Hubungan Antara Kadar Interleukin-5 (IL-5) Dalam Serum Dengan Derajat Kepositifan Uji Tempel Pada Penderita Dermatitis Kontak Nikel

(1)

HASIL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA KADAR INTERLEUKIN-5 (IL-5) DALAM SERUM

DENGAN DERAJAT KEPOSITIFAN UJI TEMPEL PADA PENDERITA

DERMATITIS KONTAK NIKEL

Peneliti : dr.Sharma Hernita

Pembimbing :

dr.Kristo A.Nababan, SpKK Prof.Dr.dr.Irma D.Roesyanto, SpKK(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK M E D A N


(2)

DAFTAR ISI

Halaman BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...………..… 1

1.2 Rumusan Masalah ...………... 3

1.3 Hipotesis ...………... 3

1.4 Tujuan Penelitian ...………. 3

1.4.1 Tujuan Umum ...………. 3

1.4.2 Tujuan Khusus ...………. 4

1.5 Manfaat Penelitian ..………..…. 4

1.6 Kerangka Teori ...………...….. 5

1.7 Kerangka Konsep ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis Kontak Nikel ………..……….… 7

2.1.1 Pendahuluan ………..…………... 7

2.1.2 Epidemiologi ………..……….…. 7

2.1.3 Nikel ...………..……….. 8


(3)

2.1.5 Patogenesis dermatitis kontak nikel ………...………….….. 12

2.1.6 Diagnosis ... 13

A. Anamnesis Penyakit ...……….………...…. 13

B. Gambaran Klinis ...………...………...……. 14

2.2 Derajat Kepositifan Uji Tempel Nikel ………...………...……. 15

2.3 Interleukin-5 ...………...………...……… 17

2.3.1 Definisi ………...………...………...……. 17

2.3.2 Fisiologi ...………...………...……….. 17

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ….……… 19

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ………...………..…. 19

3.2.1 Waktu penelitian ….……….……….. 19

3.2.2 Tempat penelitian ...………...………... 19

3.3 Populasi Penelitian …..……….…….... 19

3.3.1 Populasi ...………..…. 19

3.3.2 Populasi Terjangkau ...………..…... 20

3.4 Sampel ... 20

3.5 Besar Sampel ...……….……... 20


(4)

3.6.1 Kelompok Pasien Dermatitis Kontak Nikel ...….………. 21

A. Kriteria Inklusi ...……….…………. 21

B. Kriteria Eksklusi ...……….………. 22

3.6.2 Kelompok Pasien Kontrol ... 22

3.7 Cara Pengambilan Sampel Penelitian ... 23

3.8 Identifikasi Variabel ... 23

3.9 Alat, bahan dan cara kerja ... 23

3.9.1 Alat ... 23

3.9.2 Bahan ... 24

3.9.3 Cara kerja pemeriksaan IL-5 dalam serum ... 24

3.9.4 Cara kerja Uji Tempel ... 26

3.10 Definisi Operasional ... 27

3.11 Pengolahan dan Analisis Data ... 29

3.12 Kerangka Operasional ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Dasar Subyek Penelitian ...31

4.1.1 Jenis Kelamin ...31

4.1.2 Kelompok Umur ...32


(5)

4.1.4 Pekerjaan ...34

4.1.5 Riwayat Keluarga ...35

4.2 Interleukin-5 ...36

4.2.1 Perbandingan kadar IL-5 antara kelompok penderita dermatitis kontak nikel ...36

4.2.2 Perbandingan kadar IL-5 antara kelompok kasus dan kelompok kontrol ...37

4.2.3 Korelasi kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel ...38

4.2.4 Kadar IL-5 berdasarkan kelompok umur ...39

BAB V 5.1 Kesimpulan ...41

5.2 Saran ...41

DAFTAR PUSTAKA...42

LAMPIRAN Lampiran 1. Naskah penjelasan kepada pasien / orang tua pasien ...47

Lampiran 2. Lembar persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) ...50

Lampiran 3. Status penelitian ...51

Lampiran 4. Anamnesis uji tempel ... 54

Lampiran 5. Lembar hasil pemeriksaan uji tempel ... 59

Lampiran 6. Lembar hasil pemeriksaan laboratorium ... 60

Lampiran 7. Master Tabel Hasil Pemeriksaan Kadar Interleukin-5 dalam serum dan hasil uji tempel terhadap nikel ... 61


(6)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

Dermatitis kontak terhadap nikel merupakan masalah yang semakin lama semakin berkembang dan semakin banyak dijumpai.1,2 Terbukti selama sepuluh tahun terakhir ini frekuensi dari dermatitis kontak nikel semakin lama semakin meningkat.3 Marigo dan Nouer (2003), melaporkan bahwa diperkirakan sekitar 15% sampai 30% penduduk Amerika dan Eropa menderita dermatitis kontak nikel.3 Berdasarkan penelitian dari Thyssen dan Maibach (2008), dilaporkan bahwa hasil dari uji tempel terhadap nikel yang dilakukan pada 400 penduduk Amerika, dijumpai hasil positif terhadap nikel pada 5,8% dewasa dan 12,9% anak-anak.1 Pada populasi secara umum, dilaporkan sekitar 7% - 28% populasi alergi terhadap nikel, dengan perbandingan antara pria dan wanita 1:8.2,3 Menurut penelitian Rui, Bovenzi dan Prodi (2009) di Italia, dermatitis kontak alergi nikel ini paling banyak dijumpai pada wanita dengan kelompok usia antara 26-35 tahun, bila dibandingkan dengan kelompok usia muda (15-25 tahun) dan usia tua (diatas 45 tahun).4 Maibach dan Menne (1989), melaporkan bahwa Nikel adalah penyebab tersering dermatitis kontak pada beberapa negara.4 Sedangkan Boscolo (1999) melaporkan bahwa pada Negara-negara industri, kira-kira 8-14% wanita dan 1-2% pria tersensitisasi oleh nikel.5 Sedangkan pada sebuah penelitian yang dilakukan oleh Schubert dan Berova terhadap 8 klinik di 5 negara, didapatkan bahwa dermatitis kontak alergi nikel dijumpai sebanyak 176 kasus (7,3%), dimana 19 kasus adalah pria dan sisanya sebanyak 157 kasus adalah wanita dan sebagian besar kasus disebabkan karena pemakaian perhiasan imitasi (31,8%), jam tangan (23,3%) dan kancing celana (3,4%).5


(7)

Di Jakarta sejak 10 tahun terakhir, nikel selalu menduduki peringkat teratas sebagai penyebab dermatitis kontak yaitu ± sebesar 59%. Sedangkan di kota Medan, data yang didapat dari penelitian sebelumnya tentang prevalensi dermatitis kontak nikel sejak tahun 1992 – 1994, dijumpai bahwa nikel menduduki peringkat keempat sebagai penyebab dermatitis kontak alergi, namun pada tahun 1997 nikel menduduki tempat teratas sebagai penyebab dermatitis kontak alergi, yaitu sebesar 45%.6

Menurut penelitian yang dilakukan Roesyanto-Mahadi (1992) tentang alergen terbanyak yang menjadi penyebab dermatitis kontak di RS. Dr. Pirngadi pada tahun 1991-1992 yang dilakukan pada 114 penderita dengan sangkaan dermatitis kontak, didapatkan hasil nickel sulphate 5% sebagai alergen penyebab dermatitis kontak terbanyak, yaitu sebanyak 26 pasien (22,81%).7

Di RSUP H. Adam Malik Medan, berdasarkan data yang diperoleh dari rekam medis selama tahun 2000 terdapat 731 pasien baru di poliklinik alergi dan imunologi dimana 201 pasien (27,50%) menderita dermatitis kontak alergi. Dari bulan Januari hingga Juni 2001 terdapat 270 pasien dengan 64 pasien (23,70%) menderita dermatitis kontak.Sedangkan selama bulan Juli 2009 – Oktober 2010 terdapat 905 pasien di poliklinik alergi dan imunologi, 714 pasien (78,8%) menderita dermatitis kontak alergi dan dari 36 pasien yang dilakukan uji tempel, 11 pasien positif terhadap alergi terhadap nikel.(data tidak dipublikasikan,Desember,2010)

Nikel yang berada pada urutan keempat dari logam-logam yang sering digunakan adalah suatu elemen logam yang berasal dari alam, mudah dijumpai dimana saja seperti tanah, air, udara maupun makanan sehingga paparannya sangat sulit dihindari.9


(8)

Kontak dengan peralatan yang mengandung nikel secara terus menerus dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan terjadi dermatitis kontak nikel, dimana nikel dapat merangsang terjadinya reaksi kulit dan mukosa yang menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi.3

Marigo dan Nouer (2003), melaporkan hasil dari penelitian mereka tentang profil imunologis pada pasien dermatitis kontak nikel, didapatkan bahwa terjadi perubahan kadar yang signifikan pada kadar Interferon- dan Interleukin-5 pada kadar serum yang diuji melalui pemeriksaan Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISA), yaitu dijumpai penurunan kadar Interferon- dan peningkatan kadar Interleukin-5 yang signifikan.3

Czarnobilska dan Jenner (2009), menyatakan bahwa kadar sekresi dari IL-5 berhubungan dengan intensitas reaksi uji tempel positif nikel dan kemungkinan terdapat hubungan antara kadar IL-5 dalam serum dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel.11

Dari pemaparan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jelaslah ada hubungan antara nilai kadar IL-5 dalam serum serta dijumpainya peningkatan kadar IL-5 pada penderita dermatitis kontak nikel. Dan walaupun paparan nikel dapat terjadi melalui inhalasi, ingesti dan kontak langsung, tetapi disini yang akan diteliti hanya paparan melalui kontak langsung yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi nikel. Penelitian-penelitian sebelumnya masih belum memberikan gambaran mengenai korelasi derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel dengan nilai IL-5 dalam serum penderita dermatitis kontak nikel.

1.2 Rumusan masalah

Apakah ada hubungan antara kadar IL-5 dalam serum dan derajat kepositifan uji tempel pada pasien dermatitis kontak nikel ?


(9)

1.3 Hipotesis

Semakin tinggi kadar IL-5 dalam serum maka semakin tinggi derajat kepositifan uji tempel pada pasien dermatitis kontak nikel.

1.4 Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan antara kadar IL-5 dalam serum dan derajat kepositifan uji tempel pada pasien dermatitis kontak nikel.

1.4.2. Tujuan khusus :

A. Untuk membandingkan kadar IL-5 dalam serum pada penderita dermatitis kontak nikel dengan hasil uji tempel positif dengan penderita yang diduga dermatitis kontak nikel dengan hasil uji tempel nikel negatif

B. Untuk mengetahui perbedaan kadar IL-5 berdasarkan kelompok umur pada penderita dermatitis kontak nikel

1.5 Manfaat penelitian

1.5.1. Membuka wawasan mengenai peranan IL-5 dalam kaitannya dengan patogenesis dermatitis kontak nikel.

1.5.2. Sebagai data bagi penelitian selanjutnya dalam hal evaluasi peranan sitokin-sitokin lain dalam patogenesis dermatitis kontak nikel.

