Hubungan Keadaan Saliva dengan Risiko Karies pada Siswa Kelas X SMK Negeri 9 Medan.

(1)

HUBUNGAN KEADAAN SALIVA DENGAN RISIKO

KARIES PADA SISWA KELAS X

SMK NEGERI 9

MEDAN

SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi tugas dan melengkapi Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

Carolin M. K. Simanjuntak NIM: 050600053

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI PENCEGAHAN/

KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2009

Carolin M.K. Simanjuntak

Hubungan Keadaan Saliva dengan Risiko Karies pada Siswa Kelas X SMK Negeri 9 Medan

xi + 61 halaman

Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMK Negeri 9 Medan untuk menganalisis rata-rata laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi dengan lilin parafin dan menganalisis kategori risiko karies berdasarkan laju aliran saliva, pH saliva dan kapasitas bufer saliva sesudah disitmulasi dan jumlah

S.mutans pada saliva.

Penelitan ini menggunakan bentuk rancangan studi observasional. Pengambilan sampel secara Non-probability sampling dengan teknik Quota

sampling. Besar sampel adalah 30 orang. Data penelitian dianalisis dengan

menggunakan uji t berpasangan untuk melihat perbedaan rata-rata laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah saliva, dan uji ANOVA untuk melihat hubungan laju aliran saliva sebelum distimulasi dengan pengalaman karies.


(3)

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata DMFT adalah 4,67 ± 0,51 dengan rata-rata decay 3,21 ± 2,24, miaaing 1,71 ± 3,32 dan filling 0,42 ± 0,72. Dari penelitian diketahui bahwa responden memiliki kebiasaan mengemil paling banyak 3 kali sehari (86,66%) dengan mengonsumsi diet yang mengandung karbohidrat fermentasi tinggi (86,66%). Rata-rata laju aliran saliva sebelum (0,47 mL/menit), meningkat menjadi 1,31 mL/menit sesudah distimulasi. Hasil analisis statistic menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,001). Hasil analisis statsitik sangat bermakna terlihat juga pada volume saliva, dari 2,53 mL menjadi 6,53 mL sesudah distimulasi sedangkan pH saliva dari 7,38 menjadi 7,65. Pada penelitian ini terlihat tidak ada hubungan laju aliran saliva sebelum stimulasi dengan pengalaman karies.


(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji skripsi

Medan, 7 Agustus 2009

Pembimbing: Tanda tangan

Sondang Pintauli, drg., Ph.D ……… NIP:131 842 849


(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim pengu ji pada tanggal 7 Agustus 2009

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM.

ANGGOTA : 1. Rika Mayasari Alamsyah, drg., M.Kes


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul ”Hubungan Keadaan Saliva dengan Risiko Karies pada Siswa Kelas X SMK Negeri 9 Medan” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Sondang Pintauli, drg., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing, membantu serta mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Nurmala Situmorang., drg., M.Kes selaku Ketua Departemen dan

seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Prof. Lina Natamiharja, drg., SKM dan Rika Mayasari, drg., M.Kes sebagai

dosen penguji yang telah memberikan saran agar skripsi ini lebih baik.

4. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi USU.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pengajar Bagian Ilmu Kedokteran Gigi


(7)

Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat, yaitu Simson Damanik, drg., M.Kes, Oktavia Dewi, drg, Gema Nazri, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menuntut ilmu di masa pendidikan.

6. Orang tua tercinta, ayahanda dr. Polin Simanjuntak, Sp.A dan ibunda Dra. S. Ritha Ginting, adik-adik tersayang Josua Simanjuntak dan Regina

Simanjuntak yang selalu memberi dukungan dan doa.

7. Ian Sinurat, yang selalu mendukung dan membantu penulis dalam segala hal.

8. KK Kayla (K’Dewi, Sally dan Meinarly) yang selalu mendukung dan

membantu penulis dalam segala hal, teman-teman (Agita, Irene, Arinda, Enamia, Thomas, Andi, Puspa, Fery, Carolyn, Sabrina, Sry) yang ikut membantu, teman-teman UKM KMK USU UP FKG, serta kepada rekan-rekan stambuk 2005 yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari kelemahan dan keterbatasan ilmu penulis menjadikan skripsi ini kurang sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat membangun untuk mencapai kesempurnaan sebuah penulisan ilmiah dan juga sebagai masukan yang berharga bagi penulis di masa yang akan datang. Penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 7 Agustus 2009 Penulis,


(8)

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan penelitian ... 5

1.4 Kerangka konsep ... 6

1.5 Hipotesis ... 6

1.6 Manfaat penelitian ... 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karies ... 7

2.1.1 Faktor penyebab ... 7

2.1.2 Faktor risiko ... 16

2.2 Pengukuran risiko karies ... 19

2.3 Klasifikasi risiko karies ... 27

2.4 Saliva sebagai indikator perkembangan karies ... 29

2.4.1 Fungsi saliva ... 30

2.4.2 Komposisi saliva... 31

2.4.3 Sekresi saliva ... 32

2.4.4 Saliva sebagai alat diagnosa karies ... 36

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis rancangan... 40


(9)

3.3 Variabel penelitian ... 41

3.4 Variabel dan definisi operasional ... 42

3.5 Pengambilan data... 43

3.6 Pengolahan dan analisis data ... 44

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Laju aliran saliva sebelum dan sesudah distimulasi ... 45

4.2 Volume saliva sebelum dan sesudah distimulasi ... 46

4.3 pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi ... 47

4.4 Kapasitas buffer saliva sesudah distimulasi ... 48

4.5 Uji S.mutans sesudah saliva distimulasi ... 49

4.6 Pengalaman karies murid kelas X SMK Negeri 9 Medan 49 4.7 Hubungan laju aliran saliva sebelum stimulasi dengan pengalaman karies ... 50

4.8 Perilaku responden terhadap kesehatan rongga mulut ... 51

BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Perbedaan laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi ... 53

5.2 Hubungan laju aliran saliva sebelum distimulasi dengan pengalaman karies pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 56

5.3 Pengalaman karies dan perilaku terhadap kesehatan rongga mulut murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 57

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 59


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori risiko karies pada penghitungan Laktobasilus ... 24

2. Kategori risiko karies pada uji S.mutans ... 25

3. Kategori risiko karies pada pengukuran rata-rata aliran saliva ... 26

4. Kategori risiko karies pada pengukuran buffer saliva ... 26

5. Faktor risiko karies yang rendah, sedang dan tinggi pada anak-anak dan dewasa... 27

6. Perbedaan laju aliran saliva total sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 45

7. Distribusi risiko karies berdasarkan laju aliran saliva sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan . 46 8. Perbedaan volume saliva total sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 47

9. Perbedaan pH saliva total sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan... 47

10. Distribusi risiko karies berdasarkan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 48

11. Distribusi risiko karies berdasarkan kapasitas buffer saliva sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 48

12. Kategori jumlah S.mutans dalam saliva murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 49


(11)

13. Rata-rata DMFT murid SMK Negeri 9 Medan ... 50 14. Hubungan laju aliran saliva sebelum stimulasi dengan pengalaman

karies pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 50 15. Perilaku responden terhadap kebiasaan mengemil ... 51 16. Perilaku responden terhadap kebersihan rongga mulut ... 52


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram keempat faktor penyebab yang mempengaruhi


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Data penelitian hubungan keadaan saliva dengan pengalaman

karies pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan ... 63 2. Out put uji t-berpasangan laju aliran saliva, volume dan pH

saliva sebelum dan sesudah distimulasi ... 64 3. Out put uji Anova hubungan kategori risiko karies berdasarkan


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat

Tahun 2009

Carolin M.K. Simanjuntak

Hubungan Keadaan Saliva dengan Risiko Karies pada Siswa Kelas X SMK Negeri 9 Medan

xi + 61 halaman

Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X SMK Negeri 9 Medan untuk menganalisis rata-rata laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi dengan lilin parafin dan menganalisis kategori risiko karies berdasarkan laju aliran saliva, pH saliva dan kapasitas bufer saliva sesudah disitmulasi dan jumlah

S.mutans pada saliva.

Penelitan ini menggunakan bentuk rancangan studi observasional. Pengambilan sampel secara Non-probability sampling dengan teknik Quota

sampling. Besar sampel adalah 30 orang. Data penelitian dianalisis dengan

menggunakan uji t berpasangan untuk melihat perbedaan rata-rata laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah saliva, dan uji ANOVA untuk melihat hubungan laju aliran saliva sebelum distimulasi dengan pengalaman karies.


(15)

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata DMFT adalah 4,67 ± 0,51 dengan rata-rata decay 3,21 ± 2,24, miaaing 1,71 ± 3,32 dan filling 0,42 ± 0,72. Dari penelitian diketahui bahwa responden memiliki kebiasaan mengemil paling banyak 3 kali sehari (86,66%) dengan mengonsumsi diet yang mengandung karbohidrat fermentasi tinggi (86,66%). Rata-rata laju aliran saliva sebelum (0,47 mL/menit), meningkat menjadi 1,31 mL/menit sesudah distimulasi. Hasil analisis statistic menunjukkan perbedaan yang sangat bermakna (p < 0,001). Hasil analisis statsitik sangat bermakna terlihat juga pada volume saliva, dari 2,53 mL menjadi 6,53 mL sesudah distimulasi sedangkan pH saliva dari 7,38 menjadi 7,65. Pada penelitian ini terlihat tidak ada hubungan laju aliran saliva sebelum stimulasi dengan pengalaman karies.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karies adalah penyakit jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, yang disebabkan oleh aktivitas mikroba dalam suatu karbohidrat yang dapat difermentasikan. Karies ditandai dengan adanya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti oleh kerusakan bahan organiknya. Akibatnya, terjadi invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan timbulnya rasa nyeri yang dapat bertambah sakit akibat makanan atau minuman yang manis, bersuhu panas ataupun dingin.1

Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi karies di Indonesia berkisar 90,05%.

Sampai saat ini, karies masih merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut baik di negara maju maupun negara berkembang.

2

Angka ini menunjukkan bahwa prevalensi karies di Indonesia tergolong lebih tinggi dibandingkan dengan negara berkembang lainnya. Dalam hal ini, menurut Riskesdas 2007, angka prevalensi karies penduduk umur 12 tahun ke atas di Sumatera Utara adalah 40,1% dan pengalaman karies 62,1% serta index DMF-T 3,43.3

Seseorang sering tidak menyadari bahwa ia menderita karies sampai penyakit tersebut berkembang dan menimbulkan rasa sakit. Tanda awal karies adalah adanya

Prevalensi karies yang tinggi ini menjadi bukti bahwa kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan gigi dan mulutnya.


