Perbandingan Daya Koagulasi Poli Aluminium Klorida, Aluminium Formulasi Klorida, dan Aluminium Sulfat dalam Menurunkan Turbiditas Air Sungai Deli pada Pengolahan Air Minum
Lampiran 1: Sungai Deli di Daerah Titi Papan
(2)
Lampiran 3: Padatan Poli Aluminium Klorida
(3)
Lampiran 5: Padatan Aluminium Sulfat
(4)
Lampiran 7: Pengadukan Cepat pada Proses Jar Test
(5)
Lampiran 9: Sedimentasi pada Proses Jar Test
Lampiran 10: Hasil Pengujian Kekeruhan
Konsentrasi Koagulan
(ppm)
Hasil Kekeruhan (NTU)
PAC AFC Aluminium Sufat
0 236 236 236
5 20 35,2 36,8
10 3,85 34,2 33,2
20 1,25 4,53 5,55
30 1,24 1,29 2,13
40 1,76 1,13 0,81
50 2,67 1,56 1,24
60 1,41 1,35 1,24
(6)
Lampiran 11: Hasil Perhitungan Metode ANOVA Satu Jalur Menggunakan Microsoft Excel
SUMMARY
Groups Count Sum Average Variance
PAC 9 268,69 29,85444 6013,101
AFC 9 316,81 35,20111 5872,842
Aluminium Sulfat 9 319,19 35,46556 5859,529
ANOVA Source of
Variation SS df MS F P-value F crit
Varietas 180,424 2 90,21201 0,015251 0,984874 3,402826
Galat 141963,8 24 5915,157
Total 142144,2 26
Lampiran 12: Karakterisasi Air Minum Peraturan Mentri Kesehatan No. 492 / Menkes / Per / IV / 2010
No Jenis Parameter Satuan Kadar Maksimum yang Diperbolehkan 1. Parameter yang berhubungan
langsung dengan kesehatan a. Parameter
Mikrobiologi 2. E. Coli
3. Total Bakter Kolifor
JumLah per 100 mL sampel JumLah per 100 mL sampel
0
0
b. Kimia Anorganik
(7)
2. Fluorida
3. Total Kromium 4. Kadmium
5. Nitrit (sebagai NO2)
6. Nitrat (sebagai NO3-)
7. Sianida 8. Selenium mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L 1,5 0,05 0,003 3 50 0,07 0,01 2. Parameter yang tidak
langsung berhubungan dengan kesehatan
a. Parameter Fisik 1. Bau
2. Warna
3. Total zat padat terlarut 4. Kekeruhan 5. Rasa 6. Suhu - TCU mg/L NTU - 0 C Tidak Berbau 15 500 5 Tidak berasa Suhu udara ± 3 b. Parameter Kimia
1. Aluminium 2. Besi 3. Kesadahan 4. Alkalinitas 5. Khlorida 6. Mangan 7. pH 8. Seng 9. Sulfaat 10.Tembaga 11.Ammonia mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L - mg/L mg/L mg/L mg/L 0,2 0,3 500 < 100 250 0,4 6,5 – 8,5
3 250
2 1,5
(8)
12.COD 13.BOD
mg/L mg/L
100 10 Sumber : Peraturan Mentri Kesehatan No. 492 / Menkes / Per / IV /
2010 Tanggal 19 April 2010
(9)
DAFTAR PUSTAKA
Alaert Gdan Santika, Sumestri S, 1987.Metode Penelitian Air. Surabaya: Penerbit Usaha Nasional.
American Water Works Association (AWWA)/ American Sociaty Of Civil Engineers (ASCE), (1990), Water Treatment Plant Design2nd ed,
Mc Grow-Hill Book.Co, Singapore.
Atari R, dan Iqbal Rofiq, (2009), Kualitas Air dan Kinerja Unit Pengolahan di Instalasi Pengolahan Air Minum ITB, Jurnal Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung.
Davis ML, Cornwell DA, (1991). Introduction to Environmental Engeneering, 2th Ed. New York: McGraw-Hill, Inc.
EckenFelder, W.W. Jr, (2000), Industrial Water Pollution Control Tihrd edition, MacGraw-HillCompany, Singapore.
Fathul E dan Septiyanto A, (2010), Pengaruh Suhu dan Tingkat Keasaman (pH) pada Tahap Pralakuan Koagulasi (Koagulan Aluminium Suldat) dalam
Proses Pengolahan Air Menggunakan Membran Mikrofiltrasi
Polipropilen Hollow Fibre, Departemen Teknik Gas dan Petrokimia, Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Gabriel, J,F,(2001), Fisika Lingkungan, Cetakan Pertama,Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Herbert ,E.D.W.S., and Klei, (1979), Waste Water Treatment, Departement Of ChemicalEngineering, The University Of Conecticut, Prentice-Hall, Engle Wood Clift.
http://freelearningji.wordpress.com
Ince, Margaret dan Gun Howard, (1999), Developing fir Water Supply and Sanitation, Adis Ababa, Ethiopia.
Levine, I.N, (2002), Physical Chemisty Fifth edition, Mc Graw-Hill Book. Co, New York
Linsley R.K dan Franzini J.B, (1991), Teknik Sumber Daya Air, jilid 2 edisi ketiga (alih bahasa:Djoko Sasongko), Jakarta: Penerbit Erlangga.
(10)
Manurung J, (2009), Studi Efek jenis dan Berat Koagulasi terhadap Penurunan Nilai COD dan BOD pada Pengolahan Air Limbah dengan cara Koagulasi, Skripsi Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Maulana I, (2011), Analisis Kualitas Air Minum melalui Penggunaan Campuran
Tawas – Polipropilen – Kalium Permanganat, Skripsi Sarjana Unviersitas
Negeri Medan.
Sinta N,(2003), Pengyunaan Ceiba Pentandra Sebagai Biosurfaktan Dalam ProsesPengolahan Limbah Cair Industri Tekstil PT HML, Skripsi, Programstudi Kimia,FMIPA, UPI, Bandung.
Setiawan R, Nayazik A, (2015), Aplikasi Statistik untuk Penelitian, Yogyakarta: Penerbit Nuha Medika
Suprihatin, Suparno Ono,(2013), Teknik Proses Pengolahan Air untuk Mahasiswa dan Praktisi Industri, PT Penerbit IPB Press, Kampus IPB Taman
(11)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
- Neraca analitik Kern
- Alat Jar Test Wisd
- Alat Turbidimeter HACH
- pH Meter Martini
- Stirrer ae
- Magnetic stirrer -
- Gelas piala 1000 mL Pyrex
- Gelas piala 100 mL Pyrex
- Labu takar 100 mL Pyrex
- Pipet volumetrik Pyrex
-Pipet tetes -
3.1.2 Bahan
- Air baku yang berasal dari Sungai Deli yang terletak di Titi Papan, Medan
- PAC 29% yang berasal dari PT. Brataco.
- AFC 17.35% yang berasal dari PT. Karya Unggul Chemindo
- Aluminium Sulfat (Tawas) 17% yang berasal dari CV. Koperasi Kimia Inti.
(12)
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan uji Analisis ANOVA dalam desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jenis ANOVA satu jalur (one way ANOVA). Dalam penelitian ini ingin membandingkan hasil pengolahan dengan parameter
kekeruhan dari koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat.
ANOVA satu jalur (one way Anova) menggunakan prinsip perhitungan dua jenis variasi yaitu variasiantar perlakuan (between), dan variasi dalam perlakuan (within). Berikut adalah langkah-langkah dalam perhitungan ANOVA satu jalur:
1. Menentukan k atau banyaknya perlakuan
Dalam penelitian, k adalah nilai konsentrasi yang digunakan: k1 = 0 ppm
k2 = 5 ppm
k3 = 10 ppm
k4 = 20 ppm
k5 = 30 ppm
k6 = 40 ppm
k7 = 50 ppm
k8 = 60 ppm
k9 = 70 ppm
2. Menentukan n atau banyaknya sampel n1 = PAC
n2 = AFC
n3 = Aluminium sulfat
(13)
4. Menghitung jumlah kuadrat perlakuan dengan rumus:
5. Mencari nilai F-hitung dengan menggunakan rumus yang tertera pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Kalkulasi perhitungan ANOVA satu jalur (one way ANOVA)
Sumber
Variasi df SS MS F-Hitung
Antar
Perlakuan k-1 SSP
���
� −1
���
���
Dalam
Perlakuan (n-1) – (k-1) SSE=SST-SSP
���
�−1 − (�−1)
6. Mencari nilai F-tabel dengan mempertimbangkan sebagai berikut:
a. tingkat signifikan (α), b. df antar perlakuan, dan
c. df dalam perlakuan.
7. Membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel,
a. Bila F-hitung < F-tabel, maka Ho diterima, yang berarti rata-rata kedua perlakuan tidak berbeda secara signifikan,
b. Bila F- hitung > F-tabel, maka Ho ditolak dan H1 diterima, yang berarti rata-rata kedua perlakuan berbeda secara signifikan.
