Pemanenan Optimal Berdasarkan Sistem Kompetisi Pada Tiga Spesies Ikan

(1)

PADA TIGA SPESIES IKAN

Oleh:

WAHYU HARTONO

G05400048

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ABSTRACT

WAHYU HARTONO. An Optimal Harvesting Based on Competitive System in Three Species Fishery. Supervised by FARIDA HANUM and SISWANDI

The problem of fish harvest policy which give maximum profit and continuity (the fish population exctinction is not happen) is an important things for the fishery industries. Many scientists try to solve this problem with many ways and one of them is to make a mathematical model and then solve the model with appropriate method.

In this paper, a mathematical model is proposed and analysed to study the dynamics of one-prey two-predators system with harvesting toward the predators by the fisherman. Criteria for global stability of the positive equilibria are obtained by the Lyapunov method. The problem of optimal harvest policy is solved by using Pontryagin’s maximal principle. Finally, computer simulations are performed to investigate the dynamics of the system and optimal behavior of harvesting by choosing the value of the system’s parameters.

The global behavior of the system has been proved by suitable Lyapunov function that has been constructed, and assuming some parametric restrictions. It has been found that the system is globally asymptotically stable in certain parametric regions. With the given value of parameters, it has been obtained the optimal harvesting for the predators.


(3)

RINGKASAN

WAHYU HARTONO. Pemanenan Optimal Berdasarkan Sistem Kompetisi pada Tiga Spesies Ikan. Dibimbing oleh FARIDA HANUM dan SISWANDI

Permasalahan kebijakan pemanenan ikan yang memberikan keuntungan maksimum dan berkelanjutan (tidak terjadi kepunahan dari populasi ikan yang dipanen) adalah hal yang sangat penting bagi industri perikanan. Para ilmuwan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memodelkan permasalahan tersebut secara matematis kemudian menyelesaikannya dengan menggunakan metode yang sesuai untuk model tersebut.

Dalam tulisan ini, model matematika diajukan dan dianalisis untuk mempelajari kedinamikan sistem satu-mangsa dua-pemangsa dari tiga spesies ikan dengan pemanenan terhadap kedua pemangsa oleh para nelayan. Kriteria kestabilan global untuk titik ekuilibrium positif diperoleh dengan metode Lyapunov. Masalah kebijakan pemanenan optimal diselesaikan dengan menggunakan prinsip maksimum Pontryagin. Akhirnya, simulasi komputer ditampilkan untuk menyelidiki kedinamikan dari sistem dan perilaku optimal pemanenan dengan memberikan nilai parameter-parameter sistemnya.

Perilaku global dari sistem telah dibuktikan secara detail dengan menggunakan fungsi Lyapunov dan beberapa batasan parameter. Sistem interaksi tiga spesies ikan seperti yang dimodelkan pada tulisan ini bersifat stabil asimtotik global pada beberapa wilayah parameter. Dengan memberikan nilai-nilai parameternya, diperoleh level hasil pemanenan optimal kedua predator (ikan-ikan yang dipanen).


(4)

PEMANENAN OPTIMAL

BERDASARKAN SISTEM KOMPETISI

PADA TIGA SPESIES IKAN

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

WAHYU HARTONO

G05400048

DEPARTEMEN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(5)

Judul

:

Pemanenan Optimal Berdasarkan Sistem Kompetisi pada Tiga

Spesies Ikan

Nama : Wahyu

Hartono

NRP :

G05400048

Menyetujui:

Pembimbing I,

Dra. Farida Hanum, M.Si.

NIP 131 956 709

Pembimbing II,

Drs. Siswandi, M.Si.

NIP 131 957 320

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS

NIP 131 473 999


(6)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat, karunia, serta nikmat-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan salah satu syarat kelulusan program sarjana pada Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak. Terima kasih penulis haturkan untuk:

1. Ayah dan Umi atas semua kasih sayang, semangat, bekal, doa, ketabahan, dan kesabaran yang luar biasa yang diberikan selama penulis melaksanakan studi di Institut Pertanian Bogor.

2. Ibu Farida Hanum selaku pembimbing I yang telah dengan sabar membantu, membimbing, dan berbagi ilmu pengetahuannya kepada penulis.

3. Bapak Siswandi selaku pembimbing II, atas pengertian, pengalaman dan ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Bapak Ali Kusnanto atas kesediaannya menjadi penguji luar dalam sidang tugas akhir penulis. 5. Bapak H. Harsono beserta Ibu Hj. Ety Riani yang telah memberikan banyak sekali bantuan

(tempat kost, beasiswa, dll) ketika penulis sedang menghadapi saat - saat kritis dalam hidup. 6. Rian, Yudi, dan Anton atas kesediaannya menjadi pembahas dalam seminar penulis. 7. Mbak Suci, Mbak Murni, Mas Eko dan Mbak Lala atas dukungan dan kesabarannya. 8. Ust. Dadang, Ust. Fatih Karim, Ust. Abdullah yang telah memberikan banyak pencerahan. 9. Lukman, Erus, Aldoko, Alam, Ari, Mas Hepy, dan Kak Ferry atas bantuan dan kesabarannya

mendengarkan curhat penulis.

10. Nita, Cecep, serta rekan-rekan di www.sosmath.com atas diskusi yang telah memberikan banyak pemahaman.

11. Rekan-rekan mahasiswa Matematika 37, 38, 39, 40. 12. Seluruh dosen dan staf Departemen.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat untuk kita semua. Kritik dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan untuk kemajuan tulisan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua. Amin.

Bogor, Mei 2007


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1981 sebagai anak kelima dari enam bersaudara. Ayah penulis bernama Muhammad Nurpi dan Ibu bernama Tarni.

Pada tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Paseban 10 Petang Jakarta Pusat. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 216 Jakarta Pusat pada tahun yang sama. Pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SMU Negeri 77 Cempaka Putih Jakarta Pusat. Pada tahun 1999, penulis diterima di Universitas Indonesia melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Pada tahun 2000, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Departemen Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB.

Selama mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (LDK BKIM) IPB dan pada tahun 2004 menjabat sebagai kepala Departemen Syi’ar dan Pers BKIM IPB. Penulis juga aktif sebagai panitia pada berbagai acara antara lain “Diskusi Nasional Umat Islam” yang diselenggarakan oleh BKIM IPB pada tahun 2001, “Seminar Sains, Islam, dan Peradaban” yang diselenggarakan oleh Gugus Mahasiswa Matematika (GUMATIKA) IPB pada tahun 2004, asisten mata kuliah Kalkulus pada tahun 2004, ketua panitia Tablig Akbar dengan tema: ”Bersatu, Bergerak, Menuju Bogor Bersyariah” pada tahun 2005, panitia penggalangan ormas-ormas Islam se-Bogor untuk menolak kedatangan presiden Amerika Serikat George W. Bush ke kota Bogor pada tahun 2006, ketua panitia diskusi remaja dengan tema: ”Pergaulan Bebas; Potret Buram remaja Saat Ini” pada tahun 2007, serta berbagai kegiatan keislaman di kota Bogor selama tahun 2002 sampai 2007. Selama tahun 2001 sampai 2007, penulis aktif mengajar matematika pada lembaga pendidikan di kota Bogor serta pengajar les privat matematika dari rumah ke rumah.


(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 1

1.3 Metode dan Sistematika Penulisan ... 1

II LANDASAN TEORI 2.1 Sistem Persamaan Diferensial, nilai eigen, dan vektor eigen ... 1

2.2 Titik tetap, Pelinearan dan Kestabilan... 2

2.3 Kestabilan Lyapunov... 5

2.4 Keterbatasan, Kekontinuan, Kemotonan Fungsi dan Kekonvergenan Integral Takwajar .. 6

2.5 Solusi Persamaan Diferensial Biasa dengan Metode Operator D... 7

2.6 Kontrol Optimum ... 8

III MODEL-MODEL DASAR 3.1 Model Pertumbuhan Logistik ... 9

3.2 Persamaan Lotka-Volterra... 9

3.3 Fungsi Pemanenan... 10

3.4 Model Keuntungan Maksimum... 11

3.5 Teori Modal... 11

IV PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Mangsa... 11

4.2 Laju Pertumbuhan Pemangsa I... 12

4.3 Laju Pertumbuhan Pemangsa II ... 12

V ANALISIS KESTABILAN 5.1 Penentuan Titik Tetap ... 13

5.2 Konstruksi Matriks Jacobi... 14

5.3 Analisis Kestabilan Titik Tetap ... 16

VI HASIL PEMANENAN MAKSIMUM ... 24

VII KEBIJAKAN PEMANENAN OPTIMAL 7.1 Fungsi Objektif Usaha Pemanenan ... 25

7.2 Penentuan Solusi Optimal Usaha Pemanenan ... 25

7.3 Contoh Penerapan pada Industri Perikanan... 27

VIII SIMPULAN ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(9)

viii DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Konsep Kestabilan ... 2

2 Attractor (stabil)... 4

3 Attractor (stabil)... 4

4 Repellor (takstabil)... 5

5 Repellor (takstabil)... 5

6 Titik Sadel ... 5

7 Titik Sadel ... 5

8 Diagram kedinamikan interaksi antarspesies ... 13

9 Kurva solusi hasil pemanenan maksimum ... 24

10 Dinamika mangsa di E4... 28

11 Dinamika pemangsa I di E4... 28

12 Dinamika pemangsa II di E4 ... 28

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Titik Tetap... 31

2 Nilai Eigen ... 32

3 Evaluasi Nilai-nilai Parameter... 36

4 Kestabilan Global... 39

5 Populasi Optimal ... 41

6 Kurva MSY ... 54

7 Dinamika Sistem ... 56


(10)

1 I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan kebijakan pemanenan ikan yang memberikan keuntungan maksimum dan berkelanjutan (tidak terjadi kepunahan dari populasi ikan yang dipanen) adalah hal yang sangat penting bagi industri perikanan. Para ilmuwan berusaha menyelesaikan permasalahan tersebut dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan memodelkan permasalahan tersebut secara matematis kemudian menyelesaikannya dengan menggunakan metode yang sesuai untuk model tersebut.

