1. Fase alaram the alarm phase: fase saat tubuh menggerakkan sistem saraf simpatetik untuk menghadapi ancaman langsung. Pelepasan hormon adrenal
yaitu epinephrine dan norepinephrin terjadi saat munculnya emosi kuat. Hormon-hormon ini menghasilkan lonjakan energi, ketegangan otot-otot,
berkurangnya sensitivitas terhadap rasa sakit, berhentinya kerja sistem pencernaan, dan meningkatnya tekanan darah. Oleh Walter Cannon 1929
menggambarkan perubahan-perubahan ini sebagai respons “fight-or-flight” melawan atau melarikan diri.
2. Fase penolakan the resistance phase: saat tubuh berusaha menolak atau mengatasi stresor yang tidak dapat dihindari. Selama fase ini, respon
fisiologis yang terjadi pada fase alaram terus berlangsung, namun respon- respon tersebut membuat tubuh lebih rentan terhadap stresor-stresor lain.
3. Fase kelelahan the exhaustion phase: saat stres yang berkelanjutan menguras energi tubuh, meningkatkan kerentanan terhadap masalah fisik
pada akhirnya akan memunculkan penyakit. Reaksi yang sama, yang memampukan tubuh merespons tantangan secara efektif pada fase alaram,
akan merugikan apabila berlangsung secara terus menerus.
2.1.3. Efek Stres terhadap Psikologis dan Fisiologis
Menurut The American Institute of Stress 2012, efek stres dapat mempengaruhi psikologis dan fisiologis tubuh seseorang.
a. Pengaruh pada psikologis: 1 Meningkatnya kecemasan, kekhawatiran, rasa bersalah, dan gugup
2 Meningkatnya kemarahan, frustasi, permusuhan 3 Depresi, suasana hati sering berubah
4 Meningkat atau menurunnya rasa lapar 5 Insomnia, mimpi buruk, mimpi yang mengganggu
6 Sulit berkonsentrasi, pikiran yang bercampur aduk 7 Kesulitan mengolah informasi baru
8 Pelupa, disorganisasi, kebingungan 9 Kesulitan mengambil keputusan
Universitas Sumatera Utara
10 Sering menangis atau pikiran bunuh diri 11 Merasa kesepian dan tidak berharga
12 Meningkatnya frustasi, mudah tersinggung, dan kegelisahan 13 Perilaku obsesif atau kompulsif
14 Menurunnya efikasi kerja atau produktivitas 15 Gangguan dalam berkomunikasi dan berbagi
16 Penarikan diri dari sosial dan isolasi 17 Kelelahan, lemas, capek yang menetap
18 Lebih sering menggunakan obat-obatan, dan lain-lain. b. Pengaruh pada fisiologis tubuh:
1 Sistem saraf Ketika stres, fisik dan psikologis akan mengubah sumber energi ke posisi
persiapan menghadapi ancaman, dikenal dengan respon “fight or flight” melawan atau lari. Saraf simpatis akan merangsang kelenjar adrenal
untuk melepaskan adrenalin dan kortisol. Hormon-hormon ini akan menyebabkan jantung berdetak lebih kencang, meningkatkan tekanan
darah, mengubah proses pencernaan dan kadar glukosa dalam darah. 2 Sistem muskuloskeletal
Pada keadaan stres, tonus otot meningkat. Kontraksi otot dapat memicu sakit kepala, migrain, dan berbagai kondisi muskuloskeletal lainnya.
3 Sistem pernafasan Stres dapat menyebabkan bernafas lebih berat dan lebih cepat atau
hiperventilasi. Hal ini dapat memicu serangan panik lebih cepat pada beberapa orang.
4 Sistem kardiovaskular Stres akut menyebabkan peningkatan denyut jantung dan kontraksi lebih
kuat dari otot jantung. Pembuluh darah yang menuju otot besar dan jantung dilatasi untuk meningkatkan suplai darah. Episode berulang dari
stres akut dapat menyebabkan inflamasi pada arteri koroner sehingga menjadi serangan jantung.
Universitas Sumatera Utara
5 Sistem endokrin Kelenjar adrenal menghasilkan kortisol dan epinefrin yang sering disebut
“hormon stres”. Ketika kortisol dan epinefrin dilepaskan, hepar menghasilkan lebih banyak glukosa untuk energi pada respon stres.
6 Sistem pencernaan Lambung menjadi tidak nyaman yang dapat memicu mual dan muntah,
bahkan nyeri. Pada usus dapat terjadi gangguan penyerapan dan peristaltik sehingga menimbulkan konstipasi atau diare.
7 Sistem reproduksi Pada pria, stres dapat mengganggu produksi testosteron, produksi
sperma, dan impoten. Pada wanita, stres dapat menyebabkan siklus menstruasi tidak teratur atau nyeri. Stres juga dapat menurunkan
keinginan seksual.
2.2. Parenting Stress