Patofisiologi Manifestasi klinis Rinitis Alergi 1. Definisi

Immunology AAAAI, American College of Allergy, Asthma and Immunology ACAAI dan Joint Council of Allergy, Asthma and Immunology Joint Task Force on Practice Parameters dalam dokumennya, ‘The diagnosis and management of rhinitis: An updated practice parameter’ tahun 2008 tetap mempertahankan istilah ‘seasonal’ dan ‘perennial’ dalam klasifikasi pasien rinitis alergi. Istilah klasik ini berguna secara klinis dalam menggolongkan pasien secara akurat ke dalam kategori rinitis alergi musiman seasonal, sepanjang tahun perennial, atau rinitis alergi sepanjang tahun dengan eksaserbasi musiman. 11

2.1.4. Patofisiologi

Paparan berulang terhadap alergen akan menghasilkan presentasi alergen oleh antigen presenting cells APC ke limfosit T-CD4+ yang menyebabkan pelepasan interleukin IL-3, IL-4, IL-5 dan sitokin Th-2 lainnya. Sitokin-sitokin tersebut memiliki efek proinflamasi yang melibatkan produksi IgE, sel plasma, sel mast dan eosinofil dan berlanjut dengan terjadinya kaskade respons imun sehingga menimbulkan gejala klinis rinitis alergi. 12 Respons alergi pada rinitis alergi dibagi atas fase awal dan fase lambat. 12,13 Selama fase awal, terjadi peningkatan IgE yang berikatan pada sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast dan pelepasan mediator yang telah terbentuk preformed mediators seperti histamin, triptase, kininogenase menghasilkan bradikinin, heparin dan enzim-enzim lainnya. Selain itu, sel mast juga mensekresi mediator seperti prostaglandin-D2 PGD2 dan sulfidopeptidyl leukotrienes LTC4, LTD4, dan LTE4. 12 Mediator tersebut menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menimbulkan gejala klinis bersin, edema mukosa, hidung berair dan gatal yang merupakan karakteristik rinitis alergi. 3,12,13 Respons imun fase awal timbul dalam beberapa menit segera setelah paparan alergen. 12,13 Sekitar 50 gejala rinitis alergi merupakan menifestasi reaksi hipersensitivitas tipe I fase lambat. Gejala timbul setelah 4 sampai 6 jam pasca paparan alergen akibat reaksi inflamasi jaringan yang berkepanjangan. 13 Gejala rinitis alergi fase lambat seperti hidung tersumbat, kurangnya penciuman dan hipereaktivitas hidung disebabkan oleh eosinofilia lokal pada mukosa hidung dengan mekanisme yang belum sepenuhnya dimengerti. 3,13

2.1.5. Manifestasi klinis

Gejala rinitis alergi mencakup rhinorrhea hidung berair, nasal obstruction hidung tersumbat, nasal itching hidung gatal dan sneezing bersin yang bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan. 9-11 Rasa gatal di hidung akan menyebabkan bersin berulang paroxysmal sneezing. Sekret hidung yang timbul dapat keluar melalui lubang hidung atau berupa post-nasal drip yang tertelan. 3,13 Hidung tersumbat dapat terjadi bilateral, unilateral atau bergantian. 13 Gejala bernafas melalui mulut sering terjadi terutama pada malam hari akibat hidung yang tersumbat, sehingga menyebabkan tenggorokan kering, mengorok snoring, gangguan tidur serta kelelahan pada siang hari. 9,11,13,14 Kombinasi gejala hidung berair, tersumbat, gatal dan bersin adalah gejala yang paling dirasakan mengganggu aktivitas sehari-hari. 13 Pada rinitis alergi, sering dijumpai injeksi konjungtiva, mata berair dan merah. 14 Pasien rinitis alergi dapat mempunyai wajah khas berupa warna gelap atau sianosis infraorbital allergic shiners dan bengkak pada palpebra inferior. 13,14 Anak yang sering menggosok hidung akibat rasa gatal memberikan gambaran khas allergic salute dan menimbulkan bekas melintang pada bagian bawah hidung allergic crease. 13,14 Pemeriksaan rinoskopi anterior merupakan pemeriksaan yang sering dilakukan. Pada rinoskopi anterior akan ditemukan tanda klasik berupa mukosa nasal yang edema dan berwarna pucat kebiruan lividae disertai sekret yang encer. 13

2.1.6. Temuan laboratorium