Dalam tulisan ini akan dipelajari dinamika populasi dari model pertumbuhan dua spesies ikan yang berkompetisi yang bergantung tidak hanya pada sumberdaya eksternal tetapi juga bergantung pada spesies ketiga, yaitu sumberdaya yang dapat memperbaharui dirinya sendiri. Selain itu, pertumbuhan dari dua spesies ikan yang berkompetisi juga dipengaruhi oleh usaha pemanenan terhadap kedua spesies ikan tersebut.

Permasalahan yang ditampilkan dalam tulisan ini diformulasikan dalam bentuk kontrol optimum untuk unit waktu takterbatas (infinite horizon). Calon solusi optimal diperoleh dengan menerapkan Prinsip Maksimum Pontryagin.

Karya ilmiah ini merupakan rekonstruksi dari tulisan Chattopadhyay dan kawan-kawan yang berjudul A resource based competitive system in three species fishery.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah:

1. melakukan analisis kestabilan titik tetap dan mengamati dinamika populasi ikan, 2. menganalisis model kebijakan

pemanenan ikan yang dapat memberikan keuntungan maksimum dan

berkelanjutan.

1.3 Metode dan Sistematika Penulisan Metode penulisan karya ilmiah ini adalah studi literatur. Karya ilmiah ini terdiri atas delapan bagian. Bagian pertama menjelaskan latar belakang masalah, tujuan, dan sistematika penulisan. Bagian kedua menyajikan landasan teori yang membahas sistem dinamika, teori modal, dan kontrol optimum. Bagian ketiga menyajikan model-model dasar yang membangun model-model yang akan dianalisis. Bagian keempat menyajikan pembahasan masalah dengan merekonstruksi model yang akan dianalisis. Bagian kelima menyajikan analisis kestabilan. Bagian keenam membahas masalah pemanenan maksimum. Bagian ketujuh menyajikan formulasi kebijakan pemanenan optimal yang dibuat dalam bentuk formulasi masalah kontrol optimum dan pembahasan penentuan calon solusi optimal dengan menerapkan prinsip maksimum Pontryagin. Bagian terakhir menyajikan kesimpulan tentang hasil yang diperoleh dari pembahasan sebelumnya.

II LANDASAN TEORI Beberapa landasan teori yang dibahas

pada bab ini meliputi sistem persamaan diferensial (SPD), titik tetap, pelinearan dan konsep kestabilan, serta teori kontrol optimum yang disarikan dari berbagai sumber pustaka. 2.1 Sistem persamaan diferensial (SPD), nilai eigen, dan vektor eigen

Definisi 1. (SPD Mandiri)

Misalkan suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai

( ), n dx

x f x x

dt = = ∈

dengan f fungsi kontinu dari x dan mempunyai turunan parsial kontinu. SPD tersebut disebut sistem persamaan diferensial

mandiri jika tidak mengandung t secara eksplisit di dalamnya.

(Kreyszig, 1983) Definisi 2. (SPD Linear Orde Satu)

Jika suatu sistem persamaan diferensial (SPD) dinyatakan sebagai

0

, (0) ,

= + = ∈ n

x Ax b x x x R (2.1.1) dengan Aadalah matriks koefisien berukuran

n×n, maka sistem tersebut dinamakan SPD linear orde 1 dengan kondisi awal x(0)=x0.

Sistem (2.1.1) disebut homogen jika b=0 dan takhomogen jika b≠0.


(11)

Definisi 3. (Vektor Eigen dan Nilai Eigen) Jika A adalah suatu matriks n×n, maka vektor taknol x pada n

disebut suatu vektor eigen dari A jika A x adalah suatu penggandaan skalar dari ;x yaitu,

λ

A x = x (2.1.2) untuk suatu skalar

λ

. Skalar

λ

disebut nilai eigen dari

A

, dan

x

disebut suatu vektor eigen dari

A

yang berpadanan dengan

λ

.

(Anton, 2000) Untuk mencari nilai λdari matriks A, maka persamaan (2.1.2) dapat ditulis kembali sebagai

(AλI x) =0 (2.1.3) dengan I matriks identitas. Persamaan (2.1.3) mempunyai solusi taknol jika dan hanya jika

( ) det( ) 0

p λ = AλI = AλI = (2.1.4) Persamaan (2.1.4) disebut persamaan karakteristik dari matriks A.

(Anton, 2000) 2.2 Titik tetap, pelinearan dan kestabilan Definisi 4. (Titik Tetap dan Titik Biasa) Misalkan diberikan SPD taklinear berikut

( ) : n n

x= f x U⊂ → (2.2.1) Titik x∗ dengan ( )f x∗ =0 disebut titik kritis atau titik tetap atau titik keseimbangan. Titik x pada bidang fase (2.2.1) yang bukan titik tetap, yaitu f x

( )

≠0, disebut titik biasa atau titik regular.

(Tu, 1994) Definisi 5. (Titik Tetap Stabil)

Misalkan x∗ adalah titik tetap sebuah SPD mandiri dan x t

( )

adalah solusi yang memenuhi kondisi awal x

( )

0 =x0 dengan

0

xx∗. Titik x∗ dikatakan titik tetap stabil jika terdapat ε0 >0 yang memenuhi sifat berikut:

untuk setiap ε1, dengan 0<ε1<ε0, terdapat

0

ε> sedemikian sehingga jika x∗−x0 <ε maka x x t

( )

ε1

<

, untuk setiap t>t0.

(Szidarovszky & Bahill, 1998) Catatan:

Norm x = x12+x22+ +... xn2

Definisi 6. (Titik Tetap Stabil Asimtotik Lokal)

Titik x∗ dikatakan titik tetap stabil asimtotik lokal jika titik x∗ stabil dan terdapat

0

ε > sedemikian sehingga jika x∗−x0 <ε maka lim

( )

,

t x t x

→∞ = dengan x

( )

0 =x0.

(Szidarovszky & Bahill, 1998) Definisi 7. (Titik Tetap Stabil Asimtotik Global)

Titik x∗ dikatakan titik tetap stabil asimtotik global jika titik x∗ stabil dan

0 ,

n

x ∈ Ω ⊆R lim

( )

,

t x t x

→∞ = dengan

( )

0 0

x =x .

(Szidarovszky & Bahill, 1998)

Gambar 1 Konsep Kestabilan dari Definisi 5, 6, dan 7.

Definisi 8. (Titik Tetap Takstabil)

Misalkan x∗ adalah titik tetap sebuah SPD mandiri dan x t

( )

adalah solusi yang memenuhi kondisi awal x

( )

0 =x0 dengan

0

xx∗. Titik x∗ dikatakan titik tetap takstabil jika terdapat ε >0 0 yang memenuhi sifat berikut:

untuk sembarang ε, 0< <ε ε0, terdapat x0

sedemikian sehingga jika x x0 ε

<

maka

( )

0

x∗−x t ≥ε , untuk setiap t>t0.

(Velhurst, 1990)

ε

1

ε

0

ε

x

Takstabil

Stabil

Stabil asimtotik lokal

Stabil asimtotik global


(12)

Definisi 9. (Titik Tetap Simple)

Suatu titik tetap SPD taklinear dikatakan simple jika pada sistem linearnya

( )

Ax tidak mempunyai nilai eigen nol, yaitu jika detA≠0.

(Tu, 1994) Definisi 10. Titik Tetap Simple Hyperbolic Titik tetap simple dikatakan hyperbolic jika

A pada Ax tidak memiliki nilai-nilai eigen

λ dengan bagian-bagian real nol, berarti

( )

Re λ ≠0.

(Tu, 1994) Teorema 1. (Teorema Taylor untuk n

variabel) Misalkan : n

f Ω ⊂ → dan segmen garis yang menghubungkan x0 dan x berada pada

Ω.

Jika x=

(

x1,...,xn

)

dan x0 =

(

x1( )0 ,...,xn( )0

)

maka

( )

( )

( )

(

( )0

)

0 0

1 n

i i i

i

f f x x

=

= +

f x x x

( )

0

(

( )0

)

(

( )0

)

1 1

1 2!

n n

ij i i j j

i j

f x x x x

= =

+

∑∑

x − −

( )

(

( )

)

(

( )

)

(

( )

)

( )

(

( )

)

1 2 1 1

1 2

0 0 0 0

0 , ,..., 0

, , 1 , ,..., 1

1 1

... ...

3! ! m

m

n n

ijk i i j j k k i i i i i

i j k i i i

f x x x x x x f x x

m

= =

+

x − − − + +

x

( )

(

)

(

( )

)

( )

2 2

0 0

m m

i i i i m

xx xx +R x

(

2.2.2

)

dengan

( ) ( )

(

)

(

( )

)

(

( )

)

(

( )

)

1 2 1 1 1 2 2 1 1

1 2 1

0 0 0

, ,..., 0

, ,..., 1

1

...

1 ! m m m

m

n

m i i i i i i i i i

i i i

R f c x x x x x x

m + + +

+=

= + − − −

+

x x h (2.2.3)

untuk nilai c pada

( )

0,1 dan h= −x x0.

