Asesmen terhadap Pendidikan dan Pelatiha

I nstitut I lmu Sosial Alternatif (I I SA) melakukan asesmen yang diberi nama dengan “Asesmen Pendidikan dan Pelatihan Jaksa”.

Asesmen ini menitikberatkan pada asesmen terhadap studi dokumen dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Jika merujuk pada tahapan asesmen, maka yang terangkum dalam laporan ini ialah asesmen pada tahap pertama. Dalam asesmen ini peranan Kejaksaan Agung sangat besar dengan terlibatnya Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan Agung. Tidak lupa pula kami berterima kasih kepada para pejabat Kejaksaan Agung yang telah bersedia banyak membantu asesmen ini. Semoga asesmen ini bermanfaat dalam membangun pendidikan dan pelatihan jaksa. Amin.

Jakarta, Agustus 2005

Komisi Hukum Nasional Republik I ndonesia

I . Pendahuluan

Aspirasi masyarakat luas yang bertumpu pada idealitas demokrasi, keterbukaan, akuntabilitas publik, dan profesionalisme berdampak pada penilaian terhadap kinerja Kejaksaan yang dinilai lemah dan jauh dari harapan untuk menjawab masalah yang timbul di masa kini dan masa mendatang. Posisi Kejaksaan dalam struktur ketatanegaraan, organisasi Kejaksaan berikut visi, misi, struktur, tugas, wewenang, tata kerja; ketersediaan sumber daya manusia (terutama jaksa), pengawasan (internal dan eksternal) dsb., kesemuanya, merupakan faktor yang menjelaskan kinerja Kejaksaan. Setidaknya, penengaraan ini menjadi landasan rekomendasi dalam laporan hasil audit yang dilakukan PriceWaterHouse Coopers dan The British Institute of International and Comparative Law dengan bantuan Asian Development Bank pada tahun 2001. Merespon hasil audit tersebut, Kejaksaan Agung, dengan asistensi Komisi Hukum Nasional dan dukungan Partnership for Governance Reform in Indonesia telah melakukan diskusi dan seminar pada tahun 2003.

Disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan berimplikasi bahwa jaksa adalah pejabat fungsional, yakni sebagai "jabatan yang bersifat keahlian teknis" (pasal 1 angka 4). Dengan demikian, seorang jaksa harus memenuhi kualifikasi sebagai pegawai negeri, selain kualifikasi khusus yang bersifat keahlian teknis sebagaimana disyaratkan oleh undang-undang tersebut. Jaksa tidak hanya dituntut menguasai hukum positif yang bersifat umum ( lex generalist), tetapi juga dituntut mempunyai kemampuan yang bersifat khusus ( lex specialist) yang banyak bermunculan akhir-akhir ini.

Meski jaksa dikualifikasikan sebagai jabatan fungsional, beberapa penelitian justru mengungkap bahwa kualitas jaksa masih jauh dari memuaskan (misal: Laporan Penelitian KHN bekerjasama dengan MaPPI FHUI dan Kejaksaan Agung pada tahun 2004, di dalam Ringkasan Eksekutifnya disebutkan “sebagian besar masyarakat menilai bahwa Kejaksaan belum profesional terutama dalam upaya memberantas korupsi dan kolusi”). Berkaitan dengan hal tersebut, selain untuk mengimplementasikan pelaksanaan Meski jaksa dikualifikasikan sebagai jabatan fungsional, beberapa penelitian justru mengungkap bahwa kualitas jaksa masih jauh dari memuaskan (misal: Laporan Penelitian KHN bekerjasama dengan MaPPI FHUI dan Kejaksaan Agung pada tahun 2004, di dalam Ringkasan Eksekutifnya disebutkan “sebagian besar masyarakat menilai bahwa Kejaksaan belum profesional terutama dalam upaya memberantas korupsi dan kolusi”). Berkaitan dengan hal tersebut, selain untuk mengimplementasikan pelaksanaan

1. Restrukturisasi pendidikan dan pelatihan, termasuk dalam hal ini ialah sistem seleksi, jenis pendidikan dan pelatihan, maupun pola pembelajaran;

2. Revisi kurikulum pendidikan dan pelatihan, baik pendidikan dan pembentukan jaksa maupun pendidikan dan pelatihan lainnya; dan

3. Pengiriman jaksa untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan di dalam dan luar negeri, termasuk program pascasarjana.

Permasalahannya adalah:

1. Sejauh mana tingkat konsistensi (dan koherensi) antara berbagai materi yang dicakup dalam kurikulum pendidikan jaksa dan muatan visi, misi, struktur, tugas, wewenang, tata kerja, ketersediaan sumber daya manusia (terutama jaksa), dan pengawasan (internal dan eksternal) yang dicanangkan kejaksaan?

2. Lebih rinci dari permasalahan pertama, sejauh mana tingkat konsistensi dan koherensi antara berbagai materi yang dicakup dalam kurikulum pendidikan jaksa yang sudah dilaksanakan dan hasil evaluasi dari berbagai hasil penelitian tentang kinerja para jaksa pada umumnya?

3. Berdasarkan permasalahan pertama dan kedua, bagaimanakah corak dan tingkatan kesenjangan di antara berbagai materi yang dicakup dalam kurikulum pendidikan jaksa, di satu pihak; dengan:

(a) muatan visi, misi, struktur, tugas, wewenang, tata kerja, ketersediaan sumber daya manusia, juga

(b) hasil evaluasi dari berbagai hasil penelitian tentang kinerja para jaksa pada umumnya;

sehingga dari sini dapat diidentifikasikan gagasan-gagasan perbaikan sistem pendidikan kejaksaan.

I I . Metode Penelitian

Analisis I si atau Content Analysis adalah salah satu teknik riset untuk menarik inferensi melalui pengidentifikasian secara sistematik dan objektif atas suatu karakteristk yang terdapat pada teks. Ada beberapa formula definisi: Analisis I si atau Content Analysis adalah salah satu teknik riset untuk menarik inferensi melalui pengidentifikasian secara sistematik dan objektif atas suatu karakteristk yang terdapat pada teks. Ada beberapa formula definisi:

2. Suatu teknik sistematik untuk menganalisis isi pesan dan memperlakukan pesan –-sebuah alat untuk melakukan observasi dan analisis perilaku komunikasi kasat mata (overt) dari bentuk komunikasi yang dipilih.

3. Suatu teknik riset untuk menarik inferensi yang dapat direplikasi dan sahih menurut data dalam suatu konteks.

4. Suatu metodologi riset yang menggunakan sejumlah prosedur guna melakukan inferensi yang sahih dari teks.

Langkah yang dilakukan untuk riset tersebut adalah:

1. Formulasi pertanyaan riset, teori, dan hipotesis.

2. Penyeleksian sampel dan menentukan kategori.

3. Pembacaan dan pengodean suatu sampel representatif dari isi yang hendak diteliti menurut kaidah yang sesuai dengan sasaran.

4. Pemeriksaan validitas & reliabilitas; termasuk membuat revisi dan kembali ke langkah

3 jika memang diperlukan.

5. Pengodean semua teks.

6. Penganalisisan data hasil koding.

7. Perbandingan isi dengan variabel lain.

8. Interpretasi temuan. Untuk dapat menarik inferensi yang legitimated atas teks, penting bahwa prosedur

klasifikasi yang digunakan menghasilkan data yang reliabel (akurat). Dalam hal ini, orang yang berbeda dapat saja mengode teks yang sama dengan cara yang sama. Sebagai tambahan, prosedur klasifikasi harus mampu merampatkan data yang valid atau sahih (dalam pengertian clean & relevant). Data itu valid kalau mewakili apa yang dituju oleh si peneliti.