(14)
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Penyiapan Sample
Sampel air yang digunakan berasal dari Sungai Deli yang beralamat Jl. Yos Sudarso KM 12.5, Kelurahan Titi Papan, Kecamatan Medan Deli, Titik Koordinat LU. 030 41’ 22,0” LS. 0900 41’ 46,4”. Sampel diambil dari permukaan Sungai Deli. Kemudian sampel didistribusi melalui pipa ke daerah Kawasan Industri Medan Tahap III.
3.3.2 Karakterisasi Awal Sampel
Sampel air yang diambil dari aliran Sungai Deli diuji untuk parameter kekeruhan.
3.3.3 Pembuatan Larutan Induk Koagulan
3.3.3.1 Pembuatan Larutan IndukPAC
Koagulan PAC ditimbang sebanyak ±1,0000 gram (setara dengan 10.000 ppm PAC), lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL. Larutan tersebut dihomogenkan menggunakan stirrrer selama 10 menit.
3.3.3.2 Pembuatan Larutan Induk AFC
KoagulanAFC ditimbang sebanyak ±1,0000 gram (setara dengan 10.000 ppm AFC), lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL. Larutan tersebut dihomogenkan menggunakan stirrrer selama 10 menit.
(15)
3.3.3.3 Pembuatan Larutan Induk Aluminium Sulfat
Koagulan aluminium sulfat ditimbang sebanyak ±1,0000 gram (setara dengan 10.000 ppm aluminium sulfat), lalu dimasukkan ke labu takar 100 mL. Larutan tersebut dihomogenkan menggunakan stirrrer selama 10 menit.
3.3.4 Proses Jar Test
Sebanyak 1000 mL air baku dimasukkan ke dalam gelas piala berukuran 1000 mL, lalu diletakkan ke alat jar test sebanyak 6 gelas piala yang masing-masing berisi 1000 mL air baku. Berikut cara melakukan jar terst:
1. Alat dinyalakan dengan cara menekan tombol “ON”
2. Masing-masing pengaduk diatur sesuai posisi gelas piala yang sudah disusun sebanyak 6 gelas pada sekali proses.
3. Alat tersebut diatur menggunakan metode terprogram yaitu 1 menit menggunakan pengadukan cepat sebesar 200 rpm dan koagulan dimasukkan pada putaran cepat, lalu 5 menit menggunakan pengadukan lambat sebesar 50 rpm, proses sedimentasi selama 10 menit yaitu air didiamkan dan terbentuk endapan.
Tabel 3.2 Variasi Konsentrasijar test untuk Koagulan
Nomor Sampel
Jumlah larutan induk yang
dipipet (mL) KonsentrasiKoagulan (ppm)
1 0,0 0
2 0.5 5
3 1,0 10
4 2,0 20
5 3,0 30
6 4,0 40
7 5,0 50
8 6,0 60
(16)
Rumus yang digunakan untuk perhitungan konsentrasi koagulan:
� �� =� ��
Keterangan: Volume larutan stok : V1
Volume larutan jar test : V2
Konsentrasi larutan stok : N1
Konsentrasi koagulan pada saat jar test : N2
3.3.5 Prosedur Pengukuran Kekeruhan
Tingkat kekeruhan sampel diukur dengan menggunakan alat turbidimeter dengan membaca transmitan (T), yang kemudian ditentukan nilai absorbansinya.Prinsip kerja dari turbidimeter ini adalah mentransmisikan cahaya yang dilewatkan maka dapat diukur partikel-partikel kasar yang mengabsorbsi cahaya.Skala yang digunakan adalah NTU (Neufelometric Turbidimetry Unit).
1. Alat dihubungkan pada aliran listrik.
2. Tombol “Off” ditekan untuk menghidupkan alat 3. Menu Turbidity diatur pada display
4. Menu “Blank” diatur terlebihih dahulu.
5. Sample dimasukan ke dalam tube yang tersedia di alat. 6. Tombol “Enter” ditekan
7. Lalu pembacaan hasil yang tertera pada display
8. Pengukuran sampel dilanjutkan, sebelumnya tube harus dibersihkan terlebih dahulu pada saat pergantian pengukuran.
9. Jika sudah selesai, tube harus dibilas terlebih dahulu sebelum disimpan.
(17)
3.4 Bagan Penelitian
3.4.1 Bagan Proses Pengambilan Air Baku
Didistribusi melalui pipa bawah tanah
3.4.2 Bagan Pengujian Karakterisasi Air Baku
Melalui pipa distribusi
Menggunakan alat Turbidimeter Intake yang berada di Titi Papan
Kawasan Industri Medan Tahap III
Bak pertama di IPA Baja KIM III
Air baku IPA Baja KIM 3
Keran Laboratorium WTP KIM 3
Kekruhan/Turbidity (NTU)
(18)
3.4.3 Bagan Proses Jar Test
Dimasukkan ke dalam gelas piala 1000 mL
Pada saat jar test dapat dilakukan 6 variasi dosis
Diaduk dengan kecepatan 200 rpm selama 1 menit dan penambahan Koagulan
Diaduk dengan kecepatan 70 rpm selama 5 menit
Didiamkan selama 10 menit
3.4.4 Bagan Pengujian Kekeruhan pada Air
Pengambilan sample menggunakan syringe
Dimasukkan ke kuvet Turbidimeter 10 mL 1000 mL air baku
Pengadukan cepat
Pengadukan lambat
Sedimentasi
Air hasil pengolahan
Air hasil pengolahan
Sample 10 mL
Kuvet 10 mL
Kekeruhan (NTU)
(19)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi PAC pada ProsesJar
test
Telah dilakukan pengujian kekeruhan dengan variasi konsentrasi PAC menggunakan metode Jar test.Faktor penting dalam penambahan koagulan adalah konsentrasi koagulan. Konsentrasi koagulan ditentukan dari percobaan laboratorium menggunakan jar test.
Tabel 4.1 Data Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi PAC pada proses Jar Test
Nomor
Sample Konsentrasi PAC (ppm) Turbidity (NTU)
1 0 236
2 5 20
3 10 3.85
4 20 1.25
5 30 1.24
6 40 1.76
7 50 2.67
8 60 1.41
(20)
Gambar 4.1 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi PAC pada proses Jar Test
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahwa koagulan PAC dapat menurunkan nilai kekeruhan pada air baku menggunakan metode Jar test. Percobaan menggunakan beberapa variasi konsentrasi PAC untuk mendapatkan konsentrasi ekonomis pada penjernihan air sungai Deli. Hasil yang diperoleh ialah pada konsentrasi 10 ppm PAC dapat menjernihkan air baku Sungai Deli dengan nilai kekeruhan 236 NTU menjadi 3.85 NTU. Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan (PERMENKES) No. 492/ Menkes/ Per/ IV/ 2010 Tanggal 19 April 2010 yang merupakan baku mutu air minum mempunyai spesifikasi kekeruhan air minum kurang dari 5 NTU. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan konsentrasi 10 ppm sudah memenuhi syarat baku mutu yang sudah ditentukan oleh Pemerintah.
Ada beberapa cara yang sudah dipatenkan untuk membuat polyaluminium chloride yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida, seperti ditunjukkan reaksi berikut :
n AlCl3 + m OH−. m Na+ → Al n (OH) m Cl 3n-m + m Na+ + m Cl−
Senyawa ini dibuat dengan berbagai cara menghasilkan larutan PAC yang agak stabil.
PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion alumunium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polynuclear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). Beberapa
keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lainnya adalah :
20
3,85
1,25 1,24 1,76 2,67 1,41 0,51
0 5 10 15 20 25
0 10 20 30 40 50 60 70 80
Konsentrasi PAC (ppm)
K ek er uh a n
(21)
1. PAC dapat bekerja di tingkat pH yang lebih luas, dengan demikian tidak diperlukan pengoreksian terhadap pH, terkecuali bagi air tertentu.
2. Kandungan belerang dengan dosis cukup akan mengoksidasi senyawa karboksilat rantai siklik membentuk alifatik dan gugusan rantai hidrokarbon yang lebih pendek dan sederhana sehingga mudah untuk diikat membentuk flok.
3. Kadar klorida yang optimal dalam fasa cair yang bermuatan negatif akan cepat bereaksi dan merusak ikatan zat organik terutama ikatan karbon nitrogen yang umumnya dalam truktur ekuatik membentuk suatau makromolekul terutama gugusan protein, amina, amida dan penyusun minyak dan lipida.
4. PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebih maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan. Sedangkan untuk koagulan selain PAC memberikan grafik parabola terbuka artinya jika kelebihan atau kekurangan dosis akan menaikkan kekeruhan hasil akhir, hal ini perlu ketepatan dosis. 5. PAC mengandung suatu polimer khusus dengan struktur
polielektrolite yang dapat mengurangi atau tidak perlu sama sekali dalam pemakaian bahan pembantu, ini berarti disamping penyederhanaan juga penghematan untuk penjernihan air.
