Gejala Fisik Gejala - gejala Dalam Wujud Perilaku Dampak terhadap Perusahaan Pengaruh Stressor terhadap Kinerja

c. Tanda- tanda Organ- organ Dalam Badan Viseral

Perut terganggu, merasa jantung berdebar, banyak keringat, tangan berkeringat, merasa kepala ringan atau akan pingsan, mengalami kedinginan, wajah menjadi panas, mulut menjadi kering, mendengar bunyi berdering dalam kuping. Carry Cooper dan Alison Straw 2000 membagi gejala stres kerja menjadi tiga yaitu :

a. Gejala Fisik

Gejala stres menyangkut fisik bisa mencakup nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab, merasa panas, otot tegang, pencernaan terganggu, mencret-mencret, sembelit, letih yang tak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.

b. Gejala - gejala Dalam Wujud Perilaku

Gejala stres yang menjelma dalam wujud perilaku, mencakup: 1 Perasaan, berupa bingung, cemas, dan sedih, jengkel, salah paham, tak berdaya, tak mampu berbuat apa- apa, gelisah, gagal, tak menarik, kehilangan semangat. 2 Kesulitan dalam berkonsentrasi, berfikir jernih, membuat keputusan. 3 Hilangnya kreatifitas, gairah dalam penampilan, minat terhadap orang lain.

c. Gejala - gejala Di Tempat Kerja

Sebagian besar waktu bagi pekerja berada di tempat kerja, dan jika dalam keadaan stres, gejala- gejala dapat mempengaruhi kita di tempat kerja, antara lain: 1 Kepuasan kerja rendah 2 Kinerja yang menurun Universitas Sumatera Utara 3 Semangat dan energi hilang 4 Komunikasi tidak lancar 5 Pengambilan keputusan jelek 6 Kreatifitas dan inovasi berkurang 7 Bergulat pada tugas- tugas yang tidak produktif.

2.1.6. Dampak Stres

Stres kerja tidak hanya berpengaruh pada individu, namun juga terhadap biaya organisasi dan industri. Begitu besar dampak dari stres kerja, oleh para ahli perilaku organisasi telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah fisik, mental, bahkan output organisasi Yun Iswanto, 1999 dan Gabriel Marjo, 2001. Menurut Gibson dkk 2006, dampak dari stres kerja banyak dan bervariasi. Dampak positif dari stres kerja diantaranya motifasi pribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras, dan meningkatnya inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Cox dalam Gibson, dkk., 2000, membagi menjadi 5 lima kategori efek dari stres kerja yaitu : a. Subyektif berupa kekhawatiran atau ketakutan, agresi, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, gangguan emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian. b. Perilaku berupa mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosional, makan atau merokok secara berlebihan, perilaku impulsif, tertawa gugup. Universitas Sumatera Utara c. Kognitif berupa ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitiv terhadap kritik, hambatan mental. d. Fisiologis berupa kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas, dan dingin. e. Organisasi berupa angka absensi, omset, produktivitas rendah, terasing, dari mitra kerja, komitmen organisasi dan loyalitas berkurang. Selain efek tersebut terdapat juga efek stres yang lain yaitu perilaku tidak produktif dan menarik diri seperti lekas marah, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, dan tindakan legal hukum secara khusus mengganggu dalam bentuk hilangnya produktivitas. Menurut Tarupolo 2002, pekerja yang tidak mampu bereaksi secara baik terhadap stres yang dialami, kesehatan jiwanya akan terganggu dan karenanya kualitas hidup dan produktivitasnya menjadi rendah. pekerja tersebut akan menunjukkan: 1 Sering mengeluh sakit dan berobat 2 Malas dan sering mangkir 3 Sering membuat kesalahan dalam pekerjaan dan cenderung mengalami kecelakaan kerja 4 Sering marah dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan baik 5 Tidak peduli dengan lingkungan, bingung dan pelupa 6 Cara pandang yang negatif dan rasa permusuhan Universitas Sumatera Utara 7 Terlibat penyalahgunaan narkoba 8 Terlibat tindak sabotase di lingkungan kerja. Stres kerja dapat mengakibatkan hal- hal sebagai berikut: a. Penyakit fisik yang diinduksi oleh stres yaitu penyakit jantung koroner, hipertensi, gangguan menstruasi, gangguan pencernaan, mual, muntah, dan sebagainya. b. Kecelakaan kerja: terutama pada pekerjaan yang menuntut kinerja yang tinggi, bekerja bergiliran shift, penyalahgunaan zat aditif c. Absen: pegawai yang sulit menyelesaikan pekerjaan sebab tidak hadir karena pilek, sakit kepala. d. Lesu kerja: pegawai kehilangan motivasi bekerja e. Gangguan jiwa: mulai dari gangguan yang mempunyai efek yang ringan dalam kehidupan sehari-hari sampai pada gangguan yang mengakibatkan ketidakmampuan yang berat. Gangguan jiwa ringan seperti mudah gugup, tegang, marah- marah, mudah tersinggung, kurang berkonsentrasi, apatis dan depresi. Perubahan perilaku berupa kurang partisipasi dalam pekerjaan, mudah bertengkar, terlalu mudah mengambil resiko. Gangguan yang lebih jelas lagi dapat berupa depresi, gangguan cemas Laurentius Panggabean, 2003. Jacinta 2002 juga menyatakan bahwa stres kerja dapat juga mengakibatkan hal- hal sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara

a. Dampak terhadap Perusahaan

1 Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional kerja 2 Mengganggu kenormalan aktivitas kerja 3 Menurunnya tingkat produktivitas 4 Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Randall Schuller, stress yang dihadapi pekerja berhubungan dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja dan kecenderungan mengalami kecelakaan. Demikian pula jika banyak diantara pekerja di tempat kerja mengalami stres kerja, maka produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu.

b. Dampak terhadap Individu

Munculnya masalah- masalah yang berhubungan dengan: 1 Kesehatan, dimana banyak penelitian yang menemukan adanya akibat-akibat stres terhadap kesehatan seperti jantung, gangguan pencernaan, darah tinggi, maag, alergi, dan beberapa penyakit lainnya. 2 Psikologis, apabila stres berkepanjangan akan menyebabkan ketegangan dan kekuatiran yang terus menerus yang disebut stres kronis. Stres kronis sifatnya menggerigoti dan menghancurkan tubuh, pikiran dan seluruh kehidupan penderitanya secara perlahan- lahan. Interaksi interpersonal, dimana orang yang sedang stres akan lebih sensitif dibandingkan orang yang tidak dalam kondisi stres. Oleh karena itu sering salah Universitas Sumatera Utara persepsi dalam membaca dan mengartikan suatu keadaan, pendapat dan penilaian, kritik, nasehat, bahkan perilaku orang lain. Orang stres sering mengaitkan segala sesuatu dengan dirinya. Pada tingkat stres yang berat, orang bisa menjadi depresi, kehilangan rasa percaya diri dan harga diri. Menurut Robbins 2003 konsekuensi yang timbul dari penyebab stres dapat dibagi dalam tiga kategori umum: 1. Gejala Fisiologis Perhatian utama atas stres diarahkan pada gejala fisiologis, stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan serangan jantung. Hubungan antara stres dan gejala fisiologi sulit diukur secara objektif, ada sedikit hubungan yang konsisten yaitu pada perilaku dan sikap. 2. Gejala Psikologis Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan. Tetapi stres dapat muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya: ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda. 3. Gejala Perilaku Gejala stres yang berkaitan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluar-masuknya karyawan, juga perubahan dalam Universitas Sumatera Utara kebiasaan makan, meningkatnya merokok, konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