I I I . Teoritisasi dan Tahapan Pra Analisis

Sebuah content analysis menyertakan interaksi antara dua proses: pertama, pengkhususan karakteristik isi yang harus diukur, dan, kedua, penerapan kaidah untuk mengidentifikasi dan merekam karakteristik yang ada pada teks. Suatu pedoman arah skoring sangat diperlukan. Dengan mengembangkan daftar tanda dalam kategori, peneliti Sebuah content analysis menyertakan interaksi antara dua proses: pertama, pengkhususan karakteristik isi yang harus diukur, dan, kedua, penerapan kaidah untuk mengidentifikasi dan merekam karakteristik yang ada pada teks. Suatu pedoman arah skoring sangat diperlukan. Dengan mengembangkan daftar tanda dalam kategori, peneliti

pokok bagi pembacaan dan pengodean suatu sampel representatif dari isi yang hendak diteliti menurut kaidah yang disesuaikan dengan sasaran.

Perspektif atau dimensionalitas yang diterapkan dalam analisis isi merupakan prasyarat pokok bagi pembacaan dan pengodean suatu sampel representatif dari isi yang hendak diteliti menurut kaidah yang disesuaikan dengan sasaran.

1. CODI NG SHEET I : PRI NSI P-PRI NSI P PENEGAK HUKUM Secara teoritik, dimensionalitas pada coding sheet ini diilhami sebuah paper tulisan Alexander P. Springer berjudul "Political Justice? Assessing the Role of Colombian Courts" 1 dan buku pedoman yang dikeluarkan oleh Administrative Review Council Information Officer Commonwealth of Australia 2001 2

Relevansi paper Springer dapat diargumentasikan dari fakta bahwa Kolombia dan Indonesia adalah sama-sama sebagai negara Dunia Ketiga dengan persoalan konsolodasi demokrasi yang dapat berimbas pada persoalan hukum. Jika Indonesia sedang menapaki proses Otonomi Daerah berikut prosedur demokrasi yang ditempuh, 3 Kolombia sedang mengalami konsolidasi demokrasi dalam konteks

Amerika Latin. Hal ini seturut dengan yang sudah disinggung pada latar permasalahan penelitian, di mana persoalan utama yang disorot dalam paper Springer ialah pembentukan kelembagaan ( institution building) yang konsonan dengan tuntutan masyarakat era demokratik, utamanya berkenaan dengan interaksi antara rezim partai, lembaga judiciary, dan aktor politik lain.

Yang dicoba-adaptasikan dari paper ini ke dalam konteks Kejaksaan RI ialah indikator-indikator komposit yang penulis tengarai menjadi landasan bagi efektivitas judicial reform. Hal ini cukup beralasan, sebab persoalan hubungan kekuasaan, misalnya, Struktur Kejaksaaan yang berada di bawah kekuasaan eksekutif, berakibat pada kesulitan untuk merealisasikan tuntutan masyarakat akan jaksa yang independen. Hal yang sama secara ekuivalen terjadi di Kolombia, utamanya perihal

1 Alexander P. Springer, “Political Justice? Assessing the Role of Colombian Courts” (Paper for

presentation at LASA's 98 Meeting, Palmer House Hilton, Chicago, I L, Sept. 26-28, 1998). Online Documents: http: / / darkwing.uoregon.edu/ ~ caguirre/ springerpr.html.

2 Administrative Review Council A Guide To Standards Of Conduct For Tribunal Members, September 2001, Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / law.gov.au/ arc.

3 Lihat Undang-undang No 33 dan 34 Tahun 2004.

(Fiscalía General), dan Supreme Council of the Judiciary (Consejo Superior de la Judicatura). Manakala pertanyaan dikerucutkan ke soal siapa yang memfungsikan dan memerankan diri sebagai pengawal garda depan hukum dan demokrasi saat harus berhadapan dengan sikap apatis masyarakat, yang terjadi ialah fenomena kebingungan bertanggungjawab ( diffussion of responsibility) antar lembaga terkait. Oleh karena itu, terpikir relevan jika prinsip-prinsip, seperti: independence, efficiency, dan access to justice diangkat sebagai penakar.

Adapun buku pedoman dengan judul Administrative Review Council A Guide To Standards Of Conduct For Tribunal Members memberikan inspirasi dari gagasan bahwa ada beberapa nilai prinsipal seperti: penghormatan terhadap hukum ( lawfulness, fairness), keterbukaan (openness) dan kecepatan layanan (efficiency) sebagai tiga nilai yang memainkan peran penting dalam sistem peninjauan administratif peradilan oleh jaksa, utamanya dalam posisi mereka sebagai para fungsionalis-profesional; sehingga kinerja mereka dapat diukur, sementara kepercayaan publik dan respek terhadap korp jaksa dapat ditingkatkan dan dipelihara. Oleh sebab itu, ketiga nilai -- penghormatan pada hukum ( lawfulness, fairness), keterbukaan (openness) dan kecepatan layanan (efficiency)—dapat

dielaborasikan atau dijabarkan ke dalam delapan prinsip sebagai kriteria kinerja jaksa, yakni: respect for the law, fairness, independence, respect for persons, diligence and efficiency, integrity, accountability and openness/ transparency, rensponsibility of tribunal head.

Kedelapan prinsip tersebut diperlakukan sebagai kriteria dimensionalitas guna membobot muatan atau isi dokumen yang tersedia sehingga prosedur analisis penelitian ini mampu menjejak, sejauh mana standar perilaku dasar yang dapat diinternalisasikan ke dalam kerangka tindakan para calon jaksa yang mengikuti pendidikan. Dengan demikian konflik kepentingan yang potensial dialami di lapangan dapat disadari, dihindarkan dan diimplementasikan secara dini.

Secara operasional, kedelapan kriteria prinsipal untuk membobot berbagai dokumen yang dimaksudkan untuk diakses oleh para peserta didik dapat diuraikan melalui Tabel 3 berikut:

Penjabaran Kriteria Dimensionalitas Standar Perilaku Dasar

Jaksa Pada Coding Sheet I

NI LAI 0

DI MENSI ONALI TAS

NI LAI 7

RESPECT FOR THE LAW

Sama sekali tidak memiliki

Hampir semua relevan kandungan tersebut.

RESPECT FOR THE LAW 1:

Seberapa dokumen yang ditelaah dengan kandungan menunjuk peran, fungsi dan status tersebut. jaksa sebagai institusi yang mampu menampilkan penghormatan hukum di dalam sepak terjang, baik dengan tutur kata maupun tindakan.

Hampir semua relevan kandungan tersebut.

Sama sekali tidak memiliki

RESPECT FOR THE LAW 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah dengan kandungan menunjuk peran, fungsi dan status tersebut. jaksa sebagai institusi yang mampu menghormati hukum di dalam kehidupan pribadi dan kehidupan sehari-hari.

FAI RNESS

Memilih-milih dan tidak

Memperlakukan secara mengimplementasikan

FAI RNESS 1:

Seberapa dokumen yang ditelaah sama, memberikan kelompok tertentu yang

menunjuk peran, fungsi dan status kesempatan sama kepada diuntungkan.

jaksa sebagai institusi yang mampu setiap anggota memberikan kesempatan yang sama masyarakat/ warga negara bagi setiap anggota masyarakat yang

yang dilayani.

dilayani.