(Grossman, 1995) Dengan memerhatikan sistem taklinear

( )

x= f x pada (2.2.1) dan menggunakan ekspansi Taylor di sekitar titik tetap x∗, misalkan di titik asal

( )

0, 0 untuk penyederhanaan, diperoleh

( )

x=Axx (taklinear) (2.2.4) dengan

( )

( )

( )

( )

( )

1 1

1 11 1

1 1 n n n nn n n n A Df x

f x f x

x x a a

a a

f x f x

x x ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ≡ ≡ ⎡∂ ∂ ⎤ ⎢ ⎥ ∂ ∂ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ≡ ≡ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢ ⎥ ⎢ ∂ ∂ ⎥ ⎣ ⎦

dan ϕ

( )

x sedemikian sehingga

( )

0

lim 0

x→ ϕ x = . Ax pada (2.2.4) disebut

pelinearan dari (2.2.4) atau sistem yang dilinearkan yaitu

.

x=Ax (linear) (2.2.5) Untuk sistem pada bidang, UR2 diperoleh

( )

( )

x= f x =Axx sebagai

( )

(

)

( )

(

)

1 1 1 2 1 1 2

2 2 1 2 2 1 2

, ,

x f x ax bx x x

x f x cx dx x x

ϕ ϕ = = + + = = + + dengan 1 1 11 12 1 2 2 2 21 22 1 2 f f

a a b a

x x

f f

c a d a

x x ∂ ∂ ≡ ≡ ≡ ≡ ∂ ∂ ∂ ∂ ≡ ≡ ≡ ≡ ∂ ∂ dan

(

)

(

)

1 1 2 2 1 2

0 0

, ,

lim lim

r r

x x x x

r r ϕ ϕ → = → dengan 2 2 1 2

r= x +x ,

yaitu ϕ1dan ϕ2 menjadi sangat kecil dan bisa

diabaikan.

Secara umum, untuk setiap titik tetap

(

x y∗, ∗

)

( )

0, 0 , dapat didefinisikan variabel-variabel baru ξ ≡

(

xx

)

dan η≡

(

yy

)

, sehingga x= f x

( )

adalah

(

)

(

) (

)

1 2 , 2.2.6 ,

x a b x x

y c d y y

ϕ ξ η ξ

ϕ ξ η η ∗ ∗ ⎡ ⎤ ⎛ ⎞ ⎡ − ⎤ ⎛ ⎞ ⎡ ⎤ ≡⎜ ⎟= ⎢ ⎥+⎢ ⎥ ⎜ ⎟ ⎢ ⎥ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦ ⎣ ⎦

Persamaan (2.2.6) hanya menggambarkan perpindahan titik tetap dari

( )

0, 0 ke titik tetap taknol

(

x y∗, ∗

)

.


(13)

Matriks A pada (2.2.4) disebut sebagai matriks Jacobi atau biasa juga disebut sebagai matriks variasi.

(Abell & Braselton, 2004) Teorema 2. (Teorema Pelinearan dari

Hartman & Grobman)

Misalkan sistem dinamik taklinear x= f x( ) pada (2.2.1) mempunyai titik tetap simple hyperbolic x∗, dan misalkan titik tetap tersebut berada pada

( )

0, 0 untuk penyederhanaan, maka pada U di sekitar

n

x∗∈ , bidang fase dari sistem taklinear (2.2.4) dan sistem hasil pelinearannya (2.2.5) adalah ekuivalen.

(Tu, 1994)

Misalkan λjj±iβj adalah nilai eigen dari matriks Jacobi A dengan

( )

Re λjj dan Im

( )

λjj. Kestabilan titik tetap simple hyperbolic mempunyai beberapa perilaku sebagai berikut:

1. Stabil Attractor, jika :

a.Re

( )

λjj <0 dengan Im

( )

λj =0 untuk setiap j=1, 2, 3. (2.2.7) Lihat Gambar 2.

b. Terdapat Re

( )

λjj <0 dengan Im

( )

λj =0 dan Re

( )

λkk <0

dengan Im

( )

λk ≠0 untuk j=1, 2, 3 dan jk. (2.2.8) Lihat Gambar 3.

2. Takstabil Repellor, jika :

a.Re

( )

λjj >0 dengan Im

( )

λ =j 0

untuk setiap j=1, 2, 3. (2.2.9) Lihat Gambar 4.

b. Terdapat Re

( )

λjj >0 dengan Im

( )

λ =j 0 dan Re

( )

λ

k =

α

k>0

dengan Im

( )

λk ≠0 untuk j=1, 2, 3 dan jk. (2.2.10) Lihat Gambar 5.

3. Titik Sadel, jika :

a. Terdapat Re

( )

λjj >0 dengan Im

( )

λj =0 dan Re

( )

λ

k =

α

k<0

dengan Im

( )

λk ≠0 untuk j=1, 2, 3 dan jk. (2.2.11)

Lihat Gambar 6.

b. Terdapat Re

( )

λjj >0 dengan Im

( )

λj =0 dan Re

( )

λ

k =

α

k<0

dengan Im

( )

λk =0 untuk j=1, 2,3 dan jk. (2.2.12) Lihat Gambar 7.

c. Terdapat Re

( )

λjj <0 dengan Im

( )

λj =0 dan Re

( )

λkk >0 dengan Im

( )

λk ≠0 untuk j=1, 2,3 dan jk. (2.2.13) Lihat Gambar 8.

d. Terdapat Re

( )

λjj <0 dengan Im

( )

λj =0 dan Re

( )

λ

k =

α

k >0

dengan Im

( )

λk =0 untuk j=1, 2, 3 dan jk. (2.2.14) Lihat Gambar 9.

(Tu, 1994)


(14)

Gambar 4 Repellor (takstabil).

Gambar 5 Repellor (takstabil).

Gambar 6 Titik Sadel.

Gambar 7 Titik Sadel.

Gambar 8 Titik Sadel.

Gambar 9 Titik Sadel.

Gambar 2 sampai 9 merupakan aliran-aliran hyperbolic dalam 3 dimensi.

2.3 Kestabilan Liapunov

Dalam Matematika, kestabilan Liapunov sering digunakan untuk mempelajari masalah dinamika sistem. Berikut ini adalah definisi-definisi formal yang digunakan untuk membangun kestabilan Liapunov.

Definisi 11. (Matriks Definit Positif)

Suatu matriks simetriks real A disebut definit positif jika T 0

A >

x x untuk semua x taknol dalam n

.

(Leon, 2001)

Teorema 3

Misalkan A adalah matriks simetrik real berorde n×n. Maka A adalah definit positif jka dan hanya jika semua nilai-nilai eigennya adalah positif.

(Leon, 2001) Definisi 12. (Fungsi Liapunov)

Suatu fungsi bernilai real dan terturunkan

( )

V x pada titik x di sekitar x, untuk penyederhanaan misalkan x=0, sedemikian sehingga V

( )

x ≥0, V

( )

0 =0 yaitu


(15)

( )

V x =0 jika dan hanya jika x=x

( )

=0 , disebut fungsi Liapunov.

(Tu, 1994) Definisi 13. (Fungsi Definit Positif/Negatif

dan Semidefinit Positif/Negatif) Misalkan V( )x adalah fungsi bernilai real dengan x adalah

(

x x1, 2,...,xn

)

.V

( )

x adalah definit positif (negatif) pada daerah S di sekitar titik asal jika

( )

( )

V x >0 (V x <0) untuk semua x0 pada S, dan V( )0 =0.

( )

V x adalah semidefinit positif (negatif) pada daerah S di sekitar titik asal jika

( )

V x ≥0 (V

( )

x ≤0) untuk semua x0 pada S, dan V( )0 =0.

( Smith, 1987) Teorema 4. (Stabil Seragam)

Misalkan x*

( )

t ,tt0 adalah solusi nol dari sistem x=X( )x , dan X( )0 =0, maka x*

( )

t adalah stabil seragam untuk tt0 jika terdapat fungsi bernilai real V

( )

x pada daerah di sekitar x=0 dengan :

(i) V

( )

x dan turunan-turunan parsialnya kontinu;

( ii ) V

( )

x adalah definit positif; ( iii ) V x

( )

adalah semidefinit negatif. Teorema 5. (Stabil Asimtotik Lokal dan Global)

Misalkan semua kondisi pada Teorema 4 dipenuhi, kecuali ( iii ) diganti oleh ( iii)’ V x

( )

adalah definit negatif

maka solusi nol-nya adalah stabil asimtotik. Catatan:

1. Daerah di sekitar titik asal disebut domain kestabilan asimtotik, atau domain atraksi. 2. Ketika domain atraksinya adalah seluruh

bidang x, maka sistemnya disebut stabil asimtotik global.

3. Fungsi V

( )

x yang memenuhi Teorema 5 disebut fungsi Liapunov lemah, sedangkan fungsi yang memenuhi Teorema 6 disebut fungsi Liapunov kuat.

( Smith, 1987)

2.4 Keterbatasan, Kekontinuan, Kemonotonan Fungsi dan

Kekonvergenan Integral Takwajar Definisi 14. (Fungsi Terbatas)

Suatu fungsi f :AB disebut terbatas jika terdapat bilangan real M >0 sedemikian sehingga f x

( )

M untuk setiap xA.

(Zipse, 1987) Definisi 15. ( Fungsi Kontinu)

Suatu fungsi f dikatakan kontinu di cjika 1. lim

( )

xc f x ada.

2. f c

( )

ada. 3. lim

( )

( )

xc f x = f c .

Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut takterpenuhi maka f dikatakan takkontinu. Titik dimana fungsi f takkontinu disebut titik ketakkontinuan (discontinuity) dari f.

(Stewart, 1991) Definisi 16. (Kontinu Bagian demi Bagian) Fungsi yang mempunyai sejumlah berhingga titik ketakkontinuan disebut fungsi yang kontinu bagian demi bagian (piecewise continuity).

(Stewart, 1991) Definisi 17. (Kemonotonan)

Misalkan f terdefinisi pada selang I (terbuka, tertutup, atau tak satupun). Fungsi

f dikatakan

i. naik pada I jika untuk setiap pasang bilangan x1 dan x2 dalam I ,

( )

( )

1 2 1 2

x <xf x < f x

ii. turun pada I jika untuk setiap pasang bilangan x1 dan x2 dalam I ,

( )

( )

1 2 1 2

x <xf x > f x

(Purcell, 1999) Teorema 6

Misalkan fungsi f kontinu pada

[ ]

a b, dan terturunkan pada

( )

a b, .

i. Jika f

( )

x >0 untuk setiap x pada

( )

a b, , maka f naik pada

[ ]

a b, .

ii. Jika f

( )

x <0 untuk setiap x pada

( )

a b, , maka f turun pada

[ ]

a b, .


