enam belas pertanyaan yang terdapat pada kondisi pertama dan kedua. Arti dari skor 1 adalah sangat tidak setuju, skor 2 tidak setuju, skor 3 netral atau tidak berpendapat,
skor 4 setuju dan skor 5 sangat setuju. Seorang responden dapat dikatakan semakin berkompromi dengan tindakan-tindakan yang secara etis diragukan
questionable action
jika skor yang didapat dari kuesioner yang diisinya semakin tinggi.
3.1.2 Variabel Independen
Terdapat tiga variabel independen dalam penelitian ini, yaitu pertimbangan etis, perilaku Machiavellian dan gender. Ketiga variabel independen tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut :
a. Pertimbangan etis Ethical Reasoning
Pertimbangan etis didefinisikan sebagai pertimbangan-pertimbangan apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dilema etis Rest, 1979 dalam Syaikhul, 2006
dalam Wibowo 2007. Pertimbangan etis diukur dengan skor
Defining Issues Test
1 DIT 1 yang dikembangkan oleh Rest
et al
., 1979 ataupun dengan skor DIT 2 seperti yang digunakan dalam penelitian Richmond 2001. DIT 2 di hitung melalui lembaga
scoring
tersendiri yaitu
Center for the Study of Ethical Development
di Universitas Minessota, Amerika, sedangkan untuk DIT 1 bisa dihitung secara manual. Dengan
pertimbangan tersebut maka peneliti lebih memilih menggunakan DIT 2 dalam penelitian ini.
Terdapat 6 kasus dalam DIT 1 yaitu : 1
The Escape Prisoner
, 2 Doctor’s
Dilema
, 3
The Newspaper
, dan 4
Heinz and the Drugs, 5 Webster, 6 Students.
Dalam penelitian ini hanya akan digunakan 4 kasus dari 6 kasus karena adanya perbedaan kultur negara. Keempat kasus dilema etika Rest
et al
., 1979 yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1
The Escape Prisoner
, 2 Doctor’s
Dilema
, 3
The Newspaper
, dan 4
Heinz and the Drugs.
Dua kasus terakhir yaitu
Webster
dan
student
tidak digunakan. Alasannya adalah karena pada kasus
Webster,
pertanyaan yang diajukan adalah “apakah seorang
manajer harus memperkerjakan suatu golongan minoritas yang tidak disukai oleh para pelanggan toko”. Hal ini tidak sesuai dengan kebudayaan Indonesia yang tidak
terbiasa untuk menggolong-golongkan suatu kelompok menjadi golongan mayoritas maupun minoritas. Sedangkan pada kasus
student
pertanyaan yang diajukan adalah “apakah murid-murid harus protes atas terjadi nya perang Vietnam”. Hal ini jelas
tidak dapat dijadikan pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini karena penelitian ini diadakan di Indonesia bukan di Vietnam.
DIT merangking preferensi pengembangan moral individu dengan skor P Principled. Setiap item tersebut menggambarkan tingkatan tingkat 1-6 dari tiga
level perkembangan moral Kohlberg. Skor P memuat “kepentingan relatif yang diberikan responden pada pertimbangan-pertimbangan moral prinsip dan
pengambilan keputusan tentang dilema moral”. Kriteria penilaian untuk variabel pertimbangan etis Rest
et al
1999 adalah sebagai berikut :
1. Responden yang tidak konsisten dalam menjawab tidak dapat digunakan dalam
penelitian. Ketidakkonsistenan dilihat dari responden yang memberikan nomor
pertanyaan yang sama dalam memberikan peringkat. Misalnya responden memberikan peringkat 1 untuk nomor 6, namun diperingkat 3 di isi lagi dengan
nomor yang sama no 6. 2.
Responden yang tidak mengisi ke empat kasus harus dieliminasi karena tidak bisa digunakan dalam penelitian.
3. Responden yang mengisi peringkat dalam kasus dengan nilai M
Meaningless
lebih dari 8 harus dieliminasi karena tidak bisa digunakan dalam penelitian.
b. Perilaku Machiavellian