1.5.3. Sebagai dasar untuk mencari pengobatan yang lebih spesifik terhadap pasien dermatitis kontak nikel.


(10)

Inhalasi 

Alergen Nikel

Polusi

Permukaan Kulit

Limfosit T

Kelenjar Getah Bening

Keadaan Kulit Makanan

Ingesti

Paparan Lama Paparan Berulang

Th1

IL5

 

IL-4

IL-2

IFN

-Gejala Klinis

Minuman Asap

Antigen Protein

Sel T Efektor Th2

IL-10

Kontak Langsung  1.6. Kerangka Teori

Kelenjar Getah Bening Pembuluh Darah


(11)

1.7 Kerangka Konsep

IL-5

Dermatitis Kontak Nikel

Derajat Kepositifan Uji Tempel (+)

Derajat Kepositifan Uji Tempel (++)


(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dermatitis kontak nikel

2.1.1 Pendahuluan

Dermatitis kontak terhadap nikel semakin lama semakin sulit untuk dihindari, karena semakin banyaknya peralatan-peralatan yang mengandung nikel digunakan sehari-hari dan secara terus menerus. Yang paling sering ditimbulkan oleh nikel adalah dermatitis kontak alergi nikel, yang sering bersifat kronik dan residif karena sekali seseorang tersensitisasi oleh nikel, maka sepanjang hidupnya orang tersebut akan sensitif terhadap nikel dan tidak ada satupun area dari tubuh yang tidak rentan terhadap nikel.12,13

2.1.2 Epidemiologi

Nikel merupakan penyebab dermatitis kontak alergi yang paling sering dijumpai bila dibandingkan dengan logam-logam lainnya.12,13 Prevalensi dermatitis kontak nikel bervariasi di berbagai negara, berkisar antara 4-13,1% dan terus meningkat. Dermatitis kontak nikel lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan pada pria, dapat dijumpai pada berbagai usia, tetapi lebih sering dijumpai pada beberapa kelompok pekerjaan, seperti penata rambut atau pekerja-pekerja industri dimana prevalensi dapat meningkat hingga 27-38%.12 Prevalensi pada wanita lebih tinggi disebabkan karena wanita lebih sering kontak dengan alat-alat yang mengandung nikel, seperti perhiasan, kancing, retsleting dan pengait pada baju, peralatan rumah tangga maupun dari telepon seluler.12 Sedangkan pada pria,


(13)

sebagian besar tersensitisasi karena terpapar pada saat bekerja, seperti dengan koin atau alat-alat pekerjaan lainnya.13,14

2.1.3 Nikel

Nikel pertama kali ditemukan oleh ahli kimia yang berasal dari Swiss, Axel Fredrik Cronstedt pada tahun 1751, merupakan suatu komponen logam alami yang dapat dijumpai di tanah, air, udara maupun di makanan.13 Dr. Stephen Rothman, pendiri American Investigative Dermatology, pada tahun 1930 pertama kali mempublikasikan bahwa nikel adalah salah satu pencetus dermatitis kontak dan pada tahun 2008 Nikel ditetapkan sebagai “Contact Allergen of the Year” oleh American Contact Dermatitis Society karena dianggap sebagai penyebab masalah kesehatan yang signifikan.16

Nikel adalah suatu unsur kimia dengan simbol kimia Ni dan nomor atom 28.10,13 Nikel berwarna putih keperakan dan berkilau. Karena sifatnya yang tahan korosi dan mudah bercampur dengan logam-logamnya, maka nikel banyak sekali digunakan pada berbagai macam peralatan.10,13

Selama beberapa dekade terakhir ini, nikel merupakan penyebab alergi yang paling sering terdeteksi melalui pemeriksaan uji tempel di seluruh dunia.16 Dermatitis kontak nikel secara signifikan dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya, terutama mempengaruhi gaya hidup dan pekerjaan penderita seperti mempengaruhi penampilan penderita maupun menghambat pekerjaannya.16 Nikel dapat dengan mudah dijumpai dimana saja, dalam air minum, makanan, perhiasan, koin, bingkai kacamata, tambalan gigi dan prostesis, kancing, resleting, alat-alat rumah tangga maupun insektisida.12,16


(14)

2.1.4 Patogenesis dermatitis kontak alergi

Dermatitis kontak alergi merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV (tipe lambat) yang terdiri dari 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan elisitasi.

Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi adalah fase dimana terjadinya kontak pertama kali antara alergen dengan kulit yang selanjutnya alergen tersebut akan dikenal dan direspon oleh limfosit T atau fase ketika sel T naive dirubah menjadi sel T efektor atau sel T memori spesifik-antigen. Alergen pada umumnya merupakan bahan dengan berat molekul rendah (<500 dalton), larut dalam lemak dan memiliki reaktivitas yang tinggi. Pada fase sensitisasi ini, alergen yang belum diproses atau yang biasa disebut sebagai hapten akan dipaparkan ke stratum korneum dan selanjutnya akan berpenetrasi ke lapisan bawah epidermis dan akhirnya ditangkap oleh sel langerhans kemudian akan terjadi beberapa proses, seperti proses endositosis atau pinositosis, proses degradasi nonlisosomal dari alergen atau proses terjadinya ikatan antara peptida antigen dengan HLA-DR.20 Paparan dari alergen ini dapat menurunkan jumlah sel langerhans pada epidermis sebanyak kurang lebih 50%, yang disebabkan karena sel langerhans tersebut beremigrasi dari epidermis.21 Di dalam sel, hapten akan diberikatan dengan enzim sitosolik dan selanjutnya menjadi antigen lengkap yang akan diekspresikan pada permukaan sel langerhans imatur yang juga dapat berfungsi sebagai makrofag walaupun masih memiliki kemampuan terbatas untuk menstimulasi limfosit T. Tahap berikutnya adalah presentasi HLA-DR pada limfosit T helper yang akan mengekskresikan molekul CD4, dimana pada fase ini sel langerhans harus berinteraksi dengan sel T CD4 dengan reseptor khusus untuk antigen klas II dan alergen.20 Pengenalan


(15)

antigen yang telah diproses dalam sel langerhans oleh Limfosit T terjadi melalui kompleks reseptor limfosit T CD3 dan dapat juga dipresentasikan oleh MHC klas I yang akan dikenali oleh CD8. Selanjutnya, limfosit T yang telah tersensitisasi akan bermigrasi ke daerah parakortikal kelenjar getah bening regional untuk berdiferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan membentuk sel memori. Sebagian akan kembali ke kulit dan ke sistem limfoid, tersebar ke seluruh tubuh dan menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh.18,19,20

Fase Elisitasi

Fase ini melibatkan beberapa substansi, seperti sitokin, histamin, serotonin dan prostaglandin. Selain itu beberapa neuropeptida juga terlibat seperti calcitonin gene-related peptide dan α-melanocyte stimulating hormone yang dapat menurunkan regulasi dari fase elisitasi ini yang kemungkinan disebabkan karena adanya pengaruh dari sel penyaji antigen.19 Fase elisitasi terjadi pada saat terjadi kontak ulang antara kulit dengan hapten yang sama atau serupa. Hapten akan ditangkap dan kemudian dipresentasikan pada permukaan sel langerhans, satu-satunya sel epidermal yang mengekspresikan antigen HLA-DR klas II pada permukaannya. Selanjutnya sel langerhans akan mengeluarkan sitokin, yaitu interleukin-1 yang akan menstimulasi limfosit T untuk menghasilkan interleukin-2 dan mengekspresikan reseptor interleukin-2 yang akan menyebabkan proliferasi dan ekspansi populasi limfosit T pada kulit. Limfosit T teraktifasi akan mensekresikan IFN- yang akan mengaktifkan keratinosit untuk mengekspresikan Intercellular adhesion molecule I (ICAM-I) dan Histocompatability Locus A (HLA)-DR.19,20 Sitokin tidak hanya diproduksi oleh sel langerhans dan limfosit T, tetapi dapat


(16)

juga diproduksi oleh sel keratinosit, sel mast dan makrofag yang terlibat pada patogenesis dermatitis kontak alergi ini. Sitokin mempunyai peranan penting pada molekul-molekul adhesi yang mengatur jalur sel langerhans, sel T dan sel-sel inflamasi lainnya di kulit. Selain itu, ekspresi dari molekul-molekul adhesi lain pada sel langerhans dan sel T dapat mempengaruhi respon sel T terhadap alergen yang masuk.20

HLA-DR pada keratinosit akan berinteraksi dengan limfosit T CD4 melalui molekul ICAM-1. Selain itu, ekspresi HLA-DR dapat menyebabkan keratinosit menjadi target limfosit T. Keratinosit aktif juga memproduksi berbagai sitokin lain, seperti IL-1, IL-6 dan GMSCF yang selanjutnya akan mengaktifkan limfosit T. Selanjutnya IL-1 dapat menstimulasi keratinosit untuk memproduksi eicosanoid yang akan menghasilkan sel mast dan makrofag. Histamin yang berasal dari sel mast dan keratinosit serta infiltrasi lekosit menimbulkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas terhadap berbagai sel dan faktor inflamasi yang terlarut. Jalur tersebut merupakan respon kulit pada dermatitis kotak alergik yang meliputi inflamasi, destruksi seluler dan proses perbaikan.18,22

Beberapa teori mengungkapkan kemungkinan beberapa faktor yang bertanggungjawab dalam proses migrasi sel T helper ke kulit, antara lain sitokin-sitokin kemotaktik yang secara lokal akan bertindak pada keadaan-keadaan kulit tertentu, adanya peningkatan regulasi molekul-molekul adherens pada kulit (pada endotelium pembuluh darah, sel stromal dan sel-sel di epidermis) serta sel langerhans pada epidermis yang berfungsi sebagai bantalan untuk antigen yang transit di epidermis sebelum antigen tersebut ditransmisikan ke kelenjar getah bening yang akan membantu sel T helper untuk berikatan dengan antigen pada kulit.21


(17)

2.1.5 Patogenesis dermatitis kontak nikel

Seperti yang kita ketahui selama ini bahwa patogenesis dermatitis kontak alergi nikel diperantarai oleh sel Th1 tetapi belakangan ini diketahui bahwa ternyata sel Th2 juga berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel.

