Penjabaran Kriteria Dimensionalitas Standar Perilaku Dasar Jaksa Pada Coding Sheet I I I

Tabel 3 Penjabaran Kriteria Dimensionalitas Standar Perilaku Dasar Jaksa Pada Coding Sheet I I I

nilai 0

dimensionalitas

nilai 7

RESPECT FOR THE LAW

Sama sekali tidak memiliki

Hampir semua relevan kandungan tersebut.

RESPECT FOR THE LAW 1:

Seberapa dokumen yang ditelaah

dengan kandungan

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa

tersebut.

sebagai institusi yang mampu menampilkan menghormati hukum di dalam sepak terjang, baik dengan tutur kata maupun tindakan.

Sama sekali tidak memiliki

Hampir semua relevan kandungan tersebut.

RESPECT FOR THE LAW 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah

dengan kandungan

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa

tersebut.

sebagai institusi yang mampu menghormati hukum di dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sehari-hari.

FAI RNESS

Memilih-milih dan tidak

Memperlakukan secara mengimplementasikan

FAI RNESS 1:

sama, memberikan kelompok tertentu yang

Seberapa dokumen yang ditelaah

kesempatan sama kepada diuntungkan.

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa

sebagai institusi yang mampu

setiap anggota

memberikan kesempatan yang sama bagi

masyarakat/ warga negara

yang dilayani. Menyiratkan adanya

setiap anggota masyarakat yang dilayani.

Tegas dan tidak mendua. agenda tertentu yang sulit

FAI RNESS 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah

dijelaskan.

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu bertindak tanpa bias dan dengan cara yang tidak mengundang bias bagi citra mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban institusional. Makin minimal penciptaan “oknum”, makin tinggi fairness 2 ini.

Bertindak tepat terhadap dan berada di bawah

Menunggu dan bertindak

FAI RNESS 3:

semua kepentingan dan kepentingan atau golongan

Seberapa dokumen yang ditelaah

golongan sebelum masalah tertentu setelah masalah

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa

terjadi. terjadi.

sebagai institusi yang mampu bertindak

proaktif dan komprehensif di atas semua golongan dan kepentingan.

Tidak mengimplemen-

Bertindak secara tasikan jauh ke depan

FAI RNESS 4:

implementatif sehingga sehingga terjebak pada

Seberapa dokumen yang ditelaah

dapat mengambil kepentingan suatu pihak.

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa

sebagai institusi yang mampu

keputusan secara mandiri

mengkalkulasikan impak dari setiap

di atas semua

aktivitas dan kepentingan sehingga

golongan/kepentingan.

mampu bersikap tidak memihak secara bertanggungjawab.

Rentan terhadap godaan,

Kedap dan kokoh terhadap tawaran dan desakan yang

FAI RNESS 5:

godaan dan desakan yang bersifat insentif.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk peran, fungsi dan status jaksa

bersifat insentif.

sebagai institusi yang mampu menolak setiap pemberian dalam bentuk apa pun yang secara rasional dapat ditafsirkan sebagai alasan berpihak pada kepentingan sang pemberi.

I NDEPENDENCE

Hampir secara menyeluruh hukum tertentu.

Hampir tanpa proteksi

I NDEPENDENCE I

Seberapa dokumen yang ditelaah

terproteksi dengan hukum

menunjuk pada peran, fungsi dan status

tertentu.

jaksa sebagai institusi diproteksi dengan hukum (kedudukan, imunitas judicial, stabilitas gaji judicial, prosedur appointment).

Sangat tergantung pada

Sama sekali tidak suasana politik yang

I NDEPENDENCE 2:

tergantung pada suasana sedang mewarnai saat itu.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada peran, fungsi dan status

politik yang sedang

jaksa sebagai institusi yang menjadi/ tidak

mewarnai saat itu.

menjadi suatu bagian dari sistem judicial (tidak ada peradilan khsus, kekuasaan peradilan dari polisi, jurusdiksi militer).

Tidak memprioritaskan

Sangat memprioritaskan kompetensi sebagai

I NDEPENDENCE 3:

kompetensi sebagai landasan pengambilan

Seberapa dokumen yang ditelaah

landasan pengambilan keputusan.

menunjuk pada peran, fungsi dan status

jaksa sebagai institusi yang memberi

keputusan.

kesempatan, di mana kecakapan/ kompetensi untuk bertindak berfungsi sebagai sistem checking bagi percabangan kewenangan (misalnya dengan judicial review, haneas corpus, atau amparo).

Personil dan anggaran diputuskan secara tidak

Personil dan anggaran

I NDEPENDENCE 4:

dioutuskan secara otonom. otonom.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang memiliki otonomi untuk menyeleksi dan mengelola personil dan anggarannya.