(17)

white spot di permukaan gigi yang menandakan adanya demineralisasi. Daerah ini

dapat menjadi berwarna coklat dan membentuk lubang. Bila lubang sudah terbentuk maka struktur yang rusak tidak dapat diregenerasi.1

Berdasarkan data di atas dan dampak karies yang telah dijabarkan, dapat disimpulkan bahwa pencegahan terhadap karies perlu dilakukan. Salah satu usaha untuk mencegah karies adalah dengan melakukan pengukuran risiko karies.

Walaupun demikian, penyakit ini dapat dihentikan pada stadium yang sangat dini karena adanya kemampuan remineralisasi.

Dalam pengukuran risiko karies, seseorang akan diukur tingkat risiko kariesnya, kemudian diidentifikasi, dievaluasi,dan dianalisis faktor penyebab dan faktor risikonya. Pengukuran risiko karies harus mengevaluasi seluruh faktor yang terlibat dalam proses terjadinya karies.4,

Pengukuran risiko karies dapat dilakukan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko karies tinggi sebelum menjadi individu dengan karies yang aktif.

5

4,5

Selain itu, pengukuran risiko karies juga dilakukan untuk melindungi pasien berisiko karies rendah serta untuk memonitor perubahan status penyakit pada pasien dengan karies aktif. Pengukuran yang teratur sangat dibutuhkan sehingga dapat diberikan tindakan pencegahan yang tepat jika lesi karies berkembang. Oleh karena itu, dalam upaya menjalankan pencegahan, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana status risiko karies yang bersangkutan sehingga dapat ditentukan apakah berisiko tinggi atau rendah. Setelah itu, dapat ditentukan diagnosa dan rencana perawatan sesuai dengan


(18)

kondisi pasien sehingga diharapkan tidak timbul lagi karies di masa yang akan datang.

Secara sederhana, pemeriksaan faktor risiko karies dapat dilakukan dengan anamnesis dan pemeriksaan intraoral. Pada anamnesis, hal yang ditanyakan meliputi riwayat kesehatan gigi, diet sehari-hari, asupan fluor dan berkaitan dengan cara menjaga kebersihan rongga mulut, sedangkan pada pemeriksaan intraoral, meliputi pemeriksaan kebersihan rongga mulut, plak gigi dan saliva pasien.

5

5

Saliva mempengaruhi proses terjadinya karies karena saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga mempengaruhi lingkungan dalam rongga mulut.

11,14,18

Selain itu, saliva juga memiliki komposisi dan konsentrasi yang berbeda-beda yang dapat mempengaruhi kondisi sekresi saliva sehingga lingkungan rongga mulut juga berbeda-beda. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan konsentrasi saliva antara lain laju aliran saliva, volume, pH dan kapasitas buffer saliva.

Dalam saliva terdapat bakteri yang menyebabkan terjadinya karies, yaitu

Streptococcus mutans (S.mutans) sebagai flora normal. Oleh sebab itu, jumlah S.mutans dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk menentukan risiko karies

seseorang. Caranya adalah melalui uji S.mutans untuk menghitung jumlah S.mutans dengan membiakkan saliva pada media.

4

5

Selain itu, pengukuran S.mutans juga dapat dilakukan dengan uji immunochromatography, yaitu tes yang menggunakan antibodi monoklonal yang akan berikatan dengan bakteri yang bersangkutan sehingga menimbulkan perubahan warna sesuai banyaknya jumlah bakteri yang berikatan dengan antibodi tersebut. Uji S.mutans dengan teknik pembiakan, risiko karies


(19)

dikatakan tinggi apabila diperoleh jumlah S.mutans sebanyak lebih dari 106, sedangkan dengan teknik immunochromatography, hasilnya menunjukkan risiko karies tinggi apabila ada garis merah yang terlihat pada alat tes.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Najat terhadap 312 orang pada tiga kelompok umur, yaitu umur 6-11 tahun, 12-17 dan 18-40 tahun, diperoleh rata-rata laju aliran saliva 0,73 mL/menit dengan pH rata-rata saliva 7,12 pada keadaan saliva yang tidak distimulasi (unstimulated saliva).

4

6

Miravet melalui penelitian yang dilakukannya di University of Valencia, menemukan bahwa rata-rata DMF-T pada usia remaja (15-16 tahun) adalah 3,88 dengan rata-rata gigi yang decayed 1,21 dan

missing 0,04 serta filling 2,63. Selain itu, dari hasil penelitian tersebut diketahui pula

bahwa rata-rata laju aliran saliva yang telah distimulasi (stimulated saliva) pada kelompok umur remaja ≥ 0,7 mL/menit dan pH saliva rata-rata > 6 dengan frekuensi mengemil sekitar 4 sampai 5 kali sehari.

Penelitian dilakukan pada murid kelas X SMA NEGERI 4 MEDAN yang berusia 15-16 tahun. Kelompok umur ini merupakan kelompok umur yang direkomendasikan oleh WHO untuk diperiksa karena pada kelompok umur ini semua gigi permanen sudah tumbuh dan terekspos dengan lingkungan mulut selama 3-9 tahun.

7

6

Selain itu, anak usia 11-15 tahun senang mengonsumsi makanan-makanan yang manis sehingga kemungkinan berisiko tinggi terhadap karies.4,8 Pada penelitian ini, subjek penelitian akan diberikan paraffin wax (lilin parafin) dengan tujuan untuk melihat pengaruh stimulasi pengunyahan terhadap sekresi saliva yang dipengaruhi oleh laju aliran


(20)

saliva, volume saliva, pH dan kapasitas buffer saliva serta jumlah S.mutans yang terkandung dalam saliva.4,9

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana hubungan keadaan saliva dengan risiko karies pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan yang berusia 15-16 tahun ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui rata-rata laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan.

2. Mengetahui kategori risiko karies berdasarkan laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan.

3. Mengetahui kategori risiko karies berdasarkan kapasitas buffer saliva setelah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan.

4. Mengetahui risiko karies berdasarkan jumlah S.mutans pada saliva murid kelas X SMK Negeri 9 Medan.

5. Mengetahui rata-rata DMFT (pengalaman karies) pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan.

6. Mengetahui perilaku murid kelas X SMK Negeri 9 Medan terhadap kesehatan rongga mulut.

7. Mengetahui hubungan laju aliran saliva sebelum distimulasi dengan pengalaman karies pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan.


(21)

1.4 Kerangka Konsep

1.5 Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini adalah :

1. Ada perbedaan keadaan saliva (laju aliran saliva, volume dan pH saliva) sebelum dan sesudah distimulasi.

2. Ada hubungan keadaan saliva (laju aliran saliva, pH saliva, kapasitas bufer saliva dan jumlah S.mutans) dengan risiko karies.

1.6 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan hubungan keadaan saliva seseorang dengan pengalaman kariesnya. Dengan mengetahui keadaan saliva seseorang, maka gambaran risiko terhadap karies dapat diketahui sehingga dapat dilakukan tindakan-tindakan preventif untuk mencegah terjadinya karies melalui rehabilitasi kondisi sekresi saliva.

Volume saliva

pH saliva Kapasitas Buffer saliva Laju aliran saliva

Keadaan saliva

Pengalaman karies

Uji S.mutans

Perilaku terhadap kesehatan rongga mulut


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karies

Karies merupakan penyakit yang terdapat pada jaringan keras gigi, yaitu enamel, dentin dan sementum, disebabkan oleh aktivitas jasad renik yang ada dalam suatu karbohidrat yang dapat diragikan.1 Suatu karies mempunyai tanda yaitu adanya demineralisasi jaringan keras gigi, diikuti oleh kerusakan bahan organik sehingga mengakibatkan terjadinya invasi bakteri dan kematian pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal yang dapat menyebabkan nyeri. Selain faktor penyebab yang langsung berhubungan dengan karies gigi, ada beberapa faktor tidak langsung yang berhubungan dengan karies, disebut sebagai faktor risiko, seperti usia, jenis kelamin, gangguan emosi, pengetahuan, kesadaran dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan gigi, misalnya pengetahuan mengenai jenis makanan dan minuman yang menyebabkan karies, cara makan dan minum serta cara membersihkan gigi.4,5

2.1.2 Faktor penyebab

Karies merupakan penyakit gigi dan mulut dengan faktor penyebab yang multifaktorial.9 Artinya, karies dapat terjadi bila ada faktor penyebab yang saling berhubungan dan mendukung, yaitu host (saliva dan gigi), mikroorganisme, substrat dan waktu. 1,10


(23)

1. Host (Saliva dan Gigi)

Untuk terjadinya karies gigi, dibutuhkan keadaan gigi yang rentan. Lapisan keras gigi terdiri atas enamel dan dentin dimana enamel adalah lapisan paling luar. Jadi, kondisi enamel sangat menentukan proses terjadinya karies.

Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi sebagai tuan rumah terhadap karies, antara lain10

a. Faktor morfologi gigi (ukuran dan bentuk gigi, dalamnya pit dan fisur, dan posisi dalam lengkung rahang).

:

b. Pit dan fisur gigi posterior merupakan daerah yang rentan terhadap karies karena sisa makanan dan bakteri mudah tertumpuk di sini, terutama pada pit dan fisur yang dalam. Bentuk lengkung gigi yang tidak teratur dengan gigi berjejal maupun berlapis akan membantu perkembangan karies gigi. Selain itu, permukaan gigi yang kasar dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi.

c. Faktor struktur enamel

Struktur enamel gigi merupakan struktur susunan kimia kompleks dengan 97% protein mineral yang hampir seluruhnya kristal hidroksiapatit, tersusun dalam prismata pada protein yang sukar larut. Di antara prismata tersebut terdapat substansi interprismata dengan ukuran kristal yang lebih kecil. Enamel yang matang memiliki lebih kurang 12 juta enamel rod, yang terpisah satu dengan lainnya oleh substansi interprismata. Karena susunan enamel sedemikian rupa, ion-ion dalam cairan rongga mulut dapat masuk ke enamel bagian dalam. Hal ini memungkinkan terjadinya


(24)

transport ion melalui permukaan dalam enamel ke permukaan luar sehingga terjadi perubahan dalam enamel.

d. Faktor kimia

Enamel sehat pada gigi sehat umumnya mengandung lebih banyak fluor dari pada enamel sehat pada gigi karies. Enamel merupakan jaringan tubuh yang paling besar mineralisasinya, terdiri atas bahan mineral (97%), air (1%) dan organik (2%). Bagian mineralnya adalah kalsium, fosfat, dengan bagian-bagian karbonat, magnesium, fluor, aluminium, stronsium, dan lain-lain. Bagian luar enamel mengalami mineralisasi lebih sempurna dan mengandung banyak fluoride, fosfat dan nitrogen serta lebih sedikit karbonat dan air. Perbedaan ini penting dalam hal kepekaan terhadap karies sedangkan fluor pada bagian luar enamel menyebabkan karies resisten. Karbonat menyebabkan kurang sempurnanya kristal dengan akibat peka terhadap karies. Kristal apatit merupakan molekul Ca10(PO4)6(OH)2. Sifat paling utama kristal apatit adalah ion OH dapat diganti oleh ion lain tanpa mengubah bentuk kristal tersebut. Sifat ini merupakan dasar penggunaan fluor dalam pencegahan karies gigi dan menyebabkan bagian luar mengandung lebih banyak fluor daripada bagian dalam enamel.10

1. Lapisan paling luar enamel masih dapat mengambil fluor melalui substansi lapisan hidrokasi apatit dengan fluor meski telah mengalami kalsifikasi sebelum erupsi gigi.