Nikel yang pada jalur ini berperan sebagai hapten, ketika kontak dengan kulit dan masuk melalui stratum korneum kemudian akan berikatan dengan protein karier untuk selanjutnya akan ditangkap oleh antigen precenting cell dan diproses sehingga menjadi fragmen peptida dan kemudian dipresentasikan ke permukaan antigen precenting cell bersama-sama dengan MHC sehingga dikenali oleh limfosit T yang diinduksi nikel atau nickel-induced lymphocyte T yang akan berproliferasi dan mensekresikan sitokin, terutama sitokin IL-5 yang merupakan mediator spesifik pada dermatitis kontak nikel.18

Menurut Sanderson (1992), IL-2 yang diproduksi oleh limfosit Th1 yang berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel ini ternyata dapat menginduksi produksi IL-5 oleh limfosit Th2 yang ternyata juga berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel ini.23

Literatur lain berpendapat bahwa paparan nikel pada kulit dapat merangsang terjadinya respon imun yaitu yang terjadi pada saat terjadi kontak langsung antara nikel dan permukaan kulit dimana nikel-nikel tersebut akan berikatan dengan makromolekul-makromolekul endogen dan sel-sel sitotoksik yang mengakibatkan peningkatan regulasi molekul-molekul adhesi. Paparan dalam dosis yang rendah saja sudah dapat menyebabkan perubahan metabolisme limfosit, sehingga semakin lama dan seringnya paparan maka semakin besarnya perubahan metabolisme limfosit.3,7


(18)

Czarnobilska memaparkan bahwa patogenesis dermatitis kontak nikel dapat terjadi melalui beberapa cara, yaitu (1) nikel berikatan dengan protein ekstraseluler dan kemudian oleh antigen precenting cell (APC) akan disajikan sebagai molekul MHC klas II yang akan mengaktifkan limfosit CD4+ untuk memproduksi semakin banyak IL-5, (2) nikel akan berpenetrasi kedalam sel dan berikatan dengan protein intraseluler dan selanjutnya disajikan sebagai molekul MHC klas I yang meningkatkan aktivitas limfosit CD8+ sehingga produksi sitokin meningkat, atau (3) nikel dapat juga berperan sebagai superantigen dengan cara berikatan dengan molekul MHC Klas II dan menyebabkan peningkatan proliferasi limfosit melalui ikatannya dengan reseptor TCR.22

2.1.6 Diagnosis

A. Anamnesis penyakit

Diagnosis dermatitis kontak nikel dapat ditegakkan melalui anamnesis, seperti riwayat penyakit, riwayat keluarga, observasi klinis dan dikonfirmasi dengan pemeriksaan uji tempel.

Riwayat keluarga perlu ditanyakan karena genetik, walaupun dalam persentasi yang kecil, diduga mempunyai peranan terhadap kesensitivitasan seseorang terhadap nikel yang akan mempermudah seseorang menderita dermatitis kontak nikel dan bila seseorang tersensitisasi oleh nikel maka semakin besar resiko anggota keluarga derajat 1 dari pasien tersebut untuk tersensitisasi.20 Tetapi, lingkungan merupakan faktor yang paling berperan sebagai penyebab dermatitis kontak nikel, seperti melalui inhalasi, ingesti dan kontak langsung.12 Paparan terhadap nikel pada manusia yang secara inhalasi adalah melalui polusi udara, secara ingesti melalui konsumsi makanan dengan kandungan nikel yang


(19)

tinggi seperti gandum, coklat, gelatin, kacangan-kacangan, dan beberapa jenis ikan dengan kadar melebihi 0,6 mg/hari dan yang paling sering adalah melalui kontak langsung dengan alat-alat yang mengandung nikel.10,11 Beberapa faktor predisposisi dapat meningkatkan resiko dermatitis kontak nikel, antara lain semakin banyak dan seringnya partikel-partikel nikel terpapar ke kulit yaitu bila lebih dari 0,5μg/cm2/minggu melalui pemakaian peralatan-peralatan yang mengandung nikel, adanya campuran bahan-bahan lain yang mempermudah pelepasan nikel ke kulit, keadaan kulit pada saat kontak (durasi, temperatur dan pH kulit) dan keadaan sawar epidermis (sedang mengalami inflamasi, adanya mikroorganisme), dimana keadaan–keadaan tersebut dapat meningkatkan bioavailabilitas ion-ion nikel.2,12,24

B. Gambaran klinis

Secara garis besar lesi dermatitis nikel dapat dibagi menjadi lesi lokal dan lesi sistemik. Lesi lokal timbul melalui paparan kontak langsung, sedangkan lesi sistemik biasanya timbul akibat paparan melalui inhalasi dan ingesti.12

Calnan mengklasifikasikan lesi lokal dari dermatitis nikel menjadi 2 kelompok : (a) Lesi primer : lesi yang timbul pada lokasi kontak langsung dengan nikel (lesi eksematosa dan terkadang papular). Lesi eksematosa berupa papul-papul, vesikel-vesikel yang dijumpai pada lokasi kontak langsung dan (b) lesi sekunder : lesi yang timbul simetris dengan lokasi kontak langsung dan berhubungan dengan aktivitas lesi primer. Paparan dengan peralatan yang hanya mengandung sedikit nikel dan hanya sesaat hanya akan menimbulkan gambaran klinis berupa eritema. Lokasi lesi sekunder paling sering timbul adalah lipat siku, kelopak mata, leher dan wajah dan terkadang lesi dapat menjadi generalisata.10 Beberapa penderita dermatitis kontak nikel melaporkan bahwa lesi


(20)

semakin berat terutama pada musim kemarau karena penderita akan semakin banyak mengeluarkan keringat. Pada saat berkeringat kandungan klorida pada keringat akan meningkat sehingga menguraikan garam-garam nikel dan mengakibatkan peningkatan absorbsi garam-garam nikel ke kulit.12

Lesi akibat alergi nikel secara sistemik dapat dijumpai disemua lokasi tubuh, tetapi tangan merupakan lokasi tersering dijumpainya lesi ini, dengan gambaran klinis berupa pomfoliks atau seperti gambaran dermatitis tangan pada umumnya. Beberapa fakta yang membuktikan paparan nikel melalui ingesti juga dapat menyebabkan lesi antara lain, (a) timbulnya eksema dan atau reaksi uji tempel positif bila dilakukan uji nikel secara oral, (b) lesi mengalami perbaikan bila penderita melakukan diet nikel, (c) lesi membaik dengan pemberian disulfiram secara oral yang mempunyai efek melarutkan nikel dan meningkatkan ekskresi nikel. 12

2.2 Derajat kepositifan uji tempel

Czarnobilska dan Jenner (2009), melaporkan bahwa terdapat hubungan antara derajat kepositifan uji tempel dengan kadar IL-5 pada penderita dermatitis kontak nikel.10

Terdapat 3 jenis standart uji tempel, yaitu European standart series yang ditetapkan oleh The European environmental and Contact Dermatitis Research Group (EEC-DRG) yang terdiri dari 22 alergen, The North American Standart Series yang ditetapkan oleh The North American Contact Dermatitis Group yang terdiri dari 20 alergen dan yang ketiga adalah The Japanese Standart Series yang ditetapkan oleh The Japanese Society for Contact Dermatitis yang terdiri dari 25 alergen.24


(21)

Nikel sulfat 5% dalam vaseline tersebut akan diujikan dengan cara dibiarkan berkontak dengan kulit selama 48-72 jam dan kemudian hasilnya, yaitu berupa reaksi yang terjadi akan diamati, dibaca dan dicatat pada hari ke-2 (48 jam), hari ke-3 (72 jam) dan hari ke-4 (96 jam) yang merupakan standart penilaian hasil uji tempel berdasarkan The North American Standart Series yang ditetapkan oleh The North American Contact Dermatitis Group.26

Dengan melakukan uji tempel yang benar, maka kita dapat mengetahui apakah orang yang kita uji pernah mengalami kontak dan sudah tersensitisasi dengan alergen yang diuji.

Pembacaan hasil uji tempel yang positif diberi skor sesuai dengan derajat reaksi yang terjadi dengan penilaian sistem grading menurut NACDG sebagai berikut : 26

(-) Negatif (tidak ada reaksi)

(+?) Reaksi meragukan (hanya eritema)

(+) Reaksi positif lemah (eritema, infiltrasi, papel +/-)

(++) Reaksi positif kuat (eritema, infiltrasi, papel, vesikel)

(+++) Reaksi positif sangat kuat (reaksi ++ disertai bula)

2.3 Interleukin-5 2.3.1 Definisi


(22)

Interleukin-5 adalah suatu interleukin yang berasal dari sel T helper 2 dan sel mast yang teraktivasi. Interleukin-5 terdiri dari 115 asam amino, dan gen IL-5 ini terletak pada kromosom 5. Tidak seperti sitokin – sitokin lainnya, bentuk aktif dari IL-5 ini adalah homodimer. 25,26

2.3.2 Fisiologi

Interleukin-5 mempunyai peranan sebagai perangsang pertumbuhan sel B, stimulator pertumbuhan serta diferensiasi eosinofil dan mastositosis, mengaktivasi pematangan eosinofil dan meningkatkan sekresi imunoglobulin-A, imunoglobulin-E dan imunoglobulin-G dengan cara meningkatkan diferensiasi sel B. Interleukin-5 merupakan mediator utama aktivasi eosinofil dan dapat mengatur peran dari eosinofil pada tiap tahap pematangan eosinofil.26,30

Kadar IL-5 dalam serum yang meningkat dapat mengakibatkan peningkatan jumlah eosinofil atau hipereosinofilia yang dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang diperantarai eosinofil dan mengakibatkan disfungsi organ.31

Peningkatan kadar IL-5 juga dijumpai pada penderita dermatitis atopi dan pada infeksi yang disebabkan oleh parasit, yaitu Schistosoma mansoni. Telur Schistosoma mansoni yang masuk kedalam tubuh akan berperan sebagai antigen yang kemudian akan ditangkap oleh antigen precenting cell dan selanjutnya akan dipresentasikan ke sel Th2. Selanjutnya sel Th2 tersebut akan berproliferasi dan akan mengekskresikan IL-4, IL-10 dan terutama IL-5 yang akan menginduksi pembentukan dan pematangan eosinofil sehingga terjadi hipereosinofilia.32


(23)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang (cross sectional study) yang bersifat analitik.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

3.2.1 Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2010 sampai Oktober 2010, bertempat di Poliklinik Sub bagian Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.

3.2.2 Pengambilan sampel darah dilakukan di Poliklinik Sub bagian Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan, untuk selanjutnya akan dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Jl. Letjend. S. Parman No. 17/223 G Medan. Sampel darah kemudian akan dikirim lagi ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat yang berlokasi di Jl. Kramat Raya No. 150 Jakarta, untuk pemeriksaan kadar IL-5.

3.3 Populasi penelitian

3.3.1 Populasi


(24)

3.3.2 Populasi terjangkau

Pasien dermatitis kontak nikel, yang berobat ke Poliklinik Sub bagian Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan April 2010.

3.4 Sampel

Pasien dermatitis kontak nikel yang berobat ke Poliklinik Sub bagian Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan sejak bulan April 2010 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.5 Besar sampel

Rumus :21

Rumus : n = Jumlah sampel = 2 (zα+z ) x SD 2 d

n1 = n2

n1 = Jumlah sampel kelompok subjek

n2 = Jumlah sampel kontrol

zα = Tingkat kepercayaan 95 % = 1,64

z = Power penelitian = 1,282


(25)

d = Tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 20

Maka :

n = 2 (1,64 + 1,282) x 9,924 2 = 20

= 2 (1,64 + 1,282) x 9,924 2 = 20

= 2 3,242 x 9,924 2 = 2 32,10 2 = 20.6 ∼ 21 orang

20 20

Sampel untuk setiap kelompok dermatitis kontak nikel dan kelompok kontrol masing-masing adalah 21 orang, sehingga total keseluruhan sampel adalah 42 orang.