2.1.7. Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres

Menurut Davis dan Newstrom 1985 ada beberapa cara untuk mengurangi stres, melalui tiga pendekatan yaitu: 1. Meditasi Meditasi mencakup pemusatan pikiran untuk menenangkan fisik dan emosi. Meditasi membantu menghilangkan stres duniawi secara temporer dan mengurangi gejala-gejala stres. Jenis meditasi yang populer adalah meditasi transendental. Pada umumnya meditasi memerlukan unsur berikut: a Lingkungan yang relatif tenang b Posisi yang nyaman c Rangsangan mental yang repetitif d Sikap yang pasif 2. Biofeedback Suatu pendekatan yang berbeda terhadap suasana kerja yang mengandung stres. Dengan biofeedback orang di bawah bimbingan medis belajar dari umpan balik instrumen untuk mempengaruhi gejala stres, sehingga dapat membantu dalam mengurangi efek stres yang tidak diinginkan. 3. Personal Wellness Program pembinaan preventif bagi personal wellness lebih baik dalam mengurangi penyebab stres dengan metode-metode penanggulangan membantu seseorang menghadapi stressor yang berada di bawah pengendalian langsung. Universitas Sumatera Utara Menurut Gitosudarmo dan Sudita 2000 cara mengatasi stres dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan individu dan organisasi. Bagi individu penting dilakukannya penanggulangan stres karena stres dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas dan penghasilan. Sedangkan bagi organisasi bukan karena alasan kemanusiaan tetapi juga karena pengaruhnya terhadap prestasi semua aspek dari organisasi dan efektivitas organisasi secara keseluruhan. Perbedaan penanggulangan stres antara pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak dibedakan secara tegas, pengurangan stres dapat dilakukan pada tingkat individu organisasi maupun kedua duanya. Tabel berikut menyajikan dua pendekatan dalam menanggulangi stres. Tabel 2.1 Penanggulangan Stres secara Individual dan Organisasi Secara Individual Secara Organisasi 1 Meningkatkan keimanan 2 Melakukan meditasi dan pernapasan 3 Melakukan kegiatan olah raga 4 Melakukan rileksasi 5 Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga 6 Menghindari kebiasan rutin yang Membosankan 1 Melakukan perbaikan iklim organisasi 2 Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik 3 Menyediakan sarana olah raga 4 Melakukan analisis dan kejelasan tugas 5 Mengubah struktur dan proses organisasi 6 Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan 7 Melakukan restrukturisasi tugas 8 Menerapkan konsep manajemen berbasis sasaran. Sumber : Gitosudarmo dan Sudita, 2000 Menurut Handoko 2001 cara terbaik untuk mengurangi stres adalah dengan menangani penyebab-penyebabnya. Sebagai contoh, departemen personalia dapat Universitas Sumatera Utara membantu karyawan untuk mengurangi stres dengan memindahkan transfer ke pekerjaan lain, mengganti penyelia yang berbeda dan menyediakan lingkungan kerja yang baru. Latihan dan pengembangan karir dapat diberikan untuk membuat karyawan mampu melaksanakan pekerjaan baru. Cara lain untuk mengurangi stres adalah merancang kembali pekerjaan-pekerjaan sehingga para karyawan mempunyai pilihan keputusan lebih banyak dan wewenang untuk melaksanakan tanggung jawab mereka. Desain pekerjaan dapat mengurangi kelebihan beban kerja, tekanan waktu dan kemenduaan peran. Komunikasi yang lebih baik bisa memperbaiki pemahaman karyawan terhadap situasi-situasi stres. Menurut Siagian 2005 strategi penanganan stres yang dapat ditempuh dapat diklasifikasikan pada dua kategori, yaitu pendekatan oleh karyawan itu sendiri dan pendekatan organisasional. Pendekatan individu dapat dikatakan bahwa orang pertama dan yang paling bertanggung jawab dalam menghadapi dan mengatasi stres adalah yang bersangkutan sendiri, strategi yang efektif untuk ditempuh meliputi manajemen waktu, olah raga yang teratur, pelatihan rileks dan memperluas jaringan dukungan sosial. Adapun strategi yang dilakukan melalui pendekatan organisasional yang dikendalikan oleh manajemen harus dilakukan langkah-langkah tertentu seperti: 1 Perbaikan proses seleksi dan penempatan, 2 Penggunaan prinsip-prinsip penentuan tujuan secara realistik, 3 Rancang bangun ulang pekerjaan, 4 Pengambilan keputusan yang partisipatif, Universitas Sumatera Utara 5 Proses komunikasi, 6 Program kebugaran. Menurut Siagian 2005 ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stres