Hal ini disebabkan:

2. Fluor juga diambil dari cairan jaringa n sekitar gigi pada saat erupsi


(25)

e. Faktor kristalografis

Kepadatan kristal enamel sangat menentukan kelanjutan enamel. Kristal yang padat dan tersusun lebih sukar larut. Semakin banyak mengandung mineral maka

kristal enamel semakin padat dan enamel akan semakin

resisten.10

Selain itu, perlu diketahui bahwa gigi susu lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen. Kondisi enamelnya, diketahui bahwa enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air, sedangkan jumlah mineral lebih sedikit daripada gigi permanen dan tebal enamel gigi desidui setengahnya dari gigi

HOST

MIKRO ORGANISME

WAKTU SUBSTRAT

Gambar 2. Diagram keempat faktor penyebab yang mempengaruhi karies gigi10 KARIE


(26)

permanen. Secara kristalografis, susunan kristal gigi desidui tidak sepadat gigi permanen. Susunan kristal ini turut menentukan resistensi enamel terhadap karies.

Selain gigi, saliva juga merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi terjadinya karies. Hal ini dikarenakan saliva selalu membasahi gigi geligi sehingga dapat mempengaruhi lingkungan. Saliva pada orang-orang yang resisten terhadap karies banyak mengandung amoniak dibandingkan saliva pada orang-orang yang rampan terhadap karies.

2. Agen atau Mikroorganisme

Di dalam rongga mulut terdapat bakteri yang secara fisiologis normal berada di dalam mulut. Bakteri atau flora normal yang terdapat pada rongga mulut akan berbahaya pada lingkungan yang sukar dibersihkan, dimana sisa makanan terutama karbohidrat dan glukosa menjadi sumber makanan bakteri.8 Bakteri normal yang utama sebagai penyebab terjadinya karies adalah S.mutans dan Laktobasilus.

Hal ini disebabkan karena bakteri tersebut berada dalam plak gigi yang memegang

peranan penting dalam proses karies gigi. Plak merupakan suatu lapisan lunak yang mengandung kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak dibersihkan. Dalam pembentukan plak tersebut, S.mutans memiliki peran utama dalam proses karies gigi

1,4,10

10

a. S.mutans memfermentasi berbagai jenis karbohidrat menjadi asam sehingga menurunkan pH.


(27)

b. S.mutans membentuk dan menyimpan polisakarida intraseluler (levan) dari berbagai jenis karbohidrat, simpanan ini dapat dipecahkan kembali oleh mikroorganisme tersebut jika karbohidrat eksogen kurang sehingga menghasilkan asam terus-menerus.

c S.mutans mempunyai kemampuan membentuk polisakarida ekstraseluler (dekstran) sehingga menghasilkan sifat-sifat adhesif dan kohesif plak pada permukaan gigi.

d. S.mutans mempunyai kemampuan untuk menggunakan glikoprotein dari saliva pada permukaan gigi.

Fakta menyatakan bahwa inisiasi karies memerlukan proporsi S.mutans yang tinggi dalam plak gigi.4 Bakteri tersebut melekat dengan baik ke permukaan gigi dan menghasilkan asam yang lebih banyak dibandingkan dengan jenis bakteri lain. Bakteri tersebut juga dapat bertahan lebih baik daripada bakteri lain pada lingkungan asam dan memproduksi polisakarida ekstraseluler dari sukrosa.4,10 Jika jumlah

S.mutans pada plak tinggi (sekitar 2-10%), pasien tersebut berisiko tinggi terhadap

karies. Jika jumlahnya rendah (kurang 0,1%), pasien tersebut termasuk berisiko rendah.5

3. Substrat

Karena S.mutans lebih toleran terhadap asam daripada bakteri lain, kondisi asam pada plak mendukung pertahanan dan reproduksi dari S.mutans.

Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel.8,10 Semua karbohidrat yang dimakan, termasuk makanan


(28)

ringan (snack) dan makanan mengandung gula seperti kue, biskuit, selai, madu, buah-buahan dan jus buah dapat mempengaruhi pembentukan plak.8 Makanan ini membantu pembiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Selain itu, makanan tersebut akan mempengaruhi metabolisme bakteri dalam plak itu sendiri dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk memproduksi asam, enzim serta bahan lain yang aktif sehingga menyebabkan percepatan demineralisasi enamel sampai timbulnya lesi karies.8,10

Makanan yang mengandung sukrosa mengubah ketebalan dan bentuk kimia dari plak. S.mutans dan beberapa bakteri plak lain menggunakan komponen monosakarida (glukosa dan fruktosa) dan energi dari ikatan disakarida sukrosa untuk membentuk polisakarida ekstraseluler.

6,9

Ini meningkatkan penumpukan substansi plak dan juga mengganti susunan kimia ekstraseluler dari liquid ke gel.9

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau

Gel membatasi pergerakan dari beberapa ion. Tebalnya gel-plak memperbolehkan perkembangan lingkungan asam pada permukaan gigi. Plak yang tidak berkontak dengan sukrosa adalah yang tipis dan buffer salivanya lebih baik. Makanan dengan proporsi sukrosa yang tinggi dapat mempertinggi risiko karies. Plak yang lebih tebal terdapat pada pit dan fisur, di bawah titik kontak, dan pada pasien dengan OH yang buruk.


(29)

tidak mempunyai karies gigi.8,9 Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.

Kecepatan pembentukan plak tergantung dari konsistensi, jenis dan keras lunaknya makanan.

9

8

Penelitian membuktikan bahwa penambahan karbohidrat pada makanan dapat menyebabkan pembentukan plak yang sangat tebal. Berbeda dengan plak yang dibentuk tanpa karbohidrat, hanya menyebabkan lapisan plak tipis. Penumpukan plak sangat tebal pada diet dengan sukrosa disebabkan oleh pembentukan ekstraseluler matriks (dekstran) yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa.

Makanan lunak yang tidak memerlukan pengunyahan mempunyai sedikit atau tidak mempunyai efek membersihkan pada gigi geligi. Karbohidrat yang hampir selalu ditemui dalam jumlah yang tinggi pada makanan, memegang peranan penting dalam pembentukan plak.

9

Glukosa dengan bantuan S.mutans membentuk dekstran, yaitu matriks yang melekatkan bakteri pada enamel gigi. Fruktosa juga dipecah dengan bantuan mikroorganisme plak menjadi levan sebagai sumber bahan makanan mikroorganisme plak apabila kekurangan karbohidrat dalam mulut.

Enzim yang memecahkan glukosa ini oleh Trautner dan Treasure disebut dengan enzim glukosil transferase dan enzim fruktosil transferase dalam menghasilkan polisakarida ekstraseluler.

8,9

9

Sifat dekstran yang penting adalah sifat adhesif, yaitu molekul-molekul melekat erat pada hidroksiapatit gigi dan tidak larut oleh saliva sehingga dengan dekstran ini, di samping glikoprotein dari saliva, akan memperkuat perlekatan dan kolonisasi mikroorganisme.8,9


(30)

Beberapa penelitian mengatakan bahwa ada hubungan erat antara pemakaian karbohidrat yang diolah secara berlebihan dengan meningkatnya karies gigi. Menurunnya kegiatan karies sesuai dengan berkurangnya pemakaian karbohidrat.

Dalam penelitian para ahli, diperoleh beberapa resume mengenai hubungan karies dengan karbohidrat, yaitu8

a. Mengonsumsi gula dapat memperhebat aktivitas karies gigi. :

b. Kemungkinan terjadi karies dengan mengonsumsi gula diperbesar lagi jika gula tersebut dimakan dalam bentuk mudah melekat pada gigi.

c. Kemungkinan terjadi karies diperbesar lagi bila gula tersebut dimakan tidak pada waktu makan.

d. Bila makanan yang dikonsumsi tidak mengandung gula, aktivitas karies berkurang.

4. Waktu

Secara umum, karies dianggap merupakan penyakit kronis pada manusia karena berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Waktu yang diperlukan karies untuk berkembang menjadi suatu lubang bervariasi dan diperkirakan antara 6-48 bulan.9Selain itu, aktivitas karies lebih besar bila sukrosa semakin lama dalam mulut. Sebab aktivitas karies juga bergantung pada frekuensi konsumsi sukrosa sehingga diperoleh hubungan yang pasti antara frekuensi makan makanan tambahan di antara jam makan dengan frekuensi karies gigi.

Ketika bakteri plak berkontak dengan makanan atau minuman yang mengandung gula sederhana (monosakarida seperti glukosa dan fruktosa, disakarida seperti


(31)

laktosa, sukrosa dan maltosa), bakteri plak menggunakannya untuk kebutuhan metabolisme, membentuk asam organik seperti produk metabolik. Jika asam ini tidak disangga (buffer) oleh saliva, bakteri tersebut melarutkan permukaan kristal apatit dari perbatasan struktur gigi. Ini disebut demineralisasi. Saat penumpukan gel-plak, pH turun dalam beberapa detik saat berkontak dengan diet yang mengandung gula dan dapat bertahan dalam keadaan rendah sampai dua jam. Saat pH dalam keadaan netral, kristal dapat tumbuh kembali dengan menggunakan kalsium fosfat dan fluoride dari saliva. Ini disebut remineralisasi. Karies dimulai dan berkembang jika demineralisasi lebih banyak terjadi daripada remineralisasi. Oleh karena itu, karies tergantung pada keseimbangan antara demineralisasi dan remineralisasi, frekuensi makan, komposisi mikroba pada plak, susunan kimianya dan penumpukannya, konsentrasi fluoride lokal dan kapasitas buffer saliva. Jadi, dapat dikatakan bahwa pola makan yang terlalu sering dapat meningkatkan risiko karies.8,9

2.1.2 Faktor risiko

Yang dimaksud dengan faktor risiko karies adalah faktor-faktor yang memiliki hubungan sebab akibat terjadinya karies. Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan fluor, oral higiene, jumlah bakteri, saliva dan pola makan.