6. Kandungan basa yang cukup akan menambah gugus hidroksil dalam air sehingga penurunan pH tidak terlalu ekstrim sehingga
(22)
penghematan dalam penggunaan bahan untuk netralisasi dapat dilakukan.
7. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa ini diakibatkan dari gugus aktif aluminat yang bekerja efektif dalam mengikat koloid yang ikatan ini diperkuat dengan rantai polimer dari gugus polielektrolite sehingga gumpalan floknya menjadi lebih padat, penambahan gugus hidroksil kedalam rantai koloid yang hidrofobik akan menambah berat molekul, dengan demikian walaupun ukuran kolam pengendapan lebih kecil atau terjadi over-load bagi instalasi yang ada, kapasitas produksi relatif tidak terpengaruh.
4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi AFC pada Proses Jar test
Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi AFC pada proses Jar Test
Nomor Sample Konsentrasi AFC (ppm) Turbidity (NTU)
1 0 236
2 5 40
3 10 34.2
4 20 4.53
5 30 1.29
6 40 1.13
7 50 1.56
8 60 1.35
(23)
Gambar 4.2 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi AFC pada Proses Jar Test
Berdasarkan tabel 4.2 bahwa proses Jar test menggunakan beberapa variasi konsentrasi AFC. Hasil percobaan tersebut menunjukkan bahwa koagulan AFC mempunyai konsentrasi ekonomis sebesar 20 ppm karena dapat menjernihkan air baku dengan kekeruhan 236 NTU menjadi 4.53 NTU. Berdasarkan PERMENKES hasil yang dapat diterima sebagai persyaratan kekeruhan air minum ialah kurang dari 5 NTU. Hal ini menunjukkan bahwa AFC dapat digunakan untuk koagulan pada proses penjernihan air baku sungai Deli.
Berikut merupakan keunggulan dari AFC:
1. Penggunaan AFC sama sekali tidak memerlukan bahan penolong (coagulant aid).
2. Larutan AFC dapat dipakai langsung dengan konsentrasi yang tetap. 3. pH air hasil penjernihan dengan larutan AFC sedikit menurun sehingga
bahan Alkali (NaOH) hanya sedikit.
0 5 10 15 20 25 30 35 40
0 10 20 30 40 50 60 70 80
K ek er uh a n ( N T U )
(24)
4.3 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi KonsentrasiAluminium Sulfat pada Proses Jar test
Tabel 4.3 Data Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi Aluminium sulfat pada Proses Jar Test
Nomor Sample Konsentrasi (Alumunium
Sulfat) Turbidity (NTU)
1 0 236
2 5 36.8
3 10 33.2
4 20 5.55
5 30 2.13
6 40 0.81
7 50 1.24
8 60 1.24
9 70 2.22
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi Aluminium Sulfat pada Proses Jar Test
Berdasakan tabel 4.3, pada proses Jar test menggunakan beberapa variasi konsentrasi Aluminium sulfat untuk menjernihkan air baku sungai Deli. Konsentrasi ekonomis yang didapatmelalui percobaan ialah 30 ppm. Pada konsentrasi 30 ppm air baku yang diolah mengalami penjernihan dengan nilai kekeruhan 2.13 NTU. Oleh sebab itu, aluminium sulfat dapat digunakan sebagai penjernih air baku sungai Deli. Hal ini dikarenakan hasil yang diperoleh masuk
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
0 10 20 30 40 50 60 70 80
(25)
dalam spesifikasi baku mutu PERMENKES. Dimana spesifikasi yang dapat diterima sebagai syarat kekeruhan air minum ialah kurang dari 5 NTU.
Tawas/Aluminium sulfat adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2S04 11 H2O atau 14 H2O atau 18 H2O umumnya yang digunakan adalah 18
H2O. Semakin banyak ikatan molekul hidrat maka semakin banyak ion lawan
yang nantinya akan ditangkap akan tetapi umumnya tidak stabil. Pada pH < 7 terbentuk Al ( OH )2+, Al ( OH )24+, Al2 ( OH )24+. Pada pH > 7 terbentuk Al (
OH )-4. Flok –flok Al ( OH )3 mengendap berwarna putih.
Gugus utama dalam proses koagulasi adalah senyawa aluminat yang optimum pada pH netral. Apabila pH tinggi atau boleh dikatakan kekurangan dosis maka air akan nampak seperti air baku karena gugus aluminat tidak terbentuk secara sempurna. Akan tetapi apabila pH rendah atau boleh dikata kelebihan dosis maka air akan tampak keputih – putihan karena terlalu banyak konsentrasi alum yang cenderung berwarna putih. Dalam cartesian terbentuk hubungan parabola terbuka, sehingga memerlukan dosis yang tepat dalam proses penjernihan air. Berikut adalah reaksi yang terkadi ketika aluminium sulfat ditambahkan ke dalam air yang mengandung alkalinitas adalah:
Al2(SO4)3.14H2O + 6 HCO3- 2Al(OH)3(s) + 6CO2 +14H2O + 3SO4
2-Setiap mol alum yang ditambahkan akan menggunakan 6 mol alkalinitas dan menghasilkan 6 mol karbon dioksida. Reaksi tersebut akan mengubah keseimbangan karbonat dan akan menurunkan pH. Namun, penurunan pH tidak terjadi secara drastis dan secara operasional koagulasi tidak bermasalah.
Reaksi yang terjadi ketikan aluminium sulfat ditambahkan ke dalam air yang tidak mengandung alkalinitas adalah:
Al2(SO4)3.14H2O 2 Al(OH)3(s) + 3 H2SO4 + 8H2O
Reaksi tersebut akan menghasilkan asam sulfat, sehingga pH akan menurunkan secara signifikan. Jika reaksi ini terjadi, perlu ditambahkan kapur dan karbonat untuk menetralkan asam. Air dengan pH asam akan menyebabkan berbagai masalah, misalnya kerusakan beton instalasi pengolahan air atau pelarut logam dalam sistem perpipaan
(26)
4.4 Hasil Perbandingan dari Koagulan PAC, AFC, dan Aluminium Sulfat
Gambar 4.3 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi Koagulan pada Proses Jar Test
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa terjadi perubahan kekeruhan pada proses penambahan koagulan dengan metode Jar test. Pada grafik terlihat bahwa dengan konsentrasi 10 ppm, koagulan PAC dapat menjernihkan air baku menjadi 3.85 NTU, sedangkan koagulan AFC mempunyai konsentrasi paling rendah yang dapat menjernihkan air baku sebesar 20 ppm dengan hasil kekeruhan 4.53 NTU, dan aluminium sulfat memiliki konsentrasi ekonomis sebesar 30 ppm menghasilkan kekeruhan sebesar 2.13 NTU. Hal ini menunjukkan bahwa koagulan PAC memiliki konsentrasi ekonomis dikarenakan koagulan PAC memiliki kadar Al2O3 paling besar yaitu 29%, sedangkan koagulan AFC dan
aluminium sulfat memiliki kadar Al2O3masing-masing sebesar 17.35% dan 17%. 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 5 10 20 30 40 50 60 70 PAC AFC Alumunium Sulfat
Konsentrasi Koagulan (ppm)
K ek er uh a n ( N T U )
(27)
Ketiga koagulan tersebut dapat menurunkan nilai kekeruhan disebabkan karena semakin banyak partikel koloid dalam air yang dinetralkan dengan muatan positif koagulan, sehingga filtrat air menjadi lebih jernih. Filtrat air lebih jernih tersebut karena partikel koloid dalam air sebagai penyebab kekeruhan bereaksi dengan muatan positif dari koagulan yang kemudian membentuk flok yang dapat mengendap. Partikel-partikel koloid terlalu kecil untuk diendapkan dalam waktu tertentu dan terlalu kecil untuk disaring, sehingga partikel tersebut tidak dapat dihilangkan dengan sedimentasi atau filtrasi. Kebanyakan koloid bersifat stabil karena partikel koloid memiliki muatan negative yang bersifat tolak menolak sebelum bertumbukan dengan yang lain. Koloid melibatkan gerak Brown (gerakan secara acak) secara terus-menerus (Suprihatin, 2013).
Untuk mengubah kestabilan partikel koloid perlu penetralan muatan-muatan listriknya.Netralisasi dapat dilakukan dengan penambahan ion-ion yang berlawanan muatan listriknya dengan muatan listrik koloid. Penambahan ion positif ke dalam air untuk mengurangi listrik koloid.Penambahan ion positif ke dalam air untuk mengurangi muatan listrik permukaan, sehingga partikel koloid tidak tolak-menolak satu sama lainnya disebut koagulasi (Suprihatin, 2013).
Kesalahan-kesalahan dalam percobaan koagulasi atau flokulasi yang harus dihindari. Beberapa kesalahan yang sering terjadi adalah sebagai berikut:
1. Sampel tidak representatif
2. Sampel yang tidak diaduk menyebabkan zat tersuspensi yang berat tertinggal di bagian bawah, sehingga waktu air dituangkan ke dalam 6 gelas piala jar test, hanya gelas piala terakhir yang mendapatkan cairan zat tersuspensi.