para karyawan antara lain: 1 Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stres, 2 Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apa jika mereka menghadapi stres, 3 Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah- langkah tertentu sebelum stres itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya, 4 Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stres, 5 Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar- benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya, 6 Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stres dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini, 7 Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stres yang berasal dari kondisi kerja dapat diletakkan, 8 Menyediakan jasa bantuan bagi para karyawan apabila mereka sempat menghadapi stres. Universitas Sumatera Utara 2.2. Kinerja 2.2.1. Definisi Kinerja Kinerja merupakan hasil pelaksanaan suatu pekerjaan baik bersifat fisikmaterial maupun non fisiknon material H. Hadari Nawawi, 2005. Menurut Cokroaminoto 2007 pengertian kinerja karyawan menunjuk pada kemampuan karyawan dalam melaksanakan keseluruhan tugas-tugas yang menjadi tanggungjawabnya. Tugas-tugas tersebut biasanya berdasarkan indikator-indikator keberhasilan yang sudah ditetapkan. Sebagai hasilnya akan diketahui bahwa seseorang karyawan masuk dalam tingkatan kinerja tertentu. Tingkatannya dapat bermacam istilah. Kinerja karyawan dapat dikelompokkan ke dalam: tingkatan kinerja tinggi, menengah atau rendah. Dapat juga dikelompokkan melampaui target, sesuai target atau di bawah target. Berangkat dari hal-hal tersebut, kinerja dimaknai sebagai keseluruhan “unjuk kerja” dari seorang karyawan. Sedangkan menurut Veithzal Rivai 2005 kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Menurut Byars 1984, dalam Suharto dan Cahyono, 2005, kinerja diartikan sebagai hasil dari usaha seseorang yang dicapai dengan adanya kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu. Sedangkan menurut Mas’ud 2004 kinerja adalah hasil pencapaian dari usaha yang telah dilakukan yang dapat diukur dengan indikator-indikator tertentu. Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan diinformasikan kepada pihak-pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi Universitas Sumatera Utara dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi serta mengetahui dampak positif dan negatif suatu kebijakan operasional yang diambil. Dengan adanya informasi mengenai kinerja suatu instansi pemerintah, akan dapat diambil tindakan yang diperlukan seperti koreksi atas kebijakan, meluruskan kegiatan-kegiatan utama, dan tugas pokok instansi, bahan untuk perencanaan, menentukan tingkat keberhasilan instansi untuk memutuskan suatu tindakan, dan lain-lain. Hal tersebut sejalan dengan Bain 1982, dalam Mc Nesse-Smith 1996 yang menyatakan kinerja sebagai kontribusi terhadap hasil akhir organisasi dalam kaitannya dengan sumber yang dihabiskan, dan diukur dengan indikator kualitatif dan kuantitatif Belcher 1987, dalam Mc Nesse-Smith 1996. Penilaian instrumen dilakukan untuk menilai persepsi pekerja akan kinerja diri mereka sendiri dalam kaitannya dengan item-item seperti output, pencapaian tujuan, pemenuhan deadline, penggunaan supplai, jam kerja dan ijin sakit. Kinerja dapat diartikan sebagai gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau program atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam rencana strategi suatu organisasi. Istilah kinerja sering digunakan untuk menyebut prestasi atau tingkat keberhasilan individu atau kelompok individu. Kinerja dapat diketahui hanya jika individu atau kelompok individu tersebut memiliki kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria keberhasilan ini berupa tujuan-tujuan atau target-target tertentu yang hendak dicapai. Tanpa adanya tujuan serta target, kinerja seseorang atau organisasi tidak dapat diketahui karena tidak ada tolok ukurnya. Menurut Dessler 1997, kinerja Universitas Sumatera Utara merupakan prosedur yang meliputi 1 penetapan standar kinerja; 2 penilaian kinerja aktual pegawai dalam hubungan dengan standar-standar ini; 3 memberi umpan balik kepada pegawai dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau terus berkinerja lebuh tinggi lagi. Selain itu kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka untuk mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan. Dengan kata lain, kinerja perorangan dan kinerja kelompok sangat mempengaruhi kinerja organisasi atau organisasi secara keseluruhan dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut. Sedarmayanti 2001 mendefinisikan kinerja sebagai prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja atau unjuk kerja atau penampilan kerja. Pengertian kinerja tersebut menunjukkan bagaimana seorang pekerja dalam menjalankan pekerjaannya. Dengan demikian, dapat disimpulkan, kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka untuk menciptakan tujuan organisasi. Mitchell Sedarmayanti, 2001 menyatakan bahwa kinerja terdiri dari berbagai aspek, yaitu : 1. Quality of work kualitas pekerjaan. 2. Prompines kecepatan dan ketepatan hasil kerja. 3. Initiative kemampuan mengambil inisiatif. 4. Capability kesanggupan atau kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan. Universitas Sumatera Utara 5. Communication kemampuan berkomunikasi dengan lingkungan. Menurut Gomes 1995, kinerja dipengaruhi oleh usaha, motivasi, kemampuan pegawai, dan juga kesempatan dan kejelasan tujuan-tujuan kinerja yang diberikan oleh organisasi kepada seorang pegawai. Penciptaan pekerjaan yang menantang akan menarik keinginan intrinsik yang dimiliki orang untuk menangani pekerjaannya dan menghindari rasa bosan, kegiatan-kegiatan yang melelahkan yang menghasilkan sedikit hasil positif. Sesungguhnya semua organisasi atau perusahaan memiliki sarana-sarana formal dan informal untuk menilai kinerja pegawainya. Handoko 2001 mengemukakan, penilaian kinerja atau prestasi kerja performance appraisal adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja pegawai. Kegiatan ini dapat mempengaruhi keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan balik kepada para pegawai tentang pelaksanaan kerja mereka. Adapun kegunaan penilaian kinerja adalah sebagai berikut: 1. Mendorong orang ataupun pegawai agar berperilaku positif atau memperbaiki tindakan mereka yang di bawah standar; 2. Sebagai bahan penilaian bagi manajemen apakah pegawai tersebut telah bekerja dengan baik; dan 3. Memberikan dasar yang kuat bagi pembuatan kebijakan peningkatan organisasi. Dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja pegawai adalah proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja pegawai. Apabila penilaian kinerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan dapat membantu meningkatkan motivasi kerja sekaligus dapat meningkatkan loyalitas para anggota organisasi yang Universitas Sumatera Utara ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi akan menguntungkan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu penilaian kinerja perlu dilakukan secara formal dengan kriteria- kriteria yang telah ditetapkan oleh organisasi secara obyektif. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan bahwa pada kinerja seseorang yang perlu diperhatikan adalah adanya suatu kegiatan yang telah dilaksanakan. Agar hasil kerja yang dicapai oleh setiap pegawai sesuai dengan mutu yang diinginkan, waktu yang ditentukan, maka penilaian kinerja pegawai mutlak diperlukan oleh setiap organisasi. Mengenai ukuran-ukuran kinerja pegawai, Ranupandojo dan Husnan 2000 menjelaskan secara rinci sejumlah aspek yang meliputi: 1. Kualitas kerja adalah mutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetapkan. Kualitas kerja diukur dengan indikator ketepatan, ketelitian, keterampilan dan keberhasilan kerja. Kualitas kerja meliputi ketepatan, ketelitian, kerapihan dan kebersihan hasil pekerjaan. 2. Kuantitas kerja yaitu banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seberapa cepat pekerjaan dapat terselesaikan. Kuantitas kerja meliputi output, serta perlu diperhatikan pula tidak hanya output yang rutin saja, tetapi juga seberapa cepat dia dapat menyelesaikan pekerjaan yang ekstra. 3. Dapat tidaknya diandalkan termasuk dalam hal ini yaitu mengikuti instruksi, inisiatif, rajin, serta sikap hati-hati. 4. Sikap, yaitu sikap terhadap pegawai perusahaan dan pekerjaan serta kerjasama. Universitas Sumatera Utara Dari berbagai uraian tentang kinerja pegawai yang telah dijelaskan dapat disimpulkan bahwa kinerja pegawai merupakan hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai wewenang dan tanggung jawab masing-masing untuk mewujudkan tujuan organisasi.