1. Pengalaman karies 4,6

Penelitian epidemiologis telah memberikan bukti adanya hubungan antara pengalaman karies dengan perkembangan karies di masa mendatang. Prevalensi


(32)

2. Penggunaan fluor

Ada berbagai macam konsep mengenai mekanisme kerja fluor, berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi sebelum dan sesudah gigi erupsi. Pemberian fluor secara teratur baik secara sistemik maupun lokal merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies karena dapat meningkatkan remineralisasi. Tetapi, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor karena pemasukan fluor yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.4 Pada tahun 1938, Dr. Trendly Dean melaporkan bahwa ada hubungan timbal balik antara konsentrasi fluor dalam air minum dengan prevalensi karies.6

3. Oral higiene

Penelitian epidemiologis yang dilakukan oleh Dean ditandai dengan perlindungan terhadap karies secara optimum dan terjadinya mottled enamel yang minimal apabila konsentrasi fluor kurang dari 1 ppm.

Salah satu komponen dalam terjadinya karies adalah plak bakteri pada gigi. Karies dapat dikurangi dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi. Pembersihan gigi dengan pasta berfluoride dilakukan tenaga kesehatan gigi secara rutin (2 kali seminggu), dapat mencegah karies, namun kepraktisannya dan biaya program ini masih diragukan.4

Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan teknik flossing untuk membersihkan plak yang dikombinasikan dengan pemeriksaan gigi yang teratur, merupakan suatu hal yang penting dalam meningkatkan kesehatan gigi.

4


(33)

gigi yang teratur tersebut dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi yang berpotensi menjadi karies.4 Kontrol plak yang teratur dan pembersihan gigi dapat membantu mengurangi insidens karies gigi. Bila plaknya sedikit, maka pembentukan asam akan berkurang dan karies tidak dapat terjadi.

4. Jumlah bakteri

4

Segera setelah lahir, terbentuk ekosistem oral yang terdiri atas berbagai jenis bakteri. Bayi yang telah memiliki S.mutans dalam jumlah yang banyak saat berumur 2 dan 3 tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi untuk mengalami karies pada gigi desidui.

5. Saliva

4

Selain memiliki efek buffer, saliva juga berguna untuk membersihkan sisa-sisa makanan di dalam mulut. Aliran rata-rata saliva meningkat pada anak-anak sampai berumur 10 tahun. Namun setelah dewasa hanya terjadi sedikit peningkatan. Pada individu yang berkurang fungsi salivanya, maka aktivitas karies akan meningkat secara signifikan.

6. Pola makan 4,5

Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik, terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat maka beberapa bakteri penyebab karies di rongga mulut akan memulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja menetralisir asam dan membantu proses


(34)

remineralisasi.4,8 Tetapi apabila makanan dan minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.

2.2 Pengukuran Risiko Karies

Komponen utama program pencegahan adalah untuk menilai risiko seseorang akan perkembangan suatu penyakit. Agar perawatan pasien dapat berhasil dengan baik, maka hal penting yang dapat dilakukan oleh seorang dokter gigi bila menemui kasus karies adalah mengidentifikasinya, tidak hanya faktor etiologi tetapi juga faktor non-etiologi, yang disebut dengan istilah indikator risiko karies. Indikator risiko karies ini bukan merupakan faktor penyebab tetapi faktor yang pengaruhnya berkaitan dengan terjadinya karies. Efek faktor tersebut dibedakan menjadi faktor risiko dan faktor modifikasi.

Faktor risiko merupakan faktor yang memiliki hubungan sebab akibat dengan terjadinya karies. Individu dengan risiko karies yang tinggi adalah seseorang yang mempunyai faktor risiko karies yang lebih banyak. Faktor risiko karies terdiri atas karies, fluor, oral higiene (OH), bakteri, saliva dan pola makan.

4

Faktor modifikasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam perkembangan karies selain dari faktor risiko. Faktor ini memang tidak langsung menyebabkan karies, namun pengaruhnya berkaitan dengan perkembangan karies. Faktor tersebut adalah umur, jenis kelamin, perilaku, faktor sosial, genetik dan pekerjaan, dan kesehatan umum.

4,5


(35)

Setiap individu memiliki keadaan lingkungan rongga mulut yang berbeda yang dapat mempengaruhi terjadinya proses karies. Oleh karena itu, pemeriksaan faktor risiko karies harus dilakukan secara individual. Risk atau risiko didefinisikan sebagai peluang terjadinya sesuatu yang membahayakan. Menurut Hausen et al, risiko karies adalah kemungkinan seseorang untuk mempunyai beberapa lesi karies dalam jangka waktu tertentu.4

Pengukuran risiko karies adalah suatu cara untuk memprediksi terjadinya sebuah lesi karies atau berkembangnya suatu lesi yang baru dan bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi sebelum mereka menjadi individu dengan karies aktif, selain itu juga untuk melindungi pasien dengan risiko rendah, yaitu dengan menentukan jadwal kunjungan berkala yang baik, serta untuk memonitor perubahan status penyakit pada pasien dengan karies aktif.

Risiko karies pada setiap orang memang tidak sama, bahkan tidak tetap seumur hidup, sebab hal ini dapat berubah apabila pasien melakukan tindakan pencegahan karies baik oleh dirinya sendiri maupun yang dilakukan dokter gigi.

4

Pengukuran risiko karies menentukan kemungkinan terjadinya karies dalam jangka waktu tertentu. Pengukuran risiko karies juga termasuk melihat kemungkinan akan adanya perubahan dalam bentuk atau aktivitas lesi di dalam mulut. Kebanyakan dokter gigi menggabungkan beberapa bentuk pengukuran risiko karies ketika mengukur risiko karies pada pasien berdasarkan kesan yang diperoleh secara keseluruhan pada pasien yang digabungkan dengan pengalaman karies pasien untuk

Pengukuran yang teratur sangat dibutuhkan sehingga tindakan pencegahan yang tepat dapat dilakukan jika lesi karies berkembang.


(36)

memperoleh nilai prediksi yang tepat, tetapi dalam hal ini belum jelas bagaimana seorang dokter gigi secara sistematis menggabungkan informasi tersebut ke dalam langkah-langkah perawatan yang telah ditetapkan.

Namun, beberapa hasil penelitian menyarankan bahwa pengukuran risiko karies tidak digabungkan dengan hampir separuh dari keseluruhan rencana perawatan pasien. Proses perencanaan hasil deteksi karies, diagnosa dan pengukuran risiko, sama baiknya dengan memberitahu pasien tentang hasil pemeriksaan dan bagaimana perawatan serta prognosanya karena sangat penting untuk menyesuaikan manajemen perawatan karies yang efektif.

Pengukuran risiko karies dinilai oleh ahli sangat penting dalam manajemen perawatan karies, sebab karies merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor (multifactorial disease). Oleh karena itu, suatu pengukuran risiko karies harus mengevaluasi seluruh faktor yang terlibat dalam penyakit tersebut. Pengukuran seluruh faktor risiko tidak hanya membuat pengukuran risiko karies tersebut menjadi lebih akurat, tetapi juga untuk mengidentifikasi faktor etiologi yang bertanggung jawab terhadap timbulnya karies tersebut pada pasien tertentu. Jadi, pengukuran risiko karies berguna untuk penanggulangan karies di klinik dengan membantu dental

professional untuk21

a. Mengevaluasi tingkat perkembangan risiko karies pasien untuk menentukan intensitas perawatan dan frekuensi dari kunjungan berkala selanjutnya.

:

b. Membantu mengidentifikasi faktor etiologi utama yang berperan pada karies tersebut karena serangan yang diterima dapat berpengaruh terhadap perkembangan


(37)

penyakit dan dalam menentukan jenis perawatan (contohnya kontrol plak, kontrol diet, meningkatkan penggunaan fluoride, menggunakan antimikrobial agent).

c. Menentukan apakah diperlukan prosedur diagnosa tambahan (misalnya analisa kecepatan aliran saliva, analisa diet)

d. Membantu menentukan perawatan restorasi (misalnya disain kavitas, memilih bahan yang akan digunakan).

e. Meningkatkan rehabilitas prognosa perawatan yang telah direncanakan. f. Menilai keefektifan perawatan pencegahan yang telah direncanakan untuk kunjungan berikutnya.

Metode yang sering digunakan dalam pengukuran risiko karies, yaitu Uji Aktivitas Karies (UAK).5

Uji Aktivitas Karies (UAK) merupakan salah satu cara yang dipilih dalam hal pencegahan karies karena uji ini dapat menunjukkan kemungkinan terjadinya karies pada masa yang akan datang. Di samping itu, UAK sangat bermanfaat untuk melakukan seleksi pasien yang memiliki kecenderungan karies yang tinggi.

Namun, tidak ada satu pun dari tes tersebut yang dapat mengukur ketahanan host, mikroba patogen dan kariogenisitas makanan sekaligus. Dengan mengkombinasikan pengalaman karies dengan jumlah S.mutans, dapat diperoleh tes yang lebih prediktif daripada tes yang lain.

Suatu uji yang dapat diandalkan harus dapat menunjukkan stadium dini proses karies terutama sebelum lesi baru tersebut mencapai tahap irreversible. Suatu uji aktivitas karies harus dapat memberikan informasi tentang fase penyerangan,


(38)

ketahanan dan proses remineralisasi karies untuk mengetahui apakah suatu gigi mempunyai risiko yang tinggi terhadap karies. Bila faktor penyerang tinggi dan faktor ketahanan lebih tinggi, maka tidak terjadi karies. Bila faktor penyerang rendah, maka karies dapat juga terjadi apabila faktor ketahanan lebih rendah. Keadaan ini menunjukkan ada kesatuan antara organisme yang menyerang dengan ketahanan dan perbaikan gigi dan ini merupakan hal yang lebih penting diperhatikan daripada melihatnya secara terpisah.

Ada beberapa UAK yang berkembang sebagai upaya untuk mengetahui hubungan uji aktivitas karies dengan uji insidens karies seseorang di masa yang akan datang. Uji tersebut dapat menggunakan saliva sebagai medianya. Namun ada juga beberapa teknik UAK yang sedang berkembang, yaitu Cariogram, Cariostat, dan TL-M.

Untuk uji yang menggunakan saliva sebagai media, dapat dilakukan uji pada bakteri yang terkandung di dalam saliva ataupun dengan melakukan uji pada faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi dan kondisi sekresi saliva, yaitu laju aliran saliva, dan kapasitas buffer saliva. Uji tersebut adalah:

a. Penghitungan jumlah Laktobasillus

Tes ini merupakan uji yang pertama kali digunakan para ahli sebagai uji aktivitas karies. Cara ini pertama sekali diperkenalkan oleh Hadley (1933).4 Tes ini dilakukan dengan menggunakan saliva. Saliva yang diperoleh dari penderita karies aktif biasanya mengandung bakteri Laktobasillus dalam jumlah tinggi, sedangkan


(39)

saliva penderita bebas karies tidak mengandung Laktobasillus atau sedikit dibanding dengan individu yang menderita karies.