3. Pembubuhan konsentrasi koagulan atau flokulan yang tidak telilti.
4. Pengambilan sampel yang telah diolah melalui proses flokulasi untuk dianalisis tidak dilakukan bersamaan untuk masing-masing gelas piala.
(28)
4.5 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode ANOVA Satu Jalur
Tabel 4.4 Hasil Perhitungan dengan Metode ANOVA
Sumber Variasi SS df MS Fhitung P-value Ftabel
Varietas 180.424 2 90.21201 0.015251 0.984874 3.402826
Galat 141963.8 24 5915.157
Total 142144.2 26
Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 0,015251 dan F tabel 3,402826 dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut terlihat bahwa nilai F hitung lebih kecil dibanding F tabel.Maka hal tersebut menunjukkan bahwa ketiga koagulan tidak memiliki perbedaan yang signifikan terhadap nilai kekeruhan.Jadi ketiga koagulan yaitu PAC, AFC, dan aluminium sulfat dapat digunakan sebagai penjernih air baku Sungai Deli.
Perlu diperhatikan pada pengujian ANOVA ialah uji ANOVA hanya memberikan indikasi tentang ada tidaknya beda antar rata-rata populasi, sehingga bila uji dinyatakan berbeda secara signifikan, berarti secara keseluruhan ada perbedaan. Akan tetapi, belum tentu mengindikasi adanya perbedaan varietas koagulan.Sedangkan pada hasil diperoleh nilai yang tidak signifikan atau tidak berbeda nyata.
(29)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian perbandingan koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat pada proses pengolahan air minum terhadap parameter kekeruhan dapat diambil kesimpulan:
1. Dari ketiga koagulan yang digunakan yaitu PAC, AFC, dan aluminium sulfat, yang merupakan koagulan paling ekonomis ialah PAC karena pada konsentrai 10 ppm koagulan tersebut dapat menurunkan turbiditas sampai di bawah 5 NTU yaitu 3,85 NTU dan sudah memenuhi standar PERMENKES 492 Tahun 2010.
2. Berdasarkan hasil percobaan yang dihitung menggunakan metode statistik ANOVA satu jalur bahwa nilai F hitung lebih kecil dari F tabel. Maka hasil tersebut menunjukkan bahwa koagulan tidak berbeda secara signifikan terhadap daya koagulasi. Jadi koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat dapat digunakan sebagai penjernih air baku sungai Deli.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan disarankan pada penulis selanjutnya menggunakan parameter uji yang lainnya, seperti pH, kadar logam, uji kimia dan fisika lainnya.
(30)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1Air
Air murni adalah zat yang tidak mempunyai rasa, warna, dan bau yang terdiri dari hidrogen dan oksigen (Linsey,1991). Air merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan.Semua makhluk hidup memerlukan air, demikian pula manusia tak dapat hidup tanpa air. Selain itu, pendayagunaan air dapat meningkatkan ataupun menurunkan kesejahteraan rakyat, misalnya air yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, industri, perikanan, pertanian, dan rekreasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebaliknya pengotoran air dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat sebagai contoh adalah pengotoran badan-badan air dengan zat-zat kimia yang dapat menurunkan kadar Oksigen terlarut, zat-zat kimia tidak berat yang sukardiuraikan secara alamiah dapat menyebabkan masalah khusus seperti kekeruhan lain adanya zat tersuspensi (Soemirat,1990).
Air merupakan komponen utama baik dalam tanaman maupun hewan termasuk manusia.Tubuh manusia terdiri dari 60 – 70 % air.Transportasi zat – zat makanan dalam tubuh semuanya dalam bentuk larutan dengan pelarut air.Juga hara – hara dalam tanah hanya dapat diserap oleh akar dalam bentuk larutannya.Oleh karena itu kehidupan ini tidak mungkin dapat dipertahankan tanpa air.Sebagian besar keperluan air sehari – hari berasal dari sumber air tanah dan sungai, air yang berasal dari PDAM (air ledeng) juga bahan bakunya berasal dari sungai, oleh karena itu kuantitas dan kualitas sungai sebagai sumber air harus dipelihara. Kimia Air (Aquatic Chemistry), merupakan ilmu yang berhubungan dengan air sungai, danau dan lautan, juga air tanah dan air permukaan, yang meliputi distribusi dan sirkulasi dari bahan – bahan kimia dalam perairan alami serta reaksi – reaksi kimia dalam air.
(31)
Menurut Manihar 2007, sumber-sumber air dapat digolongkan menjadi 2 golongan yaitu :
1. Air permukaan
Air permukaan meliputi air sungai, danau, waduk, rawa dan badan air lain, yang tidak mengalami infiltrasi ke bawah tanah.Areal tanah yang mengalirkan air ke suatu badan disebut genangan.Air yang mengalir dari daratan menuju badan airdisebut limpasan permukaan dan air yang mengalir di sungai menuju laut disebut aliran air sungai.
2. Air Tanah
Air tanah merupakan air yang berada di permukaan tanah.Air tanah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air tanah tidak tertekan (bebas) dan air tanah tertekan. Air tanah bebas adalah air dari akifer (air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam butir-butir tanah yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan tanah) yang hanya sebagian terisi air, terletak pada suatu dasar yang kedap air, dan mempunyai permukaan bebas sedangkan air tanah tertekan adalah air dari aktifer yang sepenuhnya jenuh air, dengan bagian atas dan bawah dibatasi oleh lapisan yang kedap air. Adapun penggolongan air menurut peruntukannya adalah sebagai berikut:
1. Golongan A, yaitu yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung,tanpa pengolahan terlebih dahulu.
2. Golongan B, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
3. Golongan C, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
4. Golongan D, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, usaha diperkotaan, industri, dan pembangkit listrik tenaga air.
Pencemaran lingkungan yang berarti berubahnya kualitas lingkungan sehingga merugikan menusia, sering diukur oleh macam dan tingkatan dari kerugian tersebut. Umumnya orang akan menjadi sadar bahwa telah terjadi pencemaran jika kejadian itu mengakibatkan timbul gangguan proses kehidupan
(32)
manusia secara akut, seperti kematian yang banyak dalam masa yang singkat atau keracunan yang berat pada suatu kelompok masyarakat dalam waktu pendek. Konsep kerugian oleh pencemaran seperti ini tidak lagi sesuai dengan kemajuan teknologi karena gangguan yang akut seperti diatas sudah tidak layak lagi terjadi. Pencemaran lingkungan pada era modern seperti sekarang seharusnya diukur oleh perubahan kualitas hidup yang lebih peka.Misalnya, gangguan kesehatan kronis seperti merosotnya sistem kekebalan tubuh, terjadinya mutasi genetik, ganggauan pada pertumbuhan janin, gangguan kronis pada organ-organ vital sehingga menimbulkan peningkatan penyakit kanker, gangguan kehamilan, gangguan saluran pernapasan, alergi dan semacamnya.
2.1.1 Standar Kualitas Air Minum
Menurut Gabriel 2001, air minum adalah air yang sudah terpenuhi syarat fisik, kimia, bakteriologi serta Level Kontaminasi Maksimum (LKM) (Maximum Contaminant Level).Level kontaminasi maksimum meliputi sejumLah zat kimia, kekeruhan dan bakteri coliform yang diperkenankan dalam batas – batas aman. Lebih jelas lagi, bahwa air minum yang berkualitas harus terpenuhi syarat sebagai berikut:
1. Harus jernih, transparan dan tidak berwarna
2. Tidak dicemari bahan organik maupun bahan anorganik 3. Tidak berbau, tidak berasa, kesan enak bila diminum 4. Mengandung mineral yang cukup sesuai dengan standar 5. Bebas kuman / LKM coliform dalam batas aman
Adapun krakteristisk fisik air, yaitu sebagai berikut. 1. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri.
(33)
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut. Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degadasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.
3. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta tumbuh-tumbuhan.
4. Solid (Zat padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar matahari kedalam air.
5. Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik, dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu.
2.1.2 Pengelolaan Air Minum
Peraturan Pemerintah RI No 82 tahun 2001 tenang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air pasal 1 mengatakan bahwa air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah kecuali air lautt dan air fosil.Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini seperti mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk dan muara. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air, sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjadikan kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya.
Agar air layak untuk dikonsumsi sebagai air minum maka air yang berasal dari berbagai jenis sumber air harus terlebih dahulu diolah. Secara umum, pengolahan air dapat digolongkan menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Pengolahan untuk keperluan domestik misalnya air konsumsi rumah tangga
(34)
3. Pengolahan air untuk layak dibuang ke lingkungan
Tingkat kesulitan pengolahan air untuk konsumsi manusia tergantung pada jenis sumber air. Tingkat pengolahan dan derajat kemurnian air juga sangat ditentukan oleh sumber air dan keperluan penggunaannya. Misalnya, air untuk keperluan domestik harus didesinfektasi untuk menghilangkan mikroorganisme penyebab penyakit dan kesadahan air yang disebabkan oleh kehadiran ion Kalsium dan Magnesium masih bisa ditoleransi (Manihar, 2007).