Menyiratkan adanya agenda

Tegas dan tidak mendua. tertentu yang sulit dijelaskan.

FAI RNESS 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah menunjuk peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang mampu bertindak tanpa bias dan dengan cara yang tidak mengundang bias bagi citra mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban institusional. Makin minimal penciptaan “oknum”, makin tinggi fairness 2 ini.

Menunggu dan bertindak dan

Bertindak tepat terhadap berada di bawah kepentingan

FAI RNESS 3:

Seberapa dokumen yang ditelaah semua kepentingan dan atau golongan tertentu setelah

menunjuk peran, fungsi dan status golongan sebelum masalah masalah terjadi.

jaksa sebagai institusi yang mampu terjadi. bertindak proaktif dan komprehensif di atas semua golongan dan kepentingan.

Bertindak secara jauh ke depan sehingga

Tidak mengimplementasikan

FAI RNESS 4:

Seberapa dokumen yang ditelaah implementatif sehingga terjebak pada kepentingan

menunjuk peran, fungsi dan status dapat mengambil suatu pihak.

jaksa sebagai institusi yang mampu keputusan secara mandiri di mengkalkulasikan impak dari setiap atas semua aktivitas dan kepentingan sehingga golongan/kepentingan. mampu bersikap tidak memihak secara bertanggungjawab.

Rentan terhadap godaan,

Kedap dan kokoh terhadap tawaran dan desakan yang

FAI RNESS 5:

Seberapa dokumen yang ditelaah godaan dan desakan yang bersifat insentif.

menunjuk peran, fungsi dan status bersifat insentif.

NI LAI 0

DI MENSI ONALI TAS

NI LAI 7

jaksa sebagai institusi yang mampu menolak setiap pemberian dalam bentuk apa pun yang secara rasional dapat ditafsirkan sebagai alasan berpihak pada kepentingan sang pemberi.

I NDEPENDENCE

Hampir tanpa proteksi hukum

Hampir secara menyeluruh tertentu.

I NDEPENDENCE I :

Seberapa dokumen yang ditelaah terproteksi dengan hukum menunjuk pada peran, fungsi dan tertentu. status jaksa sebagai institusi diproteksi dengan hukum (kedudukan, imunitas judicial, stabilitas gaji judicial, prosedur appointment).

Sama sekali tidak suasana politik yang sedang

Sangat tergantung pada

I NDEPENDENCE 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah tergantung pada suasana mewarnai saat itu.

menunjuk pada peran, fungsi dan politik yang sedang status jaksa sebagai institusi yang mewarnai saat itu. menjadi/ tidak menjadi suatu bagian dari sistem judicial (tidak ada peradilan khusus, kekuasaan peradilan dari polisi, jurisdiksi militer).

Tidak memprioritaskan

Sangat memprioritaskan kompetensi sebagai landasan

I NDEPENDENCE 3:

kompetensi sebagai pengambilan keputusan.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada peran, fungsi dan

landasan pengambilan

status jaksa sebagai institusi yang

keputusan.

memberi kesempatan, di mana kecakapan/ kompetensi untuk bertindak berfungsi sebagai sistem checking bagi percabangan kewenangan (misalnya dengan judicial review, haneas corpus, atau amparo).

Personil dan anggaran

Personil dan anggaran diputuskan secara tidak

I NDEPENDENCE 4:

Seberapa dokumen yang ditelaah dioutuskan secara otonom. otonom.

menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang memiliki otonomi untuk menyeleksi dan mengelola personil dan anggarannya.

RESPECT FOR PERSONS

Proporsional, asertif, ramah, kasar, arogan, dan tidak

Mereaksi secara berlebihan,

RESPECT FOR PERSONS 1:

membantu. ramah.

Seberapa dokumen yang ditelaah

menunjuk pada peran, fungsi dan status jaksa sebagai institusi yang sabar, bermartabat, dan santun manakala berhadapan dengan berbagai kepentingan dan pihak- pihak, baik dari kalangan interen maupun eksteren lingkungan kerja dan masyarakat yang dilayani.

Berimplikasi ke tindakan atau

Empatik, sensitif, dan penyikapan yang salah

RESPECT FOR PERSONS 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah fasilitatif. tangkap, kaku pada prosedur

menunjuk pada peran, fungsi dan

dan serba menuntut.

status jaksa sebagai institusi yang

NI LAI 0

DI MENSI ONALI TAS

NI LAI 7

penuh pemahaman, toleransi dan sensitif terhadap kebutuhan pribadi- pribadi yang terlibat dalam proses/ urusan peradilan.

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY

Terlalu terspesifikasi, sempit,

Mendalam, komprehensif detail dan parsial namun

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 1:

Seberapa dokumen yang ditelaah dan terintegrasi dengan kehilangan kerangka besarnya.

menunjuk pada pembentukan gambaran besarnya. kecakapan peran, fungsi dan status jaksa yang mumpuni menangani investigasi kriminal dan pengakuan baik dari kalangan politisi maupun aparatur negara.

Tidak memiliki cakupan dan

Mencakup dan tidak mengandung keterkaitan

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah mengintegrasikan seluruh antara warga dan aparat

menunjuk pada pembentukan komponen negara. negara.

kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk menangani keluhan seputar masalah hak warga negara dan pelanggaran hak ini oleh agen negara.

Tidak memiliki cakupan antar

Mencakup seluruh lini kelembagaan negara berikut

DI LI GENCE AND EFFI CI ENCY 3:

Seberapa dokumen yang ditelaah kelembagaan negara perangkat perundangannya.

menunjuk pada pembentukan berikut perangkat kecakapan peran, fungsi dan status perundangannya. jaksa untuk menangani kasus-kasus judicial review dari kalangan legislasi nasional (DPR dan lembaga negara lain) dan temuan-temuan kasus yang bersifat inkonstitusional.

I NTEGRI TY

Tidak menempatkan kejujuran

Mengutamakan kejujuran dan ketulusan sebagai hal

I NTEGRI TY 1:

Seberapa dokumen yang ditelaah dan ketulusan dalam yang erat dengan

menunjuk pada pembentukan berkomunikasi. profesionalitas.

kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tampil secara jujur dan tulus sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kebaikan citra korp.

Mampu memegang rahasia mampu memagang rahasia

Bocor, tidak proporsional, tidak

I NTEGRI TY 2:

Seberapa dokumen yang ditelaah jabatan. jabatan.

menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak mengambil keuntungan dari informasi yang tidak selayaknya menjadi konsumsi publik sebagai wujud tanggungjawab profesional.

Rentan terhadap kemungkinan

Tidak mengambil mengambil keuntungan dari

I NTEGRI TY 3:

Seberapa dokumen yang ditelaah keuntungan dari posisi yang posisi yang sedang diduduki.

menunjuk pada pembentukan diduduki; distinctive. kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak memanfaatkan posisi mereka guna memperoleh atau mencari keuntungan, perlakuan istimewa dari dan terhadap pihak manapun.

NI LAI 0

DI MENSI ONALI TAS

NI LAI 7

Tidak kritis terhadap

Tidak memanfaatkan status kemungkinan pemanfaatan

I NTEGRI TY 4:

Seberapa dokumen yang ditelaah sosial secara konstan. status sosial untuk sembarang

menunjuk pada pembentukan

keadaan, ruang dan waktu.

kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk tidak secara kaku dan scrupulous dalam menggunakan kewenangan mereka.