3.6 Kriteria inklusi dan eksklusi

3.6.1 Kelompok pasien dermatitis kontak nikel

A. Kriteria inklusi :

a). Pasien yang alergi terhadap nikel dan sedang tidak menderita dermatitis kontak nikel dengan hasil uji tempel nikel (+)

b). Usia pasien 13 tahun keatas

c). Pasien yang tidak mendapat pengobatan antihistamin sistemik (antagonis reseptor H1, antagonis reseptor H2, antagonis leukotriene) dan antihistamin topikal (doxepin) dalam waktu 2 minggu terakhir sebelum dilakukan uji tempel di Poliklinik Sub bagian Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan.


(26)

d). Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent.

B. Kriteria eksklusi :

a). Pasien yang sedang menggunakan obat-obatan kortikosteroid topikal pada lokasi uji tempel dalam 2 minggu terakhir.

b). Pasien yang sedang mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid sistemik dengan dosis diatas 20mg dalam 2 minggu terakhir.

c). Pasien dengan dermatitis kontak lain, selain nikel yang dapat menyebabkan reaksi silang dengan nikel, yaitu kobalt dan krom.

d). Pasien yang sedang menderita penyakit yang juga dapat menyebabkan terjadinya peningkatan IL-5, yaitu infeksi parasit yang disebabkan oleh Schistosoma Mansoni.

e). Pasien dermatitis atopi

3.6.2 Kelompok pasien kontrol

Kelompok kontrol adalah pasien-pasien yang berobat ke Poliklinik Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan yang diduga dermatitis kontak alergi nikel dengan hasil uji tempel terhadap nikel negatif.

3.7 Cara pengambilan sampel penelitian


(27)

3.8 Identifikasi variabel

Variabel bebas : Kadar Interleukin-5 (IL-5) dalam serum

Variabel terikat : Derajat kepositifan uji tempel

Variabel kendali : Tehnik pemeriksaan dan pengukuran kadar IL-5 dan uji tempel

3.9 Alat, bahan dan cara kerja

3.9.1 Alat

A. Quantikine® kit.

B. Alergen nikel sulfat 5% dalam vaseline dari Gama Alergen

C. Alergen pottasium dichromate 0,5% dalam vaseline dari Gama Alergen D. Alergen cobalt chloride 1% dalam vaseline dari Gama Alergen

E. Unit uji tempel persegi / IQ Square Chamber dari Chemotechnique F. Plester

G. Untuk pengambilan masing-masing sampel darah : a). Satu pasang sarung tangan.

b). Satu buah alat ikat pembendungan (torniquet). c). Satu buah spuit disposable 3 cc.

d). Satu buah vacutainer (tabung pengumpul darah steril) 5 cc yang mengandung heparin.

e). Satu buah plester luka.


(28)

I. Microtube (tabung mikro) 1 ml untuk menyimpan serum. J. Satu buah freezer.

3.9.2 Bahan

A. Kapas alkohol 70%

B. Dua ratus mikroliter larutan pretreatment IL-5 untuk masing-masing sampel. C. Dua puluh lima mikroliter serum darah kelompok pasien dermatitis kontak

nikel dan kelompok kontrol.

3.9.3 Cara kerja pemeriksaan IL-5 dalam serum

A. Petugas laboratorium memakai sarung tangan steril lalu kulit tempat lokasi uji tempel dibersihkan dengan kasa kering atau bila kulit berminyak atau berkeringat dapat dengan kasa yang dibasahi NaCl 0,9% dan dibiarkan sampai kering. Lokasi penusukan harus bebas dari luka dan bekas luka/sikatrik. Darah diambil dari vena mediana cubiti pada lipat siku. Ikatan pembendungan (torniquet) dipasang pada lengan atas dan pasien diminta untuk mengepal dan membuka telapak tangan berulang kali agar vena terlihat jelas. Lokasi penusukan didesinfeksi dengan kapas alkohol 70% dengan cara berputar dari dalam keluar. Spuit disiapkan dengan memeriksa jarum dan penutupnya. Setelah itu vena mediana cubiti ditusuk dengan posisi sudut 45 derajat dengan jarum menghadap ke atas. Darah dibiarkan mengalir ke dalam jarum kemudian jarum diputar menghadap ke bawah. Agar aliran darah bebas, pasien diminta untuk membuka kepalan tangannya dan darah dihisap sebanyak 8 cc. Torniquet dilepas, lalu jarum ditarik dengan tetap menekan


(29)

lubang penusukan dengan kapas alkohol 70%. Selanjutnya tempat bekas penusukan ditekan dengan kapas alkohol 70% sampai darah tidak keluar lagi. Kemudian bekas tusukan ditutup dengan plester. Darah kemudian dimasukkan ke dalam vacutainer 10 cc. Selanjutnya sampel darah segera dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Medan.

B. Di Laboratorium Klinik Prodia Medan, sampel darah pasien dermatitis kontak nikel dan kontrol disentrifugasi menggunakan sentrifuge dengan kecepatan 1000 rpm selama 15 menit untuk mendapatkan serum. Serum yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam microtube 1 cc untuk penyimpanan serum.

C. Setelah diperoleh serum, selanjutnya diambil 25 μl dari serum tersebut untuk kemudian dilarutkan secara manual dengan larutan pretreatmentIL-5.

D. Sampel pasien dermatitis kontak nikel dan kontrol kemudian disimpan dalam freezer pada suhu -25oC yang akan stabil selama 12 bulan sebelum pemeriksaan. Hindari kontaminasi dan pajanan langsung terhadap sinar matahari.

E. Sampel pasien dermatitis kontak nikel dan kontrol selanjutnya dikirim ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat di Jakarta untuk pemeriksaan kadar Interleukin-5. Pengiriman sampel dari Laboratorium Klinik Prodia Medan ke Laboratorium Klinik Prodia Pusat di Jakarta yang dilakukan satu kali per minggu yaitu setiap hari Senin.


(30)

F. Di Laboratorium Klinik Prodia Jakarta, proses pemeriksaan kadar IL-5 dilakukan setiap hari Rabu dan hasil analisisnya dapat diperoleh dalam waktu lebih kurang 1 jam.

G. Hasil yang diperoleh kemudian dicatat sebagai nilai IL-5 dan kemudian dibandingkan dengan nilai referensi IL-5 (0,06 – 1,08 pg/ml)

3.9.4 Cara kerja uji tempel

A. Bahan alergen yang akan diujikan diisikan pada unit uji tempel dan diberi tanda.

B. Uji tempel dapat dilaksanakan dengan posisi pasien duduk atau telungkup. C. Dilakukan pembersihan pada kulit punggung bagian atas dengan kain kassa

kering atau jika kulit pasien berminyak dapat dengan kapas yang dibasahi dengan larutan NaCl 0,9% atau alkohol.

D. Selanjutnya unit IQ Square chamber dari Chemotchnique diisi dengan alergen dan kemudian ditempelkan di punggung.

E. Unit uji tempel ditempelkan di punggung dan kemudian diberi perekat tambahan berupa plester hipoalergenik

F. Pasien diijinkan pulang dengan pesan agar lokasi uji tidak basah kena air. Selama dilakukan uji kulit pasien diberitahu untuk menjaga agar berhati-hati bila sedang mandi serta mengurangi melakukan aktivitas yang menimbulkan keringat berlebihan.

G. Deretan alergen yang ditempelkan pada punggung pasien, apabila terasa sangat perih/nyeri (reaksi iritan) dapat dibuka sendiri.


(31)

H. Pembacaan dilakukan pada jam ke 48, 72 dan 96 (atau dilepas lebih awal jika timbul keluhan sangat gatal atau rasa terbakar pada lokasi uji tempel) berdasarkan kriteria pembacaan uji tempel dari The North American Contact Dermatitis Group.

I. Hasil tes tempel yang positif bermakna dinilai relevansinya dengan anamnesis dan gambaran klinis. Hasil relevansi positif dianggap sebagai penyebab. (pembacaan dilakukan 15 menit setelah plester di lepaskan).

J. Pasien diberi catatan tentang hasil uji tempel yang positif bermakna.

3.10 Definisi operasional

3.10.1 Umur adalah umur pasien yang dihitung berdasarkan tanggal lahir, apabila lebih besar dari 6 bulan dilakukan pembulatan keatas dan apabila lebih kecil dari 6 bulan dilakukan pembulatan kebawah.

3.10.2 Dermatitis kontak nikel adalah proses peradangan pada kulit karena reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang disebabkan karena adanya kontak dengan bahan yang mengandung nikel.

3.10.3 Interleukin 5 adalah suatu interleukin yang diproduksi oleh sel T helper-2 dan sel mast.

3.10.4 Uji tempel adalah suatu pemeriksaan yang dilakukan untuk mengetahui apakah suatu zat-zat tertentu dapat menyebabkan dermatitis kontak dengan menggunakan alergen nikel sulfat 5% dalam vaseline dan pembacaan hasil uji tempel tersebut


(32)

berdasarkan kriteria The North American Contact Dermatitis Group dan disesuaikan dengan derajat reaksi yang terjadi, yaitu (-) bila negatif (tidak ada reaksi), (+ ?) bila reaksi meragukan (hanya eritema), (+) bila reaksi positif lemah (eritema, infiltrasi, papel +/-), (++) bila reaksi positif kuat (eritema, infiltrasi, papel, vesikel) dan (+++) bila reaksi positif sangat kuat (reaksi ++ disertai bula).

3.10.5 Infeksi parasit adalah infeksi pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh parasit, dalam hal ini adalah Schistosoma mansoni yang didiagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.

3.10.6 Dermatitis Atopi adalah suatu penyakit kulit berupa peradangan kronis dan residif yang paling sering dijumpai pada bayi dan kanak-kanak dan sering berhubungan dengan gangguan fungsi sawar kulit, sensitisasi terhadap alergen, peningkatan kadar IgE dalam serum dan adanya riwayat atopi pada keluarga atau penderita berupa dermatitis atopik, rhinitis alergi dan atau asma bronchial yang didiagnosis melalui kriteria Hanifin Rajka.

3.11 Pengolahan dan analisa data

Keseluruhan data dianalisis dengan memakai sistem komputer. Data kategorikal ditampilkan dalam bentuk persentase sedangkan data numerikal dalam bentuk mean dengan standart deviasi (SD). Batas kemaknaan (p) yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah 0,05. Dikatakan bermakna jika nilai p < 0,05.


(33)

Untuk mengetahui normalitas dari distribusi data dilakukan uji Shapiro Wilik. Karena data yang didapatkan pada penelitian ini mempunyai distribusi normal, maka untuk uji analisis statistik rerata dua variabel numerik (IL-5 berdasarkan kelompok kasus dan kontrol, jenis kelamin dan kelompok umur) dipakai uji t-independen. Sedangkan untuk uji analisis statistik rerata variabel numerik yang lebih dari dua kelompok (IL-5 berdasarkan derajat kepositifan uji tempel) digunakan uji Anova. Untuk menilai hubungan antara variabel kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel, digunakan uji korelasi parametrik Pearson karena data mempunyai distribusi normal.


(34)

3.12 Kerangka operasional 3.3.11.i

Uji Tempel Nikel

Pasien diduga

Dermatitis Kontak Alergi Nikel

Pemeriksaan Feces (Schistosoma mansoni) Pemeriksaan Feces

(Schistosoma mansoni)

Uji Tempel Nikel

(+)  (++)  (+++) (-)

Pengukuran Kadar Interleukin-5 Serum

Pengukuran Kadar Interleukin-5 Serum

HUBUNGAN ? HUBUNGAN ?