2.2. Koloid
Hal yang membedakan antara koloid dengan larutan sejati dan suspensi adalah ukuran partikelnya. Diameter partikel koloid bekisar antara 1 nm sampai 100 nm. Partikel-partikel yang mempunyai diameter lebih kecil dari 1 nm akan membentuk larutan sejati sedangkan partikel-partikel dengan diameter lebih besar dari 100 nm akan membentuk suspensi yang secara cepat akan terpisah ke dalam dua fasa (Levine, 2002).
Sistem koloid yang sederhana terdiri dari dua fasa, yaitu : 1. Fasa terdispersi, merupakan fasa partikel.
2. Fasa pendispersi, merupakan medium tempat partikel terdistribusi.
Pada batas permukaan fasa terdispersi dengan medium tersebut terdapat sifat-sifat permukaan seperti efek lapisaan rangkap listrik yang memegang peranan penting dalam menentukan sifat-sifat fisik dan kimia secara keseluruhan, terutama yang menyangkut kestabilan dan ketidakstabilan koloid.Partikel koloid merupakan partikel stabil. Kestabilan partikel koloid disebabkan ukuran dan muatan listrik yang dimilikinya. Karena luas permukaannya yang besar maka koloid memiliki daya adsorbsi yang kuat. Muatan pada partikel koloid umumnya disebabkan oleh teradsorbsinya ion-ion dari medium pendispersi pada permukaan partikel koloid. Ion-ion penstabil diadsorbsi dengan kuat pada lapisan bagian dalam yang memiliki muatan partikel bervariasi. Ion-ion dari medium pendispersi dengan muatan yang sama (coion) akan ditolak oleh muatan permukaan partikel koloid, sedangkan ion-ion dengan muatan yang berlawanan (counter ion) akan ditarik ke permukaan partikel dan menetralkan muatannya serta berkumpul
(35)
membentuk awan ionik. Berinteraksinya awan ionik dengan permukaan partikel koloid akan membentuk suatu lapisan rangkap listrik (Eckenfelder, 2000). Koloid yang bermuatan negatif, kation pada larutan cenderung tersebar disekitar permukaan sehingga netralisasi muatan dipertahankan. Akibatnya dihasilkan dua macam lapisan pada permukaan partikel koloid, yaitu lapisan diam disebut dengan fixed layer dan lapisan bergerak yang disebut dengan diffused layer.
1.3 Koagulan
Koagulan adalah bahan-bahan atau substandi (senyawa kimia) yang ditambahkan ke dalam air untuk menghasilkan efek koagulasi. Sifat dan syarat penting koagulan adalah sebagai berikut (Davis dan Cornwell 1991).
a. Kation trivalen. Kation trivalen merupakan kation yang paling efektif untuk menetralkan muatan listrik koloid.
b. Tidak toksik. Persyaratan ini diperlukan untuk menghasilkan air atau air limbah hasil pengolahan yang aman.
c. Tidak larut dalam kisaran pH netral. Koagulan yang ditambahkan harus terdispersi dari larutan, sehingga ion-ion tersebut tidak tertinggal dalam air.
Koagulan berfungsi memberikan memberikan kation untuk mengganggu stabilitas suspensi koloid bermuatan negatif. Koagulan yang paling umum digunakan adalah alum (Al3+) dan ion besi (Fe3+). Alum dapat diperoleh dalam bentuk padatan atau larutan alum. Berikut tabel menunjukkan rumus kimia beberapa koagulan.
Tabel 2.1 Jenis-jenis koagulan dan rumus kimia
Nama Rumus Kimia
Aluminium sulfat (Tawas) Al2(SO4)3.18H2O
Poly Aluminium Chloride (PAC) Aln(OH)mCl3n-m
Aluminium Formula Chloride (AFC) AlCl3.6H2O
Besi-(III)-sulfat Fe2(SO4)3.9H2O
(36)
2.3.1 Koagulasi dan Flokulasi
Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang umum dilakukan dalam penjernihan air. Menurut AWWA (American Water Works Association, 1990), proses koagulasi merupakan proses destabilisasi muatan dari partikel suspensi dan koloid. Sedangkan flokulasi adalah aglomerasi dari partikel terdestabilkan sehingga menjadi flok yang dapat mengendap atau disaring.
Terdapat tiga tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu, tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi dan tahap pemisahan flok dengan cairan. Destabilisasi terjadi dengan penambahan koagulan dan kontak antar partikel yang biasanya dilakukan dengan pengadukan. Dengan penambahan koagulan maka kestabilan koloid dalam air akan terganggu karena koagulan akan menempel pada permukaan koloid dan merubah muatan listriknya sehingga terbentuk agegat-agegat yang dapat mengendap (Eckenfelder, 2000). Flokulasi adalah proses pembentukan agegat flok yang stabil dengan bantuan flokulan yang tersuspensi dalam medium cair. Pada proses flokulasi terjadi tumbukan dengan penggabungan partikel yang telah mengalami pengurangan muatan menjadi mikroflok kemudian menjadi gumpalan yang lebih besar sehingga dapat diendapkan membentuk suatu flok.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses koagulasi dan flokulasi. Proses koagulasi dan flokulasi banyak dipengaruhi variabel-variabel yang kompleks.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ini adalah (Sinta N, 2003): 1. Kekeruhan
Meskipun air dengan kekeruhan yang tinggi lebih mudah untuk diolah, namun biasanya membutuhkan dosis koagulan yang lebih tinggi dan menghasilkan lumpur yang lebih banyak. Sebaliknya air dengan kekeruhan yang rendah akansulit untuk dikoagulasi karena adanya kesulitan dalam kontak dengan partikel koloid, sehingga lumpur yang terbentuk sedikit.
2. pH
Untuk setiap jenis air, ada suatu daerah pH yang memungkinkan terjadinya proses koagulasi dan flokulasi yang baik dengan waktu yang
(37)
singkat. Daerah pH tersebut juga dipengaruhi oleh komposisi kimia air, jenis dan konsentrasi koagulan yang digunakan.
3. Waktu pengadukan
Waktu pengadukan berpengaruh terhadap efektivitas tumbukan yang terjadi antara partikel koloid dan koagulan. Waktu pengadukan yang terlalu lama akan menyebabkan flok yang terbentuk pada proses flokulasi akan hancur kembali membentuk unit-unit berukuran kecil. Waktu yang terlalu pendek pun akan menimbulkan proses reaksi yang tidak sempurna, karena ketidakhomogenan zat-zat yang digunakan pada pengolahan (Amerivan Water Works Association, 1990).
4. Konsentrasi koagulan
Konsentrasi koagulan sangat berpengaruh dalam menentukan kondisi yang paling optimum. Pada suatu dosis tertentu akan terjadi suatu proses koagulasi yang paling efektif terhadap koloid tertentu.
5. Pengaruh temperatur
Penurunan temperatur suatu koloid akan menyebabkan kenaikan viskositas, sehingga kecepatan mengendap partikel akan berkurang.
6. Waktu tinggal
Waktu tinggal pada prinsipnya akan menhghasilkan kekeruhan yang makin kecil apabila makin lama waktunya.
7. Pengaruh garam-garam yang terlarut dalam air
Pengaruh adanya garam-garam yang terlarut dalam air ditentukan oleh jenis ion-ion serta konsentrasinya.
8. Kecepatan pengadukan
Kecepatan pengadukan merupakan perlakuan fisis yang bertujuan untuk menyempurnakan proses homogenisasi antara koagulan dan flokulan dengan air yang akan diolah. Partikel-partikel koloid dalam air akan mempunyai kesempatan lebih besar untuk bercampur secara merata dengan koagulan dan flokulan yang ditambahkan. Kecepatan pengadukan yang tidak efisien dapat menyebabkan pemborosan zat dan lambatnya proses pembentukan agegat.
(38)
Pengadukan cepat diperlukan untuk proses koagulasi, sedangkan pengadukan lambat untuk proses flokulasi. Proses koagulasi memerlukan pengadukan cepat karena beberapa alasan, yaitu untuk melarutkan koagulan dalam cairan secara sempurna, mendistribusikan koagulan secara merata dan menghasilkan agegat-agagat sebagai inti flok. Dengan adanya turbulensi yang cepat, memperbesar kemungkinan terjadinya tumbukan efektif antara koagulan dan partikel koloid.
Proses flokulasi memerlukan pengadukan lambat untuk memberi kesempatan inti flok yang sudah terdestabilkan untuk bergabung menjadi flok-flok yang berukuran lebih besar melalui ikatan vanderwaals (Herbert E, dkk, 1979 dan Benefield, dkk, 1979). Selain itu untuk mencegah terjadinya restabilisasi partikel koloid, karena pecahnya ikatan tersebut akibat pengadukan yang terlalu cepat atau lama.