Tidak dapat menempatkan diri

Dapat membawakan diri secara tepat karena pijakan

I NTEGRI TY 5:

Seberapa dokumen yang ditelaah sehingga berimplikasi pada yang kaku dan tidak luwes.

menunjuk pada pembentukan citra kejaksaan. kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk bertindak sedemikian rupa dalam kehidupan privat mereka sehingga tidak mencemari korp mereka.

ACCOUNTABI LI TY AND TRANSPARENCY

Tidak dapat dihandalkan, tidak ACCOUNTABI LI TY AND Menepati janji, konsisten, dan berlaku

berkomitmen dan bertindak setengah-setengah.

TRANSPARENCY 1:

Seberapa dokumen yang ditelaah total. menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi dan status jaksa untuk menepati janji, keputusan dan kesepakatan serta berpartisipasi (berkomitmen) penuh untuk menjalankannya.

Bertindak secara sembunyi- ACCOUNTABI LI TY AND Bertindak komunikatif, sembunyi di luar kesepakatan.

TRANSPARENCY 2:

terbuka dan penuh inisiatif Seberapa dokumen yang ditelaah untuk

menunjuk pada pembentukan mengimplementasikan kecakapan peran, fungsi dan status keputusan. jaksa untuk bersikap seterbuka mungkin atas semua keputusan dan tindakan yang dilakukan sehubungan dengan tanggungjawab terhadap korpnya.

RESPONSI BI LI TY OF TRI BUNAL HEAD

Tidak mendalami pemahaman RESPONSI BI LI TY OF TRI BUNAL Menguasai prinsip-prinsip akan prinsip dan terlalu

dan tanggungjawab berorientasi pada diri sendiri.

HEAD

Seberapa dokumen yang ditelaah mengembangkan orang. menunjuk pada pembentukan kecakapan peran, fungsi, dan status jaksa untuk menerima prinsip-prinsip dan tanggungjawab melalui tindak kepemimpinan, pengkaderan,pelatihan, dan dukungan.

2. CODI NG SHEET I I : KRI TERI A PEMBELAJARAN I NSTRUKSI ONAL Dalam Ringkasan Eksekutif ( Executive Summary) Penelitian Pembaharuan Kejaksaan, yang menghasilkan beberapa rekomendasi tentang Pembentukan Standar Minimum Profesi Jaksa, disebutkan:

“ ..Program Pendidikan dan Pelatihan Jaksa merupakan pintu awal bagi seseorang untuk menduduki jabatan Jaksa. Proses tersebut harus disiapkan secara baik, sehingga peningkatan kualitas materi, pengajar, dan pola pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan hukum. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas para calon jaksa adalah melalui proses magang sebagai langkah awal. Selain itu perlu ada transparansi dalam proses penilaian bagi para peserta

sehingga dapat menutup peluang terjadinya kolusi…“ 4 .

Pendidikan, tak terkecuali pendidikan profesi jaksa, mempersyaratkan kualitas materi, pengajar, dan pola pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan hukum. Sedang terkait dengan persyaratan kualitas, pemancangan derajat atau tingkatan kualitas yang hendak dicapai cenderung didasarkan pada amatan, penyimpulan, pemikiran, dan harapan tertentu; sehingga yang lebih dijadikan prioritisasi ialah rumusan prasyarat minimal. Minimalitas dari prasyarat ini justru dimaksudkan untuk membentengi atau mencegah agar tidak terjadi kesenjangan dan ketidaksesuaian harapan peran masyarakat terhadap kinerja jaksa yang gilirannya dapat merugikan korp kejaksaan lantaran citra yang buruk tentang jaksa sebagai profesi di mata publik.

Mengingat bahwa pemancangan derajat kualitas yang hendak dicapai secara pragmatik dapat dikerjakan dengan variasi tertentu, satu hal yang tidak boleh

dilupakan ialah kualitas kurikulum. Dalam pandangan Kaiser-Messmer 5 fokus ini dapat beragam, seperti: terlalu menekankan pada aktivitas yang bersifat utilitarian dan

pragmatik, tujuan pendidikan yang cenderung lebih saintifik atau humanistik, atau pendekatan yang lebih integratif. Demikian pula, pendidikan jaksa, melalui bahan ajar dan bahan penunjang lain yang dijadikan rujukan, perlu ditilik dari ketajaman, keterarahan, dan fokus dari tujuan pendidikannya. 6 Lebih jauh, dapat dipersoalkan,

misalnya:

4 Lihat Tim Kejaksaan Agung, KHN dan MAPPI UI , “Penelitian Pembaharuan Kejaksaan,

Pembentukan Standar Minimum Profesi Jaksa”. [ Ringkasan Eksekutif (Executive Summary)] , 2003.

5 Kaiser-Messmer, G., “Application-oriented Mathematics Teaching: A Survey of the Theoretical debate.” Dalam M. Niss, W. Blum, & I . Huntley (Eds.)., Dalam Teaching of Mathematical Modelling and

Applications. Chichester: Ellis Horwood, 1991. 6 Tujuan pendidikan, sebagaimana dirumuskan dalam Gagné, R. M., Briggs, L. J., & Wager, W. W. (1992). Principles of I nstructional Design (edisi ke-4). Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers, dimaksudkan untuk mengidentifikasikan luaran dari instruksi yang dibuat, sebagai pedoman bagi pengembangan isi instruksional yang menyangkut cakupan dan urut-urutan; dan memapankan efektivitas instruksional setelah melewati tahapan evaluasi. Sedangkan B. O'Bannon (2002), “Planning for I nstruction”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / edtech.tennessee.edu/ ~ bobannon meyakini tujuan instruksional sebagai “…key to effective Applications. Chichester: Ellis Horwood, 1991. 6 Tujuan pendidikan, sebagaimana dirumuskan dalam Gagné, R. M., Briggs, L. J., & Wager, W. W. (1992). Principles of I nstructional Design (edisi ke-4). Fort Worth, TX: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers, dimaksudkan untuk mengidentifikasikan luaran dari instruksi yang dibuat, sebagai pedoman bagi pengembangan isi instruksional yang menyangkut cakupan dan urut-urutan; dan memapankan efektivitas instruksional setelah melewati tahapan evaluasi. Sedangkan B. O'Bannon (2002), “Planning for I nstruction”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / edtech.tennessee.edu/ ~ bobannon meyakini tujuan instruksional sebagai “…key to effective

• Pengartikulasian situasi riil keseharian, baik yang dialami peserta didik maupun masyarakat di mana mereka hidup, sebagai sebuah starting point untuk mendalami sebuah konsep berikut situasi problematik yang hendaknya dikaji dan didalami.

• Macam peran didaktik yang seharusnya lebih diprioritaskan dan mempersyaratkan aktivitas yang lebih sederhana sehingga dapat ditentukan manakah kondisi dan prasyarat yang lebih bermanfaat bagi pembekalan profesionalitas jaksa di lapangan.

Dari sini proses pembelajaran para peserta didik tak dapat dilepaskaitkan dari dua hal penting: pertama, strategi didaktik dan proses di kelas; dan, kedua, pengembangan diri dan keahlian para pengajar. Terkait dengan hal pertama, orientasi kurikuler yang lentur nampak lebih memberikan keleluasaan, terutama bagi interaksi antara pengajar dan peserta didik. Di antaranya ialah cara membantu para peserta didik untuk memecahkan kasus atau masalah, di mana perlu dipertimbangkan beberapa prinsip pedagogik, andragogik atau intervensi tertentu. Juga strategi pengelompokan peserta didik yang memungkinkan efektivitas pelaksanaan aktivitas baik secara individual, kelas, maupun kelompok; selain pertimbangan tentang aktivitas yang sebaiknya dikerjakan di kelas atau di luar kelas; selain metode evaluasinya.