(16)

Definisi 18. (Integral Takwajar) Jika

( )

t

a

f x dx

ada untuk setiap ta, maka

( )

lim

( )

t

t

a a

f x dx f x dx

→∞

=

(2.4.1) dengan syarat limitnya ada (sebagai bilangan berhingga).

Jika limitnya ada maka integral pada (2.4.1) disebut konvergen.

(Stewart, 1991) 2.5 Solusi Persamaan Diferensial Biasa dengan Metode Operator D

Persamaan diferensial berorde n dengan koefisien-koefisien konstan dapat dituliskan sebagai

1

1 1 0

n n

n n

a y +a y − + +… a y+a =Q. (2.5.1) Misalkan D d

dx

≡ sehingga persamaan (2.5.1) dapat dituliskan kembali sebagai persamaan (2.5.2) berikut

(

1

)

1 1 0 .

n n

n n

a D +aD − + +… a D+a y=Q

dengan Q adalah fungsi dari x. Solusi umum dari persamaan (2.5.2) berbentuk

y=CF+PI

dengan CF (Complementary Function) mengandung n konstanta sembarang dan PI (Particular Integral)yang tidak mengandung konstanta sembarang. Persamaan (2.5.2) dapat ditulis dalam bentuk

( )

f D y=Q, (2.5.3) dengan f D

( )

adalah polinomial berderajat

n. Untuk kasus Q=0, dengan menyusun persamaan bantu (Auxiliary Equation) diperoleh solusi dari persamaan (2.5.3) yang biasa disebut CF. Sedangkan untuk menentukan PI dimisalkan

( )

1 Q

f D adalah fungsi dari x

(

Q≠0

)

sedemikian sehingga

( ) ( )

1

f D Q Q

f D

⎛ ⎞

=

⎜ ⎟

⎜ ⎟

⎝ ⎠ , (2.5.4) maka

( )

1

y Q

f D

= (2.5.5)

adalah solusi PI dari persamaan (2.5.3).

( )

1

f D pada persamaan (2.5.5) bertugas

sebagai operator yang dioperasikan pada Q, untuk menghasilkan PI.

Untuk kasus x

Q=eα dengan α adalah konstanta, aturan turunan memberikan hasil sebagai berikut

x x

DQ=Deα =αeα (2.5.6)

(

)

x x x

D+a eα =Deα +aeα x x

eα aeα

α

= +

(

)

x

a eα α

= + . (2.5.7) Dari (2.5.6) dan (2.5.7) dapat disimpulkan

( )

x

( )

x

f D eα = f α eα , sehingga

( )

1 e x

( )

1 e x, f

( )

0

f D f

α α α

α

= ≠ .

(Bajpai, 1970) Contoh.

Carilah solusi umum dari persamaan diferensial

2

3 4 5 x

y′′− −yy= e . (2.5.8) Jawab.

CF diperoleh dari 3y′′− −y′ 4y=0

persamaan bantunya adalah

2

3β − − =β 4 0

dan 1 2

4 1,

3

β = − β = , adalah akar-akar persamaan bantu. Oleh karena itu diperoleh

1 2

1 2

CF =A eβ +A eβ 4 3 1 2 x x

A eA e

= + , dengan A A1, 2 konstanta sembarang. Misalkan D d

dx

, maka persamaan (2.5.8) menjadi

(

2

)

2

3 4 5 x

D − −D y= e . PI diperoleh dari

(

)

2 2 5 3 4 x e y D D = − −

( ) ( )

2 2

1 5.

3 2 2 4 x e = − − 5 2 6 x e = .

Jadi solusi umum dari persamaan diferensial (2.5.8) adalah

y=CF+PI 4 2 3 1 2 5 6 x x x

A eA e e

= + + , dengan A A1, 2 konstanta sembarang.


(17)

2. 6 Kontrol Optimum

Dalam suatu masalah ekonomi yang berkembang menurut waktu, sistem pada waktu t dapat diungkapkan dengan peubah keadaan (state variabel) x t1

( )

,...,x tn( ) atau dalam bentuk vektor x t

( )

∈ . Dengan nilai t yang berbeda, vektor x t

( )

menempati posisi yang berbeda di ruang .

Dinamika sistem dapat dinyatakan secara matematik melalui persamaan diferensial:

x= f x t U t t

(

( ) ( )

, ,

)

(2.6.1) dengan x dx

dt

= . Misalkan diketahui keadaan sistem pada waktu t0,x t

( )

0 =x0∈ . Jika dipilih peubah kontrol U t

( )

∈ yang terdefinisi untuk tt0, maka diperoleh persamaan diferensial orde satu dengan peubah taktentu x t

( )

. Karena x0 diberikan maka (2.6.1) mempunyai solusi tunggal. Solusi yang diperoleh merupakan respon terhadap kontrol U yang dilambangkan dengan xU

( )

t . Dengan memiliki fungsi

kontrol yang sesuai, berbagai solusi dapat diperoleh. Agar solusi yang diperoleh adalah solusi yang diinginkan, diperlukan adanya kriteria bagi solusi yang diinginkan, artinya untuk setiap kontrol U t

( )

dan responnya state

( )

x t dihubungkan dengan fungsi

( )

(

( ) ( )

)

0

0 , ,

T

t

J U =

f x t U t t dt (2.6.2) dengan f0 fungsi yang diberikan. T tidak harus fixed (ditentukan) dan x T

( )

mempunyai kondisi tertentu.

Di antara semua fungsi/peubah kontrol yang diperoleh ditentukan salah satu sehingga J menjadi maksimum. Kontrol yang bersifat demikian disebut kontrol optimum.

(Tu, 1993) Berikut ini akan dibahas prinsip maksimum Pontryagin untuk masalah kontrol optimum dengan horizon waktu takberhingga. Teorema 7.

Misalkan diberikan suatu permasalahan seperti berikut

maks ( ). 0

(

)

0

, , ,

u f t x u dt

(2.6.3) terhadap kendala

( )

,

x= f x u v.e. (virtually everywhere), ,

uU x

( )

0 =x0, (2.6.4)

( )

lim i

i

t→∞x t =x , i=1,…,m. (2.6.5) U adalah himpunan yang berada di m,

: n ,

i

fi=0,…,n, fi dan , i f x ∂ ∂ 0, ,

i= … n, kontinu, demikian juga dengan

0

, f

t

∂ dan v.e. (virtually everywhere) berarti terdefinisi di mana-mana, kecuali di sejumlah berhingga titik.

Diasumsikan bahwa

(

x t u

( ) ( )

, ∗ t

)

adalah solusi optimal di antara semua pasangan

(

x

( ) ( )

. ,u .

)

yang memenuhi (2.6.4), (2.6.5), dan integral pada (2.6.3) konvergen, dengan u

( )

. kontinu bagian demi bagian pada setiap interval. Diasumsikan juga bahwa

( ) ( )

(

)

0 0

, , ( )

f t σ x t u t d t

∗ ∗

+

ada untuk

setiap σ pada interval

(

−ε ε,

)

, sehingga untuk fungsi α

( )

t yang kontinu bagian demi bagian, berlaku

( ) ( )

(

)

( )

0 , ,

f t x t u t

t t σ α ∗ ∗ ∂ + ≤

∂ untuk setiap

(

,

)

δ∈ −ε ε ,t

[

0,∞

)

dan

( )

0 t dt α ∞ < ∞

.

Maka terdapat pasangan

(

p p t0,

( )

)

, p0 ≥0,

( )

(

p p t0,

)

0 untuk setiap t, sedemikian

sehingga p t

( )

adalah solusi kontinu dari persamaan adjoint

( ) ( ) ( )

(

, , ,

)

x

p= −H t x t u∗ ∗ t p t v.e., (2.6.6) dengan

(

)

( ) ( )

0 0 , , , .

H =p f t x u +p t f x u Selanjutnya maksuH t x t u t

(

,

( ) ( ) ( )

, ,p t

)

=H t x t u

(

, ∗

( ) ( ) ( )

, ∗ t ,p t

)

v.e. (2.6.7) dan

( ) ( ) ( )

(

)

lim , , , 0.

t H t x t u t p t

∗ ∗

→∞ = (2.6.8)


(18)

9 III MODEL-MODEL DASAR

Analisis model kebijakan pemanenan optimal dalam perikanan, memerlukan model-model dasar yang mendukung dibangunnya model kebijakan pemanenan tersebut. Oleh karena itu, dalam bab ini akan ditampilkan model-model dasar dan teori pembangun dari model kebijakan pemanenan optimal perikanan yang menjadi topik utama dalam tulisan ini.

3.1 Model Pertumbuhan Logistik

Menurut Shone (1997), jika jumlah populasi pada waktu t disebut stok, tingkat stok ini akan berubah bergantung pada perbedaan antara arus masuk dan arus keluar. Contoh dari arus masuk adalah kelahiran dan imigrasi, sedangkan arus keluar adalah kematian dan emigrasi. Pada kasus populasi ikan terdapat faktor penangkapan ikan yang dilakukan oleh manusia dalam suatu periode tertentu yang akan mempengaruhi tingkat stok. Dari faktor ’alamiah’ yang mempengaruhi populasi didapatkan persamaan

Perubahan netto dalam populasi = arus masuk – arus keluar

= (kelahiran + imigrasi)(kematian + emigrasi)

Kelahiran dan kematian disebut sebagai faktor internal dari populasi, sedangkan imigrasi dan emigrasi disebut sebagai faktor eksternal. Persamaannya menjadi

Perubahan netto dalam populasi

= perubahan internal + perubahan eksternal = (kelahiran – kematian)+ migrasi

dengan migrasi adalah imigrasi dikurangi emigrasi.