RESPECT FOR PERSONS

Mereaksi secara berlebihan,

Proporsional, asertif, kasar, arogan, dan tidak

RESPECT FOR PERSONS 1:

ramah, membantu. ramah.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang sabar, bermartabat, dan santun manakala berhadapan dengan berbagai kepentingan dan pihak-pihak, baik dari kalangan interen maupun ekstern lingkungan kerja dan masyarakat yang dilayani

Empatik, sensitif dan atau penyikapan yang salah

Berimplikasi ke tindakan

RESPECT FOR PERSONS 2:

fasilitatif. tangkap, kaku pada

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada peran, fungsi dan status

prosedur dan serba

jaksa sebagai institusi yang penuh

menuntut.

pemahaman, toleransi dan sensitif terhadap kebutuhan pribadi-pribadi yang terlibat dalam proses/ urusan peradilan.

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY

Terlalu terspesifikasi,

Mendalam, komprehensif sempit, detail dan parsial

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 1:

dan terintegrasi dengan namun kehilangan

Seberapa dokumen yang ditelaah

gambaran besarnya. kerangka besarnya.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa yang mumpuni menangani investigasi kriminal dan pengakuan baik dari kalangan politisi maupun aparatur negara.

Tidak memiliki cakupan dan

Mencakup dan tidak mengandung

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 2:

mengintegrasikan seluruh keterkaitan antara warga

Seberapa dokumen yang ditelaah

komponen negara. dan aparat negara.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa untuk menangani keluhan seputar masalah hak warga negara dan pelanggaran hak ini oleh agen negara.

Tidak memiliki cakupan

Mencakup seluruh lini antar kelembagaan negara

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 3:

kelembagaan negara berikut perangkat

Seberapa dokumen yang ditelaah

berikut perangkat perundangannya.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa untuk

perundangannya.

menangani kasus-kasus judicial review dari kalangan legislasi nasional (DPR dan lembaga negara lain) dan temuan-temuan kasus yang bersifat inkonstitusional.

I NTEGRI TY

Tidak menempatkan

Mengutamakan kejujuran kejujuran dan ketulusan

I NTEGRI TY 1:

dan ketulusan dalam sebagai hal yang erat

Seberapa dokumen yang ditelaah

berkomunikasi. dengan profesionalitas.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa untuk tampil secara jujur dan tulus sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kebaikan citra korp.

Bocor, tidak proporsional,

Mampu memegang rahasia tidak mampu memagang

I NTEGRI TY 2:

jabatan. rahasia jabatan.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak mengambil keuntungan dari informasi yang tidak selayaknya menjadi konsumsi publik sebagai wujud tanggungjawab profesional.

Rentan terhadap

Tidak mengambil kemungkinan mengambil

I NTEGRI TY 3:

keuntungan dari posisi keuntungan dari posisi

Seberapa dokumen yang ditelaah

yang diduduki; distinctive. yang sedang diduduki.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak memanfaatkan posisi mereka guna memperoleh atau mencari keuntungan, perlakuan istimewa dari dan terhadap pihak manapun.

Tidak memanfaatkan status kemungkinan pemanfaatan

Tidak kritis terhadap

I NTEGRI TY 4:

sosial secara konstan. status sosial untuk

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada pembentukan kecakapan

sembarang keadaan, ruang

peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak

dan waktu.

secara kaku dan scrupulous dalam menggunakan kewenangan mereka.

Tidak dapat menempatkan

Dapat membawakan diri diri secara tepat karena

I NTEGRI TY 5:

sehingga berimplikasi pada pijakan yang kaku dan

Seberapa dokumen yang ditelaah

citra kejaksaan. tidak luwes.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa untuk bertindak sedemikian rupa dalam kehidupan privat mereka sehingga tidak mencemari korp mereka.

ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY

Tidak dapat dihandalkan,

Menepati janji, tidak konsisten, dan berlaku

ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY

berkomitmen dan bertindak setengah-setengah.

Seberapa dokumen yang ditelaah

total.

menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk menepati janji, keputusan dan kesepakatan serta berpartisipasi (berkomitmen) penuh untuk menjalankannya.

Bertindak secara sembunyi-

Bertindak komunikatif, sembunyi di luar

ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY

terbuka dan penuh inisiatif kesepakatan.

Seberapa dokumen yang ditelaah

untuk

menunjuk pada pembentukan kecakapan

mengimplementasikan

peran, fungsi dan status jaksa untuk

keputusan.

bersikap seterbuka mungkin atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukan sehubungan dengan tanggungjawab terhadap korpnya.