Uji aktivitas ini selalu berguna dalam menentukan apakah penderita harus membatasi pemakaian karbohidrat dan untuk mengetahui keaktifan penderita dalam melaksanakan program pencegahan di rumah. Dari uji ini dapat diketahui status karies seseorang dengan melihat apakah kariesnya sangat tinggi atau sangat rendah. Tes ini juga berguna untuk menjadi alat identifikasi lokasi Laktobasillus yang sulit diketahui.

Biasanya penghitungan dibuat mulai skor 1 sampai 4 dan dikategorikan menjadi rendah, sedang dan tinggi. Apabila skor ini bertambah, maka skor Laktobasillus yang tinggi dan DMFS rendah. Sebaliknya, apabila skor Laktobasillus rendah, maka ada hubungan dengan ketahanan karies.

4

Tabel 1. Kategori risiko karies pada penghitungan Laktobasillus.

b. Uji S. mutans

6

Uji Aktivitas Karies (cfu/mL)

KATEGORI RISIKO KARIES

Rendah Sedang Tinggi

Jumlah

Lactobacillus


(40)

Uji ini merupakan indikator yang layak digunakan dalam pengukuran karies, namun uji ini kurang sensitif untuk memprediksi karies dini. Penghitungan jumlah ini telah terbukti dapat menunjukkan perkembangan infeksi karies.

S.mutans dapat menyimpan polisakarida intraseluler yang terutama mendiami

permukaan gigi sehingga menambah kemungkinan produksi asam bertambah lama selama intake karbohidrat oleh host. 6 Jadi, S.mutans merupakan mikroorganisme asidogenik yang pertama berkolonisasi pada permukaan gigi. Pada uji ini diperlukan pengenceran dengan menggunakan 1 mL spesimen saliva.

Tabel 2. Kategori risiko karies pada uji S.mutans6 Uji Aktivitas

Karies (cfu/mL)

KATEGORI RISIKO KARIES

Rendah Sedang Tinggi

Uji S.mutans <105 105-106 ≥106

c. Pengukuran rata-rata aliran saliva

Rata-rata aliran saliva berkaitan erat dengan peningkatan karies. Prosedur tes ini meliputi:

1. Parafin sebanyak 1 gr dikunyah untuk merangsang saliva.

2. Saliva langsung ditampung dengan silinder kalibrasi selama 5 menit.

3. Kemudian aliran saliva rata-rata diukur dengan cara menghitung jumlah saliva yang terkumpul dibagi waktu yang digunakan untuk mengumpulkan saliva.

Tabel 3. Kategori risiko karies pada pengukuran rata-rata aliran saliva6


(41)

Aliran rata-rata saliva

Rendah Sedang Tinggi

≤ 0,7 mL/menit 0,7-1 mL/menit ≥ 1 mL/menit

d. Buffer saliva

Metode pengukuran kapasitas buffer saliva ini diperkenalkan oleh Frostell dengan menggunakan sistem Dentobuff. Prosedur tes ini meliputi:

1. Parafin sebanyak 1 gr dikunyah selama 2 menit untuk merangsang saliva. 2. Sebanyak 1 mL saliva dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan Dentobuff.

3. Lalu tabung dikocok selam 10 detik.

4. Kandungan karbondioksida yang ada diuapkan selama 2 menit.

5. Warna yang muncul dibandingkan dengan indikator warna yang ada pada Dentobuff.

Tabel 5. Kategori risiko karies pada pengukuran buffer saliva6 KATEGORI RISIKO KARIES

Kapasitas buffer saliva

Rendah Sedang Tinggi

pH 5 – 7 (warna ungu)

pH 4 – 5 (warna hijau)

pH 3 – 4 (warna kuning)

2.3 Klasifikasi Risiko Karies

Prevalensi dan insidens karies berpengaruh terhadap prediksi pengukuran risiko karies, dimana pada anak-anak berbeda dengan dewasa. Dalam hal pemeriksaan, orang dewasa lebih diperhatikan karena orang dewasa sering mendapatkan perawatan


(42)

gigi namun kurang mendapat pencegahan. Selain itu, terdapat karies akar dan karies sekunder yang sering menjadi penyebab restorasi harus diganti pada orang dewasa. Oleh karena itu, pengukuran risiko karies sangat penting, begitu pula dengan tindakan pencegahannya yang sesuai dengan kebutuhan.

Risiko karies terbagi atas tiga yaitu risiko tinggi, sedang dan rendah.4,5 Kelompok risiko karies tinggi didefinisikan sebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang mudah terkena karies. Kelomopok risiko karies sedang didefinisikan sebagai suatu kelompok yang berada pada risiko yang rentan terkena karies, sedangkan kelompok risiko rendah merupakan kelompok yang berada pada risiko yang tidak mudah terserang karies.5 Dasar klasifikasi risiko rendah, sedang dan tinggi tergantung prevalensi karies serta faktor-faktor risiko yang dimiliki. Bila faktor risiko karies sedikit, maka klasifikasinya disebut risiko rendah, sebaliknya, bila faktor risiko kariesnya banyak, maka disebut risiko tinggi dan kelompok dengan risiko sedang berada di antara keduanya (Tabel 6).5

Tabel 6. Faktor risiko karies yang rendah, sedang dan tinggi

Anak – anak Dewasa

Low Risk (Risiko Rendah) Tidak ada karies yang terjadi pada tahun terakhir

Tidak ada karies yang terjadi

Moderate Risk

(Risiko Sedang)

- Ada satu lesi yang baru terjadi atau yang kambuh pada tahun terakhir - Adanya pit dan fissur yang

dalam atau tidak menyatu. - Sering mengonsumsi gula. - aliran saliva yang

- Satu sampai dua lesi karies yang baru terjadi atau yang kambuh dalam tiga tahun terakhir

- Adanya pit dan fissur yang dalam atau tidak menyatu - Sering mengonsumsi gula


(43)

berkurang

- Kunjungan ke dokter gigi yang tidak teratur

- Pemaparan fluoride yang tidak mencukupi

- Adanya riwayat karies pada pit dan fissur - Karies rampan - OH yang jelek - Radiolusen di daerah

proksimal

- Aliran saliva yang berkurang

- Kunjungan ke dokter gigi yang tidak teratur

- Pemaparan fluoride yang tidak mencukupi

- Adanya riwayat karies yang parah.

High Risk (Risiko Tinggi) - Ada dua atau lebih karies yang baru terjadi atau yang kambuh pada tahun terakhir, atau dua atau lebih dari hal-hal berikut: - Adanya pit dan fissur yang

dalam atau tidak menyatu - Sering mengonsumsi gula - Aliran saliva yang

berkurang - OH yang jelek

- Pemaparan fluoride yang tidak mencukupi

- Adanya riwayat karies pada pit dan fissur - Riwayat keluarga dengan

rata-rata karies yang tinggi.

- Karies rampan

- Ada radiolusensi di daerah

Ada tiga atau lebih karies dalam tiga tahun terakhir atau dua atau labih dari hal-hal berikut:

- Adanya pit dan fissur yang dalam atau tidak menyatu - Sering mengonsumsi gula - Aliran saliva yang

berkurang

- Kunjungan ke dokter gigi yang tidak teratur

- Penggunaan fluoride yang tidak adekuat

- OH yang jelek

- Pemaparan fluoride yang tidak mencukupi

- Adanya riwayat

mengalami sejumlah karies yang parah.


(44)

proksimal

2.4 Saliva sebagai indikator perkembangan karies

Seperti yang telah diketahui, dalam mengukur risiko karies, ada beberapa hal yang dapat menjadi indikator. Indikator risiko ini bukan merupakan faktor penyebab tetapi faktor yang pengaruhnya berkaitan dengan terjadinya karies. Indikator tersebut antara lain bakteri dan OH, organisme khusus (S. mutans dan Lactobacillus), plak, saliva, diet, pengalaman karies, keadaan medis dan faktor demografi.4

Saliva dapat diartikan sebagai cairan yang disekresikan ke dalam mulut oleh kelenjar ludah mayor dan kelenjar ludah minor yang berada disekitar rongga mulut. Yang termasuk dalam kelenjar ludah mayor adalah kelenjar parotis yang mensekresi saliva dengan sifat serous, kelenjar submandibularis yang mensekresi saliva dengan sifat seromucous dan kelenjar sublingualis yang mensekresi saliva dengan sifat

mucous.14

2.4.1 Fungsi saliva

Meskipun saliva membantu pencernaan dan penelanan makanan serta diperlukan bagi pengoptimalan fungsi alat pengecapan, peranannya yang paling penting adalah untuk mempertahankan integritas gigi, lidah dan membran mukosa rongga mulut.


(45)

1. Membentuk lapisan mukus pelindung pada membran mukosa yang akan bertindak sebagai barier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.

2. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris dan bakteri yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak.

3. Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat dan protein. Peningkatan kecepatan sekresinya biasanya berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas buffernya. Oleh karena itu, membran mukosa akan terlindung dari asam yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan pH plak, sebagai akibat dari organisme asidogenik, akan dihambat.

4. Membantu menjaga integritas gigi dengan berbagai cara karena kandungan kalsium dan fosfat. Saliva membantu menyediakan mineral yang dibutuhkan oleh enamel yang belum terbentuk sempurna pada saat awal setelah erupsi. Pelarutan gigi dihindari atau dihambat dan mineralisasi dirangsang dengan memperbanyak aliran saliva. Lapisan glikoprotein terbentuk oleh saliva pada permukaan gigi (acquired pellicle) juga akan melindungi gigi dengan menghambat keausan karena abrasi dan erosi.

5. Mampu melakukan aktivitas anti bakteri dan anti virus karena selain mengandung antibodi spesifik (secretory IgA), juga mengandung lysozime, laktoferin dan laktoperoksidase.

2.4.2 Komposisi saliva


(46)

masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea, asam amino, glukosa, amoniak dan vitamin. Sedangkan komponen anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti Na+,K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, SO42-, H2PO4,dan HPO4

Komposisi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima.4 Misalnya bila memakan makanan yang mengandung banyak karbohidrat, maka kandungan amylase dalam campuran saliva akan meningkat. Komposisi saliva juga dipengaruhi oleh laju aliran saliva.

2

.14 Komposisi saliva yang normal akan mempengaruhi keefektifan masing-masing fungsi saliva dalam mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan rongga mulut.

2.4.3 Sekresi saliva

Keadaan sekresi saliva dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu aliran saliva, volume saliva, pH saliva, dan buffer saliva.

a. Aliran saliva

Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan normal, laju aliran saliva berkisar antara 0,05-1,8 mL/menit.11,14 Kelenjar saliva dapat distimulasi dengan cara mekanis yaitu dengan pengunyahan, kimiawi yaitu dengan rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis dan rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 mL/menit.