Misalkan n t

( )

merupakan variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal. Ukuran populasi pada suatu waktu adalah x t( ), yang menotasikan banyaknya individu pada waktu t, sehingga perubahan internal dari populasi adalah n t x t

( )

( ). Misalkan juga m t( ) menotasikan migrasi yang terjadi pada suatu interval waktu yang sama dengan pengukuran perubahan internal, dan diukur pada waktu t, maka m t( ) menotasikan perubahan eksternal, sehingga perubahan populasi dx t( ) /dt diberikan oleh

( )

( ) ( ) dx

n t x t m t

dt = + (3.1.1) Jika diasumsikan tidak ada migrasi maka m t( )=0 untuk setiap t. Jika diasumsikan juga ada pengurangan dalam proses pertumbuhan populasi yang proporsional terhadap ukuran populasi, dengan kata lain, laju pertumbuhan

rdireduksi oleh faktor ax t( ) maka variabel yang memberikan kontribusi pada perubahan internal pada populasi menjadi

( ) ( ) n t = −r ax t .

Dari asumsi tentang migrasi dan perubahan internal, maka persamaan (3.1.1) dapat dituliskan sebagai

( ( )) ( )

dx

r ax t x t dt = −

r 1 x t( ) , dengan K r

K a

⎛ ⎞

= =

⎝ ⎠ (3.1.2)

yang merupakan persamaan logistik dengan ,

r Kadalah parameter positif, r merupakan laju pertumbuhan intrinsik yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian alami populasi. Laju kelahiran per kapita adalah

( ) 1 x t r

K

⎜ ⎟

⎝ ⎠ yang bergantung pada x t( ). Parameter K r

a

= menyatakan daya muat lingkungan (carrying capacity) yang menyatakan kapasitas maksimum populasi dalam lingkungan tersebut. Hal ini berarti jika di dalam populasi ada x individu, maka lingkungan masih bisa memuat Kx individu.

3.2 Persamaan Lotka -Volterra 3.2.1 Persaingan Interspesifik

Jika ada 2 spesies populasi y dan z dalam satu lingkungan yang berinteraksi secara negatif (terjadi persaingan), maka persamaannya adalah

( )

y y yz

y

r K y z

dy

y dt K

α

− −

= (3.2.1.1)

( )

z z zy

z

r K z y

dz

z dt K

α

− −

= (3.2.1.2)

yz yz

yy

a a


(19)

zy zy

zz

a a

α = (3.2.1.4) dengan

yz

α = koefisien interaksi dari populasi z pada populasi y,

zy

α = koefisien interaksi dari populasi y pada populasi z,

yz

a = laju pertumbuhan per kapita dari populasi y terkait dengan penambahan satu individu dari populasi z,

zy

a =laju pertumbuhan per kapita dari populasi z terkait dengan penambahan satu individu dari populasi y,

yy

a =laju intrinsik r dalam populasi y terkait dengan penambahan satu individu dari populasi y,

zz

a =laju intrinsik r dalam populasi z terkait dengan penambahan satu individu dari populasi z,

y

r =laju intrinsik populasi y,

z

r =laju intrinsik populasi z,

y

K =daya muat lingkungan untuk populasi ,

y

z

K =daya muat lingkungan untuk populasi z. (Vandermeer, 1981) 3.2.2 Mangsa-Pemangsa

Jika ada 2 spesies populasi x dan y dalam satu lingkungan dengan x adalah populasi mangsa dan y adalah populasi pemangsa dengan asumsi bahwa satu-satunya sumber kematian bagi populasi mangsa x adalah dimakan oleh pemangsa y dan satu-satunya sumber reproduksi bagi populasi pemangsa y adalah dengan memakan mangsa

x, maka interaksi antara kedua populasi digambarkan dalam persamaan

x xy

dx

b a y

x dt = − (3.2.2.1)

yx y

dy

a x d

y dt = − (3.2.2.2) yang dikenal sebagai persamaan mangsa-pemangsa Lotka –Volterra dengan :

x =banyaknya populasi mangsa, y =banyaknya populasi pemangsa,

x

b =laju kelahiran mangsa x tanpa kehadiran pemangsa y,

xy

a y=laju kematian mangsa x karena dimangsa oleh pemangsa y,

yx

a x=laju kelahiran pemangsa y untuk

setiap mangsa x yang dimangsa,

y

d =laju kematian pemangsa y karena ketiadaan mangsa x.

(Vandermeer, 1981) 3.3 Fungsi Pemanenan

Menurut (Shone, 1997) dan (Jaeger, 1997), fungsi pemanenan ikan adalah bentuk dari fungsi produksi yang berarti penangkapan pada waktu t, dinotasikan dengan output T sebagai fungsi dari input-input. Diasumsikan inputnya ada dua jenis. Pertama, stok ketersediaan ikan untuk ditangkap, s t( ); dan kedua, usaha yang dilakukan oleh nelayan,

( )

U t . Fungsi pemanenan ikan yang digunakan dalam literatur adalah

, 0

TUs η>

dengan η menotasikan efisiensi teknis dari pemanenan/koefisien ketertangkapan, U t( ) adalah banyaknya perjalanan yang dilakukan oleh kapal penangkap ikan (atau banyaknya hari dioperasikannya jaring-jaring ikan). 3.4 Model Keuntungan Maksimum

Menurut Nicholson (2002) dan Nababan (1988), sebuah perusahaan yang diasumsikan memaksimumkan keuntungan, akan memilih input dan outputnya dengan tujuan tunggal untuk mencapai keuntungan ekonomi maksimum. Para manajer perusahaan berusaha untuk menjadikan selisih antara total pendapatan dan total biaya ekonomi sebesar mungkin dengan membuat keputusan secara marjinal.

Dalam kegiatannya, perusahaan menjual tingkat output tertentu s, dengan harga pasar p per unit. Maka penerimaan total/Total Revenue (TR) dapat diketahui, yaitu

( )

( )

TR s = p s s. Dalam memproduksi s, total biaya ekonomi yang ditanggung dapat dinyatakan dengan Total Cost

(

TC s( )

)

.

Selisih antara pendapatan dan biaya disebut laba ekonomi π yang bergantung pada jumlah output yang diproduksi, yaitu

( )

s TR s( ) TC s( )


(20)

Kondisi yang diperlukan untuk nilai s yang memaksimumkan laba ditentukan dengan

( )

, 0

d dTR dTC

s

dsπ π= = dsds =

sehingga kondisi agar laba maksimum adalah dTR dTC

ds = ds .

Persamaan ini menyatakan bahwa marginal revenue (MR) sama dengan Marginal Cost (MC), yaitu: MR=MC

3.5 Teori Modal

Apabila modal awal P diinvestasikan pada suku bunga tahunan δ dan dimajemukan k kali per tahun, maka setelah

t tahun nilainya akan bertambah secara eksponensial seperti formula berikut :

( )

1

kt

B t P

k δ

⎛ ⎞

= +

⎝ ⎠ . (3.5.1) Jika suku bunga dimajemukan secara kontinu (bukan tahunan, bulanan, atau harian, tetapi setiap saat) dengan kata lain k→ ∞, maka formula (3.5.1) akan berubah dengan perhitungan sebagai berikut:

misal n k

δ

= maka n→ ∞ dan k=nδ sehingga 1 kt P k δ ⎛ += ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ 1 1 n t P n δ ⎛ += ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ 1 1 t n P n δ ⎡ ⎤ + ⎢ ⎥ ⎝ ⎠ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ .

Karena n→ ∞, maka

( )

1

lim 1

t n n

B t P

n δ →∞ ⎡ ⎤ = ⎢ + ⎥ = ⎝ ⎠ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ t

Peδ (3.5.2) dengan B t

( )

adalah future value, waktu t≥0 dan e≈2.718.

Present value dari penerimaan sebesar B di masa yang akan datang adalah

( )

t

P=B t e−δ (3.5.3) Total present value yang kontinu dari deretan pendapatan P>0, dengan 0≤ ≤t T dapat diformulasikan sebagai berikut

( )

0

T

t

P=

B t e−δ dt (3.5.4) Untuk kasus T → ∞, persamaan (3.5.4) dimodifikasi menjadi:

( )

0 lim T t T

P B t e−δ dt →∞

=

( )

0

t

B t e δ dt

=

(3.5.5) (Hoffmann and Bradley, 1989)

IV PEMBAHASAN Model satu mangsa dua pemangsa dengan

dua pemangsa terjadi hubungan kompetisi 4.1 Laju pertumbuhan mangsa

Misalkan x merupakan banyaknya individu mangsa pada waktu t, ymerupakan banyaknya individu pemangsa I pada waktu

t, dan z merupakan banyaknya individu pemangsa II pada waktu t, dengan individu mangsa adalah makanan satu-satunya bagi kedua pemangsa, dan hadirnya para nelayan yang memangsa pemangsa I dan II maka interaksi antarspesies dapat dimodelkan sebagai berikut :

Dari persamaan (3.1.2), laju pertumbuhan per kapita dari mangsa dapat dinyatakan sebagai berikut:

1

1

dx x

p

x dt K

⎛ ⎞

=

⎝ ⎠

(4.1.1) dengan p merupakan laju pertumbuhan intrinsik yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian alami populasi. Parameter K

menyatakan daya muat lingkungan (carrying capacity) yang menyatakan kapasitas maksimum populasi x dalam lingkungan tersebut. Penambahan setiap satu individu pemangsa I ke dalam populasi akan mengakibatkan bertambahnya laju pemangsaan pemangsa I, sehingga laju pertumbuhan per kapita mangsa akan menurun, dengan a adalah besarnya laju pemangsaan dari pemangsa I dan y adalah banyaknya individu pemangsa I, maka persamaan (4.1.1) dimodifikasi menjadi:

1

1

dx x

p ay

x dt K

⎛ ⎞

=

⎝ ⎠ (4.1.2) yang sesuai dengan persamaan (3.2.2.1). Selanjutnya dengan cara yang sama, penambahan setiap satu individu pemangsa II ke dalam populasi mengakibatkan bertambahnya laju pemangsaan pemangsa II yang akan menyebabkan menurunnya laju pertumbuhan per kapita dari mangsa sehingga persamaan (4.1.2) dimodifikasi menjadi:


(21)

1

1

dx x

p ay bz

x dt K

⎛ ⎞

= − −

⎝ ⎠ (4.1.3) dengan b adalah besarnya laju pemangsaan dari pemangsa II dan z adalah banyaknya individu pemangsa II.

