34 bernyanyi dan belajar shamisen, tetapi mereka akan menambah penghasilan
mereka dengan keluar untuk menghibur di kapal dan di kedai teh dan kadang- kadang terlibat seks gelap dengan klien mereka.
Kabuki adalah kesenian tradisional Jepang yang berbentuk drama klasik yang bertahan sampai saat ini masih digemari oleh rakyat Jepang. Kesenian ini
muncul sebagai kesenian rakyat kota terutama kelas para pengrajin dan pedagang pada zaman Edo dalam pemerintahan Shogun Tokugawa Renariah 2008:1.
Tarian Okuni disebut Kabuki Odori, yang menggambarkan suatu kemegahan yang menjadi amat populer, tetapi di sisi lain para pemainnya melayani para pria
penggemarnya sehingga terjadi baishun, sebagai akibat dari hal tersebut maka pada tahun 1629 Tokugawa melarang pertunjukkan kabuki wanita penghibur yang
disebut Onna kabuki, karena shogun khawatir akan pengaruh sosial yang lebih buruk, dan sebagai pengganti dari Onna kabuki adalah wakashu kabuki Renariah
2008:7
3.1.2 Karayuki-san
Menurut kanjinya, karayuki-san berasal dari kata kara, yuki, dan san. Kara adalah suatu terminologi kuno yang memiliki makna pergi ke Cina sedangkan
yuki bermakna pergi, tujuan atau “seorang yang pergi”. Sedangkan san adalah
akhiran yang ditempelkan dibelakang nama atau profesi seseorang wulandari 2013:72. Karayuki-san identik dengan baishun. Sone dalam Pangastoeti
menyebutkan baishun yang dilakukan oleh perempuan-perempuan Jepang diluar negaranya pada masa itu Zaman Meiji lazim disebut karayuki-san. Unsur
hubungan seksual dan pembayaran memang dua hal yang terkait erat denga n
Universitas Sumatera Utara
35 profesi karayuki-san karena mereka akan menerima pembayaran setelah melayani
pelanggan. Jumlah karayuki san pada awal Meiji sekitar 100.000 orang, tersebar di enam wilayah yaitu Siberia, Manchuria, Kwantung, daratan Cina, Asia
Tenggara, Amerika Utara, Amerika Selatan, Oceania, dan Afrika Pangastoeti 2009:139.
3.1.3 Baishun Masa Pasca Perang Dunia II
Pada masa pasca perang dunia II, pemerintah membangun tempat baishun untuk melayani tentara sekutu yang menduduki Jepang. Tempat baishun terdiri
dari red line dan blue line. Berdirinya red line sering disebabkan oleh bekas kuartal berlisensi sedangkan blue line diduga berdiri untuk bar baru dan restoran
Kovner 2012 :90. Berbeda dengan panpan, yakni pekerja seks yang berkeliaran di jalan
Kovner 2012:76 . Panpan adalah fenomenea baru dengan arti pekerja seks di masa pasca perang dunia ke-II. Tokyo yang dimana 65 persen dari tempat tinggal
hancur, taman Ueno menjadi tempat bagi masyarakat miskin dan tunaisma datang dan tempat terkonsentrasi dari panpan. Bahkan beberapa mengatakan bahwa itu
adalah tempat budaya panpan berasal Kovner 2012:79. Penggunaan istilah populer panpan dalam pers yang terbagi atas youpan
western pan, dengan kata lain panpan khusus untuk orang asing dan wapan pan yang mengambil pelanggan orang Jepang memperlihatkan bahwa panpan terlibat
seks dengan laki-laki Jepang dan laki-laki asing Kovner 2012:76 Kanzaki Kiyoshi aktivis sosial, wartawan, dan penulis pada masa pasca
perang membagi kriteria dari panpan. Dimulai dengan panpan tingkat rendah,
Universitas Sumatera Utara
36 yakni yama no pan atau panpan yang tinggal diketinggian bukit-bukit di taman.
Kelompok berikutnya adalah shita no pan, yakni panpan yang bekerja di taman dengan arah keluar dari selatan stasiun Asakusa. Kanzaki menganggap mereka
lebih modern dengan menggambarkan mereka mengenakan pakaian barat yang norak, sepatu, dan beberapa memakai kimono yang berkualitas rendah. Kanzaki
juga menguraikan yang lain, kategori yang kurang diinginkan, yang ia sebut dengan three-mat room sanjou no heya yaitu kamar yang hanya berukuran enam
belas meter persegi Kovner 2012:80.
3.1.4 Baishun Setelah Disahkannya Undang-Undang Anti Baishun Jepang