
sebagai: 1. Mioma submuko sum: berada di bawah endometrium dan menonjol ke
dalam rongga uterus. Mioma submukosum dapat tumbuh bertangkai
Universitas Sumatera Utara
menjadi polip, kemudian dilahirkan melalui saluran serviks dan dipanggil myomgeburt
2. Mioma intramural: mioma terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium
3. Mioma subserosum: apabila tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada permukaan uterus, diliputi oleh serosa. Mioma subserosum
dapat pula tumbuh menempel pada jaringan lain misalnya ke ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus, sehingga
disebut wanderingparasitic fibroid Prawirohardjo, 2007.
Gambar 2.1: Jenis Mioma Uteri dan lokasinya Sumber: Martin L. Pernoll, 2001
Universitas Sumatera Utara
2.3 Epidemiologi
Mioma uteri adalah perkara biasa yang sering berlaku kepada wanita. Seleksi uteri dilakukan dari 100 wanita yang menjalankan histerektomi ditemukan 77
mempunyai mioma uteri termasuk yang bersaiz sekecil 2mm Parker, 2007. Mioma uteri juga sering ditemukan pada wanita yang menjalankan histerektomi
untuk indikasi yang lain walaupun ditemukan kecil dan tidak banyak. Ini karena kebanyakan tehnik pemeriksaan imaging tidak mempunyai resolusi di bawah 1 cm
maka insidensi kejadian sebenar mioma uteri tidak dapat dipastikan meskipun mioma uteri yang kecil tidak memberikan gejala klinis Parker, 2007.
Spesimen histerektomi daripada wanita premenopaus dengan mioma uteri adalah rata-rata 7,6. Wanita postmenopaus pula adalah 4,2 Parker, 2007. Random
sampling daripada wanita berusia 35 - 49 tahun yang menjalani pemeriksaan rutin, hasil rekam medis dan pemeriksaan sonografi didapatkan pada usia 35 tahun
insidensi terjadinya mioma uteri adalah sebanyak 60 untuk wanita Afrika- Amerika; insidensi ini meningkat sehingga 80 pada usia 50 tahun. Wanita
caucasia pula mempunyai insidensi setinggi 40 pada usia 35 tahun dan meningkat sehingga 70 pada usia 50 tahun Parker, 2007.
Dari penelitian dilakukan oleh Ran Ok et-al di Pusan St. Benedict Hospital Korea yang dilakukan terhadap 815 kasus mioma uteri diketahui bahwa kasus
mioma uteri tebanyak terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun dengan usia rata- rata 42,97 tahun. Keluhan utama terbanyak pada penderita mioma uteri adalah
perdarahan pervaginam abnormal 44,1. Mioma uteri tipe intramural adalah yang terbanyak dari tipe mioma uteri secara patologi anatomi 51,3. Kadar
haemoglobin Hb rata-rata penderita mioma uteri adalah 10,92 gr dan 37,6 diantaranya dilakukan transfusi darah. Histerektomi total ditemukan sebagai
tindakan penatalaksanaan terbanyak pada kasus-kasus mioma uteri 91,5 Ran Ok et-al, 2007 yang dikutip Muzakir, 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.4 Etiologi dan Patogenesis