Kedua, hal pengembangan diri pengajar, yang terkait erat dengan upaya untuk mencegah staf pengajar agar tidak menjadi batu sandungan bagi inovasi. Karena posisi mereka dalam struktur sosial di kelas, para pengajar memiliki alasan, batasan, dan kelebihan yang beragam. Kepengajaran mereka dibentuk dari pelatihan, motivasi dan kompetensi yang beragam pula, sehingga perlu diperhatikan hal-hal seperti: kesulitan yang mereka alami dalam kaitan dengan pemahaman akan pembawaan diri dan peneladanan, pembawaan aktivitas dalam praktik kependidikan mereka, juga fleksibilitas dan rigiditas mereka dalam menerapkan materi kurikuler. Kesemuanya ini secara fokus dicoba-sorot melalui dokumen yang selama ini dijadikan sebagai bahan ajar.

instruction. Keep in mind that effective instruction occurs only when student behavior is changed in desired ways. Because instructional objectives are tools for describing student outcomes, they provide a means to making the instruction effective…”

Davis, 7 disorot dari relevansi tujuan instruksional, tingkat rincian dari setiap deskripsi aktivitas, kejalasan penjelasan yang mengaitkan antara aktivitas dan tujuan,

koherensi dan organisasi materi, dan ketepatan tujuan ( correctness). Uraian ini tidak berseberangan dengan Pedoman Materi Bahan Ajar Kejaksaan yang dikeluarkan oleh Komisi Hukum Nasional, di mana tertulis:

“…Pemilihan materi bahan ajar, harus sejalan dengan ukuran-ukuran (kriteria) yang digunakan untuk bidang studi bersangkutan. Misalnya kriteria pemilihan materi bahan ajar yang akan dikembangkan dalam sistem instruksional dan yang mendasari penentuan strategi belajar

mengajar…” 8

Adapun kriteria yang dimaksud terdiri dari: pertama, kriteria tujuan instruksional, materi bahan ajar yang terpilih dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan instruksional khusus atau tujuan-tujuan tingkah laku; sehingga materi sejalan dengan tujuan-tujuan yang telah dirumuskan. Kedua, keterjabaran, di mana materi bahan ajar harus rinci berdasarkan tujuan instruksional khusus yang telah dirumuskan secara spesifik, teramati, dan terukur. Ketiga, relevansi dengan kebutuhan siswa yang ingin berkembang berdasarkan potensi yang dimilikinya yang mencakup beberapa aspek, seperti: pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan. Keempat, kesesuaian dengan kondisi masyarakat, karena siswa dipersiapkan untuk menjadi warga masyarakat yang berguna dan mampu hidup mandiri, kepada mereka perlu diberikan pengalaman edukatif yang bermakna. Kelima, materi bahan ajar mengandung segi-segi etik, mengingat perkembangan moral siswa kelak sebagai manusia yang etik sesuai dengan sistem nilai dan norma-norma yang berlaku di masyarakatnya. Keenam, materi bahan ajar tersusun dalam ruang lingkup dan urutan yang sistematik dan logis dengan alasan bahwa setiap materi bahan ajar perlu disusun secara bulat dan menyeluruh, terbatas ruang lingkupnya, terpusat pada satu topik masalah tertentu, dan disusun secara berurutan sehingga memudahkan siswa untuk menyerap. Dan ketujuh, bahan ajar bersumber dari buku sumber yang baku, pribadi pengajar yang ahli, dan masyarakat --tiga faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih materi bahan ajar. Ketujuh kriteria ini peneliti jadikan sebagai kriteria

7 Dr. Elizabeth Davis (2002). “Classroom Assessment Report”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online

Documents: http: / / www.saumag.edu/ assessment/ reports2002/ CI / EnglishMethodsDavis/ SCORI NGGUI DE TeachingLiterature.

8 Lihat Komisi Hukum Nasional, “Pedoman Materi Bahan Ajar”, noted.

Tabel 4.

Tabel 4

Penjelasan Kriteria Dimensionalitas Menurut Prinsip Kebertujuan, Koherensi, Organisasi Materi, dan Ketepatan Pada Coding Sheet I I

NI LAI 0

KRI TERI A

NI LAI 7

TUJUAN I NSTRUKSI ONAL

Tak sejalan

Sejauh mana terjadi kesejalanan materi ajar

Sejalan

dengan tujuan-tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dan disepakati.

KETERJABARAN

Tak teramati, tak terukur,

Teramati, terukur, tidak relevan

Sejauh mana keterincian materi bahan ajar

seturut tuntutan, di mana setiap tujuan

relevan.

instruksional telah dirumuskan secara spesifik, teramati dan terukur; di sini terdapat keterkaitan dan relevansi erat antara spesifikasi tujuan dan spesifikasi materi bahan ajar.

RELEVANSI DENGAN KEBUTUHAN PESERTA DI DI K

Tak menunjang

Menunjang pengembangan pribadi,

Seberapa besar korelasi antara kebutuhan

pengembangan tidak memenuhi keempat

siswa untuk berkembang menurut potensi

pribadi, mencakup domain.

yang dimilikinya dengan materi bahan ajar

yang memungkinkan usaha pengembangan

keempat domain.

pribadi siswa yang mencakup pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan.

KESESUAI AN DENGAN KONDI SI MASYARAKAT

Tak terdapat sentuhan

Reflektif, mendorong reflektif yang mengilhami

Sejauh mana relevansi antara orientasi siswa

proses pembelajaran pembelajaran akan

untuk menjadi warga masyarakat yang

tentang kehidupan masyarakat.

berguna dan mampu hidup mandiri dengan

keterpenuhan materi bahan ajar yang

masyarakat.

membantu mendelivery pengalaman edukatif yang bermakna untuk menjadi manusia yang adaptif.

KANDUNGAN ETI K

Miskin sentuhan etik yang

Kaya sentuhan etik, menguak-merelatifkan hasil

Sejauh mana materi bahan ajar mencakup

mampu merelatifkan pembelajaran moral.

segi perkembangan moral siswa, di mana

pengetahuan dan ketrampilan sebagai muatan hasil pembelajaran

materi bahan ajar mampu mengembangkan

moral.

siswa untuk menjadi manusia yang etik sesuai sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.

SI STEMATI KA

Tidak sistematik menurut

Sistematik menurut urutan, tingkatan, taksonomi

Tingkat kebulatan dan keutuhan antar unsur

urutan, tingkatan, dan kategori tertentu.

dalam materi bahan ajar, tetapi juga

ketajaman batasan ruang lingkup ke satu topik taksonomi, dan

masalah tertentu, serta keberurutan

kategori tertentu. susunannya yang fasilitatif bagi perkembangan psikologis siswa; dengan demikian materi lebih mudah diserap dan terukur tingkat keberhasilannya.

KREDI BI LI TAS SUMBER

NI LAI 0

KRI TERI A

NI LAI 7

Tidak didasarkan pada

Didasarkan pada keakuratan sumber, data

Tingkat sejauh mana materi bahan ajar

keakuratan sumber, dan narasumber yang pakar

bersumber pada kebakuan buku, keahlian

data dan narasumber dalam bidang mereka.

pengajar, dan kepedulian masyarakat.

yang pakar dalam bidang mereka.