2.4 Uji ANOVA
Uji ANOVA atau sering juga diistilahkan sebagai uji sidik ragam, dikembangkan oleh Ronald Fisher. Prinsip pengujiannya adalah menganalisis variabilitas atau keragaman data menjadi dua sumber variasi, yaitu variasi dalam kelompok (within) dan variasi antar kelompok (between). Bila variasi within dan between sama maka rata-rata yang dihasilkan tidak ada perbedaan, sebaliknya bila hasil perbandingan kedua varian tersebut menghasilkan nilai lebih dari 1, maka rata-rata yang dibandingkan menunjukkan adanya perbedaan.
Beberapa asumsi dasar yang mesti dipenuhi pada uji ANOVA adalah: (a) Data sampel yang digunakan berdistribusi normal atau dianggap normal, (b) Populasi tersebut memiliki varian yang homogen,
(c) Sampel tidak berhubungan satu dengan lain (independen), sehingga uji ANOVA tidak bisa digunakan untuk sampel berpasangan (paired).
Terdapat beberapa jenis ANOVA, yaitu: ANOVA satu jalur (one way ANOVA) dan ANOVA dua jalur (two way ANOVA). One way ANOVA digunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata k sampel, bila pada setiap sampel hanya
(39)
terdiri atas satu kategori. Sedangkan two way ANOVAdigunakan untuk menguji hipotesis komparatif rata-rata k sampel bila peneliti melakukan kategorisasi terhadap sampel (Seiawan R & Nayazik A, 2015).
(40)
BAB I
PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Air permukaan (air sungai atau air danau) biasanya memerlukan pengolahan secara lebih ekstensif dibandingkan dengan pengolahan air tanah. Hal ini disebabkan oleh air permukaan relatif lebih mudah terkontaminasi dibandingkan dengan air tanah, sehingga mutu air permukaan umumnya lebih rendah dibandingkan dengan mutu air tanah. Walaupun air permukaan jauh dari aktifitas manusia, tetapi air permukaan sering secara alami mengandung padatan tanah tersuspensi, bakteri, serta bahan organik hasil pembusukan tanaman dan hewan. Oleh karena itu, air baku yang diambil dari badan air, seperti sungai Deli memerlukan pengolahan yang berguna mencapai tingkat mutu sebagaimana dikehendaki (Suprihatin, 2013).
Air bersih merupakan salah satu kebutuhan yang sangat mendasar bagi manusia karena diperlukan terus-menerus dalam kegiatan sehari-harinya untuk bertahan hidup.Oleh karena itu, manusia memerlukan sumber air bersih yang diperoleh dari air tanah dan air permukaan. Namun tidak semua air baku yang memenuhi persyaratan kualitas air minum yang dapat digunakan untuk air minum. Pemantauan terhadap kualitas air minum merupakan salah satu hal penting yang menjadi sasaran untuk memenuhi kesehatan di suatu Negara (Ince dan Howard, 2009).
Selain untuk keperluan sehari-hari rumah tangga, air bersih juga dibutuhkan dalam jumlah besar untuk keperluan industri dan merupakan salah satu faktor pembatas dalam aktivitas industri.Berbagai jenis industri, seperti agroindustri atau industri pengolahan pangan merupakan pengguna air dalam jumlah besar. Pada industri tersebut, air digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong, sebagai sarana transportasi (conveyor), dan sebagai bahan utama untuk pencucian atau sanitasi area pabrik. Selain untuk penggunaan langsung dalam
(41)
proses, air juga digunakan untuk berbagai tujuan, misalnya untuk pengkondisian bahan baku (seperti perendaman, pencucian, blancing, dan pendinginan), serta memproduksi uap untuk pemasakan, sterilisasi, dan pemanas proses (Suprihatin, 2013).
Salah satu langkah penting dalam pengolahan air adalah penyisihan kekeruhan dan warna. Kekeruhan dan warna disebabkan oleh adanya partikel-partikel padatan dalam air yang berukuran 10 nm sampai dengan 10 µ m. Partikel-partikel tersuspensi dalam air berukuran sangat kecil, sulit dipisahkan, serta partikel-partikel tersebut bermuatan negatif dan sulit bergabung membentuk agregat yang lebih besar yang dapat terendapkan. Untuk memisahkan partikel-partikel tersebut dengan pengendapan, perlu penetralan muatan terlebih dahulu. Proses netralisasi muatan-muatan partikel tersebut disebut koagulasi dan pembentukan flok-flok dari partikel-partikel kecil disebut flokulasi. Koagulasi dan flokulasi merupakan proses yang umum digunakan dalam pengolahan. Jar test merupakan model sederhana proses koagulasi dan flokulasi, dapat digunakan untuk mencari konsentrasi koagulan dan flokulan serta nilai parameter-parameter proses optimal melalui percobaan laboratorium (Suprihatin, 2013). Oleh sebab itu, diperlukan koagulan yang tepat untuk penjernihan air berdasarkan kondisi air baku. Diharapkan pengolahan dapat menggunakan konsentrasi ekonomis, dimana konsentrasi ekonomis ialah konsentrasi minimun koagulan yang dapat menjernihkan air sesuai baku mutu yang digunakan. Beberapa bahan kimia dikenal sebagai koagulan dan flokulan seperti aluminium sulfat (tawas), poly aluminium chloride (PAC), feri klorida, kitosan, poli amida, natrium aluminat, aluminium formula chloride (AFC) dan beberapa bentuk polimer lainnya (Manurung J, 2009).
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang kuagulasi. Manurung J (2009) telah meneliti efek jenis dan berat koagulan terhadap penurunan nilai COD dan BOD pada pengolahan air limbah dengan cara koagulasi. Dimana hasil yang diperoleh oleh peneliti tersebut ialah dengan penambahan koagulan poli aluminium dan tawas mampu menurunkan nilai COD dan BOD air limbah pabrik sarung tangan karet sesuai dengan syarat air baku air limbah pabrik karet yang ditetapkan oleh Meneg KLH tahun 1988.
(42)
Lanawati H (2015) melakukan penelitian tentang keefektifan variasi dosis PAC (Poly Aluminium Chloride) dalam menurunkan kadar ammonia air limbah industri penyamakan kulit di Magetan. Variasi dosis PAC yang digunakan adalah 3.5 g/L, 4 g/L, dan 4,5 g/L. Hasil penurunan kadar ammonia rata-rata tiap dosis PAC adalah 98,82%, 97,73%, dan 97,99%. Uji statistik yang digunakan adalah Shapiro-Wilk dan One Way Anova.Dosis yang efektif untuk menurunkan kadar ammonia yaitu 3,5 g/L dengan persentase penurunan 98,82%.
Air yang diolah berasal dari Sungai Deli. Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli merupakan salah satu DAS yang melintasi wilayah perdesaan dan perkotaan Kabupaten Karo, Kota Medan dan Deli Serdang. Sungai Deli merupakan salah satu dari delapan sungai yang ada di Kota Medan. Saat ini, luas hutan di hulu DAS Deli hanya tinggal 3.655 hektar (7.59%) dari 48.162 hektar areal DAS Deli. Idealnya dengan luas 48.162 hektar, DAS Deli seharusnya memiliki hutan alam untuk kawasan resapan air mineral seluas 14.448 hektar, atau 30 persen dari luas DAS. Zona tengah didominsai oleh pertumbuhan permukiman. Pertumbuhan permukiman perdesaan di wilayah DAS memiliki kecenderungan tidak terkendali yang mengakibatkan bentuk, ukuran dan tingkat kepadatan permukiman tidak layak dari segi kesehatan maupun ekologis.
1.2Perumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Manakah koagulan yang lebih baik diantara PAC, AFC, atau aluminium sulfat?
2. Bagaimana kualitas hasil penjernihan air berasal dari Sungai Deli berdasarkan parameter mutu baku air setelah menggunakan ketiga koagulan tersebut?
(43)
1.3Pembatasan Masalah
Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi oleh:
1. Penelitian ini dibatasi dengan pengolahan air yang berasal dari sampel airbaku Sungai Deli yang terletak di daerah Titi Papan, Medan. 2. Karakterisasi meliputi uji kekeruhan.
1.4Tujuan Penelitian
1. Mencari konsentrasi ekonomis pada masing-masing koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat.
2. Untuk membandingkandaya koagulasi PAC, AFC, dan aluminium sulfatdalam menurunkan turbiditas pada pengolahan air minum dengan air baku berasal dari Sungai Deli yang terletak di daerah Titi Papan, Medan.
1.5Manfaat Penelitian
1. Diharapkan dapat mengetahui koagulan yang tepat untuk pengolahan air baku dengan karakteristik air Sungai Deli.
2. Diharapkan konsentrasi yang digunakan pada pengolahan menggunakan konsentrasipaling rendah sehingga dapat menghasilkan air yang baik dan menghemat penggunaan koagulan pada proses pengolahan.
1.6Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan perlakuan beberapa konsentrasi pada proses jar test, dengan variasi konsentrasikoagulan 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, dan 70 ppm.