2.2.2. Kinerja Individu dan Kinerja Organisasi Individual and Organization Performance

Suatu lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga yang dinamakan perusahaan ataupun yayasan foundation dalam mencapai tujuan yang ditetapkan harus melalui sarana dalam bentuk organisasi yang digerakkan oleh sekelompok orang group of humanbeing yang berperan aktif sebagai pelaku actors dalam upaya mencapai tujuan lembaga atau organisasi bersangkutan. Dalam hal ini sebenarnya terdapat hubungan yang erat antara kinerja perorangan individual performance dengan kinerja lembaga institutional performance atau kinerja perusahaan corporate performance. Dengan perkataan lain bila kinerja karyawan individual performance baik maka kemungkinan besar kinerja perusahaan corporate performance juga baik. Kinerja seorang karyawan akan baik bila dia mempunyai keahlian skill yang tinggi, bersedia bekerja karena digaji atau diberi upah sesuai dengan sesuai dengan perjanjian, mempunyai harapan expectation masa depan lebih baik. Mengenai gaji dan adanya harapan expectation merupakan hal yang menciptakan motivasi seorang karyawan bersedia melaksanakan kegiatan kerja dengan kinerja yang baik. Bila sekelompok karyawan dan atasannya mempunyai Universitas Sumatera Utara kinerja yang baik, maka akan berdampak pada kinerja perusahaan yang baik pula. Suyadi Prawirosentono, 2008

2.2.3. Penilaian Kinerja karyawan

Menurut Suyadi Prawirosentono, 2008 penilaian kinerja adalah proses penilaian hasil kerja yang akan digunakan oleh pihak manajemen untuk memberi informasi kepada para karyawan secara individual, tentang mutu dan hasil pekerjaannya di pandang dari sudut kepentingan perusahaan. Dalam hal ini, seorang karyawan harus diberitahu tentang hasil pekerjaannya, dalam arti baik, sedang atau kurang. Hal ini dilakukan pada setiap jenjang hierarki, bukan hanya karyawan bawahan yang dinilai, tetapi juga “middle management” harus dinilai atasannya.

2.2.4. Faktor-faktor Kinerja yang Dinilai

Sebenarnya jenis-jenis formulir untuk menilai kinerja karyawan tersebut berlaku umum, baik untuk organisasi perusahaan, pemerintahan, yayasan maupun organisasi lain Suyadi Prawirosentono, 2008. Secara umum terdapat beberapa butir penilaian kinerja yakni meliputi hal-hal sebagai berikut : a. Pengetahuan seorang karyawan tentang pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. b. Apakah karyawan mampu membuat perencanaan dan jadwal pekerjaannya. c. Apakah seorang karyawan mengetahui standar mutu pekerjaan yang disyaratkan. d. Tingkat produktivitas karyawan : hal ini berkaitan dengan kuantitas jumlah hasil pekerjaan yang mampu diselesaikan oleh seorang karyawan. Universitas Sumatera Utara e. Pengetahuan teknis atas pekerjaan yang menjadi tugas seorang karyawan harus dinilai, karena hal ini berkaitan dengan mutu pekerjaan dan kecepatan seorang karyawan menyelesaikan suatu pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. f. Ketergantungan kepada orang lain dari seorang karyawan perlu dinilai, karena berkaitan dengan kemandirian self confidence seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. g. Judgment atau kebijakan yang bersifat naluriah yang dimiliki seorang karyawan dapat mempengaruhi kinerjanya, karena dia mempunyai kemampuan menyesuaikan dan menilai tugasnya dalam menunjang tujuan organisasi. h. Kemampuan berkomunikasi dari seorang karyawan, baik dengan sesama karyawan maupun dengan atasannya dapat mempengaruhi kinerjanya. i. Kemampuan bekerja sama seorang karyawan dengan orang-orang lain sangat berperan dalam menetukan kinerjanya. j. Kehadiran dalam rapat disertai dengan kemampuan menyampaikan gagasan- gagasannya kepada orang lain mempunyai nilai tersendiri dalam menilai kinerja seorang karyawan. k. Kemampuan mengatur pekerjaan yang menjadi tangung jawabnya, termasuk membuat jadwal kerja, umumnya mempengaruhi kinerja seorang karyawan. l. Kepemimpinan menjadi faktor yang harus dinilai dalam menilai kinerja terutama bagi kinerja yang berbakat “memimpin” sekaligus memobilisasi dan memotivasi teman-temannya untuk bekerja lebih baik. Universitas Sumatera Utara m. Minat memperbaiki kemampuan diri sendiri menjadi faktor lain untuk menilai kinerja seorang karyawan. n. Apakah ada faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang. o. Apakah terdapat bidang kerja yang harus dirubah sistemnya sehingga karyawan dapat melaksanakannya dengan cara lebih baik. p. Hal-hal lain, seperti berbagai catatan khusus dan umum tentang karyawan yang berkaitan dengan kinerjanya. Dari 16 item kuesioner diatas, hanya 12 item a – l yang akan digunakan untuk kuesioner penelitian.