4.2 Laju pertumbuhan pemangsa I Dari persamaan (3.2.1.1),

( )

y y yz

y

r K y z

dy

y dt K

α − −

=

y( y ) y yz

y y

r K y r z

K K

α

= − . (4.2.1)

Dengan menyubstitusikan yz yz yy

a a

α = dari persamaan (3.2.1.3) ke persamaan (4.2.1) diperoleh

y y yz

y

y y y yy

K r a

dy y

r z

y dt K K K a

⎛ ⎞

= ⎜ − ⎟

⎝ ⎠ . (4.2.2) Kemudian dengan menyubstitusi y y

yy

r K

a

=

dari persamaan (3.1.2) ke dalam persamaan (4.2.2) diperoleh

1

y yz

y

dy y

r a z

y dt K

⎛ ⎞

= ⎜ − ⎟

⎝ ⎠

(4.2.3) Penambahan setiap satu individu mangsa ke dalam populasi mengakibatkan bertambahnya laju pemangsaan dari pemangsa I sehingga energi yang terkandung pada mangsa akan dikonversi menjadi energi pemangsa I, dan hal ini akan mengakibatkan bertambahnya pertumbuhan per kapita pemangsa I, sehingga persamaannya dimodifikasi menjadi:

1

y yz

y

dy y

r a z cx

y dt K

⎛ ⎞

= ⎜ − ⎟− +

⎝ ⎠ (4.2.4) dengan c adalah faktor konversi yang menetapkan banyaknya pemangsa I baru yang dilahirkan untuk tiap mangsa yang ditangkap.

Munculnya para nelayan yang memanen pemangsa I akan mengurangi pertumbuhan per kapita pemangsa I, sehingga persamaannya dimodifikasi menjadi

1

y yz

y

dy y

r a z cx vU

y dt K

⎛ ⎞

= ⎜ − ⎟− + −

⎝ ⎠

(4.2.5) dengan v adalah koefisien ketertangkapan pemangsa I dan Uadalah usaha penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan. Misalkan,

, ,

y y yz

q=r L=K d=a , maka persamaan (4.2.5) menjadi:

1 .

dy y

q cx dz vU

y dt L

⎛ ⎞

= + − −

⎝ ⎠ (4.2.6)

4.3 Laju pertumbuhan pemangsa II Dari persamaan (3.2.1.2),

( )

z z zy

z

r K z y

dz

z dt K

α

− − =

z( z ) z zy

z z

r y

r K z

K K

α −

= − (4.3.1) Dengan menyubstitusi zy zy

zz

a a

α = dari

persamaan (3.2.1.4) ke persamaan (4.3.1) diperoleh

zy

z z

z

z z z zz

a

K r

dz z

r y

z dt K K K a

⎛ ⎞

= ⎜ − ⎟−

⎝ ⎠ . (4.3.2) Kemudian dengan menyubstitusi z

z zz r K a = dari persamaan (3.1.2) ke dalam persamaan (4.3.2) diperoleh

1 .

z zy

z

dz z

r a y

z dt K

⎛ ⎞

= ⎜ − ⎟−

⎝ ⎠ (4.3.3) Penambahan setiap satu individu mangsa ke dalam populasi akan mengakibatkan bertambahnya laju pemangsaan dari pemangsa II sehingga energi yang terkandung pada mangsa akan dikonversi menjadi energi pemangsa II, dan mengakibatkan bertambahnya pertumbuhan per kapita pemangsa II, sehingga persamaannya menjadi:

1

z zy

z

dz z

r a y ex

z dt K

⎛ ⎞

= − +

⎝ ⎠ (4.3.4) dengan e adalah faktor konversi yang menyatakan banyaknya pemangsa II baru yang dilahirkan untuk tiap mangsa yang ditangkap.

Munculnya para nelayan yang memanen pemangsa II akan mengurangi pertumbuhan per kapita pemangsa II, sehingga persamaannya dimodifikasi menjadi

1

z zy

z

dz z

r a y ex wU

z dt K

⎛ ⎞

= − + −

⎝ ⎠ (4.3.5)

dengan wadalah koefisien ketertangkapan pemangsa II dan U adalah usaha penangkapan yang dilakukan oleh para nelayan. Misalkan, r=rz, M =Kz, f =azy, maka persamaan (4.3.5) dimodifikasi menjadi:


(22)

1

dz z

r ex fy wU

z dt M

⎛ ⎞

= + − −

⎝ ⎠ (4.3.6) U U v c w d y a x z

f

e

Gambar 10 Diagram kedinamikan interaksi antarspesies.

Persamaan (4.1.3), (4.2.6), (4.3.6) dapat disusun menjadi suatu sistem persamaan diferensial taklinear

1

1

1

dx x

px axy bxz

dt K

dy y

qy cxy dyz vUy

dt L

dz z

rz ezx fzy wUz

dt M ⎫ ⎛ ⎞ = − − ⎝ ⎠ ⎪ ⎛ ⎞ ⎪ = + − − ⎝ ⎠ ⎪ ⎛ ⎞ = + − − ⎪ ⎪ ⎝ ⎠ ⎭ (4.3.7) dengan dx

dt = laju pertumbuhan individu mangsa, dy

dt = laju pertumbuhan individu pemangsa I, dz

dt = laju pertumbuhan individu pemangs II,

, , 0

K L M > , p q r, , >0, 0≤UUmaks,

0< <a 1, 0< <b 1, 0< <c 1, 0< <d 1, 0< <e 1, 0< <f 1, 0< <v 1, 0< <w 1, dan x y z, , ≥0.

V ANALISIS KESTABILAN Pada bab ini akan dianalisis kestabilan

dari tiap titik tetap pada sistem (4.3.7). Sebagai langkah awal akan ditentukan titik tetapnya, kemudian sistem ini akan dilinearkan dengan mengonstruksi matriks Jacobinya dan selanjutnya menganalisis kestabilannya dengan memeriksa nilai eigen. 5.1 Penentuan titik tetap :

Titik tetap

(

x∗,y z∗, ∗

)

diperoleh dengan membuat:

0, 0, 0

dx dy dz

dt = dt = dt = . Dari persamaan (4.3.7) maka

1 x 0

x p ay bz

K ∗ ∗⎛ ∗⎞⎟ = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (5.1.1)

1 y 0

y q cx dz vU

L ∗ ∗⎛ +⎟ = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (5.1.2)

1 z 0

z r ex fy wU

M ∗ ∗⎛ +⎟ = ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ (5.1.3)

Dari (5.1.1) diperoleh 0 atau

1 0

x x

p ay bz

K ∗ ∗ ∗ ∗ ⎫ = ⎪⎪ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ ⎬ ⎜ ⎜ − ⎟− − ⎟ = ⎝ ⎠ ⎭ (5.1.4)

Dari (5.1.2) didapat : 0 atau

1 0

y y

q cx dz vU

L ∗ ∗ ∗ ∗ ⎫ = ⎪⎪ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ ⎬ ⎜ ⎜ − ⎟+ − − ⎟ = ⎝ ⎠ ⎭ (5.1.5)

Dari (5.1.3) didapat : 0 atau

1 0

z z

r ex fy wU

M ∗ ∗ ∗ ∗ ⎫ = ⎪⎪ ⎛ ⎛ ⎞ ⎞ ⎬ ⎜ ⎜ − ⎟+ − − ⎟ = ⎝ ⎠ ⎭ (5.1.6)

Dari persamaan (5.1.4) - (5.1.6) diperoleh titik tetap sebagai berikut :

1 x p

K

⎜ ⎟

⎝ ⎠ 1

z r M ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠ b 1 y q L ⎞ ⎜ ⎟ ⎝ ⎠


(23)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

0 1 1

2 2 2

3 3 3

4 4 4 4

5 5

6 6 6

7 7

(0, 0, 0) ( , 0, 0)

, , 0 , 0, , , 0, , 0 0, , 0, 0, E

E x

E x y

E x z

E x y z

E y

E y z

E z = ⎫ ⎪ = ⎪ = ⎪ ⎪ = ⎬ = ⎪ = ⎪ = ⎪ = ⎪⎭ (5.1.7) dengan 1 x =K

(

)

(

)

2

K pq aL q Uv x acKL pq + − + = +

(

)

2

Lp cK q Uv y acKL pq + − = +

(

)

(

)

3

K pr bM r Uw

x beKM pr + − + = +

(

)

3

Mp eK r Uw z beKM pr + − = +

(

)

(

)

(

(

)

)

(

)

4 ( ) ( )

K r aLq pq aLUv dLM fp ar aUw bM qr fL q Uv qUw

x

LM adeK bcfK dfp beKMq acKL pq r

− + + − − + + − + − + = − + + + + +

(

)

(

)

(

)

(

)

4 ( ) ( )

L pr cK q Uv dMp eK r Uw bKM eq cr eUv cUw y

LM adeK bcfK dfp beKMq acKL pq r

+ − − + − + − − + = − + + + + +

(

)

(

) (

)

(

)

(

)

(

)

(

)

4

M aeKL q Uv cKL fp ar aUw p eKq fLq qr fLUv qUw

z

M adeKL dfLp bK cfL eq acKL pq r

− + − + − − + + − = + + − − + 5 LvU y L q = −

(

)

(

)

6

L qr rUv dM r Uw y dfLM qr − + + − = −

(

)

(

)

6 ( )

M fL q Uv q r Uw

z dfLM qr − + − + = − 7 MUw z M r = −

(lihat Lampiran 1).

Diasumsikan titik tetap E1 sampai E7 ada, yaitu jika nilai-nilai x1, x2, x3, x4,y2, y4,

5,

y y6, z3, z4, z6, z7 positif. Penentuan titik

keseimbangan ini diperoleh dengan menggunakan Software Mathematica 5.1.