(44)
1. Tahap I
Pada tahap ini dilakukan pengambilan sample yang dialirkan dari Sungai Deli yang terletak di daerah Titi Papan dan didistribusi melalui pipa ke daerah Kawasan Industri Medan Tahap III.
2. Tahap II
Pada tahap ini adalah pemeriksaan karakteristik air baku tersebut dengan parameter kekeruhan.
3. Tahap III
Dilakukan proses Jar test dari beberapa variasi dosis koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat.
Variabel bebas :
Konsentrasi yang digunakan pada proses pengolahan air ialah 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 ppm
Variabel terikat:
Waktu yang digunakan pada proses pengadukan cepat yaitu 1 menit dengan kecepatan 200 rpm, dan pengadukan lambat 10 menit dengan kecepatan 50 rpm.
4. Tahap IV
Pada penentuan koagulan mana koagulan yang paling baik menggunakan metode statistik yaitu uji Analisis of Variance (ANOVA) dalam desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan jenis ANOVA satu jalur (one way ANOVA).
1.7Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium water treatment Kawasan Industri Medan Tahap III.
(45)
PERBANDINGAN DAYA KOAGULASI POLI ALUMINIUM KLORIDA, ALUMINIUM FORMULASI KLORIDA, DAN ALUMINIUM
SULFAT DALAM MENURUNKAN TURBIDITAS AIR SUNGAI DELI PADA PENGOLAHAN
AIR MINUM
ABSTRAK
Penelitian tentang perbandingan daya koagulasi Poli Aluminium Klorida, Aluminium Formulasi Klorida, dan aluminium sulfat dalam menurunkan turbiditas pada pengolahan air minum telah dilakukan. Sampel air baku yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari air Sungai Deli. Metode percobaan menggunakan metode jar test. Terhadap masing-masing 1000 mL air baku ditambahkan koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat dengan konsentrasi masing-masing 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 ppm. Konsentrasi paling rendah yang dapat menjernihkan air dihasilkan oleh koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat masing-masing 10, 20, dan 30 ppm dengan nilai kekeruhan masing-masing 3,85; 4,53; 2,13 NTU. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa PAC merupakan koagulan yang memiliki konsentrasi ekonomis yaitu 10 ppm. Pada pengolahan data menggunakan metode statistik Analisis of variance (ANOVA) satu jalur menghasilkan nilai F hitung sebesar 0,015251 dan F tabel sebesar 3,402826. Hal tersebut menunjukkan nilai F hitung lebih rendah dibanding F tabel yang artinya bahwa ketiga koagulan tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Oleh sebab itu ketiga koagulan tersebut dapat digunakan sebagai penjernih air baku yang berasal dari Sungai Deli.
(46)
THE COMPARISON OF POWER COAGULATION POLY ALUMINIUM CHLORIDE , ALUMINIUM FORMULATION CHLORIDE, AND
ALUMINIUM SULFAT IN LOWERING TURBIDITY AT DELI RIVERN IN DRINKING
WATER TREATMENT
ABSTRACT
Research about the comparison of power coagulation Poly Aluminium Chloride (PAC), Aluminium Formulation Chloride (AFC), and aluminium sulfat in lowering turbidity in drinking water treatment have been done. Raw water used to this research is Deli rever water. Using experimental method is a method jar test. To each certain raw water 1000 mL added coagulant PAC, AFC, and aluminium sulfat to each concentration 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 ppm. The lowest concentration that can purity water produced by coagulant PAC, AFC, and aluminium sulfat each 10, 20, and 30 ppm with the turbidity each 3,85; 4,53; 2,13 NTU. Based on the result indicated that PAC is a coagulant that have economic concentration is 10 ppm. The data processing to use statistic method Analisi of variance (ANOVA) one way the result of F count is 0,015251 and F table is 3,402826. It shows F count lower than F table, which mean that all three of the coagulants can be used as a water purifier to Deli river.
(47)
PERBANDINGAN DAYA KOAGULASI POLI ALUMINIUM KLORIDA, ALUMINIUM FORMULASI KLORIDA, DAN ALUMINIUM
SULFAT DALAM MENURUNKAN TURBIDITAS AIR SUNGAI DELI PADA PENGOLAHAN
AIR MINUM
SKRIPSI
Oleh SARTIKA SARI
140822008
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
(48)
PERBANDINGAN DAYA KOAGULASI POLI ALUMINIUM KLORIDA, ALUMINIUM FORMULASI KLORIDA, DAN ALUMINIUM
SULFAT DALAM MENURUNKAN TURBIDITAS AIR SUNGAI DELI PADA PENGOLAHAN
AIR MINUM
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
Oleh SARTIKA SARI
140822008
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2016
(49)
PERSETUJUAN
Judul : Perbandingan Daya Koagulasi Poli Aluminium Klorida, Aluminium Formulasi Klorida, dan Aluminium Sulfat dalam Menurunkan Turbiditas Air Sungai Deli pada Pengolahan Air Minum
Kategori : Skripsi
Nama : Sartika Sari
Nomor Induk Mahasiswa : 140822008
Program Studi : Sarjana (S1) Kimia
Departemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di:
Medan, Oktober 2016
Komisi Pembimbing:
Pembimbing II Pembimbing I
Dr. Darwin Yunus Nst, MS Dr. Amir Hamzah Siregar, M. Si NIP.195508101981031006 NIP.196106141991031002
Diketahui/Disetujui oleh:
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
Dr. Rumondang Bulan, MS NIP.195408301985032001
(50)
PERNYATAAN
PERBANDINGAN DAYA KOAGULASI POLI ALUMINIUM KLORIDA, ALUMINIUM FORMULASI KLORIDA, DAN ALUMINIUM
SULFAT DALAM MENURUNKAN TURBIDITAS AIR SUNGAI DELI PADA PENGOLAHAN
AIR MINUM
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja pembimbing dan saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2016
Sartika Sari 140822008
(51)
PENGHARGAAN
Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesakan penelitian dan penyusunan skripsi ini sebaik mungkin. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada.
Kepada orang tua tercinta, Ayahanda Abdul Syarif, dan Ibunda Farida Hanum atas segala doa, dukungan, dan kasih sayang dan cintanya yang tiada henti memberikan perhatian kepada penulis. Kepada Kakak tersayang Risa Cahaya, S.Pd dan adik-adik tersayang M. Arifin dan Nurul Syafira yang telah memberikan
do’a. Bapak Dr. Amir Hamzah Siregar, M.Si selaku dosen pembimbing I dan
Bapak Dr. Darwin Yunus Nst, MS. Selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, masukan dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia USU yang telah mensyahkan skripsi ini. Seluruh staf dan dosen Kimia FMIPA USU yang telah membimbing penulis, staf Kimia Fisika dan Kimia Polimer Bang Edi yang telah membantu penulis selama penelitian. Seluruh teman-teman atas dukungan dan perhatian selama ini.
Hanya Allah SWT yang dapat membalas semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Semoga Allah SWT selalu memberikan berkah yang berlipat ganda untuk kita semua, amin ya Rabbalalamin.
(52)
PERBANDINGAN DAYA KOAGULASI POLI ALUMINIUM KLORIDA, ALUMINIUM FORMULASI KLORIDA, DAN ALUMINIUM
SULFAT DALAM MENURUNKAN TURBIDITAS AIR SUNGAI DELI PADA PENGOLAHAN
AIR MINUM
ABSTRAK
Penelitian tentang perbandingan daya koagulasi Poli Aluminium Klorida, Aluminium Formulasi Klorida, dan aluminium sulfat dalam menurunkan turbiditas pada pengolahan air minum telah dilakukan. Sampel air baku yang digunakan untuk penelitian ini diambil dari air Sungai Deli. Metode percobaan menggunakan metode jar test. Terhadap masing-masing 1000 mL air baku ditambahkan koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat dengan konsentrasi masing-masing 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 ppm. Konsentrasi paling rendah yang dapat menjernihkan air dihasilkan oleh koagulan PAC, AFC, dan aluminium sulfat masing-masing 10, 20, dan 30 ppm dengan nilai kekeruhan masing-masing 3,85; 4,53; 2,13 NTU. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa PAC merupakan koagulan yang memiliki konsentrasi ekonomis yaitu 10 ppm. Pada pengolahan data menggunakan metode statistik Analisis of variance (ANOVA) satu jalur menghasilkan nilai F hitung sebesar 0,015251 dan F tabel sebesar 3,402826. Hal tersebut menunjukkan nilai F hitung lebih rendah dibanding F tabel yang artinya bahwa ketiga koagulan tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Oleh sebab itu ketiga koagulan tersebut dapat digunakan sebagai penjernih air baku yang berasal dari Sungai Deli.