RESPONSI BI LI TY OF TRI BUNAL HEAD

Menguasai prinsip-prinsip pemahaman akan prinsip

Tidak mendalami

RESPONSI BI LI TY OF TRI BUNAL HEAD{

dan tanggungjawab dan terlalu berorientasi

Seberapa dokumen yang ditelaah

mengembangkan orang. pada diri sendiri.

menunjuk pada pembentukan kecakapan

peran, fungsi dan status jaksa untuk menerima prinsip-prinsip dan tanggungjawab melalui tindak kepemimpinan, pengkaderan, pelatihan, dan dukungan.

2. CODING SHEET II: KRITERIA PEMBELAJARAN INSTRUKSIONAL Dalam Ringkasan Eksekutif ( Executive Summary) Penelitian Pembaharuan

Kejaksaan, yang menghasilkan beberapa rekomendasi tentang Pembentukan Standar Minimum Profesi Jaksa, disebutkan:

“ ..Program Pendidikan dan Pelatihan Jaksa merupakan pintu awal bagi seseorang untuk menduduki jabatan Jaksa. Proses tersebut harus disiapkan secara baik, sehingga peningkatan kualitas materi, pengajar, dan pola pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hukum. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas para calon jaksa adalah melalui proses magang sebagai langkah awal. Selain itu perlu ada transparansi dalam proses penilaian bagi para peserta sehingga dapat menutup peluang

terjadinya kolusi… » 21 .

Pendidikan, tak terkecuali pendidikan profesi jaksa, mempersyaratkan kualitas materi, pengajar, dan pola pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum. Sedang terkait dengan persyaratan kualitas, pemancangan derajat atau tingkatan kualitas yang hendak dicapai cenderung didasarkan pada amatan, penyimpulan, pemikiran, dan harapan tertentu; sehingga yang lebih dijadikan prioritisasi ialah rumusan prasyarat minimal. Minimalitas dari prasyarat ini justru dimaksudkan untuk membentengi atau mencegah agar tidak terjadi kesenjangan dan ketidaksesuaian

21 Lihat Tim Kejaksaan Agung, KHN dan MAPPI UI , “Penelitian Pembaharuan Kejaksaan,

Pembentukan Standar Minimum Profesi Jaksa”. [ Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)] , 2003.

kejaksaan lantaran citra yang buruk tentang jaksa sebagai profesi di mata publik. Mengingat bahwa pemancangan derajat kualitas yang hendak dicapai secara

pragmatik dapat dikerjakan dengan variasi tertentu, satu hal yang tidak boleh dilupakan ialah kualitas kurikulum. Dalam pandangan Kaiser-Messmer 22 fokus ini dapat beragam,

seperti: terlalu menekankan pada aktivitas yang bersifat utilitarian dan pragmatik, tujuan pendidikan yang cenderung lebih saintifik atau humanistik, atau pendekatan yang lebih integratif. Demikian pula, pendidikan jaksa, melalui bahan ajar dan bahan penunjang lain yang dijadikan rujukan, perlu ditilik dari ketajaman, keterarahan dan fokus dari tujuan

pendidikannya. 23 Lebih jauh, dapat dipersoalkan, misalnya: • Implikasi dari beberapa opsi kurikulum. Kurikulum hendaknya tidak

bersifat tunggal, tetapi akomodatif terhadap komponen kependidikan, seperti ragam pengajar, peserta didik, ketidaklengkapan sarana penunjang dsb.; sehingga dapat diuji dan ditentukan akhirnya, manakah kurikulum yang lebih memuaskan dan efektif.

• Pengartikulasian situasi riil keseharian, baik yang dialami peserta didik maupun masyarakat di mana mereka hidup, sebagai sebuah starting point untuk mendalami sebuah konsep berikut situasi problematik yang hendaknya dikaji dan didalami.

• Macam peran didaktik yang seharusnya lebih diprioritaskan dan mempersyaratkan aktivitas yang lebih sederhana sehingga dapat ditentukan manakah kondisi dan prasyarat yang lebih bermanfaat bagi pembekalan profesionalitas jaksa di lapangan.

Dari sini proses pembelajaran para peserta didik tak dapat dilepaskaitkan dari dua hal penting: pertama, strategi didaktik dan proses di kelas; dan, kedua, pengembangan diri dan keahlian para pengajar. Terkait dengan hal pertama, orientasi kurikuler yang lentur nampak lebih memberikan keleluasaan, terutama bagi interaksi antara pengajar dan peserta didik. Di antaranya ialah cara membantu para peserta didik untuk

22 Kaiser-Messmer, G., “Application-oriented Mathematics Teaching: A Survey of the

Theoretical debate.” Dalam M. Niss, W. Blum, & I . Huntley (Eds.)., Dalam Teaching of Mathematical Modelling and Applications. Chichester: Ellis Horwood, 1991. 23