Diuji dan dianalisis secara statistik


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Sub Bagian Alergi dan Imunologi Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP. H. Adam Malik Medan mulai bulan April 2010 – Oktober 2010. Dalam penelitian ini diikutsertakan 21 orang pasien penderita dermatitis kontak nikel dan 21 orang yang tidak menderita dermatitis kontak nikel sebagai kelompok kontrol.

4.1. Karakteristik dasar subjek penelitian

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Kasus Kontrol Total

Variabel

N % N % N %

Jenis kelamin

Laki-laki 1 4,8 7 33,3 8 35.7

Perempuan 20 95,2 14 66,7 34 64.3

Total 21 100,0 21 100.0 42 100.0

4.1.1. Jenis kelamin

Pada penelitian ini, dari 21 penderita dermatitis kontak nikel atau selanjutnya akan disebut sebagai kelompok kasus didapati 1 orang (4,8%) laki-laki dan 20 orang (95,2%) perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah kasus atau penderita dermatitis kontak nikel lebih banyak berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Beberapa penelitian sebelumnya juga mendapatkan hasil yang sama, yaitu prevalensi penderita dermatitis kontak nikel Hasil penelitian Duarte dan Amorim (2005) di Brazil, juga menunjukkan bahwa


(36)

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Al-Mogairen (2009) pada populasi umum di Saudi Arabia dijumpai bahwa perbandingan antara wanita dan pria penderita dermatitis kontak nikel adalah 14:1.2 Begitu juga berdasarkan data dari Nickel Producers Environmental Research Association (NiPERA) di Eropa, yang melaporkan bahwa persentase wanita penderita dermatitis kontak nikel adalah antara 5-15% sedangkan penderita pria hanya 0,5-1%.34 Menurut penelitian yang dilakukan Torres dan Gracas pada tahun 2009 di Brazil, dermatitis kontak nikel lebih sering dijumpai pada wanita sebanyak 3 sampai 10 kali dibandingkan laki-laki dan hal tersebut disebabkan karena wanita lebih sering mengalami kontak dengan nikel dalam kehidupan sehari-hari, seperti dengan perhiasan, pakaian dan jam tangan.36

Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan kelompok umur

Kasus Kontrol Total

Variabel

N % N % N %

Kelompok umur (tahun)

12-19 3 14,3 0 0 3 7,2

20-34 4 19 11 52,4 15 35,7

35-65 14 66,7 10 47,6 24 57,1

Total 21 100,0 21 100,0 42 100,0

4.1.2. Kelompok umur

Pada penelitian ini, kami membagi kelompok usia subjek menjadi 3 kelompok yaitu kelompok usia 12-19 tahun, 20-34 tahun dan 35-65 tahun. Kriteria pengelompokan umur ini didasarkan atas klasifikasi Erikson’s Stages of Physchosocial Development yang


(37)

mengklasifikasikan usia 12-19 tahun sebagai subjek kelompok remaja, usia 20-34 tahun sebagai dewasa muda dan usia 35-65 tahun sebagai dewasa.37

Subjek penelitian ini adalah penderita dermatitis kontak nikel dengan usia > 13 tahun. Dari 21 penderita dermatitis kontak nikel, usia termuda adalah 14 tahun dan tertua adalah 56 tahun. Pada penelitian ini didapatkan penderita dermatitis kontak nikel pada kelompok usia 12-19 tahun sebanyak 3 orang (14,3%), kelompok usia 20-34 tahun sebanyak 4 orang (12-19%) dan terbanyak pada kelompok usia 35-65 tahun yaitu sebanyak 14 orang (66,7%). Usia rata-rata adalah 32,1 dan standart deviasi ±12,79.

Menurut suatu penelitian retrospektif yang dilakukan di Italia (2003) untuk mengetahui distribusi usia dan jenis kelamin penderita dermatitis kontak nikel, terdapat 2 puncak insidensi pada penderita wanita yaitu pada usia 10-20 tahun dan 40-50 tahun , sedangkan pada penderita pria hanya dijumpai 1 puncak insidensi, yaitu pada usia 40-50 tahun.40

Sedangkan hasil dari penelitian lain yang dilakukan oleh Rui dan Bovenzi (2009) di Italia mengatakan bahwa penderita dermatitis kontak nikel terbanyak dijumpai pada kelompok usia 26-35 tahun dibandingkan dengan kelompok usia 15-25 tahun dan kelompok usia >45 tahun.4

Tabel 4.3 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

Kasus Kontrol Total

Variabel

N % N % n %

Pendidikan

Sekolah Dasar 1 4.8 0 0 1 2.4

SMP 2 9.5 4 19.0 6 14.3


(38)

Perguruan tinggi 8 38.1 13 61.9 21 50.0

Total 21 100.0 21 100.0 42 100.0

4.1.3. Tingkat pendidikan

Pada penelitian ini didapati sebagian besar kelompok kasus berpendidikan Sekolah Menengah Umum yaitu sebanyak 10 orang (76,2%) dan kedua terbanyak adalah Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 8 orang (38,1%). Penelitian tentang tingkat pendidikan pada penderita dermatitis kontak nikel sebelumnya memang belum pernah ada.

Tingkat pendidikan memiliki peranan yang penting karena akan mempengaruhi pengertian dan kesadaran penderita terhadap penyakit dermatitis kontak alergi nikel yang dideritanya. Perbedaan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan mengenai faktor-faktor penyebab, pemicu, tindakan pencegahan, cara ataupun lama pengobatan dermatitis kontak alergi nikel, prognosis, serta sikap dan perilaku dalam menghadapi efek psikososial yang mungkin timbul. Penderita dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan memiliki tingkat pemahaman yang lebih baik mengenai penyakit dermatitis kontak alergi nikel ini.

Tabel 4.4 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan pekerjaan

Kasus Kontrol Total

Variabel

N % n % n %

Pekerjaan

PNS 8 38,1 8 38.1 16 38.1


(39)

Pelajar 3 14,3 4 19,0 7 16,7

Wiraswasta - - 2 9.5 2 4.8

Tidak Bekerja 9 42,9 6 28.6 15 35,7

Total 21 100.0 21 100.0 42 100.0

4.1.4. Pekerjaan

Pada penelitian ini didapati bahwa pekerjaan yang terbanyak adalah tidak bekerja, yaitu sebanyak 9 orang (47,6%). Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Torres dkk (2009), dimana dikatakan bahwa dermatitis kontak nikel paling sering dijumpai pada penata rambut, pekerja pabrik perhiasan, tehniker gigi dan mekanik.31

Menurut penelitian tentang hubungan antara sensitisasi nikel dengan pekerjaan, dermatitis kontak nikel paling sering dijumpai pada pekerja industri yang berhubungan dengan bahan-bahan metal, penata rambut, koki, perawat dan kasir.37

Tabel 4.5 Karakteristik subjek penelitian berdasarkan riwayat keluarga

Kasus Kontrol Total

Variabel

N % N % N %

Riwayat Keluarga

Ada 5 23.8 3 14.3 8 19.0

Tidak ada 16 76.2 18 85.7 34 81.0 Total 21 100.0 21 100.0 42 100.0


(40)

4.1.5. Riwayat keluarga

Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa genetik mempunyai peranan dalam kerentanan seseorang terhadap nikel serta dalam timbulnya dermatitis kontak nikel.35 Pada penelitian ini, dari 21 peserta, adanya anggota keluarga yang juga menderita dermatitis kontak nikel dijumpai pada 5 penderita (23,8%), sedangkan 16 penderita lainnya tidak mempunyai anggota keluarga yang juga menderita dermatitis kontak nikel.

Pada tahun 1999, Fleming dan Burden di Skotlandia pertama kali melakukan penelitian untuk membuktikan apakah benar dermatitis kontak nikel dapat diturunkan secara genetik dan yang dijumpai pada penelitian ini adalah hanya 15% dari peserta penelitian itu yang mempunyai anggota keluarga derajat pertama yang juga menderita dermatitis kontak nikel dan kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa anggota keluarga derajat pertama dari penderita dermatitis kontak nikel mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menderita dermatitis kontak nikel dan apakah dermatitis kontak nikel dapat diturunkan secara genetik pada penelitian ini belum dapat dibuktikan pada penelitian ini.33 Tetapi pada tahun 2009, Torres dkk berhasil menunjukkan bahwa ternyata genetik juga berperan sebagai faktor predisposisi terjadinya dermatitis kontak nikel, dimana pada penelitian tersebut dijumpainya antigen-antigen HLA-B35 dan BW22 yang lebih tinggi pada wanita-wanita penderita dermatitis kontak nikel dan juga dikatakan bahwa terjadinya mutasi yang menyebabkan hilangnya fungsi dari gen filaggrin akan meningkatkan resiko seseorang menderita alergi nikel.36


(41)

4.2. Interleukin-5

4.2.1 Perbandingan kadar Interleukin-5 antara kelompok penderita dermatitis kontak nikel

Tabel 4.6 Perbandingan IL-5 antara kelompok penderita dermatitis kontak nikel

Kasus Variabel

+ ++

Kontrol p-value*

IL-5 1,01 ±0,36 1,28 ± 0,27 0,83± 0,27 0,10

*p-value antara kasus dan kontrol

Tabel 4.3 memperlihatkan perbandingan kadar IL-5 antara kelompok penderita dermatitis kontak nikel dengan hasil uji tempel +1, +2 dan kontrol. Sedangkan tidak dijumpainya kelompok penderita dermatitis kontak nikel dengan hasil uji tempel +3.

Rerata kadar IL-5 pada kelompok penderita dermatitis kontak nikel +1 adalah 1,01 ±0,36 pg/dl; kelompok penderita dermatitis kontak nikel +2 1,28 ± 0,27 pg/dl; dan kelompok kontrol sebesar 0,83 ± 0,27 pg/dl. Dari analisis statistik tidak dijumpai perbedaan bermakna antara kadar IL-5 pada kelompok penderita dermatitis kontak nikel dengan hasil uji tempel +1, +2 dan kelompok kontrol.