(53)
THE COMPARISON OF POWER COAGULATION POLY ALUMINIUM CHLORIDE , ALUMINIUM FORMULATION CHLORIDE, AND
ALUMINIUM SULFAT IN LOWERING TURBIDITY AT DELI RIVERN IN DRINKING
WATER TREATMENT
ABSTRACT
Research about the comparison of power coagulation Poly Aluminium Chloride (PAC), Aluminium Formulation Chloride (AFC), and aluminium sulfat in lowering turbidity in drinking water treatment have been done. Raw water used to this research is Deli rever water. Using experimental method is a method jar test. To each certain raw water 1000 mL added coagulant PAC, AFC, and aluminium sulfat to each concentration 0, 5, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70 ppm. The lowest concentration that can purity water produced by coagulant PAC, AFC, and aluminium sulfat each 10, 20, and 30 ppm with the turbidity each 3,85; 4,53; 2,13 NTU. Based on the result indicated that PAC is a coagulant that have economic concentration is 10 ppm. The data processing to use statistic method Analisi of variance (ANOVA) one way the result of F count is 0,015251 and F table is 3,402826. It shows F count lower than F table, which mean that all three of the coagulants can be used as a water purifier to Deli river.
(54)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak iv
Abstract v
Daftar Isi vi
Daftar Tabel ix
Daftar Gambar x
Daftar Singkatan xi
Daftar Lampiran xii
Bab 1. Pendahuluan
1.1Latar Belakang 1
1.2Perumusan Masalah 3
1.3Pembatasan Masalah 4
1.4Tujuan Penelitian 4
1.5Manfaat Penelitian 4
1.6Metode Penelitian 4
1.7Lokasi Penelitian 5
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Air 6
2.1.1 Standar Kualitas Air Minum 8
2.1.2 Pengelolaan Air Minum 9
2.2 Koloid 10
2.3 Koagulan 11
2.3.1 Koagulasi dan Flokulasi 12
(55)
Bab 3. Metode Penelitian
3.1 Alat dan Bahan 16
3.1.1 Alat 16
3.1.2 Bahan 16
3.2 Metode Penelitian 17
3.3 Prosedur Penelitian 19
3.3.1 Penyiapan Penelitian 19
3.3.2 Karakterisasi Awal Sampel 19
3.3.3 Pembuatan Larutan Induk Koagulan 19 3.3.3.1 Pembuatan Larutan Induk PAC 19 3.3.3.2 Pembuatan Larutan Induk AFC 19 3.3.3.3 Pembuatan Larutan Induk Aluminium Sulfat 20
3.3.4 Proses Jar Test 20
3.3.5 Prosedur Pengukuran Kekeruhan 21
3.4 Bagan Penelitian 22
3.4.1 Bagan Proses Pengambilan Air Baku 22 3.4.2 Bagan Pengujian Karakterisasi Air Baku 22
3.4.3 Bagan Proses Jar Test 23
3.4.4 Bagan Pengujian Kekeruhan pada Air 23
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 24 PAC pada Proses Jar Test
4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 27 AFC pada Proses Jar Test
4.3 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 28 Aluminium Sulfat pada Proses Jar Test
4.4 Hasil Perbandingan dari Koagulan PAC, AFC, dan 31 Aluminium Sulfat
4.5 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode ANOVA Satu 33 Jalur
(56)
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
(57)
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Halaman
2.1 Jenis-jenis Koagulan dan Rumus Kimia 11
3.1 Kalkulasi Perhitungan ANOVA satu jalur 18
3.2 Variasi Konsentrasi Jar Test untuk Koagulan 20
4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 24 PAC pada Proses Jar Test
4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 27 AFC pada Proses Jar Test
4.3 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 28 Aluminium Sulfat pada Proses Jar Test
4.4 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode ANOVA Satu 33 Jalur
(58)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Halaman
4.1 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan 24 Variasi Konsentrasi PAC pada Proses Jar Test
4.2 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan 27 Variasi Konsentrasi AFC pada Proses Jar Test
4.3 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan 29 Variasi Konsentrasi Aluminium Sulfat pada
Proses Jar Test
4.4 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi 31 Konsentrasi Koagulan pada Proses Jar Test
(59)
DAFTAR SINGKATAN
AFC : Aluminium Formulation Chloride ANOVA : Analisis of Variance
BOD : Biochemical Oxygen Demand COD : Chemical Oxygen Demand LKM : Level Kontaminasi Maksimum NTU : Neufelometric Turbidimetry Unit PERMENKES : Peraturan Mentri Kesehatan RAL : Rancangan Acak Lengkap PAC : Poly Aluminium Chloride
(60)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
Lampiran
1 Sungai Deli di Daerah Titi Papan 37
2 Tempat Pengambilan Sampel Air Baku 37
3 Padatan Poly Aluminium Chloride (PAC) 38
4 Padatan Aluminium Formulation Chloride (PAC) 38
5 Padatan Aluminium Sulfat 39
6 Proses Air Baku yang Akan di Jar Test 39
7 Pengadukan Cepat pada Proses Jar Test 40
8 Pengadukan Lambat pada Proses Jar Test 40
9 Sedimentasi pada Proses Jar Test 41
10 Hasil Pengujian Kekeruhan 42
11 Hasil Perhitungan Metode ANOVA Satu Jalur 43 Menggunakan Microsoft Excel
12 Karakterisasi Air Minum Peraturan Mentri Kesehatan 43 No. 492/ Menkes/ Per/ IV/ 2010
(1)
Bab 3. Metode Penelitian
3.1 Alat dan Bahan 16
3.1.1 Alat 16
3.1.2 Bahan 16
3.2 Metode Penelitian 17
3.3 Prosedur Penelitian 19
3.3.1 Penyiapan Penelitian 19
3.3.2 Karakterisasi Awal Sampel 19 3.3.3 Pembuatan Larutan Induk Koagulan 19 3.3.3.1 Pembuatan Larutan Induk PAC 19 3.3.3.2 Pembuatan Larutan Induk AFC 19 3.3.3.3 Pembuatan Larutan Induk Aluminium Sulfat 20
3.3.4 Proses Jar Test 20
3.3.5 Prosedur Pengukuran Kekeruhan 21
3.4 Bagan Penelitian 22
3.4.1 Bagan Proses Pengambilan Air Baku 22 3.4.2 Bagan Pengujian Karakterisasi Air Baku 22
3.4.3 Bagan Proses Jar Test 23
3.4.4 Bagan Pengujian Kekeruhan pada Air 23
Bab 4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 24 PAC pada Proses Jar Test
4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 27 AFC pada Proses Jar Test
4.3 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 28 Aluminium Sulfat pada Proses Jar Test
4.4 Hasil Perbandingan dari Koagulan PAC, AFC, dan 31 Aluminium Sulfat
4.5 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode ANOVA Satu 33 Jalur
(2)
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 34
5.2 Saran 34
Daftar Pustaka 35
(3)
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Judul Halaman
2.1 Jenis-jenis Koagulan dan Rumus Kimia 11 3.1 Kalkulasi Perhitungan ANOVA satu jalur 18 3.2 Variasi Konsentrasi Jar Test untuk Koagulan 20 4.1 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 24
PAC pada Proses Jar Test
4.2 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 27 AFC pada Proses Jar Test
4.3 Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi Konsentrasi 28 Aluminium Sulfat pada Proses Jar Test
4.4 Hasil Perhitungan Menggunakan Metode ANOVA Satu 33 Jalur
(4)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Halaman
4.1 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan 24 Variasi Konsentrasi PAC pada Proses Jar Test
4.2 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan 27 Variasi Konsentrasi AFC pada Proses Jar Test
4.3 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan 29 Variasi Konsentrasi Aluminium Sulfat pada
Proses Jar Test
4.4 Grafik Hasil Pengujian Kekeruhan dengan Variasi 31 Konsentrasi Koagulan pada Proses Jar Test
(5)
DAFTAR SINGKATAN
AFC : Aluminium Formulation Chloride ANOVA : Analisis of Variance
BOD : Biochemical Oxygen Demand COD : Chemical Oxygen Demand LKM : Level Kontaminasi Maksimum NTU : Neufelometric Turbidimetry Unit PERMENKES : Peraturan Mentri Kesehatan RAL : Rancangan Acak Lengkap PAC : Poly Aluminium Chloride
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
Lampiran
1 Sungai Deli di Daerah Titi Papan 37 2 Tempat Pengambilan Sampel Air Baku 37 3 Padatan Poly Aluminium Chloride (PAC) 38 4 Padatan Aluminium Formulation Chloride (PAC) 38
5 Padatan Aluminium Sulfat 39
6 Proses Air Baku yang Akan di Jar Test 39 7 Pengadukan Cepat pada Proses Jar Test 40 8 Pengadukan Lambat pada Proses Jar Test 40 9 Sedimentasi pada Proses Jar Test 41
10 Hasil Pengujian Kekeruhan 42
11 Hasil Perhitungan Metode ANOVA Satu Jalur 43 Menggunakan Microsoft Excel
12 Karakterisasi Air Minum Peraturan Mentri Kesehatan 43 No. 492/ Menkes/ Per/ IV/ 2010
13 Alat Turbidimeter yang Digunakan 44