(47)

Laju aliran saliva akan meningkat karena adanya rangsangan seperti rangsangan pengecapan, rangsangan psikologi, ataupun rangsangan akibat perawatan gigi (misalnya karena peralatan dokter gigi). Selain itu, laju aliran saliva dipengaruhi oleh ritme sirkardian (circardian rhythms), yaitu irama jantung yang teratur dalam fungsi tubuh yang terjadi selama 24 jam.11 Aliran saliva akan berkurang pada saat tidur. Begitu juga pada saat kita dalam keadaan takut.

Bila aliran saliva menurun, maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Jika laju aliran saliva meningkat, akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat dan protein meningkat, tetapi konsentrasi fosfat, magnesium dan urea akan menurun. Dengan meningkatkannya komponen bikarbonat saliva, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun.13

Untuk melakukan pemeriksaan laju aliran saliva, sebaiknya dianjurkan kepada pasien untuk tidak makan, minum, mengunyah permen karet ataupun merokok sedikitnya satu sampai dua jam sebelum pemeriksaan.10,14

b. Volume saliva

Volume saliva yang disekresikan setiap hari diperkirakan antara 1,0-1,5 Liter.14 Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva disekresi oleh kelenjar parotis, submandibularis, sublingualis dan kelenjar minor. Pada malam hari, kelenjar parotis sama sekali tidak berproduksi. Jadi, sekresi saliva berasal dari kelenjar


(48)

kelenjar sublingualis dan kelenjar ludah minor. Sekresi saliva dapat dipengaruhi oleh rangsangan yang diterima oleh kelenjar saliva. Rangsangan tersebut dapat terjadi melalui jalan berikut14:

1. Mekanis : mengunyah permen karet ataupun makanan yang keras

2. Kimiawi : rangsangan rasa seperti asam, manis, asin, pahit dan juga pedas 3. Psikis : stres yang akan menghambat sekresi saliva, dapat juga karena membayangkan makanan yang enak sehingga sekresi saliva meningkat.

4. Neural : rangsangan yang diterima melalui sistem saraf otonom baik simpatis maupun parasimpatis.

5. Rangsangan rasa sakit: misalnya karena adanya peradangan, gingivitis dan juga karena protesa yang akan menstimulasi sekresi saliva.

Sekresi saliva sebenarnya tidak tergantung pada umur, tetapi pada efek samping dari obat-obatan tertentu yang dikonsumsi sehingga mengurangi aliran saliva. Sekresi saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering, penurunan pengecapan, kesukaran mengunyah dan menelan makanan, timbulnya keluhan rasa sakit pada lidah dan mukosa, juga dapat menyebabkan karies dan kehilangan gigi. Sedangkan sekresi saliva yang berlebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer seperti air yang keluar terus-menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut meradang (angular

cheilitis) dan dermatitis.17

c. pH dan sistem buffer saliva

pH dan kapasitas buffer saliva memiliki hubungan yang signifikan. Hubungan ini dilihat dari adanya hubungan secara statistik antara kapasitas buffer saliva yang tinggi pada saliva yang tidak distimulasi dan tingkat karies rendah.11


(49)

Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk mempertahankan derajat keasaman saliva berada dalam interval normal sehingga keseimbangan (homeostatis) mulut terjaga. Sistem buffer yang member kontribusi utama (85%) pada kapaasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan 15% oleh fosfat, protein dan urea.11,15

Kapasitas buffer saliva dan pH saliva juga naik bersamaan dengan kenaikan kecepatan sekresi. Pada saat tidak distimulasi (keadaan istirahat), pH saliva adalah 6,10-6,47 selanjutnya stimulasi pada sekresi saliva akan meningkatkan pH mencapai angka netral yaitu 7,62.10

Mekanisme efek buffer pada saliva tergantung pada aliran saliva dan kandungan bikarbonatnya. Konsentrasi bikarbonat merupakan sistem buffer yang terpenting dalam saliva dan berbanding lurus dengan kecepatan sekresi saliva. Jika konsentrasi bikarbonat semakin tinggi maka semakin tinggi pula pH dan kapasitas buffer dalam saliva.11,15

HCO3 + H H2CO3 H2O + CO

Keadaan pH dan kapasitas buffer saliva mempengaruhi keberadaan karies dalam rongga mulut. Semakin rendah pH saliva, maka karies cenderung semakin tinggi.1,18 Pada lesi karies yang dalam, ditemukan bahwa pH akan lebih rendah dibandingkan pH lesi karies dangkal yang lebih mendekati pH saliva.1

2

Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya relasi laju aliran saliva, volume, pH dan kapasitas buffer saliva.11,15 Laju aliran saliva sangat bervariasi tidak hanya dibandingkan dengan orang lain, tetapi juga pada individu yang sama tergantung


(50)

menemukan bahwa laju aliran saliva yang tidak distimulasi memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko karies.14

Apabila laju aliran saliva meningkat, maka pH dan kapasitas buffernya juga akan meningkat, dan volume saliva juga akan bertambah sehingga risiko terjadinya karies makin rendah.22 Penurunan pH dalam rongga mulut dapat menyebabkan demineralisasi elemen gigi dengan cepat, sedangkan pada kenaikan pH dapat terbentuk kolonisasi bakteri yang menyimpang dan meningkatnya pembentukan kalkulus. Rendahnya laju aliran saliva dan kapasitas buffer saliva dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan saliva untuk membersihkan sisa makanan, mematikan kuman, mengurangi kemampuan menetralkan asam dan kemampuan menimbulkan remineralisasi lesi enamel.

Penurunan laju aliran saliva dapat diikuti oleh peningkatan jumlah S.mutans dan Laktobasilus. Dengan demikian, aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang laju aliran saliva berkurang.14

2.4.4 Saliva sebagai alat diagnosa karies

Seperti yang telah diketahui, bahwa saliva mempengaruhi terjadinya karies. Secara teoritis, saliva mempengaruhi proses karies dalam berbagai cara8, yaitu:

1. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut.


(51)

2. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH dan fluoride ke dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi karies dini.

3. Sistem buffer asam karbonat-bikarbonat, serta kandungan amoniak dan urea dalam saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak sedang memetabolisme gula. Kapasitas penyangga dan pH saliva erat hubungannya dengan kecepatan sekresinya. Nilai pH kelenjar parotis meningkat dari 5,7 ketika saliva tidak terangsang menjadi 7,4 pada saat tingkat produksi sedang tinggi. Peningkatan nilai pH seperti tersebut bagi kelenjar submandibula adalah dari 6,4 ke 7,1. Peningkatan tingkat kecepatan saliva juga mengakibatkan naiknya kapasitas buffernya. Pada kedua keadaan tersebut, penyebabnya adalah meningkatnya kadar natrium dan bikarbonat.

4. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti lysozyme, lactoperoxydase,dan lactoferrin mempunyai daya anti bakteri yang langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya berkurang.

5. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat di dalam kelenjar saliva, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies.

6. Protein saliva dapat meningkatkan ketebalan acquired pellicle sehingga dapat membantu menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari enamel.


(52)

(unstimulated saliva) dan sesudah distimulasi (stimulated saliva).13 Saliva sebelum distimulasi maksudnya adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan, sedangkan saliva setelah distimulasi maksudnya adalah saliva yang disekresi setelah diberi rangsangan.13

Rangsangan yang sangat mempengaruhi sekresi saliva adalah rangsangan mekanik yang tampak dalam bentuk pengunyahan maupun rangsangan kimiawi yang tampak dalam bentuk pengecapan. Dalam beberapa teknik pengukuran risiko karies yang menggunakan saliva, kedua rangsangan ini tidak difungsikan sekaligus. Jika teknik pengukuran membutuhkan rangsangan pengunyahan saja, biasanya rangsangan diberikan dengan mengunyah lilin paraffin (paraffin wax) selama 5 menit untuk melihat laju aliran saliva yang akan mempengaruhi volume, pH dan kapasitas buffer saliva. Paraffin wax merupakan bahan yang telah diuji keterandalan dan kesahihannya dalam mempengaruhi sekresi saliva untuk mengumpulkan saliva yang distimulasi.12

Dalam pengukuran saliva dengan menggunakan stimulasi pengunyahan, posisi tubuh subjek harus dalam posisi berdiri dan pengumpulan saliva dilakukan 2 jam setelah makan terakhir. Posisi tubuh subjek harus berdiri karena posisi tubuh berdiri meningkatkan kecepatan aliran saliva yang mencapai kecepatan aliran saliva tertinggi. Pengumpulan saliva juga harus dilakukan 2 jam setelah makan terakhir agar kondisi rongga mulut dan sekresi saliva berada dalam kondisi normal dan bebas dari pengaruh makanan.12,14

Cara mengumpulkan saliva yang digunakan adalah dengan metode draining. Metode ini diperkenalkan oleh Navazesh dan dipakai dalam setiap penelitian yang


(53)

menggunakan saliva akibat rangsangan pengunyahan. Metode ini merupakan suatu metode yang pasif, dimana pasien atau subjek disuruh untuk mengalirkan salivanya keluar dari dalam mulut ke dalam tabung berskala (saliva collection cup). Metode ini digunakan karena telah teruji kesahihan dan keterandalannya. Metode ini juga paling sederhana dan paling besar menghasilkan sejumlah saliva yang diperlukan untuk pengukuran.12

Dalam pengukuran saliva, jumlah S.mutans juga digunakan untuk melihat bagaimana hubungan sekresi saliva dengan pengalaman karies. Seperti yang telah diketahui bahwa di dalam saliva terdapat flora normal yang ternyata sangat mempengaruhi proses terjadinya karies. Bakteri tersebut adalah S.mutans dan Laktobasillus.8,9 S.mutans adalah organisme yang sangat berperan pada permulaan

terjadinya karies gigi. S.mutans mampu memetabolisme karbohidrat menjadi asam, sehingga menurunkan pH saliva di bawah pH kritis, yaitu 5,5 bahkan 4,1 sehingga dapat melarutkan enamel.9 Individu dengan jumlah S.mutans yang rendah biasanya memiliki skor karies yang rendah. Sedangkan individu dengan jumlah S.mutans yang banyak merupakan individu yang berisiko tinggi terserang karies. Karena itu jumlah

S.mutans dalam saliva yang telah distimulasi digunakan juga untuk mengetahui risiko

karies seseorang.4,9

Dengan mengevaluasi laju aliran, volume, pH, kapasitas buffer dan jumlah S.

mutans yang terdapat dalam saliva, maka kita dapat membuat beberapa hal yang

dapat mencegah terjadinya karies pada seseorang sesuai dengan kebutuhannya8, antara lain dengan mengoptimalkan kebersihan mulut, meningkatkan pH oral,


(54)

dan mengurangi frekuensi mengonsumsi karbohidrat yang mudah difermentasi.17 Ada banyak keuntungan yang dapat diperoleh dengan melakukan pengukuran terhadap saliva sebagai suatu cara untuk menentukan risiko karies seseorang. Keuntungan tersebut dapat dirasakan baik oleh dokter gigi maupun pasien. Keuntungan tersebut antara lain meningkatkan diagnosa, deteksi awal terhadap karies, meningkatkan komunikasi dan motivasi kepada pasien dan dapat meningkatkan kepedulian pasien terhadap kesehatan rongga mulut.22

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis rancangan

Jenis penelitian ini adalah studi observasional yang mempelajari hubungan keadaan saliva dengan risiko karies.