Hal ini berbeda dengan penelitian Czarnobilska (2009) yang mengatakan bahwa semakin tinggi derajat kepositifan uji tempel seseorang, maka kadar IL-5 akan semakin tinggi. Pada penelitian ini dijumpai bahwa kadar IL-5 meningkat seiring dengan semakin tingginya derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel, yaitu sebanyak 1,24 kali.10


(42)

4.2.2 Perbandingan kadar Interleukin-5 antara kelompok kasus dan kelompok kontrol Tabel 4.7 Perbandingan interleukin-5 antara kelompok kasus dan kontrol

IL-5 (pg/ml) Variabel

Kasus Kontrol

Mean 1,09 0,83

SD 0,35 0,27

p-value 0,013

Pada tabel 4.2, dapat dilihat perbandingan antara kadar IL-5 antar kelompok kasus dan kontrol. Kadar IL-5 pada kelompok kasus sebesar 1,09 pg/dl dan kelompok kontrol 0,83 pg/dl, yang ternyata secara statistik adalah bermakna (p = 0,013).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Borg (2000) tentang produksi sitokin yang diinduksi oleh nikel menyatakan bahwa sintesis dari IL-5 dijumpai lebih tinggi secara signifikan pada penderita dermatitis kontak nikel dibandingkan dengan kontrol.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Marigo (2003) dan Spiewak (2007) juga melaporkan dijumpainya peningkatan Interleukin-5 yang signifikan pada kelompok penderita dermatitis kontak nikel dibandingkan kelompok kontrol.3,43

Sementara hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Buchvald (2007) tentang respon dari peripheral blood mononuclear cells terhadap stimulasi nikel adalah tidak dijumpainya peningkatan yang signifikan antara kelompok kasus dan kelompok kontrol sehingga kesimpulan dari penelitian ini adalah IL-5 masih diduga berperan dalam patogenesis dermatitis kontak nikel.45


(43)

4.2.3 Korelasi kadar Interleukin-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel Tabel 4.8 Korelasi antara kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel

Korelasi N R p-value

Kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel

21 0,346 0,124

Pada tabel 4.4 ditampilkan analisis korelasi antar kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel. Dari hasil analisis statistik didapati bahwa tidak ada korelasi antara kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel (p = 0,124; r = 0 ,346).

Pada penelitian sebelumnya disebutkan bahwa peningkatan kadar IL-5 memang dijumpai meningkat pada penderita dermatitis kontak nikel dan semakin meningkat bila derajat kepositifan hasil uji tempel semakin tinggi. Hal ini sebelumnnya memang masih diperdebatkan oleh para peneliti, karena seperti diketahui selama ini bahwa dermatitis kontak nikel ini adalah merupakan suatu reaksi hipersensitivitas tipe lambat yang diperantarai oleh sel Th1, tetapi ternyata pada penelitiannya Cavani dkk, berhasil membuktikan bahwa sel Th2 juga berperan pada patogenesis dermatitis kontak nikel yang disebabkan karena adanya proses kronisitas dan adanya aplikasi terhadap hapten yang berulang.42


(44)

4.2.4 Kadar Interleukin-5 berdasarkan kelompok umur 4.9 Perbandingan kadar IL-5 berdasarkan kelompok umur

IL-5

Kasus Kontrol

Tabel Kelompok umur (tahun)

Mean SD p-value Mean SD p-value

p-value* 12-19 20-34 35-65 0,98 1,00 1,13 0,60 0,68 0,16 0,72 - 0,76 0,91 - 0,24 0,28

0,21 0,15

*p-value antara kasus dan kontrol

Pada tabel 4.5 ini, diperlihatkan perbandingan kadar IL-5 berdasarkan kelompok umur, baik pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol.Pada penelitian ini didapati tidak dijumpai adanya perbedaan kadar IL-5 yang bermakna pada kelompok kasus baik antara kelompok umur 12-19 tahun dengan kelompok umur 20-34 tahun maupun antara kelompok umur 20-34 tahun dengan kelompok umur 35-65 tahun (p = 0,72). Demikian pula yang kita jumpai pada kelompok kontrol, yaitu tidak dijumpainya perbedaan kadar IL-5 antara kelompok umur 12-19 tahun dengan kelompok umur 20-34 tahun maupun antara kelompok umur 20-34 tahun dengan kelompok umur 35-65 tahun (p = 0,21). Begitu juga dengan perbandingan kadar IL-5 antara kelompok kasus dan kontrol sesuai dengan kelompok umur, tidak menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p = 0,15).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara masing-masing kelompok usia terhadap nilai IL-5 pada kelompok kasus. Hal ini mungkin


(45)

disebabkan karena terdapat perbedaan jumlah sampel dari setiap kelompok usia. Tetapi walaupun perbedaanya tidak signifikan, nilai IL-5 dijumpai semakin meningkat sesuai dengan pertambahan usia, hal ini mungkin disebabkan karena sesuai dengan pertambahan umur maka semakin lama dan semakin seringnya individu tersebut terpapar nikel sehingga semakin tinggi kadar IL-5 yang disekresi.


(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Telah dilakukan penelitian mengenai hubungan antara kadar IL-5 dalam serum dengan derajat kepositifan uji tempel pada penderita dermatitis kontak nikel di RSUP. H. Adam Malik Medan pada bulan April 2010 – Oktober 2010 dengan kesimpulan sebagai berikut:

1. Tidak ada korelasi antara kadar IL-5 dengan derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel pada penderita dermatitis kontak nikel

2. Terdapat perbedaan kadar IL-5 antara individu yang menderita dermatitis kontak alergi nikel dengan yang tidak menderita dermatitis kontak alergi nikel.

3. Tidak terdapat perbedaan kadar IL-5 berdasarkan kelompok umur pada kelompok kasus penderita dermatitis kontak nikel.

5.2 SARAN

1. Perlu penelitian lebih lanjut dan lebih luas untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan lengkap tentang hubungan antara derajat kepositifan uji tempel terhadap nikel dengan kadar IL-5 dengan metode yang lebih mutakhir untuk didapatkan hasil yang lebih akurat seperti dengan metode isolasi peripheral blood mononuclear cells yang dikultur.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai kadar IL-5 pada penderita dermatitis kontak nikel dan dikaitkan dengan aspek pengobatan.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

1. Thyssen JP, Maibach HI. Nickel release from earrings purchased in the United states: The San Francisco earring study. J Am Acad Dermatol 2008; 58:1000-5

2. Al-Mogairen SM, Meo SA, Abdurrahman SA. Nickel-induced allergy and contact dermatitis: does it induce autoimmunity and cutaneous sclerosis? An experimental study in Brown Norway rats. Rheumatol International 2009;10: 1007-12

3. Marigo M, Nouer DF. Evaluation of immunologic profile in patients with nickel sensitivity due to use of fixed orthodonthic appliances. American Association of Orthodontics. 2003; 124:46-51

4. Rui F, Bovenzi M, Prodi A. Nickel, cobalt dan chromate sensitization and occupation. Contact Dermatitis 2010; 62:225-31

5. Schubert H, Berova N. Epidemiology of nickel allergy. Contact Dermatitis 1997; 16: 122-8

6. Nasution D, Manik M, Lubis E. Insidensi dermatitis kontak di RS Pirngadi Medan Sumatera Utara 1992-1994.IN Kumpulan makalah Kongres Nasional VIII Perdoski. Yogyakarta: Perdoski Yogyakarta, 1995: 125-9.

7. Roesyanto-Mahadi ID. Alergen pada dermatitis kontak di RS.DR. Pirngadi Medan pada periode tahun 1991-1992. Komunitas Penelitian, vol 4(3) September 1992: 282-286 8. Pönka A, Ekman A. Insensitivity of the routine dimethylglyoxime test for detecting

release of nickel from earrings. The Science of the Total Environment 1998;224:161-5 9. Boscolo P, Andreassi M, Sabbioni. Systemic effect ingested nickel on the immune


(48)

10.Jacob SE. Nickel allergy in the United States: A public health issue in need of a “nickel directive”. J Am Acad Dermatol 2009; 60:1069

11.Czarnobilska E, Jenner B. Contact allergy to nickel: patch test score correlates with IL-5, but not with IFN-GAMMA nickel-specific secretion by peripheral blood lymphocytes. Ann Agric Environ Med 2009; 16:37-41

12.Sharma AD. Relationship between nickel allergy and diet. Indian Journal Dermatology Venereology Leprology 2007; 307-12

13.Rietschel RL. Fowler JF. Metals. Dalam : Fishers’s Contact Dermatitis, Edisi ke-6, BC Decker Inc, Ontario 2008.h.670-80

14.Sivertsen-Smith T, Dotterud LK, Lund E. Nickel allergy and its relationship with local nickel pollution, ear piercing and atopic dermatitis : a population-based study from Norway. J Am Acad Dermatol 1999; 40:726-35

15.Nickel. Diunduh dari : http://en.wikipedia.org/wiki/Nickel . Update terakhir : 7 Februari 2010

16.Schram SE, Warshaw EM, Laumann A. Nickel hypersensitivity: a clinical review and call to action. International Journal of Dermatology 2010; 49:115-25

17.Panduan peserta Patch test (Uji Tempel) dengan alergen terstandarisasi. Buku panduan Workshop : Update in pathogenesis, diagnostic test and treatment. Makassar, 12-14 Februari 2010.

18.Rustemeyer T, Hoogstraten I, Blomberg B. Mechanisms in Allergic Contact Dermatitis. Dalam : Contact Dermatitis, Edisi ke-4, Springer-Verlag Berlin Heidelberg 2006.h.11-42


(49)

19.Grabbe S, Schwarz T. Immunoregulatory mechanisms involved in elicitation of allergic contact hypersensitivity. American Journal of Contact Dermatitis, Vol.7, No.4 (December), 1996: p.238-246

20.Belsito DV. The rise and fall of allergic contact dermatitis. American Journal of Contact Dermatitis, Vol.8, No.4 (December), 1997: p.193-201

21.Gaspari AA. Mechanisms of Resolution of Allergic Contact Dermatitis. American Journal of Contact Dermatitis, Vol.7, No.4 (December), 1996:p. 212-219

22.Czarnobilska E, Obtulowicz K, Wsolek K. Mechanisms of nickel allergy. Przegl Lek. 2007; 64(7-8):502-5

23.Sanderson CJ. Interleukin-5, eosinophils and disease. The Journal of the American Society of Hematology. Vol.79, No.12, June 15 1992: p.1303-6

24.Fleming CJ, Burden AD, Forsyth A. The genetics of allergic contact hypersensitivity to nickel. Contact Dermatitis 1999; 41:251-53

25.Thyssen JP, Linnebero A, Menne T. The Association between hand eczema and nickel allergy has weakend among young women in the general population following the Danish nickel regulation: results from two cross-sectional studies. Contact Dermatitis 2009; 61:342-348

26.Lachapelle JM, Maibach HI. The standart and additional series of patch test. Dalam : Patch test and Prick test, a practical guide. Springer-Verlag Berlin 2003.h.73-94

27.Patch test. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Patch_test_(medicine). Last updated 5 Jan 2011.

28.Interleukin-5. Diunduh dari http://en.wikipedia.org/wiki/Interleukin-5. Update terakhir : 23 Februari 2010


(50)

29.Baratwidjaja KG, Rengganis I. Sitokin. Dalam : Imunologi dasar. Edisi ke-9. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009. h.217-55

30.Interleukin-5. Diunduh dari :

http://www.rndsystems.com/mini_review_detail_objectname_MR99_IL-5.aspx 31.Hypereosinophilic syndrome. Diunduh dari :

http://emedicine.medscape.com/article/1051555-overview. Update terakhir 1 Feb 2010 32.Baratawidjaja KG. Imunologi parasit. Dalam : Imunologi dasar. Edisi ke-9. Jakarta :

Balai Penerbit FKUI, 2009. h.322-33

33.Madiyono B, Moeslichan S, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam : Sastroasmoro S, Ismael S, editor. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. Edisi ke-3. Jakarta : Sagung Seto, 2008.h.302-30.