2.2.5. Manfaat Penilaian Kinerja Karyawan

Penilaian kinerja atas seluruh staf baik atasan maupun bawahan merupakan kegiatan yang harus secara rutin dilakukan, tanpa beban mental atau “rikuh”, karena hal ini diperlukan untuk tujuan meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Bila masing-masing karyawan berkinerja baik, biasanya atau umumnya kinerja perusahaan pun baik. Penilaian kinerja yang dilakukan secara regular teratur bertujuan melindungi perusahaan dalam mencapai tujuannya. Penilaian kinerja karyawan yang dilakukan secara obyektif, tepat dan didokumentasikan secara baik cenderung menurunkan potensi penyimpangan yang dilakukan karyawan, sehingga kinerjanya diharapkan harus bertambah baik sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan perusahaan. Memang terdapat beberapa penulis yang berpendapat bahwa penilaian kinerja dapat menimbulkan motivasi negatif para karyawan. Namun seyogyanya para karyawan seharusnya merasa lebih bahagia karena dapat lebih produktif, sehingga keuntungan perusahaan akan dapat dinikmati Universitas Sumatera Utara pula oleh karyawan berupa bonus akhir tahun. Di samping itu penilaian kinerja atas karyawan, sebenarnya membuat karyawan mengetahui posisi dan peranannya dalam menciptakan tercapainya tujuan perusahaan. Hal ini justru akan menambah motivasi karyawan untuk berkinerja semakin baik lagi, karena mereka masing-masing dapat bekerja lebih baik dan benar doing right. Dengan demikian diharapkan, para karyawan bermental juara champion human resource. Ingin menjadi yang terbaik tanpa merugikan teman yang lain “team work”. Suyadi Prawirosentono, 2008.

2.3. Pengaruh Stressor terhadap Kinerja

Terkait dengan stressor kerja, kinerja mempunyai hubungan yang signifikan dengan stressor Robbins, 2006. Hubungan stres kerja dengan kinerja disajikan dalam model hubungan U-Terbalik. Pola U tersebut menunjukkan hubungan tingkat stres rendah-tinggi dengan kinerja rendah-tinggi. Bila tidak ada stres, tantangan kerja juga tidak ada dan prestasi kerja cenderung menurun. Sejalan dengan meningkatnya stres, prestasi kerja cenderung menaik, karena stres membantu karyawan untuk mengarahkan segala sumber daya dalam memenuhi kebutuhan kerja. Meningkatnya stres akan menyebabkan peningkatan kinerja, namun setelah melewati titik tertentu titik optimum, meningkatnya stres justru akan menurunkan kinerja. Bagi organisasi, stres yang dialami tenaga kerjanya dapat mengakibatkan rendahnya produktivitaskinerja, tingginya tingkat absensi, dan tingginya turnover oleh Ray dan Miller dalam Sari 2007. Dampak negatif ini bisa menjadi lebih buruk ketika hasil dari stres berupa burnout. Burnout adalah sekumpulan gejala yang merupakan akibat dari kontak panjang dengan stressor Greenberg dan Baron, 2003 yang ditandai dengan kelelahan fisik , sikap dan emosional. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.3. Model Hubungan Stress dengan Kinerja Sumber : Keith Davis 1996

2.4. Landasan Teori