(55)

Populasi penelitian adalah murid kelas X SMK Negeri 9 Medan. Pengambilan sampel untuk penelitian ini adalah dengan Non-probability sampling dengan teknik

Quota sampling. Sampel yang diperlukan untuk penelitian ini diperoleh dengan

menggunakan rumus:

� =����+ ��� X SD

�̅ �

2

� =�(1,96 + 1,645)X 1,73 (6,8−5,5) �

2

= 23 orang Keterangan:

n : besar sampel yang digunakan untuk penelitian

đ : mean deviasi perbedaan hasil pengukuran pH = 6,8-5,5 = 1,3 (data diperoleh dari penelitian Amerogen A.V.N.)

SD : standar deviasi dari hasil penelitian standar = 1,73 zα

z

: Batas atas nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan

β

Melalui perhitungan tersebut, diperoleh besar sampel adalah 23 orang. Dalam penelitian ini digunakan sampel sebanyak 30 orang. Sebanyak 20 subjek diuji dengan

Saliva Check Mutans dan Saliva Check Buffer Kit yang merupakan produk dari GC Singapore dan 10 subjek diuji dengan menggunakan Oral Tester yang merupakan

produk dari Tokuyama Dental. Penelitian ini menggunakan dua alat karena:

: Batas bawah nilai konversi pada tabel distribusi normal untuk batas kemaknaan


(56)

b. Alat Oral Tester yang telah tersedia.

c. Kedua alat ini telah terlebih dahulu diuji kesahihan dan keterandalannya oleh Takagi,dkk dari Tokyo Dental College Jepang dan hasilnya bahwa kedua alat ini memiliki sistem pengerjaan yang hampir sama dan hasil akhirnya juga hampir sama.

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah :

a. Faktor risiko : - laju aliran saliva sebelum dan sesudah distimulasi - volume saliva sebelum dan sesudah distimulasi - pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi - kapasitas bufer saliva sesudah distimulasi - jumlah S.mutans pada saliva

b. Efek : risiko karies

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

No. Variabel Defenisi Operasional Kategori Risiko Karies 1. Volume saliva Banyaknya saliva yang

dikumpulkan selama 5 menit.

a. > 5,0 mL = risiko rendah b. 3,5-5,0 mL = risiko sedang c. < 3,5 mL = risiko tinggi 2. pH saliva Angka derajat keasaman saliva

yang diperoleh dengan menggunakan pH meter (Hanna pHep).

a. 6,7-7,8 = risiko rendah b. 5,9-6,6 = risiko sedang c. 5,0-5,8 = risiko tinggi

3. Laju aliran

saliva

Kecepatan aliran saliva yang dinyatakan dalam mL/menit.

a. ≥ 1 mL/menit = risiko rendah b. 0,7-1 mL/menit = risiko

sedang

c. ≤ 0,7 mL/menit = risiko tinggi


(57)

4. Kapasitas buffer saliva

Pengukuran kapasitas buffer saliva dilakukan dengan menggunakan Saliva Check Buffer Kit dan Oral Tester.

Untuk Saliva Check Buffer Kit: Skor warna Saliva Check Buffer

Kit:

•Hijau = 4 poin

•Biru kehijauan = 3 poin

•Biru = 2 poin

•Merah kebiruan = 1 poin

•Merah = 0 poin Total poin:

Untuk Oral Tester:

• Merah = preventif baik

• Orange = preventif sedang

• Kuning = preventif buruk

Saliva Check Buffer Kit:

a. 10-12 = risiko rendah b. 6-9 = risiko sedang c. 0-5 = risiko tinggi

Oral Tester:

a. Merah = risiko rendah b. Orange = risiko sedang c. Kuning = risiko tinggi

5. Jumlah

S.mutans

Pengujian S.mutans

menggunakan alat Saliva Check

Mutans dan Oral Tester.

a. Positif : apabila muncul garis merah.

b. Negatif: apabila tidak muncul garis merah pada alat.

a. Positif = risiko tinggi b. Negatif = risiko rendah

6. Rata-rata DMFT

Jumlah rata-rata gigi geligi tetap yang rusak (D), hilang karena karies (M), atau ditambal (F)

3.5. Pengambilan data

Cara pengambilan data pada penelitian ini adalah:

1. Sebelum dilakukan pengukuran, terlebih dahulu tiap subjek diinstruksikan untuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman, juga tidak menyikat gigi selama 2 jam sebelum diteliti.

2. Subjek diinstruksikan untuk berada dalam posisi berdiri dan kepala menunduk , kemudian saliva dialirkan dari mulut ke saliva collection cup yang telah


(58)

volumenya dan dicatat. Volume saliva pada menit ke-5 kemudian dibagikan dengan 5 menit untuk memperoleh laju aliran saliva subjek. Hasil laju aliran saliva yang diperoleh dinyatakan dalam mL/menit.

3. Kemudian volume saliva pada menit ke-5 menjadi volume total saliva. 4. Untuk mengukur pH saliva, pHmeter dimasukkan ke dalam saliva

collection cup kemudian ditunggu hingga angka pada alat berhenti pada 2 digit angka.

Angka tersebut menjadi nilai pH dari saliva.

5. Setelah tes di atas selesai, subjek diinstruksikan untuk mengunyah

paraffin wax selama 5 menit. Kemudian prosedur dari 2 sampai 4 dilakukan kembali

dan dilakukan juga pengukuran kapasitas buffer saliva untuk melihat kondisi saliva setelah distimulasi.

6. Untuk pengukuran kapasitas buffer saliva, saliva dari 20 subjek yang telah diuji dengan menggunakan Saliva Check Buffer Kit dimana kapasitas buffer saliva akan ditunjukkan melalui perubahan warna pada buffer strip yang telah disediakan dan skor dari tiap strip dijumlahkan untuk mendapatkan kategorinya. Sedangkan saliva dari 10 subjek diuji dengan menggunakan Oral Tester dimana kapasitas buffer saliva ditunjukkan melalui perubahan warna pada saliva yang telah dicampurkan dengan reagent.

7. Untuk pengukuran jumlah S.mutans yang terdapat pada saliva yang telah distimulasi, saliva dari 20 subjek akan diuji dengan menggunakan alat Saliva Check


(59)

8. Kemudian subjek diinstruksikan untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan untuk memperoleh data pengalaman karies dan perilaku subjek dalam menjaga kesehatan rongga mulut.

9. Untuk pengukuran DMFT, dilihat kondisi masing-masing gigi geligi tetap yang ada pada rongga mulut. Kondisi tiap gigi dicatat pada kolom kuesioner kemudian dihitung jumlah gigi yang rusak (D), hilang karena karies (M) dan gigi yang ditambal (F).

3.6 Pengolahan dan Analisis data

Data yang diperoleh dari penelitian ini diolah secara manual dan dianalisis dengan menggunakan uji t berpasangan untuk melihat apakah ada perbedaan antara hasil laju aliran saliva, volume dan pH saliva sebelum dengan setelah distimulasi serta uji ANOVA untuk melihat hubungan keadaan saliva dengan risiko karies, dilakukan pengelompokan berdasarkan kategori risiko karies dan dinyatakan dengan persentase.

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Laju aliran saliva sebelum dan sesudah distimulasi

Rata-rata laju aliran saliva sebelum distimulasi 0,47 mL/menit dan sesudah distimulasi 1,31 mL/menit. Sebelum saliva distimulasi, terlihat bahwa rata-rata laju


(60)

distimulasi, rata-rata laju aliran saliva pada wanita lebih banyak tiap menit daripada pria. Terdapat perbedaan yang sangat bermakna (p<0,001) antara laju aliran saliva total sebelum dan sesudah distimulasi (Tabel 6).

Tabel 6. Perbedaan laju aliran saliva total sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan

Berdasarkan kategori risiko karies, sebelum saliva distimulasi 16,66% berisiko sedang dan 83,33% berisiko tinggi terhadap karies. Namun setelah distimulasi terdapat 46,66% berisiko karies rendah. Persentase berisiko sedang meningkat menjadi 43,33% dan berisiko tinggi turun menjadi 10% (Tabel 7).

Tabel 7. Distribusi risiko karies berdasarkan laju aliran saliva sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan

Laju aliran saliva

Risiko Karies

Sebelum distimulasi Sesudah distimulasi

Jumlah % Jumlah %

Rendah (Risiko karies

tinggi)

25 83,33 3 10

Sedang (Risiko karies

sedang)

5 16,66 13 43,33

Tinggi (Risiko karies

rendah)

0 0 14 46,66

Jenis Kelamin

N

Laju aliran saliva (mL/menit)

Hasil Analisis Statistik Sebelum distimulasi Sesudah distimulasi

�̅ SD SE �̅ SD SE

Pria 14 0,51 0,23 0,06 1,28 0,61 0,16 t = 8,59

p = 0,00

Wanita 16 0,43 0,19 0,05 1,33 0,64 0,16


(61)

4.2 Volume saliva sebelum dan sesudah distimulasi

Rata-rata volume saliva total sebelum saliva distimulasi 2,33 mL dan sesudah distimulasi 6,53 mL. Sebelum saliva distimulasi, rata-rata volume saliva pria lebih banyak dibandingkan wanita. Namun sesudah distimulasi, rata-rata saliva wanita lebih banyak daripada pria. Terlihat ada perbedaan yang sangat bermakna (p<0,001) antara volume saliva total sebelum dan sesudah distimulasi (Tabel 8).

Tabel 8. Perbedaan volume saliva total sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan

Jenis Kelamin

N

Volume saliva (mL)

Hasil Analisis Statistik Sebelum distimulasi Sesudah distimulasi

�̅ SD SE �̅ SD SE

Pria 14 2,54 1,15 0,31 6,39 3,04 0,81 t = 8,59

p = 0,00

Wanita 16 2,16 0,93 0,23 6,66 3,19 0,82

Total 30 2,33 1,04 0,19 6,53 3,07 0,56


(62)

Rata-rata pH saliva sebelum distimulasi 7,38 dan sesudah distimulasi 7,65. Terlihat bahwa sebelum dan sesudah saliva distimulasi, pH saliva pria lebih tinggi daripada wanita. Terlihat ada perbedaan yang sangat bermakna (p<0,001) antara pH saliva total sebelum dan sesudah distimulasi (Tabel 9).