5.2 Konstruksi Matriks Jacobi

Misalkan SPD taklinear pada persamaan (2.2.1) dimodifikasi untuk n=3 sebagai berikut

( , , )

( , , )

( , , ) dx

P x y z dt

dy

Q x y z dt

dz

R x y z dt ⎫ = ⎪ ⎪ = ⎪ ⎪ = ⎪⎭ (5.2.1)

dengan turunan-turunan parsial fungsi ,P Q dan R kontinu di R3

. Dengan menggunakan perluasan Taylor (Teorema 1) di sekitar titik tetap

(

x y z∗, ∗, ∗

)

, diperoleh


(24)

(5.2.2)

dengan

( ) ( )

(

)

(

) (

2

) (

2

)

2

, ,

lim i 0

v v

x y z

x x y y z z

ϕ

→ ∗ ∗ ∗

=

− + − + −

1, 2, 3 i= dan

(

, ,

)

,

(

, ,

)

v= x y z v∗ = x y z∗ ∗ ∗ . Jika didefinisikan variabel baru

1 x x ξ = −

2 y y

ξ = − ∗ 3 z z ξ = − ∗ sehingga

(

)

1 d x x ( , , ) ( , , )

d

P x y z P x y z

dt dt

ξ − ∗

= = −

(

)

2

( , , ) ( , , ) d y y

d

Q x y z Q x y z

dt dt

ξ = − ∗ = ∗ ∗ ∗

(

)

3 d z z ( , , ) ( , , )

d

R x y z R x y z

dt dt

ξ − ∗

= = −

maka SPD (5.2.2) dapat direduksi menjadi

( )

dZ

AZ Z

dt = +ϕ (5.2.3) dengan

x y z

x y z

x y z

P P P

A Q Q Q

R R R

⎡ ⎤ ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ x x

Z y y

z z ∗ ∗ ∗ ⎡ − ⎤ ⎢ ⎥ = ⎥ ⎣ ⎦

( )

(

)

(

)

(

)

1 2 3 , , , , , , x y z

Z x y z

x y z ϕ ϕ ϕ ϕ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦

Karena suku ϕ

( )

Z pada sistem (5.2.3) sangat kecil dibandingkan suku linear AZ di sekitar titik tetap, maka ϕ

( )

Z pada sistem (5.2.3) dapat diabaikan sehingga diperoleh

dZ AZ

dt = . (5.2.4) Persamaan (5.2.4) dapat dianggap sebagai hampiran yang memenuhi sistem taklinier (5.2.3). Matriks koefisien A untuk persamaan (5.2.3) merupakan matriks Jacobi yang dievaluasi pada titik tetap

(

x y z∗, ∗, ∗

)

, dan

x

P , Py, Pz, Qx, Qy, Qz, Rx, Ry, dan

z

R adalah turunan parsial fungsi yang bersesuaian dengan peubah yang dimaksud. Bentuk persamaan (5.2.4) disebut pelinearan dari sistem persamaan diferensial (5.2.3). Dengan melakukan pelinearan pada sistem persamaan di sekitar titik tetapnya, maka diperoleh matriks Jacobi dari sistem (4.3.7) sebagai berikut:

(

, ,

)

P P P

x y z

Q Q Q

A x y z

x y z

R R R

x y z

∗ ∗ ∗ ⎡∂ ∂ ∂ ⎤ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢∂ ∂ ∂ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢∂ ∂ ∂ ⎥ ⎢ ⎥ ∂ ∂ ∂ ⎣ ⎦ (5.2.5) atau

(

)

11 12 13

21 22 23 31 32 33 , ,

A A A

A x y z A A A

A A A

∗ ∗ ∗ ⎡ ⎤ ⎢ ⎥ = ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎣ ⎦ (5.2.6) dengan 11 2px

A p ay bz

K = − − −

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

(

)

1 2 ( , , ) ( , , ) ( , , ) ( , , ) ( , , ) , , ( , , ) ( , , ) ( , , ) ( , , ) ( , , ) , , ( , , ( , , ) ( , , )

P x y z P x y z P x y z

P x y z P x y z x x y y z z x y z

x y z

Q x y z Q x y z Q x y z

Q x y z Q x y z x x y y z z x y z

x y z

R x y R x y z R x y z

ϕ ϕ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∂ ∂ ∂ = + − + − + − + ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ ∂ = + − + − + − + ∂ ∂ ∂ ∂

= +

(

)

(

)

(

)

3

(

)

) ( , , ) ( , , )

, ,

z R x y z R x y z

x x y y z z x y z

x y z ϕ

∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗ ∗

∗ ∂ ∗ ∂ ∗

− + − + − +


(25)

12

A = −ax 13

A = −bx 21

A =cy 22

2qy

A q Uv cx dz

L

= − + − −

23

A = −dy 31

A =ez 32

A = −fz 33

2rz

A r Uw ex fy

M

= − + − − Matriks Jacobi di titik tetapnya diperoleh dengan menyubstitusi E0, E1, E2, E3, E4,

5,

E E6,dan E7 pada persamaan (5.1.7) ke dalam matriks A pada persamaan (5.2.6) sehingga dapat disusun persamaan karakteristik dan diperoleh nilai-nilai eigen pada masing-masing titik tetapnya (lihat Lampiran 2).

5.3 Analisis kestabilan titik tetap

Kondisi kestabilan dari titik tetap 0,

E E1, E2,E3, E5, E6,dan E7 diperoleh dengan memeriksa nilai-nilai eigen dari matriks A, kemudian disesuaikan dengan kondisi kestabilan pada sub bab 2.2. Khusus untuk titik tetap E4,akan ditunjukkan bersifat stabil asimtotik global.

5.3.1 Kestabilan titik tetap E0

Dengan menggunakan Software Mathematica 5.1 (lihat Lampiran 2) diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

1 p, 2 q Uv, 3 r Uw

λ = λ = − λ = −

Karena dari asumsi p>0, maka λ1>0 sehingga titik tetap E0 bersifat tidak stabil. 5.3.2 Kestabilan titik tetap E1

Dengan Software Mathematica 5.1 (lihat Lampiran 2) diperoleh nilai eigen sebagai berikut:

1 p, 2 cK q Uv, 3 eK r Uw

λ = − λ = + − λ = + − .

Karena λ1<0, maka titik tetap E1 bersifat stabil jika λ2<0, λ3<0.

Dari λ2 =cK+ −q Uv<0 diperoleh cK q

U v

+

> , karena λ3 =eK+ −r Uw < 0, maka diperoleh U eK r

w

+

> , Sehingga titik tetap E1 bersifat stabil jika

, cK q eK r

U max

v w

+ +

⎧ ⎫

> ⎨ ⎬

⎩ ⎭.

Berikut ini nilai-nilai eigen untuk titik tetap 2, 3, 5, 6, dan 7

E E E E E yang ditentukan dari Software Mathematica 5.1 (lihat Lampiran 2).

Nilai eigen di titik tetap E2

(

)

(

)

(

)

(

) (

)

(

)

(

)(

)

(

(

)

)

(

)

(

)

1

2 1

( 2

4 )

cKp aLp q Uv pq p q Uv acKL pq

p p q cK aL p q aL q Uv acKL pq cK q Uv pq aL q Uv

λ = − + − − + −

+

+ − + + + − − + + − + − +

(

)

(

)

(

)

(

) (

)

(

)

(

)(

)

(

(

)

)

(

)

(

)

2

2 1

( 2

4 )

cKp aLp q Uv pq p q Uv acKL pq

p p q cK aL p q aL q Uv acKL pq cK q Uv pq aL q Uv

λ = − − − + + −

+

+ − + + + − − + + − + − +

(

)

(

)

3

cfKLp aeKL q Uv p eKq fLq fLUv

r Uw

acKL pq

λ = +− + − + + − + −


(26)

Nilai eigen di titik tetap E3

Out[367]= :l1=Bq+

p rHc K-U vL-d M pHe K+r-U wL-b K MHc r+e U v-c U wL

b e K M+p r F,

l2=B

1

2Hb e K M+p rLH-e K p r+b M pHr-U wL

-p rHp+r-U wL+,HpHpHrHe K-b M+p+rL+Hb M-rLU wL2 -4Hb e K M+p rL He K+r-U wL Hp r+b MH-r+U wLLLLLF, l3=B

-1

2Hb e K M+p rLHe K p r-b M pHr-U wL+p rHp+r-U wL+

,HpHpHrHe K-b M+p+rL+Hb M-rLU wL2

-4Hb e K M+p rL He K+r-U wL Hp r+b MH-r+U wLLLLLF> Nilai eigen di titik tetap E5

Out[371]= :l1=@-q+U vD,l2=Bp+a Li

k

jj-1+ U v q

y {

zzF,l3=Br+f Li

k

jj-1+ U v q

y {

zz-U wF>

Nilai eigen di titik tetap E6

Out[373]= :l1=B 1

d f L M-q rHrH-p q+a LHq-U vLL+

d L MHf p-a r+a U wL+b MH-f L q+q r+f L U v-q U wLLF, l2=B

1

2 d f L M-2 q rH-f L rHq-U vL+d M qH-r+U wL+ q rHq+r-UHv+wLL+,H4Hd f L M-q rL

H-q r+r U v+d MHr-U wLL Hf LHq-U vL+qH-r+U wLL+

Hf L rHq-U vL+qHd MHr-U wL-rHq+r-UHv+wLLLL2LLF, l3=B

1

2 d f L M-2 q rH-f L rHq-U vL+d M qH-r+U wL+ q rHq+r-UHv+wLL-,H4Hd f L M-q rL

H-q r+r U v+d MHr-U wLL Hf LHq-U vL+qH-r+U wLL+

Hf L rHq-U vL+qHd MHr-U wL-rHq+r-UHv+wLLLL2LLF> Nilai eigen di titik tetap E7

Out[375]= :l1=@-r+U wD,l2=Bp+b MJ-1+ U w

r NF,l3=Bq-U v+d MJ-1+ U w

r NF> 5.3.3 Kestabilan titik tetap E2

Sesuai dengan asumsi, titik tetap E2 ada jika 2 0

x > dan y2 >0.

