Patogenesis Gejala Klinis Cutaneous Larva Migrans

menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju ke faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan tumbuh menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Beberapa larva ditemukan di jaringan dan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing melalui transmammar y atau transplasenta. Manusia juga dapat terinfeksi dengan cara larva filariform menembus kulit. Pada sebagian besar spesies, larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia dan bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. Beberapa larva dapat bertahan pada jaringan yang lebih dalam setelah bermigrasi di kulit CDC, 2012. Sumber : CDC, 2012 Gambar 2.3. Siklus hidup cacing tambang

2.1.7. Patogenesis

Telur pada tinja menetas di permukaan tanah dalam waktu 1 hari dan berkembang menjadi larva infektif tahap ketiga setelah sekitar 1 minggu. Larva dapat bertahan hidup selama beberapa bulan jika tidak terkena matahari langsung dan berada dalam lingkungan yang hangat dan lembab. Kemudian jika terjadi kenaikan suhu, maka larva akan mencari pejamunya. Setelah menempel pada manusia, larva merayap di sekitar kulit untuk tempat penetrasi yang sesuai. Universitas Sumatera Utara Akhirnya, larva menembus ke lapisan korneum epidermis. Larva infektif mengeluarkan protease dan hialuronidase agar dapat bermigrasi di kulilt manusia Heukelbach dan Feldmeier, 2008. Selanjutnya, larva bermigrasi melalui jaringan subkutan membentuk terowongan yang menjalar dari satu tempat ke tempat lainnya Shulmann et al, 1994 dalam Palgunadi, 2010. Pada hewan, larva mampu menembus dermis dan melengkapi siklus hidupnya dengan berkembang biak di organ dalam. Pada manusia, larva tidak memiliki enzim kolagenase yang cukup untuk menembus membran basal dan menyerang dermis, sehingga larva tersebut tidak dapat melanjutkan perkembangan siklus hidupnya. Akibatnya, selamanya larva terjebak di jaringan kulit penderita hingga masa hidup dari cacing ini berakhir Juzych, 2012; Palgunadi, 2010.

2.1.8. Gejala Klinis

Pada saat larva masuk ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas di tempat larva melakukan penetrasi. Rasa gatal yang timbul terutama terasa pada malam hari, jika digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder Natadisastra Agoes, 2009. Mula-mula akan timbul papul, kemudian diikuti bentuk yang khas, yakni lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok, menimbul dengan diameter 2-3 mm, dan berwarna kemerahan. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Perkembangan selanjutnya, papul merah ini menjalar seperti benang berkelok-kelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul, dan membentuk terowongan burrow, mencapai panjang beberapa sentimeter Aisah, 2010. Pada stadium yang lebih lanjut, lesi-lesi ini akan lebih sulit untuk diidentifikasi, hanya ditandai dengan rasa gatal dan nodul-nodul Vega-Lopez dan Hay, 2004. Lesi tidak hanya berada di tempat penetrasi. Hal ini disebabkan larva dapat bergerak secara bebas sepanjang waktu. Umumnya, lesi berpindah ataupun bertambah beberapa milimeter perhari dengan lebar sekitar 3 milimeter. Pada CLM, dapat dijumpai lesi tunggal atau lesi multipel, tergantung pada tingkat keparahan infeksi CDC, 2012, Universitas Sumatera Utara Pada infeksi percobaan dengan 50 larva, didapati gejala mulai muncul beberapa menit setelah tusukan, diikuti dengan munculnya papul-papul setelah 10 menit. Beberapa jam kemudian, bercak awal mulai digantikan oleh papul kemerahan. Papul-papul kemudian bergabung membentuk erupsi eritematopapular, yang kemudian akan menjadi vesikel yang sangat gatal setelah 24 jam. Lesi berbentuk linear atau berkelok-kelok mulai muncul 5 hari setelah infeksi Africa, 1932 dalam GutiƩrrez, 2000. CLM biasanya ditemukan pada bagian tubuh yang berkontak langsung dengan tanah atau pasir CDC, 2012. Tempat predileksi antara lain di tungkai, plantar, tangan, anus, bokong, dan paha Aisah, 2010. Pada kondisi sistemik, gejala yang muncul antara lain eosinofilia perifer sindroma Loeffler, infiltrat pulmonar migratori, dan peningkatan kadar imunoglobulin E, namun kondisi ini jarang ditemui Vano-Galvan et al, 2009. Sumber : Tolan Jr, 2013 Gambar 2.4. Gambaran klinis CLM

2.1.9. Diagnosis