3. CODI NG SHEET I I I : VI SI DAN MI SI PENDI DI KAN JAKSA Kutipan pada Laporan Penelitian Standar Profesi Jaksa atas Visi, Misi, Fungsi,

Tugas, dan Wewenang 9 Crown Prosecutor Servicee Pada visi, disebutkan bahwa visi CPS adalah :

" …menciptakan lembaga yang berwenang untuk melakukan penuntutan, memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada masyarakat, menjadi organisasi profesional yang menghargai semua lapisan masyarakat, menerapkan standar kerja yang tinggi, memberikan kepercayaan masyarakat terhadap hukum, serta bekerja

sama dengan semua elemen dari sistem peradilan pidana… ". 10

Selanjutnya ditulis, CPS memegang peran utama dalam membantu pemerintah untuk melaksanakan sistem peradilan pidana, antara lain mengurangi kejahatan dan ketakutan yang ditimbulkan karenanya serta memastikan agar keadilan ditegakkan sebaik-baiknya.

Adapun misi CPS adalah: “...mendukung pelaksanaan penegakan hukum yaitu mengurangi

kejahatan, mengurangi rasa takut masyarakat terhadap kejahatan, serta biaya sosial dan ekonomi yang ditimbulkannya. Untuk menegakkan hukum secara adil dan efisien serta untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum, maka CPS diharapkan untuk: ...memberikan pelayanan penuntutan berkualitas tinggi yang membawa para pelanggar kepengadilan; membantu mengurangi baik kejahatan dan rasa takut terhadap kejahatan serta karenanya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum yang berlaku dengan melakukan pemeriksaan kasus yang konsisten, adil dan independen, melalui presentasi yang adil, menyeluruh dan benar pada

tiap-tiap persidangan....” 11

9 Sebagaimana dikutip dari Crown Prosecutor Service, “Statutory Duties and Powers”. Diakses 18/ 07/ 2005 pada Online Documents: http: / / www.cps.gov.uk/ legal/ section1/ chapter_a.html

10 Laporan Penelitian Standar Profesi Jaksa, Noted.

11 I bid.

sebagai landasan dari dimensionalitas visi dan misi guna menyorot dokumen yang ada. Tabel 5 menggambarkan rincian kesembilan dimensi.

Tabel 5

Penjelasan Dimensionalitas Menurut Visi Dan Misi Kejaksaan

Pada Coding Sheet I I I .12

NI LAI 0

DI MENSI

NI LAI 7

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

KOMPETENSI MELAKUKAN

tersurat perihal kompetensi tersurat perihal kompetensi

TUNTUTAN

melakukan tuntutan. melakukan tuntutan.

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

KOMPETENSI MELAKUKAN

tersurat perihal kompetensi tersurat perihal kompetensi.

PELAYANAN PUBLIK

melakukan. .pelayanan publik melakukan pelayanan publik

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

KOMPETENSI BERTINDAK

tersurat perihal kompetensi tersurat perihal kompetensi

PROFESIONAL

bertindak profesional. bertindak profesional.

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

KEMAMPUAN MENERAPKAN

tersurat perihal kemampuan tersurat perihal kemampuan

STANDAR KERJA

menerapkan standar kerja. menerapkan standar kerja.

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

Ada-tidaknya dan/ atau

KEMAMPUAN KERJASAMA DENGAN

tersurat perihal kompetensi tersurat perihal kompetensi

SEMUA ELEMEN PERADILAN

melakukan tuntutan. melakukan tuntutan.

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

MENINGKATKAN KEPERCAYAAN

tersurat perihal upaya tersurat perihal upaya

MASYARAKAT

meningkatkan kepercayaan meningkatkan kepercayaan

masyarakat.. masyarakat.

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

BERSIKAP KONSISTEN

tersurat perihal kemampuan tersurat perihal kemampuan

bersikap konsisten. bersikap konsisten.

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

BERSIKAP ADIL

tersurat perihal kemampuan tersurat perihal kemampuan

bersikap adil. bersikap adil.

Ada-tidaknya dan/ atau

Selalu atau hampir seluruhnya hampir-tidak pernahnya

BERSIKAP INDEPENDEN

tersurat perihal kemampuan tersurat perihal kemampuan

bersikap independen. bersikap independen.

4. CODI NG SHEET I V : MANAJEMEN GAGASAN DAN PENGETAHUAN Jika manajemen umum diartikan sebagai soal bagaimana membuat segala sesuatunya selesai melalui pelibatan orang, maka manajemen gagasan dan

12 Didasarkan pada Visi, Misi dan Fungsi Crown Prosecutor Service. Online Documents: http: / /

www.cps.gov.uk/ legal/ section1/ chapter_a.html.

ditangkap manusia pembelajar dalam bentuk unit/ satuan atau objek/ sasaran yang dapat menciptakan jejaring dengan sesama pembelajar dan software/ machines. Manajemen pengetahuan ( knowledge management, KM) sendiri sebenarnya ralatif merupakan disiplin baru, sebagaimana dikemukakan oleh: The Beep Knowledge System:

“…Knowledge Management (KM) is a relatively new field, but KM practices around the world show a rich variety of lessons learned, and the body of literature is growing rapidly. Organisations implementing Knowledge Management generally have two objectives. First they nurture the creation of new knowledge in order to speed up innovation and gain a competitive advantage. Second, by sharing existing knowledge they try to increase efficiency, i.e. prevent the wheel from being reinvented too often. The cases described come from large multinationals, as they are at the forefront of KM

developments…” 13 .

Dari kedua sasaran, yakni: pertama, penciptaan pengetahuan untuk mempercepat inovasi dan keuntungan kompetitif, dan kedua, penyelenggaraan suasana keberbagian pengetahuan untuk meningkatkan efisiensi; yang lebih terkait dan relevan dengan pendidikan jaksa adalah sasaran kedua.. Manifestasi dari sasaran kedua merupakan resultante saat pengetahuan ditangkap dan berubah menjadi

informasi yang merupakan kualitas 14 personalized dan localized. Manakala pengetahuan gagal diubah ke dalam informasi, yang dapat terjadi kemudian ialah

peristiwa depersonalisasi dan dekontekstualisasi makna. Logis, jika agenda yang ditarik berkait dengan implikasi pembelajaran terhadap angkatan kerja di masa depan ialah bagaimana agar pendidikan jaksa menciptakan re-personalisasi dan re- kontekstualisasi pengetahuan.