34.Duarte I, Amorim JR. Metal contact dermatitis : Prevalence of sensitization to nickel, cobalt dan chromium. An Bras Dermatology 2005; 80(2):137-42

35.The Basic Science Papers : Nickel Allergic Contact Dermatitis. Nickel Institute Health and Environment. Diunduh dari http://www.nickelinstitute.org/index.cfm/ci_id/99.htm 36.Torres F, Gracas M, Melo M. Management of contact dermatitis due to nickel allergy : an

update. Clinical, Cosmetic and Investigational Dermatology 2009:2, 39-48

37.Flemming CJ, Burden AD, Forsyth A. The genetics of allergic contact hypersensitivity to nickel. Contact Dermatitis 1999; 41:251-53

38.Erikson’s stages of psychosocial development. Diunduh dari:

http://en.wikipedia.org/wiki/Erickson’s_stages_of_psychosocial_development. Update terakhir tanggal 26 Juni 2010.


(51)

39.Walton, S., Nayagam, A. T. and Keczkes, K. Age and sex incidence of allergic contact dermatitis. Contact Dermatitis, 15: 136–139.

40.Thyssen JP, Hald M, Avnstorp C. Characteristics of Nickel-allergic Dermatitis Patients seen in private dermatology clinics in Denmark : A questionnaire study. Acta Derm Venereol 2009; 89: 384-88

41.Shum KW, Meyer JD, Chen Y, Cherry N. Occupational contact dermatitis to nickel : experience of the British dermatologists (EPIDERM) and occupational physicians (OPRA) surveillance schemes. Occup Environ Med 2003; 60 : 954-957

42.Rui F, Bovenzi M, Prodi A. Nickel, cobalt and chromate sensitization and occupation. Contact Dermatitis 2010: 62 ; 225-231

43.Schram SE, Warshaw EM. Genetics of Nickel Allergic Contact Dermatitis : Human Leukocyte Antigen Studies. Diunduh dari :

http://www.medscape.com/viewarticle/564081_5

44.Spiewak R, Moed H. Allergic contact dermatitis to nickel ; modified in vitro test protocols for better detection of allergen-specific response. Contact Dermatitis 2007: 56:63-69

45.Borg L, Christensen JM. Nickel-induced cytokine production from mononuclear cells in nickel-sensitive individuals and controls. Cytokine profiles ini nickel-sensitive individuals with nickel allergy-related hand eczema before and after nickel challenge. Arch Dermatol Res 2000 Jun; 292 :285-91

46.Buchvald D, Lundeberg L. Impaired responses of peripheral blood mononuclear cells to nickel in patients with nickel-allergic contact dermatitis and concomitant atopic dermatitis. Br J Dermatol 2004 Mar, 150(3): 484-92


(52)

LAMPIRAN 1.

NASKAH PENJELASAN KEPADA PASIEN / ORANGTUA PASIEN

Selamat pagi/siang.

Perkenalkan nama saya dr. Sharma Hernita. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan pendidikan program spesialis yang sedang saya jalani, saya melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara kadar Interleukin-5 dalam Serum dengan Derajat Kepositifan Uji Tempel pada pasien Dermatitis Kontak Nikel”.

Tujuan penelitian saya adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar Interleukin-5 (IL-5) dalam darah, yaitu suatu zat yang dikeluarkan oleh sistem kekebalan tubuh yang dijumpai meningkat pada pasien alergi nikel dengan ringan atau beratnya hasil pemeriksaan suatu uji tempel, yaitu suatu pemeriksaan untuk membuktikan adanya alergi pada pasien tersebut dengan cara menempelkan ekstrak nikel pada punggung pasien. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk membuka wawasan mengenai fungsi zat tersebut dalam menyebabkan alergi nikel.

Untuk melakukan penelitian ini, Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i yang alergi terhadap nikel, pertama-tama akan diwawancara serta diminta untuk mengisi kuesioner yang saya berikan. Setelah itu Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i akan diminta untuk melakukan pemeriksaan feses yaitu dengan cara menampung feses sebanyak ± 5 gr dan kemudian akan diperiksa di laboratorium untuk melihat apakah pada feses tersebut terdapat parasit Schistosoma mansoni yang juga dapat menyebabkan peningkatna IL-5, sehingga bila dijumpai maka Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i tidak dapat diikutkan dalam penelitian. Selanjutnya saya akan menilai derajat kepositifan alergi terhadap nikel dengan cara melakukan uji tempel terhadap alergi nikel dengan cara menempelkan ekstrak nikel pada punggung


(53)

Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i selama 2 hari atau 48 jam dan membaca hasil pemeriksaan uji tempel tersebut pada hari ke-2 (48 jam), hari ke-3 (72 jam) dan hari ke-4 (96 jam) dan dinilai derajat kepositifannya apakah negatif bila tidak dijumpai ruam apapun, +1 bila dijumpai kemerahan dan bintil-bintil pada kulit, +2 bila dijumpai kemerahan, bintil-bintil-bintil-bintil kecil dan bintil-bintil-bintil-bintil berisi cairan serta +3 bila dijumpai adanya kemerahan, bintil-bintil kecil, bintil-bintil berisi cairan dan adanya lepuh. Kemudian kepada Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i akan dilakukan pengambilan darah sebanyak 8cc dari lipat siku untuk keperluan pemeriksaan kadar Interleukin-5 dalam darah. Selanjutnya darah akan dibawa ke Laboratorium Prodia untuk dilakukan pemeriksaan kadar IL-5.

Adapun pemeriksaan ini akan sedikit menimbulkan rasa sakit dan diharapkan tidak akan menimbulkan akibat yang membahayakan jiwa. Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i tidak akan dikutip biaya apapun dalam penelitian ini. Kerahasiaan mengenai penyakit yang diderita penelitian akan terjamin. Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i yang ikut dalam penelitian ini adalah sukarela. Bila tidak bersedia, maka Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i berhak menolak ikut dalam penelitian ini dan tidak akan ada konsekuensi dan perlakuan yang tidak layak.

Jika Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i bersedia dan menyetujui pemeriksaan ini, mohon untuk menandatangani formulir persetujuan ikut serta dalam penelitian.

Apabila Bapak/Ibu/Kakak/Adik/Saudara/i mengeluh adanya pusing (sakit kepala), demam, lemas (perasaan ingin pingsan), demam, nyeri terus-menerus atau perdarahan yang tidak berhenti pada lokasi pengambilan darah dalam waktu 6-12 jam setelah pengambilan darah, atau masih memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi saya.

Terima kasih.


(54)

Alamat : Jl. Pantai Timur A-16

Perumahan Taman Hako Indah

Medan

Telp. 061- 77948204


(55)

LAMPIRAN 2.

PERSETUJUAN IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ………

Umur : ………

Alamat : ………..…………,

selaku orang tua dari :

Nama : ...

Umur : ...

Jenis kelamin : ...,

dengan ini menyatakan secara sukarela SETUJU untuk ikut serta dalam penelitian dan mengikuti berbagai prosedur pemeriksaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Demikianlah surat pernyataan persetujuan ini dibuat dengan sebenarnya dalam keadaan sadar tanpa adanya paksaan dari siapapun.

Medan, 2010

Dokter pemeriksa Yang menyetujui


(56)

LAMPIRAN 3.

STATUS PENELITIAN

Tanggal pemeriksaan :

Nomor urut penelitian :

Nomor catatan medik :

IDENTITAS

Nama :

Alamat :

Telp. :

Tempat tanggal lahir (hari, bulan, tahun) :

Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan

Bangsa/Suku : 1. Batak 2. Jawa 3. Melayu

4. Minangkabau 5. Tionghoa 6. Lainnya

Agama : 1. Islam 2. Kristen Protestan 3. Kristen Katolik

4. Hindu 5. Budha

Pendidikan : 1. Belum sekolah

2. SD / sederajat


(57)

4. SMA / sederajat

5. Perguruan tinggi

Pekerjaan : 1. Pegawai Negeri Sipil / TNI / Polri 2. Pegawai swasta

3. Wiraswasta 4. Tidak bekerja

Status pernikahan : 1. Sudah menikah 2. Belum menikah

ANAMNESIS

Keluhan utama :

Riwayat perjalanan penyakit :

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit terdahulu :

PEMERIKSAAN FISIK

Status generalisata

Keadaan umum :

• Kesadaran :


(58)

• Tekanan darah :

• Frekuensi nadi :

• Suhu :

• Frekuensi pernafasan :

Keadaan Spesifik :

• Kepala :

• Leher :

• Toraks :

• Abdomen :

• Genitalia :


(59)

ANAMNESIS UJI TEMPEL

Nama : ………. Tanggal : ………...

Pekerjaan : ………. Umur : ………..

Alamat : ………...

1. Apa keluhannya ?

……… ……… ……… ……… 2. Kapan mulai ?

………. 3. Dimana lokasi lesinya ?

………. 4. Meluas kemana lesinya ?

………. 5. Bagaimana pengaruh sinar matahari pada keluhan Anda ?

Bertambah jelek ... Perbaikan ... Tidak ada efek ...

6. Apa menurut dugaan Anda penyebabnya ?

………. 7. Apakah Anda ada mengoleskan obat-obatan tertentu ?

Peru balsam ………. Nivea cream ……….. Balsam ... Tabir surya ……….


(60)

8. Obat-obat apa saja yang telah diberikan oleh dokter sebelumnya ?

a. ……… b. ………. c. ………. d. ………. e. ………. 9. Apakah Anda juga memakan obat-obatan lainnya ?

a. ... sejak ..………. d. ………. sejak ………… b. ... sejak ..………. e. ………...sejak ………… c. ... sejak ..……….

10. Dapatkah Anda menentukan obat-obat yang tidak cocok dengan Anda ?

a. ……….. efeknya ………

b. ……….. efeknya ………

c. ……….. efeknya ………

11. Apakah Anda alergi terhadap :

Debu rumah ……… Jodium ……….

Penisilin ……… Aspirin ………

Plester coklat ……… Bulu binatang ………. 12. Apakah sudah pernah dilakukan Tes Tempel sebelumnya ?

Tanggal ……… dimana ……… hasilnya ..……….. Tanggal ……… dimana ……… hasilnya ……….. 13. Apakah waktu kecil Anda pernah menderita :

Eksim ... Asma ... Rhinitis ... Lokasi eksim ...


(61)

14. Apakah juga dijumpai pada keluarga ? Bila Ya, pada siapa ? ... 15. Apakah Anda pernah menderita ?

Eksim pada tangan ... Eksim pada kaki ...

Eksim pada anus ... Psoriasis ... Peradangan pada mata ... Peradangan telinga ... Ambeien ... Herpes Simpleks ... 16. Apakah Anda dapat mengetahui jenis perhiasan yang tidak dapat dipakai ?

Anting / kerabu ... Cincin ... Kalung ... Jam tangan ... Gelang ... Bros ... Lain-lain yang penting ... 17. Apakah Anda memakai protese ini ?

Kacamata ... Gigi palsu ...

Lensa kontak ... Kawat gigi ... Alat bantu pendengaran ... Pen pada tulang ...

Lain-lain yang penting ... 18. Apa pekerjaan Anda ?

a. ... sampai ... b. ... sampai ...