(

)

(

)

2 0

K pq aL q Uv x

acKL pq

+ − +

= >

+

(

aL p q

)

U

v

⇔ > .

(

)

2 0

Lp cK q Uv y

acKL pq

+ −

= >

+

cK q U

v

+ ⇔ < .

Jadi titik tetap E2 ada jika

(

aL p q

)

cK q

U

v v

− +


(1)

Lampiran 7 (Dinamika Sistem)

Hasil ini diperoleh dengan menggunakan software Mathematica 5.1.

In[349]:= Unprotect@x, y, z,p, N, p, q, r, K, L, M, a, b, c, d, e, f, v, wD;

In[350]:= ClearAll@parmval, x, y, z,p, N, p, q, r, K, L, M, a, b, c, d, e, f, v, wD; In[351]:=sysid

Mathematica 5.1.0, DynPac 10.69, 5ê24ê2007 In[352]:= intreset;

In[353]:= plotreset;

In[354]:=setstate[{x,y,z}];

In[355]:=setparm[{p,q,r,K,L,M,a,b,c,d,e,f,v,w}]; In[356]:= slopevec=:p xJ1- x

KN-a x y-b x z , q yJ1- y

L N+c x y-d y z-v U y, r zJ1 -z

MN+e x z-f y z-w U z>;

In[357]:= eqstates=findpolyeq;

In[358]:= E4=FullSimplify@eqstates@@5DDD;

In[359]:= parmval=82.5, 2, 2.5, 350000, 220000, 225000, 2.5*10-6, 1.2*10-6,

2.5*10-6, 1.55*10-5, 1.2*10-6, 3.75*10-6, 0.000147, 0.000257<;

In[360]:= U=H-d L M pHe K+rLv+LHpHc K+qLr+b K MHe q-c rLLv+ MHc K LH-f p+a rL+qH-a e K L+pHe K-f L+rLLLwLê H2 LHb e K M+p rLv2-2 L MHb c K+a e K+Hd+fLpLv w+

2 MHa c K L+p qLw2L;

In[361]:= E4=eqstateval@E4D

Out[361]= 8301407., 126253., 26215.4< In[362]:= eigval@E4D

Out[362]= 8−1.74304+0.286408 ,−1.74304−0.286408 ,−0.105861< In[363]:= classify@E4D;


(2)

In[364]:= evalparm@slopevecD Out[364]= :2.5J1− x

350000Nx−2.5×10

−6

x y−1.2×10−6x z,

−1.19943 y+2.5×10−6x y+2J1− y

220000Ny−0.0000155 y z,

−2.09696 z+1.2×10−6x z−3.75×10−6y z+2.5J1− z

225000Nz> In[365]:= <<Graphics`ParametricPlot3D`

In[366]:= solution=NDSolveB:x

£@tD

x@tD ==2.5`J1 -x@tD

350000N -2.5*^-6 y@tD-1.2`*^-6 z@tD, y£@tD

y@tD == -1.20648 +2.5*^-6 x@tD +2J1 -y@tD

220000N -0.0000155` z@tD, z£@tD

z@tD == -2.10313 +1.2`*^-6 x@tD-3.75*^-6 y@tD+2.5`J1 -z@tD 225000N , x@0D==255297, y@0D==107165, z@0D==48695>,

8x, y, z<,8t, 0, 150<, MethodØAutomaticF; ParametricPlot3D@Evaluate@8x@tD, y@tD, z@tD< ê. solutionD,

8t, 0, 150<, PlotPointsØ1000, BoxRatiosØ81, 1, 1<, AxesLabelØ8"x", "y", "z"<, PlotRangeØAllD;

260000

280000

300000 x

100000 110000

120000 y

25000 30000 35000 40000 45000

z

260000

280000

300000 x

00000 110000

120000 y

In[367]:= intreset; In[368]:=


(3)

In[370]:= 8X, Y, Z<=8x@tD, y@tD, z@tD< ê. Flatten@solutionD

Out[370]= 8InterpolatingFunction@880., 150.<<,<>D@tD, InterpolatingFunction@880., 150.<<,<>D@tD, InterpolatingFunction@880., 150.<<,<>D@tD< In[371]:= Plot@8X<,8t, 0, 25<, PlotRangeØ8250000, 320000<,

AxesLabelØ8"t", "x"<, PlotStyleØ8RGBColor@0, 0, 1D<D

5 10 15 20 25 t

260000 270000 280000 290000 300000 310000 320000 x

Out[371]= Graphics

In[372]:= Plot@8Y<,8t, 0, 50<, PlotRangeØ880000, 130000<,

AxesLabelØ8"t", "y"<, PlotStyleØ8RGBColor@0, 0, 1D<D

10 20 30 40 50 t

90000 100000 110000 120000 130000 y

Out[372]= Graphics

In[373]:= Plot@8Z<,8t, 0, 50<, PlotRangeØ820000, 50000<,

AxesLabelØ8"t", "z"<, PlotStyleØ8RGBColor@0, 0, 1D<D

10 20 30 40 50 t

25000 30000 35000 40000 45000 50000 z


(4)

Lampiran 8 (Syarat Teorema 7)

à Misalkan f0= ‰-tdUHv y h1+w z h2L, f1 =

dx dt , f2=

dy dt, f3=

dz dt. In[386]:= f0=Exp@-dtD Hh1 v y+h2 w zL U;

In[387]:= f1=p xJ1- x

KN-a x y-b x z; In[388]:= f2=q yJ1

-y

LN+c x y-d y z-v U y; In[389]:= f3=r zJ1

-z

MN+e x z-f y z-w U z;

dengan (x,y,z) adalah variabel state (autonomous) , t adalah waktu, dan sisanya adalah parameter.

In[390]:= ∑t f0

Out[390]= -I‰-tdH-d L M pHe K+rLv+LHpHc K+qLr+b K MHe q-c rLLv+ MHc K LH-f p+a rL+qH-a e K L+pHe K-f L+rLLLwL dHv y h1+w z h2LM ë I2 LHb e K M+p rLv2

-2 L MHb c K+a e K+Hd+fLpLv w+2 MHa c K L+p qLw2M Turunan parsial f1 terhadap x

In[391]:= ∑x f1

Out[391]= - p x

K +pJ1 -x

KN-a y-b z Turunan parsial f2 terhadap y In[392]:= ∑y f2

Out[392]= -HvH-d L M pHe K+rLv+LHpHc K+qLr+b K MHe q-c rLLv+ MHc K LH-f p+a rL+qH-a e K L+pHe K-f L+rLLLwLLë I2 LHb e K M+p rLv2-2 L MHb c K+a e K+Hd+fLpLv w+

2 MHa c K L+p qLw2M+c x- q y

L +qJ1 -y LN-d z


(5)

Turunan parsial f3 terhadap z

In[393]:= ∑z f3

Out[393]= -HwH-d L M pHe K+rLv+LHpHc K+qLr+b K MHe q-c rLLv+ MHc K LH-f p+a rL+qH-a e K L+pHe K-f L+rLLLwLLë I2 LHb e K M+p rLv2-2 L MHb c K+a e K+Hd+fLpLv w+

2 MHa c K L+p qLw2M+e x-f y- r z

M +rJ1 -z MN Terlihat bahwa turunan parsial dari f0, f1, f2, f3 kontinu In[382]:= sehingga U dapat kontinu bagian demi bagian.

à

0

f0 „t H2.6 .3L

Jika d > 0 maka In[394]:= Int=

0 T

Exp@-dtD Hh1 v y+h2 w zL U „t

Out[394]= II1- ‰-TdM H-d L M pHe K+rLv+LHpHc K+qLr+b K MHe q-c rLLv+ MHc K LH-f p+a rL+qH-a e K L+pHe K-f L+rLLLwL Hv y h1+w z h2LM ë II2 LHb e K M+p rLv2

-2 L MHb c K+a e K+Hd+fLpLv w+2 MHa c K L+p qLw2MdM In[395]:= Limit@Int, TØ ¶, AssumptionsØ d >0D

Out[395]= HHc K L p r v+L p q r v-d L M pHe K+rLv+b K L MHe q-c rLv -c f K L M p w-a e K L M q w+e K M p q w

-f L M p q w+a c K L M r w+M p q r wL Hv y h1+w z h2LLë

I2IM p q w2+b K L M vHe v-c wL+

LHa K M wH-e v+c wL+p vHr v-Hd+fLM wLLMdM dari Definisi 18 akibatnya integral pada (2.6.3) konvergen.


(6)

In[384]:= Karena

0 T

Exp@-dtD Hh1 v y+h2 w zL U „t ada untuk d >0, maka

In[384]:= ‡

0 T

Abs @Exp@-dHt+ sLD Hh1 v y+h2 w zL UD „HtL

Out[384]= ‡

0 T

‰-Re@dHt+sLD

AbsAHH-d L M pHe K+rLv+LHpHc K+qLr+b K MHe q-c rLLv+ MHc K LH-f p+a rL+qH-a e K L+pHe K-f L+rLLLwL Hv y h1+w z h2LL ë I2 LHb e K M+p rLv2

-2 L MHb c K+a e K+Hd+fLpLv w+2 MHa c K L+p qLw2ME „t In[385]:= juga ada untuk d>0, s(-e,e),

In[396]:= akibatnya untuk suatu fungsi yang kontinu bagian demi

Out[396]= akibatnya bagian demi fungsi kontinu suatu untuk yang

In[386]:= bagian a HtL, Abs@∑t Exp@-dHt+sLD Hh1 v y+h2 w zL UD< a HtL

In[386]:= untuk setiap s H-e,eL, tœ@0,¶L, dan

0

a HtL „t < ¶, In[386]:= sehingga Teorema 7 dapat digunakan.