Pendekatan pembelajaran niscaya menyertakan baik tujuan, perkembangan modal manusiawi dan terapannya. Ketiganya dapat saling bertentangan, sebab masing-masing dari ketiga hal mewakili intensi, asumsi dan metode yang berbeda tentang bagaimana mencapai tujuan. Implementasi semacam ini dikongklusikan oleh Arthur M. Harkins:

13 Lihat The Beep Knowledge System (2005), “eEconomy – work and skills”. Diakses 26/ 07/ 05

pada Online Documents: http: / / www.beepknowledgesystem.org/

14 Menurut pandangan psikologi kognitif yang menggunakan informational-processing framework, setiap konteks dunia riil adalah berbeda. Retensi atas konteks yang artifisial dalam simulasi

tidak menahan pengetahuan orisinal dalam kondisi hidup, tetapi secara dinamik menghasilkan ‘mesin informasi’ yang bersifat heuristik tidak menahan pengetahuan orisinal dalam kondisi hidup, tetapi secara dinamik menghasilkan ‘mesin informasi’ yang bersifat heuristik

I ntroduction of robots in some manufacturing and assembly processes. I nformation management systems become necessary. Postsecondary education and training are no longer options for many types of jobs. Perhaps 5% of workers are Knowledge Workers. Some

of these are futurists…” 15

Dari ungkapannya, tersirat betapa dahsyatnya efek tekhnologi, utamanya Internet, yang mempu mendorong akselerasi pengetahuan. Tak ubahnya di dunia industri, di mana pekerja harus bersedia berhadapan dengan pelanggan dan perilaku pesaing yang tidak terprediksikan sebelumnya, jaksa pun harus bersedia berhadapan dengan segala kemungkinan yang barangkali tidak terbayangkan terjadi di masa lalu dan masa kini. Masuk akal jika kegamangan akan masa depan pendidikan dan pelatihan jaksa harus dijawab dengan cara pandang dan perspektif yang disiapkan untuk menanggapi hal-hal tak terprediksikan tersebut. Mempertimbangkan pemikiran ini, relevan jika penelitian Analisis Isi atas berbagai dokumen pada Pusat Pelatihan Jaksa ini menempatkan pendekatan Performance/ Innovation Base Learning (P/ IBL) sebagai perspektif untuk menilai penyelenggaraan pendidikan jaksa sebagaimana terangkum dalam Tabel 6 berikut penjelasannya.

Tabel 6 Penjelasan Dimensionalitas Berdasar Atribut Sistem Pembelajaran ( Arthur M. Harkins, 2003) Pada Coding Sheet I V

NI LAI 0

ATRI BUT SI STEM PEMBELAJARAN NI LAI 7

Ada tidaknya agenda untuk mempersiapkan

Ada-tidaknya peserta didik

Purpose bimbingan/ pendampingan untuk

menampilkan suatu bertindak atau menunjukkan kinerja kinerja umum.

tertentu.

Tergantung pada baik- Mengandung porsi coach guna tidaknya persiapan

melakukan tindakan atau kinerja kelas.

Approach

tertentu.

Terlaksana-tidaknya Dibawakan-tidaknya kinerja yang perkuliahan..l

Occurrence

dibutuhkan. Penjenjangan dan

Penjenjangan dan penyeleksian penyeleksian

didasarkan pada ketersediaan didasarkan pada

Focus

potensi dan keterpenuhan

15 Lihat Arthur M. Harkins (2003), “The Futures of Career And Technical Education in a

Continuous I nnovation Society”. Journal of Vocational Education Research, Vol. 27, I ssue 1. Diakses 26/ 07/ 05 pada Online Dociments: http: / / scholar.lib.vt.edu/ ejournals/ JVER/ v27n1/

NI LAI 0

ATRI BUT SI STEM PEMBELAJARAN NI LAI 7

kluster usia atau persyaratan. senioritas tertentu.

Didasarkan pada Didasarkan pada praktik dan sistem kurikulum akademik.l

Basis

pendukung yang disandarkan pada pengetahuan eksplisit.

Diasumsikan bahwa pembelajaran berlangsung lebih dulu

Bersifat Event-driven, induktif. dibanding/ sebelum kinerja.

Learning sequence

Didasarkan pada ketersediaan kapasitas

Didasarkan pada kekuatan agent manusia dan instrumen

Delivery platform

dan ketepatan konteks. pendukung.

Nara sumber sebagai pihak yang menentukan apa yang

Bersifat Event-driven, induktif-

Learning initiative determinant

hendaknya dipelajari kontekstual. oleh para peserta didik. Tidak tergantung pada

konteks, Context Tergantung pada konteks, Context Context dependent,

independent. Cenderung mengikuti

prosedur, Memberi ruang pengambilan mengabaikan

keputusan, lekat dengan personalitas, dan

Person dependency

personalitas, dan bersifat inovatif. bersifat repetitif.

Di dalam/ luar kelas.

Delivery location

Menggunakan perangkat jaringan. Memberi ruang bagi inisiatif

Terstruktur di dalam jadual.

Delivery time

peserta didik untuk menyediakan dan mengelola.

1. mengandalkan pada bakat kognitif individu

1. menyertakan kemampuan untuk dan keterampilan.

menggunakan sistem pendukung

Performance determinants

kinerja.

2. Membutuhkan kuantitas dan kualitas

2. tergantung pada kualitas sistem pendukung kinerja

pelatihan. Sangat relevan, tetapi

Sangat situasional; membutuhkan tidak menjawab

pemecahan masalah yang kebutuhan

Workforce implications

bervariasi.

I V. Hasil Analisis

Hasil analisis deskriptif mencakup hasil elisitasi melalui proses coding terhadap ke-110 dokumen. Hasil elisitasi coding setelah dikonversikan ke dalam skor terbobot melalui pengoperasian categorizing variables dengan bantuan software SPSS For Windows Release 10.01 (27 Oktober 1999) Standard Version.

Dari analisis tersebut, terdapat hasil yang direkapitulasikan sebagai berikut :

Rekapitulasi Hasil Penelitan dan I nterpretasi Tentatif

D. N O E. DIMENSI F. SIGNIFIK

G. M EAN H. D I ATAS

I. DI BAWAH

J. I NTREPETASI

ANSI MEAN MEAN

K. 1 L.

RESPECT M. T

I DAK

N. 27.8364 O. P.

Q. S EMUA JENI S DOKUMEN TI DAK

MEMBERI KAN TEKANAN PADA LAW

FOR THE S

I GNI F

I KAN DI MENSI I NI . M EAN 27.8

MENUNJUKKAN TI NGKATAN YANG “ AMAN ” DAN BER - RI SI KO UNTUK

MEMBAHASNYA . K ALAU PUN ADA UPAYA UNTUK MENYENTUHNYA , HAL I NI MUNCUL PADA K ONSI NYERI NG (SD= 9.2 DARI M EAN = 28.5.

R. 2 S. FAI RNESS T.

N OTUL

W. M AKALAH

X. P RI NSI P I NI MENGUNDANG RESPON I KAN ENSI P ESERTA APRESI ASI F YANG BERBEDA ANTARA

DI M AKALAH P ESERTA DAN N OTULENSI . M ENI LI K BAHWA DI

M AKALAH P ESERTA DENGAN M EAN YANG TERENDAH TETAPI MEMI LI KI SD YANG PATUT DI PERTI MBANGKAN (4.3), MEMANG TI DAK DAPAT LANTAS DI TARI K KESI MPULAN

BAHWA APRESI ASI NYA RENDAH .

N AMPAKNYA DI SPUTASI YANG TAJAM TERJADI DI ANTARA PARA

PESERTA . S EDANG NOTULENSI ,

DENGAN M EAN TERTI NGGI TETAPI

DENGAN SD YANG RENDAH (0.7),

MEMPERLI HATKAN BAGAI MANA KOMONALI TAS PENDAPAT TENTANG

DI MENSI I NI LEBI H DI APRESI ASI .

Y. 3 Z. I NDEPENDE

EE. H AL I NI MEMPERLI HATKAN NCE

AA. S ANGA

BB. 24.6136 CC. M AKAL

DD. B AHAN

AH A JAR BAGAI MANA KOMPETENSI DAN

I GNI F

P EMBI

PROFI SI ENSI DALAM SUBSTANSI I KAN CARA HUKUM LEBI H DI KUASAI OLEH PARA

PAKAR . P ERSOALAN I NDEPENDENCE I NSTI TUSI ONAL MENJADI SOROTAN

UTAMA KALANGAN PAKAR ,

SEBALI KNYA MASI H BERVARI ASI

ANTAR PESERTA ( GRASS ROOT ).