Tujuan pendidikan, sebagaimana dirumuskan dalam Gagné, R. M., Briggs, L. J., & Wager, W. W. (1992). Principles of I nstructional Design (edisi ke-4). Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers, dimaksudkan untuk mengidentifikasikan luaran dari instruksi yang dibuat, sebagai pedoman bagi pengembangan isi instruksional yang menyangkut cakupan dan urut-urutan; dan memapankan efektivitas instruksional setelah melewati tahapan evaluasi. Sedangkan B. O'Bannon (2002), “Planning for I nstruction”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / edtech.tennessee.edu/ ~ bobannon meyakini tujuan instruksional sebagai “…key to effective instruction. Keep in mind that effective instruction occurs only when student behavior is changed in desired ways. Because instructional objectives are tools for describing student outcomes, they provide a means to making the instruction effective…” Tujuan pendidikan, sebagaimana dirumuskan dalam Gagné, R. M., Briggs, L. J., & Wager, W. W. (1992). Principles of I nstructional Design (edisi ke-4). Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers, dimaksudkan untuk mengidentifikasikan luaran dari instruksi yang dibuat, sebagai pedoman bagi pengembangan isi instruksional yang menyangkut cakupan dan urut-urutan; dan memapankan efektivitas instruksional setelah melewati tahapan evaluasi. Sedangkan B. O'Bannon (2002), “Planning for I nstruction”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / edtech.tennessee.edu/ ~ bobannon meyakini tujuan instruksional sebagai “…key to effective instruction. Keep in mind that effective instruction occurs only when student behavior is changed in desired ways. Because instructional objectives are tools for describing student outcomes, they provide a means to making the instruction effective…”

Kedua, hal pengembangan diri pengajar, yang terkait erat dengan upaya untuk mencegah staf pengajar agar tidak menjadi batu sandungan bagi inovasi. Karena posisi mereka dalam struktur sosial di kelas, para pengajar memiliki alasan, batasan, dan kelebihan yang beragam. Kepengajaran mereka dibentuk dari pelatihan, motivasi dan kompetensi yang beragam pula, sehingga perlu diperhatikan hal-hal seperti: kesulitan yang mereka alami dalam kaitan dengan pemahaman akan pembawaan diri dan peneladanan, pembawaan aktivitas dalam praktik kependidikan mereka, juga fleksibilitas dan rigiditas mereka dalam menerapkan materi kurikuler. Kesemuanya ini secara fokus dicoba-sorot melalui dokumen yang selama ini dijadikan sebagai bahan ajar.

Dalam penelitian ini, penakaran kualitas, sebagaimana pernah dilakukan oleh Davis, 24 disorot dari relevansi tujuan instruksional, tingkat rincian dari setiap deskripsi

aktivitas, kejalasan penjelasan yang mengaitkan antara aktivitas dan tujuan, koherensi dan organisasi materi, dan ketepatan tujuan ( correctness). Uraian ini tidak berseberangan dengan Pedoman Materi Bahan Ajar Kejaksaan yang dikeluarkan oleh Komisi Hukum Nasional, di mana tertulis:

“…Pemilihan materi bahan ajar, harus sejalan dengan ukuran-ukuran (kriteria) yang digunakan untuk bidang studi bersangkutan. Misalnya kriteria pemilihan materi bahan ajar yang akan dikembangkan dalam sistem

instruksional dan yang mendasari penentuan strategi belajar mengajar…” 25

Adapun kriteria yang dimaksud terdiri dari: pertama, kriteria tujuan instruksional, materi bahan ajar yang terpilih dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan instruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku; sehingga materi sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Kedua, keterjabaran, di mana materi bahan ajar harus rinci berdasarkan tujuan instruksional khusus yang telah dirumuskan secara spesifik, teramati dan terukur. Ketiga, relevansi dengan kebutuhan siswa yang ingin berkembang

24 Dr. Elizabeth Davis (2002). “Classroom Assessment Report”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada

Online Documents: http: / / www.saumag.edu/ assessment/ reports2002/ CI / EnglishMethodsDavis/ SCORI NGGUI DETeachingLite rature.

25 Lihat Komisi Hukum Nasional, “Pedoman Materi Bahan Ajar”, noted.

pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan. Keempat, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, karena siswa dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri, kepada mereka perlu diberikan pengalaman edukatif yang bermakna. Kelima, materi bahan ajar mengandung segi-segi etik, mengingat perkembangan moral siswa kelak sebagai manusia yang etik sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakatnya. Keenam, materi bahan ajar tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis dengan alasan bahwa setiap materi bahan ajar perlu disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas ruang lingkupnya, terpusat pada satu topik masalah tertentu, dan disusun secara berurutan sehingga memudahkan siswa untuk menyerap. Dan ketujuh, bahan ajar bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi pengajar yang ahli, dan masyarakat --tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih materi bahan ajar. Ketujuh kriteria ini peneliti jadikan sebagai kriteria dimensionalitas untuk menilai dokumen-dokumen yang tersedia sebagaimana pada tabel 4.