Luka Lama M asih M enganga

Luka Lama M asih M enganga

Oleh Nasrun M arzuki

(Knowledge Management Manager Koalisi NGO HAM Aceh)

Menteri Kehakiman, Menteri Sekretaris Negara, “

Aceh sudah selesai. Perdamaian sudah, tak perlu Pengakhiran secara resmi perseteruan RI - GAM, Aceh dibuka lagi,” pernyataan dan anjuran 1 diyakini banyak pihak sebagai jalan masuk upaya kepada publik itu berasal dari Muladi, Guru Besar pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM masa Ilmu Hukum yang pernah menjadi Rektor Undip, lalu di Aceh.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Penyakit Lupa

Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional. Kini, kata “damai” seolah menjadi mantra yang kerap Namun, belum satu dasawarsa kesepakatan damai didendangkan para tokoh masyarakat dan elit politik diteken, elit politik di negeri ini seolah terserang Aceh. Bahkan, terkait upaya penyelesaian amnesia. Isu pelanggaran HAM masa lalu di Aceh, pelanggaran HAM di Aceh, seperti pengungkapan sudah terpinggirkan dan nyaris dianggap non-isu yang kebenaran oleh korban pun nyaris dianggap tabu.

penting. Para pegiat HAM banyak beralih ke jalur Sebagian besar rakyat Aceh, memang telah politik, dan terkotak-kotak dalam agenda masing-

lelah dan tak ingin lagi berada dalam suasana perang. 2 masing. Akibatnya, pilihan-pilihan strategis Masih ada korban yang belum mampu menghilangkan penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu yang lebih

trauma akibat puluhan tahun didera konflik bersenjata. berpihak kepada korban, makin sukar dikonsoli- Ada juga yang ingin agar negara secara resmi dasikan. Selain itu, organisasi yang peduli pada mengakui kesalahan sebagaimana dilakoni negeri pemenuhan HAM kian terbatas ruang geraknya, akibat beradab lainnya. Sebagian masih berharap agar makin mengecilnya dukungan terhadap isu pelang- negara bersedia memberikan mereka keadilan dan garan HAM masa lalu di Aceh. para pelaku dihukum setimpal. Tapi umumnya korban

Kata-kata “luka lama” dan “hak-hak korban” yang tergabung dalam organisasi-organisasi serta “pelanggaran HAM masa lalu” menjadi kian

masyarakat korban juga mendambakan agar peristiwa hambar. Publik media disuguhkan isu-isu aktual terkait tragis dan mengenaskan yang mereka dan keluarga perebutan kekuasaan di pentas politik. Pemerintah alami, tidak dilupakan. Terutama, agar peristiwa pusat sangat berhati-hati menyikapi dan memediasi

serupa tidak berulang di masa datang. 3 krisis politik terakhir di Aceh. Namun, upaya Sedari awal Indonesia merdeka, berulang kali menuntaskan penyelesaian dan pemenuhan hak-hak elit politik Aceh merasa dikhianati para penguasa dari korban pelanggaran HAM masa lalu tidak tampak ibu kota negara. Perlakuan tidak patut bukan hanya sungguh-sungguh dilakukan pemerintah dan pihak akibat tidak adilnya porsi bagi hasil kekayaan alam legislatif. 9 yang dikeruk dari bumi Aceh, namun juga

Bahkan, Komnas HAM pun cenderung “penghinaan” atas harga diri rakyat Aceh yang diyakini melupakan kasus-kasus yang pernah diselidiki di

telah berjasa menyangga negara kesatuan Republik Aceh. Hingga kini, Komnas HAM belum memutuskan Indonesia. Misalnya, Aceh pernah “dipaksa” 4 secara resmi, ada atau tidak ada pelanggaran HAM

bergabung dengan Sumatera Utara. Pernah disebut yang berat terjadi di Aceh. Lembaga negara ini, khusus istimewa, tapi hanya dalam sebutan dan retorika untuk kasus-kasus Aceh, acap kali berhenti pada

belaka. Bahkan, hingga kini, pemerintah pusat masih 5 putusan akhir, seperti yang mungkin dilakukan para saja diragukan keikhlasannya menyerahkan otonomi, korban dan organisasi masyarakat sipil: himbauan dan

padahal ada perintah tegas secara legislasi. 6 rekomendasi.

Hubungan pusat dan Aceh kerap cidera. Setelah geger perlawanan bersenjata yang dipimpin Teungku Daud Beureueh pada masa Sukarno, “Aceh Merdeka” pun diproklamirkan Hasan Tiro, pada 1976. Militer diminta menggelar operasi, agar Aceh tetap jadi bagian NKRI. Puluhan tahun, aparat TNI/Polri dan anggota GAM saling serang, dan warga sipil menjadi korban. Publik dunia ternganga. Warga sipil 7

kehilangan harta, orang tua dan sanak keluarga lainnya. Kalangan NGO nasional dan internasional gencar mengadvokasi. Setelah menempuh jalan panjang dan berkali-kali gagal, akhirnya kesepakatan damai pun diteken Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, Finlandia pada 15 Agustus 2005. 8