N AMPAK DI SI NI “ HUKUM MEMANG DARI LANGI TAN ”, BUKAN DARI AKAR

RUMPUT .

FF. 4 GG. RESPECT HH. S

I GNI F

I I . 24.981 JJ. N OTUL

KK. M AKALAH

LL. N OTULENSI MEREPRESENTASI KAN

PEMBI CARAAN YANG BERLANGSUNG PERSONS

FOR I KAN ENSI P EMBI CAR

A DI FORUM . D ALAM I KHWAL

PENGHORMATAN ( HAK ) PRI BADI ,

NAMPAK BAHWA TERJADI KESAN YANG BERBEDA DI ANTARA KALANGAN PAKAR DAN AKAR

RUMPUT . B EBERAPA KESI MPULAN LEBI H KOMPREHENSI F DAPAT DI TARI K DARI POLA DATA I NI .

MM. 5 NN. DI LI GENCE OO. S

I GNI F

PP. 24.395 QQ. N OTUL

RR. M AKALAH

SS. D

I ALOG DAN DI SPUTASI LANGSUNG & I KAN ENSI P ESERTA TENTANG PENGURUSAN YANG

EFFI CI ENCY TERTI B DAN TI DAK TUMPANG TI NDI H NAMPAKNYA MENJADI

CONCERN FORUM DI BANDI NGKAN PARA PEMAKALAH . B OLEH JADI PANDANGAN YANG CENDERUNG TEORI TI K DAN DEDUKTI F DI SAMBUT

ANSI MEAN MEAN

DENGAN ANTI TESI S YANG TANGGUH

DARI FORUM .

TT. 6 UU. I NTEGRI TY VV. S

I GNI F

WW.

24. OTUL XX. N

YY. M AKALAH

ZZ. I NTEGRI TY , SAMA HALNYA DENGAN

I KAN 181

ENSI P ESERTA DI LI GENCE & EFFI CI ENCY , DI SI KAPI SECARA SAMA DI ANTARA FORUM

DAN PEMAKALAH .

AAA. 7 BBB. ACCOUNTA

CCC. S

I GNI F

DDD.

23. EEE. N OTUL

FFF. B AHAN

GGG.

I NI MENARI K DAN RELEVAN

ENSI A JAR SEBAGAI MASUKAN BAGI TRANSPARE

BI LI TY & I KAN 713

PENDI DI KAN JAKSA . D ARI HASI L NCY

, NAMPAK BETAPA SENJANG I NI ANTARA YANG DI AJARKAN DAN YANG DI SAKSI KAN DI LAPANGAN .

HHH. I I I . RESPONSI B

JJJ. S

I GNI F

KKK.

22. LLL. L APOR

MMM.

B AH NNN.

N AMPAKNYA PEMAHAMAN

I LI TY OF I KAN 745

AN

AN A JAR YANG BASED ON DATA LEBI H

MENGGAMBARKAN KAI TAN ANTARA HEAD

TRI BUNAL P ENELI

TI AN KENYATAAN YANG DI JELASKAN DAN

PENJELASANNYA . S EBALI KNYA ,

BAHAN AJAR CENDERUNG

AKSI OMATI K - DEDUKTI F .

P EMBERI AN AKSENTUASI PADA KETERAMPI LAN DALAM OLAH LOGI KA DAPAT MEMBERI KONTRI BUSI UNTUK MENI NGKATKAN DAYA PI KAT DARI

B AHAN A JAR .

OOO.

PPP. TUJUAN QQQ.

RRR.

27. SSS. L APOR

TTT. M AKALAH

UUU.

M ENEGASKAN SAJA ,

P ESERTA KOHERENSI ANTARA MAKSUD DAN ONAL

I NSTRUKSI

KAN P ENELI

TUJUAN DENGAN CARA MECAPAI NYA TI AN LEBI H TERGAMBARKAN PADA LAPORAN PENELTI I AN

DI BANDI NGKAN PADA MAKALAH .

I MPOSI UM YANG MERELEASE HASI L PENELI TI AN DALAM BI DANG HUKUM AGAKNYA LEBI H BERBI CARA BANYAK BAGI PENYADARAN DARI PADA MAKALAH - MAKALAH YANG CENDERUNG DEDUKTI F .

VVV. 10 WWW. KETERJ

J ALI NAN FAKTA - OPI NI UNTUK ABARAN

I GNI F XXX. S

YYY. 26.882 ZZZ. S URAT

I KAN K EPUT

ALAH

MEMBANGUN ARGUMENTASI LEBI H

USAN /

P ESERTA NAMPAK PADA BENTUK L EGAL J UKLAK STATEMENT DARI PADA GAGASAN - GAGASAN YANG DI KERUCUTKAN UNTUK MENANGGAPI TEMA .

CCCC. DDDD. RELEV

IIII.I NI SOAL KEPI AWAI AN DALAM

1 ANSI ANGAT

MENGEMAS GAGASAN KE DALAM

P ESERTA METODE PENYAMPAI AN . KEBUTUHA

DENGAN S

I GNI F

P EMBI

I KAN CARA

N PESERTA

DI DI K

JJJJ. 12 KKKK. KESES

I DEM DENGAN I NTERPRETASI

UAI AN ANGAT

DENGAN S

I GNI F

SI P ESERTA

KONDI SI I KAN

MASYARAK AT

QQQQ. RRRR. KANDU

WWWW. I DEM

I GNI FI

OTULEN

ALAH

ANSI MEAN MEAN 3 NGAN ETI K KAN 9455 SI P ESERTA

XXXX. YYYY. SI STE

DDDDD. D APAT DI TERI MA 4 MATI KA

ZZZZ.

AAAAA. 25.

BBBBB. L

CCCCC. M AK

KEWAJARANNYA BAHWA

I GNI F

P ESERTA SI STEMATI KA MENJADI KONDI SI

I KAN P ENELI

YANG DI PERSYARATKAN UNTUK TI AN PENELI TI AN .

EEEEE. FFFFF. KREDI

GGGGG. S

KKKKK. R I SI KO JI KA TI DAK KREDI BEL

DAPAT DI TERI MA KETI KA SUMBER

5 BI LTAS ANGAT

K EPUT

P ESERTA DI PERUNTUKKAN BAGI SK/ J UKLAK .

I KAN USAN /

J UKLAK

LLLLL. MMMMM.

NNNNN. S

OOOOO. 26.

PPPPP. B

QQQQQ. M AK

RRRRR. R ELEVAN DENGAN KEBUTUHAN

PENDI DI KAN . K OMPETENSI MELAKUKA

6 OMPETENSI ANGAT

A JAR P ESERTA SEMACAM I NI YANG MESTI NYA N I KAN DI BERI AKSENTUASI .

TUNTUTAN

SSSSS. TTTTT. KOMPE

UUUUU. S

VVVVV. 26.

WWWWW.

XXXXX. M AK

YYYYY. I DEM DENGAN POLA

I NTERPRETASI PADA NOMOR 13. MELAKUKA

7 TENSI ANGAT

SI P ESERTA

N LAYANAN I KAN

PUBLI K ZZZZZ.

AAAAAA. KOMPE