Hal-hal yang penting ... Pensiun sejak ...

19. Apa pekerjaan Anda sebelumnya ?


(62)

... 20. Apakah kelainan kulit yang Anda derita ada hubungannya dengan pekerjaan ? ... a. Apakah ada perbaikan kalau libur ... b. Apakah kambuh lagi kalau bekerja ... c. Apakah timbul kelainan kulit bila berkontak dengan bahan-bahan baru ...

Apa ... Kapan ... d. Apakah ada teman sekerja yang menderita kelainan seperti Anda ?

... e. Apakah tangan Anda kotor bila bekerja ? ... f. Dll. ... 21. Apakah dalam bekerja Anda menggunakan :

Kacamata ... Masker ... Sarung tangan ... Helm ... Baju pengaman ... Dll. .

Bahannya ... 22. Hobi Anda :

Bertukang ... Patri ...

Melukis ... Foto ...

Bertaman ... Pekerjaan tangan ... 23. Sport ?

Kapan : ... Frekuensi ... Bahan ...

24. Kosmetika yang digunakan :

Sabun ... Cat rambut ……….


(63)

Hand cream ……….. Make up ………. Parfum / Eu de Tril ………. Deodorant ………. After shave ……….. Cat kuku ………

Tabir surya ……….. Keriting rambut ………...

25. Mandi :

Berapa lama : ... 26. Hal-hal lain yang penting :

... ... ... 27. Hubungan dengan lainnya yang penting :

... ... ... 28. Kesimpulan :

... ... ...


(64)

29. Lokasi :

30. Rencana Tes Tempel :

... 31. Diagnosa :


(65)

PEMERIKSAAN UJI TEMPEL

1. Pemeriksaan uji tempel terhadap nikel, krom dan kobalt terhadap pasien dermatitis kontak

nikel :

Nilai :

Nickel Sulphate 5% Pottasium dichromate 0,5%

Cobalt Chloride 1%

(-)

(+?)

(+

++


(66)

2. Pemeriksaan uji tempel terhadap nikel, krom dan kobalt terhadap pasien kontrol :

Nilai :

Nickel Sulphate 5% Pottasium dichromate 0,5%

Cobalt Chloride 1%

(-)

(+?)

(+

++

+++

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN KADAR IL-5

1. Pemeriksaan kadar IL-5 dalam serum pasien dermatitis kontak nikel Nilai :

2. Pemeriksaan kadar IL-5 dalam serum pasien kontrol Nilai :

PEMERIKSAAN FESES


(67)

Uji Normalitas Distribusi Data Pada Kelompok Kontrol 

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

21 Interleukin-5 N .83 .265 .206 .206 -.156 .946 .333 Mean

Normal Parametersa,b

Std. Deviation Absolute Positive Most Extreme Differences Negative Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.

Uji Normalitas Distribusi Data Pada Kelompok Kasus 

 

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

21 1.09 .354 .163 .124 -.163 .747 .633 N Mean Std. Deviation Normal Parametersa,b

Absolute Positive Negative Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)

Interleukin-5

Test distribution is Normal. a.

Calculated from data. b.


(68)

Perbandingan Rerata IL‐5 Antara Kelompok Kasus Dan Kontrol 

Group Statistics

21 .83 .265 .058

21 1.09 .354 .077

Kelompok Pengamatan kontrol

Std. Error Mean

N Mean Std. Deviation

Interleukin-5

kasus

Independent Samples Test

1.661 .205 -2.599 40 .013 -.251 .097 -.446 -.056

-2.599 37.051 .013 -.251 .097 -.447 -.055 Equal variances assumed Equal variances not assumed Interleukin-5 F Sig. Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

Uji Anova Perbandingan Rerata IL‐5 Antara Kelompok Penderita Dermatitis 

Kontak Nikel Dan Kontrol 

Descriptives

Interleukin-5

21 .83 .265 .058 .71 .96 0 2

15 1.01 .363 .094 .81 1.21 0 1

6 1.28 .269 .110 .99 1.56 1 2

42 .96 .334 .052 .86 1.06 0 2

negatif +1 +2 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Interleukin-5

1.229 2 39 .304

Levene


(69)

ANOVA

Interleukin-5

.962 2 .481 5.191 .010

.904 1 .904 9.758 .003

.945 1 .945 10.200 .003

.017 1 .017 .181 .673

3.615 39 .093

4.577 41 (Combined) Unweighted Weighted Deviation Linear Term Between Groups Within Groups Total Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

 

Korelasi antara derajat kepositifan uji tempel dengan kadar Interleukin‐5 

Correlations 1 .346 .124 21 21 .346 1 .124 21 21 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Uji Tempel Interleukin-5


(70)

Perbandingan IL‐5 Berdasarkan Kelompok Umur Pada Kelompok Kasus 

Descriptives

Interleukin-5

3 .98 .599 .346 -.51 2.47 0 1

4 1.00 .678 .339 -.08 2.08 0 2

14 1.13 .157 .042 1.04 1.22 1 1

21 1.09 .354 .077 .92 1.25 0 2

12-19 20-34 35-65 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound

95% Confidence Interval for Mean

Upper Bound Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Interleukin-5

33.542 2 18 .000

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Interleukin-5

.091 2 .046 .340 .716

.057 1 .057 .426 .522

.083 1 .083 .619 .442

.008 1 .008 .061 .808

2.419 18 .134

2.510 20 (Combined) Unweighted Weighted Deviation Linear Term Between Groups Within Groups Total Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

                           


(71)

Perbandingan IL‐5 Berdasarkan Kelompok Umur Pada Kelompok Kontrol 

 

Descriptives

Interleukin-5

3 .98 .599 .346 -.51 2.47 0 1

15 .83 .389 .100 .61 1.04 0 2

24 1.04 .240 .049 .94 1.14 1 2

42 .96 .334 .052 .86 1.06 0 2

12-19 20-34 35-65 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval for

Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Interleukin-5

3.337 2 39 .046

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Interleukin-5

.422 2 .211 1.981 .152

.010 1 .010 .093 .762

.213 1 .213 2.000 .165

.209 1 .209 1.961 .169

4.155 39 .107

4.577 41 (Combined) Unweighted Weighted Deviation Linear Term Between Groups Within Groups Total Sum of

Squares df Mean Square F Sig.


(1)

2. Pemeriksaan uji tempel terhadap nikel, krom dan kobalt terhadap pasien kontrol :

Nilai :

Nickel Sulphate 5%

Pottasium dichromate

0,5%

Cobalt Chloride 1%

(-)

(+?)

(+

++

+++

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

PEMERIKSAAN KADAR IL-5

1.

Pemeriksaan kadar IL-5 dalam serum pasien dermatitis kontak nikel

Nilai

:

2.

Pemeriksaan kadar IL-5 dalam serum pasien kontrol

Nilai

:


(2)

Uji

 

Normalitas

 

Distribusi

 

Data

 

Pada

 

Kelompok

 

Kontrol

 

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

21

Interleukin-5

N

.83

.265

.206

.206

-.156

.946

.333

Mean

Normal Parameters

a,b

Std. Deviation

Absolute

Positive

Most Extreme

Differences

Negative

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Test distribution is Normal.

a.

Calculated from data.

b.

Uji

 

Normalitas

 

Distribusi

 

Data

 

Pada

 

Kelompok

 

Kasus

 

 

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

21

1.09

.354

.163

.124

-.163

.747

.633

N

Mean

Std. Deviation

Normal Parameters

a,b

Absolute

Positive

Negative

Most Extreme

Differences

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Interleukin-5

Test distribution is Normal.

a.

Calculated from data.

b.


(3)

Perbandingan

 

Rerata

 

IL

5

 

Antara

 

Kelompok

 

Kasus

 

Dan

 

Kontrol

 

Group Statistics

21 .83 .265 .058

21 1.09 .354 .077

Kelompok Pengamatan kontrol

Std. Error Mean N Mean Std. Deviation

Interleukin-5

kasus

Independent Samples Test

1.661 .205 -2.599 40 .013 -.251 .097 -.446 -.056

-2.599 37.051 .013 -.251 .097 -.447 -.055

Equal variances assumed Equal variances not assumed Interleukin-5

F Sig.

Levene's Test for Equality of Variances

t df Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper 95% Confidence

Interval of the Difference t-test for Equality of Means

Uji

 

Anova

 

Perbandingan

 

Rerata

 

IL

5

 

Antara

 

Kelompok

 

Penderita

 

Dermatitis

 

Kontak

 

Nikel

 

Dan

 

Kontrol

 

Descriptives

Interleukin-5

21 .83 .265 .058 .71 .96 0 2

15 1.01 .363 .094 .81 1.21 0 1

6 1.28 .269 .110 .99 1.56 1 2

42 .96 .334 .052 .86 1.06 0 2

negatif +1 +2 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Interleukin-5 Levene


(4)

ANOVA

Interleukin-5

.962 2 .481 5.191 .010

.904 1 .904 9.758 .003

.945 1 .945 10.200 .003

.017 1 .017 .181 .673

3.615 39 .093

4.577 41

(Combined)

Unweighted Weighted Deviation Linear Term

Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

 

Korelasi

 

antara

 

derajat

 

kepositifan

 

uji

 

tempel

 

dengan

 

kadar

 

Interleukin

5

 

Correlations

1 .346

.124

21 21

.346 1

.124

21 21

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N

Uji Tempel

Interleukin-5


(5)

Perbandingan

 

IL

5

 

Berdasarkan

 

Kelompok

 

Umur

 

Pada

 

Kelompok

 

Kasus

 

Descriptives

Interleukin-5

3 .98 .599 .346 -.51 2.47 0 1

4 1.00 .678 .339 -.08 2.08 0 2

14 1.13 .157 .042 1.04 1.22 1 1

21 1.09 .354 .077 .92 1.25 0 2

12-19 20-34 35-65 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound

95% Confidence Interval for Mean

Upper Bound Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Interleukin-5

33.542 2 18 .000

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Interleukin-5

.091 2 .046 .340 .716

.057 1 .057 .426 .522

.083 1 .083 .619 .442

.008 1 .008 .061 .808

2.419 18 .134

2.510 20

(Combined)

Unweighted Weighted Deviation Linear Term

Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

 

 

 

 

 

 


(6)

Perbandingan

 

IL

5

 

Berdasarkan

 

Kelompok

 

Umur

 

Pada

 

Kelompok

 

Kontrol

 

 

Descriptives

Interleukin-5

3 .98 .599 .346 -.51 2.47 0 1

15 .83 .389 .100 .61 1.04 0 2

24 1.04 .240 .049 .94 1.14 1 2

42 .96 .334 .052 .86 1.06 0 2

12-19 20-34 35-65 Total

N Mean Std. Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound

95% Confidence Interval for Mean

Minimum Maximum

Test of Homogeneity of Variances

Interleukin-5

3.337 2 39 .046

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

ANOVA

Interleukin-5

.422 2 .211 1.981 .152

.010 1 .010 .093 .762

.213 1 .213 2.000 .165

.209 1 .209 1.961 .169

4.155 39 .107

4.577 41

(Combined)

Unweighted Weighted Deviation Linear Term

Between Groups

Within Groups Total

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.