Tabel 9. Perbedaan pH saliva total sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan

Jenis Kelamin N pH saliva Hasil Analisis Statistik Sebelum distimulasi Setelah distimulasi

�̅ SD SE �̅ SD SE

Pria 14 7,44 0,22 0,06 7,70 0,18 0,05 t = 10,59

p= 0,00

Wanita 16 7,32 0,19 0,05 7,6 0,17 0,04

Total 30 7,38 0,21 0,04 7,65 0,17 0,03

Berdasarkan kategori risiko karies, diketahui bahwa seluruh responden (100%) tergolong dalam risiko karies rendah baik sebelum ataupun sesudah stimulasi (Tabel 10).

Tabel 10. Distribusi risiko karies berdasarkan pH saliva sebelum dan sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan

pH saliva Risiko Karies

Sebelum distimulasi Sesudah distimulasi

Jumlah % Jumlah %

Rendah (Risiko karies

tinggi)

0 0 0 0

Sedang (Risiko karies

sedang)

0 0 0 0

Tinggi (Risiko karies

rendah)


(63)

4.4 Kapasitas buffer saliva sesudah distimulasi

Pengukuran kapasitas buffer saliva 36,66% berisiko karies rendah dan 63,33% berisiko sedang terhadap karies. Dari pengukuran ini, diketahui bahwa tidak ada yang berisiko tinggi terhadap karies (Tabel 11).

Tabel 11. Distribusi risiko karies berdasarkan kapasitas bufer saliva sesudah distimulasi pada murid kelas X SMK Negeri 9 Medan

Kapasitas bufer saliva

Risiko Karies

Jumlah %

Rendah (Risiko karies

tinggi)

0 0

Sedang (Risiko karies

sedang)

19 63,33

Tinggi (Risiko karies

rendah)

11 36,66

4.5 Uji S.mutans sesudah saliva distimulasi

Pengamatan S.mutans sesudah distimulasi bahwa 76,66% positif dan 23,33% negatif. Hasil positif menyatakan responden berisiko tinggi terhadap karies dengan jumlah S.mutans tiap mL saliva yang telah distimulasi lebih besar dari 500.000 CFU per mL saliva. Hasil negatif menyatakan responden berisiko rendah terhadap karies dengan jumlah S.mutans tiap mL saliva yang telah distimulasi kurang dari 500.000 CFU per mL saliva (Tabel 12).


(1)

12.

Stephen K.W, Speirs C.F. Methods for collecting individual components of mixed

saliva : The relevance to clinicalpharmacology. Br. J. clin. Pharmac 2000; 3;

315-319.

13.

Gopinath V.K, Azreanne A.R. Saliva as a diagnostic tool for assessment of dental

caries. Archives of Orofacial Science 2006 ; 1 ; 57-59.

14.

Rantonen P. Salivary flow and composition in healthy and disease adults.

Dissertation. Helsinki, Finland : Helsinki University Central Hospital, 2003: 16-69.

15.

Osborn J. W. Anatomy, Biochemistry and Physiology. Volume I, book I.

Australia: Blackwell Scientific Book Distributors, 1982: 525-580.

16.

Brathall D, Petersson G.H, Stjernsward JR. Cariogram manual, 2004.

17.

Dhoniger S.B. Saliva and oral health. PennWell Publishing Company 2005; 25 ;

52-3.

18.

Rai B, Kharb S, Anand S.C. Saliva as a diagnostic tool in medical science : a

review study. Adv. In Med. Dent 2008. Sci; 2(1): 9-12.

19.

Fontana M, Zero D.T. Assessing patients’s caries risk. J Am Dent Assoc 2006 ;

137 ; 1231-1239.

20.

Pacual-Gomez E, Bagan-sebastian J.V, Bermejo-Fenoll A. Comparison of a new

test for the measurement of resting whole saliva with the draining and the swab

techniques. Braz Dent J 1996; 7(2) ; 81-86.

21.

Rethman J. Trends in preventive care : caries risk assessment and indications for

sealant. JADA 2000; 131 ; 8-11.


(2)

22.

Zandona F.A, Zero D.T. Diagnostic tools for early caries detection. J Am Dent

Assoc 2006 ; 137 ; 1675-1684.

HASIL PENELITIAN HUBUNGAN KEADAAN SALIVA DENGAN PENGALAMAN KARIES PADA MURID KELAS X SMK NEGERI 9 MEDAN

No.

Nama PR/LK F.Mengemil J. Cemilan P. Kesehatan

T. aplikasi (Y/T)

Uji

S.mutans DMFT Fs(US) Fs(S) Vs(US) Vs(S) pH(US) pH(S) BS(

1

Dany

Permatasari PR A D,F B T P 9 0.4 1 2 5 7.1 7.7 12

2

Abdul Saman LK A A B T P 6 0.5 0.7 2.5 3.5 7.6 7.8 8

3

Fadli Ramadhan LK B A,D A T N 5 0.4 1 2 5 7.8 7.8 9

4

Kurnia Laila PR B A,D,F B T P 5 0.1 1 0.5 5 7.1 7.8 12


(3)

8

Samuel LK A B,D A T P 5 0.7 1.2 3.5 6 7.7 7.8 8

9

Taf Ulani LK A D,F A,E T P 7 0.1 0.4 0.5 2 7 7.2 8

10

Feny Astria PR A A,D,F A T P 12 0.2 1.2 1 6 6.9 7.2 10

11

Anas Asfi LK A E B,E Y N 2 0.1 1 0.5 5 7.4 7.6 11

12

Gusnul Hakim LK A D,E A,E T P 5 0.8 1.2 4 6 7.3 7.6 11

13

Heriyono LK A A,D,B A,E T P 6 0.8 1.8 4 9 7.6 7.8 12

14

Ima Martina PR B A,E B T P 7 0.4 1 2 5 7.3 7.5 9

15

Andra Agita PR A D B T P 7 0.6 1.8 3 9 7.3 7.5 9

16

Rizki Ananda PR B A,D,E B T P 10 0.5 2.8 2.5 14 7.3 7.6 8

17

Indira PR A D,E B,F T N 1 0.6 1.6 3 8 7.3 7.5 9

18

Rini PR A D,B,E B T N 2 0.3 0.7 1.5 3.5 7.5 7.7 11

19

Ningsih

Menlinda PR A D,E A,E T P 6 0.2 1 1 5 7.3 7.6 11

20

Veronika Fitri PR A A,B,D,E,F A,B,E T P 5 0.2 0.8 1 4 7.3 7.6 12

21

Sutan

Erlambang LK A A,D,E A T P 5 0.8 2.4 4 12 7.4 7.8 Kuni

22

Sella Novira PR A A,D,E A T P 0 0.6 2.6 3 13 7.6 7.8 kun

23

Armiyeni PR A A,B,E B,F T P 4 0.7 1.6 3.5 8 7.5 7.7 kun

24

Rudiansyah LK A A,B,D,E B Y N 1 0.6 1.4 3 7 7.3 7.6 mer

25

Windasari PR A A,B,D,E B T P 5 0.5 1.6 2.5 8 7.2 7.6 kun

26

Rizwan Nazir LK A A,D A T P 3 0.6 2.2 3 11 7.1 7.6 kun

27

Ari Pratama LK B A,C,D,E B,C,E T P 3 0.5 1 2.5 5 7.5 7.9 kun

28

Hasnan LK A A,D,E A,E,F T P 6 0.4 2 2 10 7.4 7.6 kun

29

Supriyati PR A A,B,D,E B T P 4 0.6 1 3 5 7.5 7.6 kun

30

Leli Sokiyanti PR A A,D,E B,F T N 2 0.4 0.6 2 3 7.3 7.6 ora

Lampiran 2:

Out put Uji t-berpasangan Laju Aliran Saliva, Volume Saliva

dan pH saliva Sebelum dan Sesudah Distimulasi


(4)

Volume Saliva

Paired Samples Statistics

.4667

30

.20734

.03785

1.3067

30

.61360

.11203

LAS(US)

LAS(S)

Pair

1

Mean

N

Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pa ired Sa mpl es Corre lati ons

30

.522

.003

LA S(US) & LAS (S)

Pair 1

N

Correlation

Sig.

Pa ired Sa mpl es Test

-.84000

.53537

.09774

-1. 03991

-.64009

-8. 594

29

.000

LA S(US) - LAS (S)

Pair 1

Mean

St d. Deviat ion

St d. E rror

Mean

Lower

Upper

95% Confidenc e

Int erval of t he

Difference

Paired Differenc es

t

df

Sig. (2-tailed)

Paired Samples Statistics

2.3333

30

1.03668

.18927

6.5333

30

3.06800

.56014

VS(US)

VS(S)

Pair

1

Mean

N

Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pa ired Sa mples Correla tions

30

.522

.003

VS (US ) & VS(S)

Pair 1

N

Correlation

Sig.

Pa ired Sa mpl es Test

Mean

St d. Deviat ion

St d. E rror

Mean

Lower

Upper

95% Confidenc e

Int erval of t he

Difference

Paired Differences


(5)

pH saliva

Lampiran 3 : Out put Uji Anova Hubungan Kategori Risiko Karies Berdasarkan Laju Aliran

Saliva dengan Pengalaman Karies

Paired Samples Statistics

7.3767

30

.21121

.03856

7.6533

30

.16965

.03097

pHS(US)

pHs(S)

Pair

1

Mean

N

Std. Deviation

Std. Error

Mean

Pa ired Sa mpl es Corre lati ons

30

.738

.000

pHS(US) & pHs (S)

Pair 1

N

Correlation

Sig.

Pa ired Sa mpl es Test

-.27667 .14308 .02612 -.33009 -.22324 -10.591 29 .000

pHS(US) - pHs (S) Pair 1

Mean St d. Deviat ion

St d. E rror

Mean Lower Upper

95% Confidenc e Int erval of t he

Difference Paired Differenc es


(6)

Descriptives

pengalaman karies

5

5.0000

.70711

.31623

4.1220

5.8780

4.00

6.00

25

4.6000

3.05505

.61101

3.3389

5.8611

.00

12.00

30

4.6667

2.79573

.51043

3.6227

5.7106

.00

12.00

res iko sedang

res iko tinggi

Total

N

Mean

Std. Deviation

Std. Error

Lower Bound

Upper Bound

95% Confidence Interval for

Mean

Minimum

Maximum

ANOV A

pengalaman karies

.667

1

.667

.083

.776

226.000

28

8.071

226.667

29

Between Groups

W ithin Groups

Total

Sum of