BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Orang tua yang memiliki anak dengan keterbatasan dalam pertumbuhan dan perkembangan, memiliki tugas dan tekanan psikologis yang lebih besar dalam
membesarkan dan mengasuh anaknya. Beban-beban tersebut dapat memicu timbulnya stres pada orang tua parenting stress yang mempunyai dampak
negatif terhadap orang tua, hubungan orang tua–anak, dan anak itu sendiri. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang memilki anak
dengan kebutuhan khusus mengalami peningkatan stres dibandingkan dengan orang tua yang memiliki anak normal. Sekitar 29 ibu yang memiliki anak
dengan gangguan pertumbuhan mengalami peningkatan tanda-tanda depresi Singer, 2006 dan Bailey et al, 2007. Menurut Feldmar 2006, sekitar 20 orang
tua dengan anak yang memiliki atau beresiko memiliki gangguan pertumbuhan, mengalami peningkatan tanda-tanda depresi.
Menurut Schieve 2007 dalam penelitiannya pada 78.305 orang tua di Amerika, didapatkan orang tua yang memiliki anak dengan gangguan
perkembangan mental memiliki tingkat kemarahan dan stres lebih tinggi 44 daripada orang tua dengan anak berkebutuhan khusus tanpa gangguan
perkembangan 12 dan orang tua dengan anak normal 11. Perhatian besar yang dibutuhkan oleh anak dengan keterbatasan dalam
jangka waktu yang lama akan berdampak pada kesehatan psikologis dari orang tua Seltzer et al, 2009, padahal orang tua memainkan peranan penting dalam
kesuksesan rehabilitasi anak mereka Hung et al, 2010. Masalah psikologis yang dialami orang tua antara lain depresi dan distres emosional Hung et al, 2010.
Menurut Swartz 2005, tanda-tanda stres pada orang tua akan menurunkan ketanggapan dan sensitivitas terhadap isyarat anak, sehingga akan memperburuk
kondisi anak dan mengganggu hasil dari terapi pada anak. Deteksi awal orang tua yang berisiko kesehatan mental rendah adalah penting untuk dapat memberikan
Universitas Sumatera Utara
pertolongan lebih dini pada orang tua tersebut, sehingga diharapkan hasil terapi pada anak dan juga kulaitas hidup keluarga dapat lebih baik.
Penelitian ini dilakukan pada orang tua dengan anak berkebutuhan khusus yang dididik di Yayasan Pembinaan Anak Cacat YPAC Medan. Peserta didik di
YPAC Medan terdiri atas anak tunadaksa cacat tubuh dan tunagrahita retardasi mental yang membutuhkan perhatian dan pembinaan lebih kompleks dan waktu
yang lama. Menurut Sensus Nasional Biro Pusat Statistik tahun 2006, sebanyak 0,7 atau 2.810.212 jiwa adalah penyandang cacat Depkes, 2012. Prevalensi
anak tunagrahita di negara berkembang berkisar 4,6 dengan angka kejadian berkisar 19 per 1000 kelahiran hidup Sularyo Kadim, 2000. Menurut data
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Sosial 2011, jumlah anak tunadaksa di Indonesia 1.652.741 jiwa.
1.2. Rumusan Masalah